Sapi Bali sudah sejak lama diketahui memiliki tingkat karkas yang tinggi dibandingkan dengan sapi lokal yang lain, yaitu sekitar 53,26%, Peranakan Ongole 46.9%. Perbandingan antara daging dan tulangnya yaitu sekitar 4,4 :1. Mayoritas peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, dan keempukan dagingnya tidak kalah dengan daging impor.
|
Branding sapi Bali ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produknya dan sekaligus meningkatkan pendapatan peternak. |
Atas dasar berbagai keunggulan tersebut maka sapi Bali dipilih Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Drh. I Ketut Diarmita, MP dan Gubernur Provinsi Bali, I Made Mangku Pastika untuk di-branding sebagai penghasil daging sapi premium (Bali Beef).
Menurut I Ketut Diarmita, “Branding sapi Bali ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produknya dan sekaligus meningkatkan pendapatan peternak. Program Bali Beef ini akan dikembangkan mulai tahun 2017 dengan tujuan untuk meningkatkan nilai jual sapi Bali, sehingga peternak dapat memperoleh tambahan keuntungan.”
Dirjen PKH menjelaskan bahwa program Bali Beef bertujuan agar sapi Bali memiliki nilai jual yang tinggi dan sekaligus dapat membangkitkan gairah peternak dalam menjalankan usahanya. “Dengan program ini, sapi Bali tidak lagi dijual dalam bentuk ternak hidup yang harganya lebih murah, tapi yang dijual harus dalam bentuk daging sapi Bali yang harganya lebih mahal dan beternaknya dengan konsep bisnis,” ujar Diarmita.
Sapi Bali merupakan salah satu plasma nutfah atau Sumber Daya Genetik Hewan (SDGH) yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan sudah menjadi ikon sapi nasional. Berdasarkan data statistik peternakan, populasi sapi Bali di Provinsi Bali sebanyak 553.582 ekor (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2016). Sapi Bali sebagai rumpun ternak asli Indonesia, memiliki kemampuan produksi dan reproduksi yang sangat baik dan adaptif.
Menurut Diarmita, sapi Bali menjadi tumpuan harapan di masa mendatang, selain sebagai ternak asli Indonesia (Bali), sapi Bali juga cepat beradaptasi, mudah dikembangbiakkan, dan mempunyai kualitas daging yang baik. Daging sapi Bali mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu pola pemeliharaan sapi dilakukan secara ekstensif yang sepenuhnya mengandalkan pakan sapi dari hijauan tanpa ada treatmen hormonal yang dilakukan. Oleh karena itu, sapi Bali menghasilkan daging sapi yang tentunya lebih berkualitas dan dapat disetarakan dengan daging organik. Bila dianalogikan mendekati dengan kualitas dan rasa ayam kampung/lokal.
Selain itu, berdasarkan dari berbagai penelitian menyatakan bahwa daging sapi Bali memiliki potensi yang besar untuk dapat dikembangkan menjadi premium meat produksi daging lokal Indonesia. Untuk menghasilkan premium meat tersebut tentunya diperlukan perlakuan khusus dalam mempersiapkan sapi Bali seperti yang selayaknya dilakukan kepada sapi-sapi rumpun lainnya yang diperuntukkan untuk menghasilkan premium meat.
“Oleh karena itu, jika daging sapi Bali atau Bali Beef pemotongannya dipilah sesuai dengan pembagian jenis potongan daging, maka prime cut daging sapi Bali dapat mengisi pasar untuk Horeka (Hotel, Restoran dan Katering ) yang khusus untuk dikonsumsi masyarakat menengah ke atas,” ungkap Diarmita.
Sementara itu, Gubernur Provinsi Bali, I Made Mangku Pastika meminta kepada Kementan agar program Bali Beef benar-benar dapat diimplementasikan. Menurutnya dengan adanya program ini, maka diharapkan sapi Bali akan bisa mengatasi kebutuhan daging sapi, dimana sampai saat ini sebagian kebutuhan daging sapi, terutama yang berkualitas tinggi masih harus diimpor untuk konsumsi masyarakat menengah ke atas.
“Jangan hanya jual ternak hidup, tapi jual daging sapi Bali. Jika daging Bali Beef terjual lebih mahal, khususnya untuk konsumsi menengah ke atas, maka peternak kita akan untung dan bergairah dalam menjalankan usahanya” ungkapnya.
Made menegaskan kembali bahwa program Bali Beef kedepannya diharapkan akan dapat menjadikan icon sapi Bali dapat terbangun dan tentunya dengan harga jual yang lebih mahal mendekati daging sapi Wagyu.
“Saya maunya harga daging sapi Bali yang telah diolah (branding) mendekati harga daging sapi Wagyu, sehingga peternak untung dan bergairah,” ujar Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika.
Untuk itu, pada pertemuannya Senin, (2/1), Gubernur Bali I Made Mangku Pastika meminta kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita untuk mendatangkan investor khusus untuk pengembangan branding daging sapi Bali atau Bali Beef sebagai premium meat produksi lokal Indonesia.
Gubernur Bali juga akan mengundang investor yang berminat dan bila diperlukan akan menyiapkan regulasi yang mendukung, khususnya untuk pemasaran daging sapi Bali pada Horeka di Bali. (wan)