Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini harga ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SEMPAT KECEWA, PETERNAK AKHIRNYA BISA CURHAT KE DIRJEN PKH

Peternak "menggerebek" Dirjen PKH (Foto : Jefri)

Sekitar dua puluh orang perwakilan peternak ayam yang melakukan demonstrasi di Kementerian Pertanian Rabu (11/12) diterima oleh Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Drh Makmun M.Sc. Pertemuan tersebut dalam rangka mendengarkan keluhan peternak agar ditindaklanjuti oleh pemerintah. Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung C Kementan tersebut, Makmun meminta maaf sebesar - besarnya kepada para perwakilan peternak.

"Saya sebagai tuan rumah memohon maaf kepada bapak - bapak sekalian apabila penyambutan dari kami kurang berkenan. Saya juga meminta maaf karena Pak Dirjen tidak dapat menemui bapak sekalian karena sedang ada pekerjaan lain," tukas Makmun.

Mendadak tensi berubah ketika perwakilan peternak mendengar pernyataan Makmun tadi. Kekecewaan pun juga terlihat jelas dari semua perwakilan peternak. Salah satu perwakilan peternak yang bersuara mengungkapkan kekecewaannya yakni peternak asal Bogor, Kadma Wijaya.

"Saya sangat kecewa hari ini, Pak Dirjen tidak ada di sini, padahal kami sudah sebanyak ini. Mohon maaf, bukan bermaksud mengecilkan, kalau Pak Makmun saja yang menerima, kami kan bisa bertemu dengan Pak Makmun kapan saja, kalau ketemu sama Pak Dirjen kan jarang - jarang," ungkap Kadma.

Selain Kadma, seorang perwakilan peternak dari Magelang juga mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, penerimaan yang dilakukan oleh Kementan hari itu sangat tidak manusiawi. Mulai dari ketika tidak dibolehkannya peternak memasuki kawasan Kementan, hingga ketidakhadiran Dirjen dalam pertemuan tersebut.

Dengan semakin memanasnya tensi dan untuk mencegah hal - hal yang tidak diinginkan Sugeng Wahyudi yang juga salah satu koordinator aksi mengambil inisiatif agar peternak segera angkat kaki dari kawasan Kementan. Mereka pun memutuskan untuk memberikan rapor merah sekaligus tuntutan mereka kepada Makmun dan hendak melipir ke gedung A untuk menemui perwakilan Menteri Pertanian dan melakukan hal yang sama.

Dalam perjalanan menuju gedung A, seorang peternak mendapatkan info bahwa Dirjen PKH sedang berada di gedung Pusat Informasi Agribisnis Kementan. Syahdan mereka pun langsung menggerebek tempat tersebut dan bertemu dengan Dirjen PKH I Ketut Diarmita beserta Pejabat sekelas Direktur lainnya.

Dalam pertemuan yang berlangsung alot, beberapa kesepakatan dihasilkan oleh mereka. Salah satunya mengenai akan dilibatkannya perwakilan peternak untuk mengetuai tim ahli yang dibuat oleh Ditjen PKH dalam menghitung supply - demand DOC.

Ketika dikonfirmasi oleh Infovet, Dirjen PKH hanya menjawab secara normatif dan terkesan adem ayem atas hal tersebut. "Ya biasalah peternak, wajar kalau mereka cari saya, pokoknya nanti ini akan kita godok kembali, yang jelas ini butuh waktu dan butuh koordinasi lebih lanjut secara hukum, terima kasih," tutur Ketut. (CR)


KEMBALI GELAR AKSI, RATUSAN PETERNAK SERBU KANTOR KEMENKO PEREKONOMIAN

Aksi damai yang dilakukan ratusan peternak broiler saat menyambangi kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat. (Dok. PPRN)

Harga jual live bird (LB) yang kembali anjlok menjadi pemicu peternak broiler yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) kembali menggelar aksi damai. Kali ini demo dilakukan di depan kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).

Ratusan peternak rakyat yang sudah berkumpul sejak pagi membawa spanduk berisikan tuntutan meminta perbaikan harga untuk  keberlanjutan usaha mereka. Dalam keterangannya, Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi menyebut, anjloknya harga sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, harga LB broiler terendah terjadi pada Agustus 2019 yang mencapai Rp 8.000 per kg di tingkat peternak. 

“Pada tahun ini selama kurun waktu sembilan bulan, usaha perunggasan mengalami dua kali ‘gelombang tsunami’ anjloknya harga LB di tingkat peternak. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh oversupply produksi LB,” kata Sugeng.

Ia mengemukakan, sejak Juni 2019 gejolak harga LB sudah mulai terjadi. Puncaknya pada Agustus kemarin harga LB benar-benar terjun bebas dari harga yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni Rp 19.000 per kg.

“Berbagai upaya dilakukan dan disuarakan peternak kepada pemerintah, termasuk upaya antisipasi untuk menjaga kestabilan harga. Namun tak pernah ada solusi jitu dan berkepanjangan,” ungkapnya.

Ia pun sangat menyayangkan upaya-upaya yang telah dilakukan tak berdampak signifikan pada keberlanjutan usaha peternakan rakyat.  “Tercatat sudah puluhan kali rapat koordinasi dan evaluasi melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian bahkan Bareskrim Polri. Tapi semua upaya mentok, peternak kembali menelan pil pahit merasakan buruknya penataan industri perunggasan nasional,” ucap dia.

Selain harga LB di tingkat peternak yang kembali merosot tajam, keluhan lain yang dirasakan peternak yakni mahalnya harga sapronak (sarana produksi ternak). Tercatat sejak 2019 harga pakan terus bertahan di level Rp 6.800-7.400 per kg. Kemudian harga DOC juga mengalami kejadian serupa. Dari catatan PPRN, harga DOC sejak Agustus 2018 mencapai Rp 6.600-6.100, perlahan turun pada Juni-Agustus 2019 menyentuh angka Rp 4.000.

“Namun itupun belum membantu karena harga LB anjlok ke titik terendah. Sementara di sisi lain, upaya penyeimbangan supply-demand melalui pengurangan produksi DOC selalu berdampak lebih dulu terhadap kenaikan dan ketersediaan DOC bagi peternak,” pungkasnya.

Adapun beberapa tuntuan peternak rakyat yang disampaikan PPRN diantaranya, tuntutan jangka pendek menaikkan harga LB minimal di HPP (Harga Pokok Produksi) peternak, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) untuk penataan iklim usaha perunggasan nasional yang adil agar peternak rakyat terlindungi, meminta perlindungan segmentasi pasar ayam segar untuk peternak rakyat mandiri, penataan hilirisasi usaha perunggasan melalui upaya kewajiban memiliki RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) bagi perusahaan unggas intergrasi seperti diatur dalam Permentan No. 32/2017 dan meminta pembubaran tim komisi ahli perunggasan. (RBS)

HARGA AYAM RENDAH, PEMERINTAH INSTRUKSIKAN AFKIR PS

Peternakan broiler rakyat di kawasan Bogor. (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, resmi mengeluarkan Surat Edaran No. 6878/SE/TU.020/F/06/2019 mengenai afkir parent stock (PS) ayam ras broiler dan peningkatan kapasitas pemotongan live bird (LB), Rabu, 26 Juni 2019.

Dalam surat edaran yang diterima redaksi Infovet, Kamis (27/6), disampaikan kepada perusahaan pembibitan PS broiler untuk melakukan cutting dalam rangka mengatasi permasalahan supply-demand yang berdampak pada harga LB di farm gate yang merosot dan mengacu Pasal 4 sampai 7 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, serta pertimbangan rapat komisi ahli perunggasan pada 13 Juni 2019 dan pertemuan koordinasi perunggasan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada 14 Juni 2019, yang diikuti jajaran Ditjen PKH, tim analisis, tim asistensi, asosiasi perunggasan, Satgas Pangan dan peternak mandiri.

Kemudian pada rapat koordinasi perunggasan lanjutan yang dilaksanakan di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan Bogor, 25 Juni 2019, yang juga dihadir tim analisis, tim asistensi, perwakilan asosiasi perunggasan, diputuskan langkah konkrit mengatasi permasalahan supply-demand sebagai berikut:

1. Mengacu Permentan No. 40/2011 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Ras yang Baik, seluruh pembibit PS ayam ras broiler untuk segera melaksanakan afkir PS ayam ras broiler yang berumur di atas 68 minggu (chick in sebelum tanggal 12 Maret 2018).

2. Periode afkir PS ayam ras broiler dilaksanakan selama dua minggu, dimulai sejak 26 Juni sampai 9 Juli 2019, diikuti pakta integritas antara pemerintah dengan perusahaan pembibit PS ayam ras broiler.

3. Pelaku usaha yang telah memenuhi ketentuan Pasal 12 ayat (1) Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, agar meningkatkan kapasitas pemotongan di rumah pemotongan hewan unggas (RPHU) sampai 30% dari jumlah produksi LB ayam ras broiler internal.

4. Untuk efektivitas pelaksanaan afkir PS ayam ras broiler dimaksud akan dilakukan:
    a. Pengawasan pemotongan LB ayam ras broiler yang dilakukan dalam dua shift per hari sesuai kapasitas per jam di RPHU integrator di Pulau Jawa.
    b. Pengawasan penyimpanan produk karkas hasil pemotongan LB ayam ras broiler disimpan dalam cold storage sesuai jumlah pemotongan per hari setelah dikurangi distribusi.
    c. Evaluasi pelaksanaan afkit PS ayam ras broiler akan dilaksanakan satu minggu setelah 9 Juli 2019.
    d. Dalam hal hasil pelaksanaan evaluasi dimaksud harga LB ayam ras boiler di farm gate belum sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Penjualan di Tingkat Konsumen, maka akan dilakukan afkir PS ayam ras broiler yang berumur 60 minggu serta dievaluasi setiap bulan.

Pemerintah berharap keputusan surat edaran pelaksanaan afkir PS broiler dan peningkatan kapasitas pemotongan dapat dilaksanakan dengan baik. (INF)

PETERNAK JAWA TENGAH KOMPAK BAGI-BAGI AYAM GRATIS

Aksi bagi-bagi ayam gratis di Semarang (Foto: Istimewa)


Hari ini, Rabu (26/6/2019) secara serentak, para peternak mandiri yang tergabung di dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) wilayah Jawa Tengah dan Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (Apayo) menggelar aksi bagi-bagi ayam gratis.

Lebih dari 8.000 ekor ayam hidup akan dibagikan di lima tempat di Solo secara serentak. Sementaara, 5.000 ekor ayam dibagikan gratis ke masyarakat di empat titik pembagian ayam gratis yaitu di Stadion Kridosono, Balaikota Yogyakarta, Alun-alun Utara dan di depan Taman Pintar.

Aksi ini dilakukan para peternak sebagai bentuk protes kepada pemerintah menyusul anjloknya harga ayam broiler di pasaran.

Ketua Apayo, Hari Wibowo dihubungi Infovet, Selasa (25/6/2019) mengungkapkan aksi para peternak ayam broiler ini merupakan bentuk protes karena murahnya harga beli ayam dari pedagang. Harga beli yang murah itu menyebabkan para peternak merugi.

"Ini bentuk protes kami atas murahnya harga ayam. Kami sebagai peternak merugi. Daripada dijual murah lebih baik dibagikan gratis ke masyarakat," ujar Hari.

Hari menguraikan sejak September 2018 terjadi ketimpangan harga ayam. Hari menyampaikan harga ayam dipasaran saat ini mencapai Rp29.000/Kg hingga Rp30.000/Kg. Sedangkan pedagang membeli dari peternak hanya seharga Rp7.000/Kg hingga Rp8.000 /Kg.

Sementara di Solo, kegiatan bagi-bagi ayam dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Berdasarkan sumber yang Infovet peroleh dari PPN Solo, kegiatan akan digelar di halaman Kantor Kecamatan Banjarsari, Pendapa Kantor Kecamatan Jebres, halaman Kantor Kecamatan Laweyan, Pendapa Kantor Kecamatan Serengan dan di area bekas SD Negeri Baturono Pasar Kliwon.

Peternak di Kota Semarang juga memembagi-bagikan ayam di tujuh lokasi yang tersebar di Kota Semarang, mulai dari Kramas Jalan Mulawarman, Tembalang, hingga Pasar Pedurungan.

Disebutkan sebelumnya, harga ayam hidup saat ini di tingkat peternak hanya sekitar Rp8.000-Rp10.000/kg. Harga tersebut jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) yang mencapai Rp18.500/ kg.

Para peternak mandiri menilai pemerintah gagal melindungi keberlangsungan usaha mereka. Jumlah produksi yang berlebih serta anjloknya harga ayam menjadikan peternak mengalami kerugian selama berbulan-bulan. Dampaknya beberapa peternak harus menutup usahanya, sedangkan sisanya bertahan meski harus menambah hutang atau bahkan menjual aset untuk menutup biaya produksi. (NDV)


SIASAT PETERNAK JUAL AYAM DI PINGGIR JALAN

Peternak menjual ayam langsung ke konsumen di pinggir jalan kawasan Klaten, Boyolali, Salatiga (Foto: bisnis.com)


Menjual ayam di pinggir jalan demi menyiasati rendahnya harga ayam hidup, menjadi langkah yang ditempuh peternak. Seperti diketahui, harga ayam di tingkat peternak saat ini Rp 8.000-Rp 10.000/kg atau hanya separuh dari Harga Pokok Produksi (HPP) yang mencapai Rp 18.500/kg.

Upaya menjual langsung ke konsumen ini, diharapkan peternak bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi meskipun tetap belum menguntungkan.

“Jika HPP saja 18.500, harga ayam selayaknya Rp20.000/kg. Tapi sekarang ini dengan HPP saja berada jauh di bawahnya," terang Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) wilayah Jawa Tengah (Jateng), Parjuni, Minggu (23/6/2019).

Saat ini, menurut Parjuni, para peternak mandiri sudah menanggung kerugian cukup besar sejak enam bulan terakhir. Selain harga yang rendah, jumlah stok ayam di kandang pun melimpah karena terjadi over produksi. Terkait hal ini sejak beberapa hari terakhir, para peternak pun mulai melakukan aksi di jalan, yaitu dengan menjual hasil panen kepada konsumen langsung dengan harga murah.

"Informasi yang kami terima, kemarin [Sabtu (22/6)] di Salatiga ada, di Blitar ada, juga di Klaten dan Boyolali. Mereka membawa ayam dengan mobil kemudian menjualnya di pinggir jalan dengan harga murah. Rata-rata dijual Rp25.000/ekor dengan bobot sekitar dua kilogram. Kalau normal harga 
Rp40.000/ekor," kata dia.

Biasanya para peternak menjual menjual hasilnya kepada pedagang atau broker. Sedangkan mengenai jumlah produksi, dia mengatakan saat ini total di Jateng ada over produksi sekitar 40%.

Parjuni mengatakan untuk produksi di Jateng sekitar 40 Juta-42 juta ekor per pekan.

Adapun pada rapat analisa kondisi perunggasan di Kantor Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 13 Juni lalu, yang merumuskan akan adanya penarikan 30% bibit unggas untuk mengendalikan oversupply.

Kebijakan itu rencana diterapkan pada 24 Juni ini. Namun Parjuni masih menyangsikan hal itu terealisasi. Sebab menurut informasi yang dia terima, masih ada rapat finalisasi kebijakan sebelum diterapkan.

Harga daging ayam potong di pasaran masih di atas Rp30.000/kg. Berdasarkan informasi yang diunggah di Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi, PIHPS Jateng, harga daging ayam potong di Solo pada 21 Juni sekitar Rp31.000/kg. Jika dibandingkan harga ayam hidup di tingkat peternak ada selisih minimal Rp21.000/kg. (Sumber: bisnis.com)


RAPAT KOORDINASI PERUNGGASAN DI SOLO HASILKAN TUJUH KEPUTUSAN

Solo, 14 Juni 2019 bertempat di Hotel Syariah Solo Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan drh I Ketut Diarmita memimpin rapat koordinasi perunggasan. Hadir dalam acara tersebut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Wakil Ketua Satgas Pangan Mabes Polri, perwakilan perusahaan integrator, perwakilan organisasi peternak unggas (PINSAR, GOPAN, Presidium PRPM), Ketua Umum GPPU dan Perwakilan Dinas terkait di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. 

Setelah mencermati data perunggasan terkini yang disampaikan oleh Dirjen PKH dan banyaknya masukan selama sesi diskusi, maka dihasilkan keputusan sebagai berikut : 

  1. Pelaksanaan pengurangan DOC FS broiler sebanyak 30% dari populasi telur tetas fertil di seluruh Indonesia dan akan diawasi dengan pola cross monitoring oleh tim yang melibatkan unsur Dirjen PKH, Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan tingkat provinsi/kabupaten/kota, GPPU, PINSAR, PPUN dan GOPAN. Bukti pengurangan dari masing - masing perusahaan harus dibuat dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh perwakilan perusahaan dan tim yang melakukan monitoring.
  2. Integarator harus membuat pakta integritas bahwa tidak semua ayam yang diternakkan di wilayah Jateng dan Jatim dijual ke pasar tradisional di wilayah yang dimaksud dan sebagainya harus diolah dalam bentuk daging beku atau olahan. Bagi yang tidak merealisasikan pakta integritas ini maka izin impor ditunda sampai pakta dipenuhi.
  3. Integrator dan peternakn mandiri harus melaporkan broker unggas komersial yang dimiliki atau yang menjadi langganannya kepada Direktur Jendral PKH dan Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Kemendag. Jika tidak, maka izin impor tidak akan diproses sampai laporan disampaikan. Satgas Pangan Mabes Polri pun akan ikut mengawasi perilaku broker dan integrator. 
  4. Kepala dinas yang membidangi fungsi PKH di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus segera mendata nama, nomor ponsel, alamat lengkap perusahaan, peternak mandiri, peternak UMKM, jumlah kandang serta kapasitas kandang terpasang. Dinas juga harus mendata secara lengkap jumlah RPHU secara lengkap berikut kapasitas cold storage yang dimiliki swasta dan pemerintah di wilayahnya. Selain itu Dinas juga diwajibkan memberikan pembinaan kepada perusahaan, peternak mandiri dan peternak UMKM di wilayahnya.
  5. Akan dilakukan review Permentan No. 32 tahun 2017 terutama pasal 12 mengenai kepemilikan RPHU dan rantai dingin dalam rangka penyempurnaan regulasi di bidang perunggasan dan definisi peternak mandiri, dan definisi integrator.
  6. Mengusulkan review Permendag No. 96 tahun 2018 terkait harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen serta mengkaji harga acuan DOC FS dan pakan. 
  7. Dalam rangka menyelesaikan persoalan harga live bird yang rendag, Kemendag mengeluarkan himbauan (setelah berkoordinasi dengan KPPU) kepada para peternak (integrator, peternak mandiri, peternak UMKM) untuk melakukan pembagian live bird/karkas secara gratis kepada masyarakat khususnya masyarakat miskin menggunakan dana CSR. Dalam pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan serta dinas yang membidangi fungsi perdagangan di tingkat provinsi/kabupaten/kota dengan GPPU dan PINSAR. (CR)


PELAKU PERUNGGASAN DIAJAK STABILKAN HARGA UNGGAS HIDUP

Pertemuan Dirjen PKH bersama pelaku perunggasan di Solo. (Foto: Dok. Dirjen PKH)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, kembali mengundang para pelaku perunggasan, asosiasi unggas, pakar dan unsur pemerintah terkait untuk membahas situasi perunggasan Nasional, khususnya terkait rendahnya harga unggas hidup/live bird (LB) di tingkat produsen di beberapa daerah, yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 96/2018 mengenai harga acuan pembelian ditingkat petani dan harga acuan pembelian di tingkat konsumen, harga acuan pembelian daging ayam ras untuk batas bawah di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 dan harga batas atas sebesar Rp 20.000, sedangkan harga acuan penjualan di konsumen sebesar Rp 34.000. Namun, di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, harga LB masih berada di bawah harga batas bawah. 

“Kami mengharapkan masukkan dari para pelaku perunggasan, pakar dan pemerintah daerah agar hasil pertemuan koordinasi stabilisasi produksi, distribusi dan harga LB ini dapat menjadi solusi terbaik untuk perunggasan Nasional ke depan,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, saat pertemuan di Solo, Jumat (14/6/2019). Pertemuan ini sendiri merupakan lanjutan pertemuan koordinasi perunggasan yang telah dilaksanakan secara maraton dari 10 dan 13 Juni 2019 di Jakarta.

Ia menambahkan, langkah awal dalam stabilisasi harga LB adalah dengan pengurangan DOC FS broiler sebesar 30% dari populasi telur tetas fertil di seluruh Indonesia yang diawasi oleh tim yang melibatkan unsur Ditjen PKH, dinas terkait provinsi/kabupaten/kota, asosiasi diantaranya GPPU, GOPAN, PPUN dan PINSAR. Kemudian memastikan bahwa pengusaha unggas integrator tidak menjual semua ayam yang diternakkan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dijual ke pasar tradisional di wilayah tersebut. 

Ketut juga meminta Integrator dan peternak mandiri melaporkan broker unggas komersial (nama, alamat dan nomor HP) yang dimiliki atau yang menjadi langganannya kepada pihaknya maupun Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar terdata, sehingga bisnis unggas dapat berjalan baik dan dapat terkontrol jika terjadi gejolak, serta mengajak Satgas Pangan Mabes Polri untuk ikut mengawasi perilaku broker dan integrator.

Hal penting lain yang menjadi keputusan bersama adalah pentingnya review Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, terutama Pasal 12 mengenai kepemilikan RPHU dan rantai dingin dalam rangka penyempurnaan regulasi di bidang perunggasan dan definisi integrator dan peternak mandiri, serta review Permendag No. 96/2018 terkait harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen dan mengkaji harga acuan DOC FS serta pakan.

“Pemerintah juga meminta kepada para pelaku usaha perunggasan agar berupaya menaikan harga LB secara berkala menuju harga acuan sesuai dengan Permendag 96/2018" tegas Ketut. 

Sementara dalam rangka menyelesaikan harga LB yang anjlok di beberapa daerah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Tjahya Widayanti, mengeluarkan himbauan (setelah berkoordinasi dengan KPPU) kepada para peternak (integrator, peternak mandiri, peternak UMKM) untuk melakukan pembagian LB/karkas secara gratis kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin menggunakan dana CSR yang pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh dinas terkait di provinsi/kab/kota dengan GPPU dan PINSAR. 

“Kami juga mengimbau agar ARPHUIN bekerjasama dengan pasar retail modern dalam membantu menyerap stok LB dan daging ayam terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar Tjahya.

Pertemuan juga memutuskan bahwa Kemendag akan mengkaji pengaturan segmentasi pasar unggas dan Satgas Pangan Mabes Polri akan mendalami temuan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan usaha ayam ras. Adapun dinas terkait provinsi/kabupaten/kota, untuk segera mendata unit usaha peternakan serta jumlah kandang dan kapasitas terpasang; mendata jumlah RPHU beserta kapasitas cold storage yang dimiliki swasta maupun pemerintah; dan memberikan pembinaan kepada perusahaan, peternak mandiri, peternak UMKM di wilayahnya. (INF)

H+3 RAMADAN HARGA AYAM NAIK, ANGIN SEGAR BAGI PETERNAK

Harga ayam kandang relatif membaik, membawa angin segar (Foto: Infovet/NDV) 

Memasuki H+3 Ramadan, harga daging ayam di pasaran dan di tingkat peternak berangsur naik. Memasuki Ramadan, harga daging ayam di pasaran dan di tingkat peternak berangsur naik. Hingga 7 Mei 2019 lalu, harga daging ayam mencapai Rp36-37 ribu per kg yang sebelumnya hanya sekitar Rp18-19 ribu per kg.

Kenaikan harga ayam di pasaran ini pun juga diikuti perbaikan harga di tingkat peternak. Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengatakan kenaikan harga itu membawa angin segar lantaran harga ayam kandang relatif membaik sejak Februari-Maret 2019 lalu.

"Jadi menjelang puasa kemarin harga sempat naik di kandang posisi Rp20-21 ribu per kg," ucap Sugeng, Rabu (8/5/2019).

Sugeng mengatakan tren kenaikan ini menyebabkan harga ayam pada tingkat peternak dapat melampaui ketentuan yang pernah diatur dalam Permendag yaitu berada dalam kisaran Rp20 ribu per kg. Padahal sebelumnya nilainya hanya sekitar Rp18-19 ribu per kg.

"Harga ayam saat ini relatif stabil. Tapi tahun ini kenaikan tidak spektakuler. Hanya sesuai dengan Permendag saja yang harus di angka Rp20 ribu," ucap Sugeng. Kendati telah mengalami kenaikan, Sugeng mengaku belum cukup puas. Sebab, kenaikan ini tidak terjadi secara merata.

Menurut Sugeng, umumnya daerah yang kenaikan harga ayam pasaran dengan harga ayam di tingkat peternak cukup terbatas seperti di Jawa Barat. Wilayah seperti Jawa Tengah, kata Sugeng, justru masih berada pada kisaran Rp18-19 ribu. Harga tersebut sempat dikeluhkan peternak berbulan-bulan lalu karena di bawah biaya operasional.

Kekhawatiran Sugeng pun juga mencakup adanya tren harga ayam di pasaran yang menurun mulai terjadi per 8 Mei 2019. Saat ini harga berada pada kisaran Rp36.250 per kg.

Bila tren harga terus menurun, maka Sugeng memastikan masa-masa yang menguntungkan peternak ini hanya berlangsung pendek dan segera berakhir. Kenaikan harga ayam akan terjadi lagi pada Idul Fitri mendatang. (Sumber: https://tirto.id)


HARGA AYAM ANJLOK, PETERNAK DIBERI JATAH IMPOR GPS?

Anjloknya harga ayam broiler beberapa bulan belakangan ini makin meresahkan peternak. Setelah sepekan mediasi awal antara Perjuangan Peternak Rakyat & Peternakan Mandiri (PRPM) dengan pemerintah (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dam Ditjen Perdagangan Dalam Negeri) belum membuahkan hasil, kembali peternak yang diwakili PRPM bermediasi dengan Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan di Gedung C Kementan 2 April yang lalu.

Dalam pertemuan tersebut peternak mengeluhkan masih rendahnya harga ayam kepada Dirjen. Tri Hardiyanto Ketua Dewan Pembina GOPAN mengatakan bahwa harga saat ini masih jauh dibawah HPP yang diinginkan peternak dan sangat merugikan. “Kita kemari masih terus memperjuangkan nasib rekan – rekan kami dimana harga kini sangat rendah, selain itu kita juga ingin mengadukan pada Dirjen bahwa harga DOC dan pakan masih belum turun,” kata Tri ketika ditemui Infovet.

Tri juga mengatakan bahwa saat ini target PRPM dalam jangka pendek adalah agar para integrator menurunkan harga DOC dan harga pakan, sembari membenahi harga yang anjlok di tingkat peternak. “Belum ada pengumuman akan penurunan harga pakan dan DOC, sudah ada sih integrator yang siap menjual pakannya Rp. 6.500 dengan kode tertentu, namun terkait kualitas silakan dicoba sendiri. Kami juga ingin harga ayam agar naik sesuai dengan Permendag 96/2018,” pungkasnya.

Peternak Bermediasi Dengan Dirjen Peternakan & Keswan (Foto : CR)


Menanggapi hal tersebut, Dirjen peternakan dan kesehatan hewan I Ketut Diarmita berkata bahwa dirinya telah melakukan mediasi juga dengan perushaan integrator perunggasan. “Seharusnya harga DOC dan pakan sudah ada yang turun itu, kalau belum dan masih tinggi silakan bapak – bapak sekalian lapor ke saya, sekalian sebutkan perusahaan mana saja itu,” tutur Ketut. Ia juga meminta kepada peternak agar menambah stok kesabaran, karena permasalahan ini tidak dapat selesai dalam sekejap mata. 

Terkait harga, menurut Mukhlis Wahyudi salah satu perwakilan peternak asal Bandung, harga ayam di Jawa Barat terutama Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Garut dan sekitarnya masih rendah yakni sekitar Rp. 13.000 – Rp. 14.000 / kg, memang naik ketimbang minggu lalu namun belum signifikan hanya berkisar Rp. 1.000 saja. Selain itu, harga di daerah Jawa Tengah terutama di Ring 3, masih dalam keadaan mengkahawatirkan diangka Rp. 12.000 – Rp. 13.000. Oleh karenanya ia menghimbau agar segera diambil langkah agar tidak semakin hancur. “Saya juga sudah menyarankan kepada peternak di sana, agar ayam – ayam di Jateng jangan digelontorkan ke Jabodetabek dan Jabar, kalau tidak situasi harga yang mulai membaik ini akan hancur lagi,” tutur Mukhlis.

Dalam pertemuan tersebut PRPM juga menyauarakan aspirasi mengenai revisi Permentan 32 / 2017 terkait penghapusan kuota GPS. Sigit Prabowo mantan ketua umum PPUN menjabarkan mengapa ada perbedaan terkait data produksi FS yang berbeda. PRPM juga meyarankan agar pemerintah melakukan aborsi telur tetas (HE) yang bobotnya dibawah 55 gram. “Telur yang bobotnya 55 gram ke bawah sebaiknya diaborsi saja, selain dapat mengurangi potensi over supply, kita juga melakukan seleksi indukan, nanti telur – telur yang diaborsi bisa diberikan gratis kepada masyarakat, “tukas Sigit. Ia juga menyarankan agar pemerintah meyiapkan perpres yang pro kepada peternak yang senafas dengan Kepres 22 /1990, misalnya.

Saran dari PRPM mengenai impor GPS ditanggapi positif oleh Ketut. Ia berencana akan memberikan kuota impor GPS pada peternak. “Nanti saya akan lakukan itu, tetapi bapak – napak sekalian dikaji kembali hitungannya, jangan nanti ketika saya sudah kasih kuota bapak salah hitung, terus saya disalahkan lagi. Intinya tetap nanti bapak – bapak sekalian akan tetap diaudit, apakah layak punya GPS, sesuai dengan aturan kita juga yang harus dipenuhi,” tutur Ketut. Perwakilan peternak pun menyambut kalimat Ketut tadi dengan tepuk tangan dan sumringah, karena dengan dibolehkannya impor GPS oleh peternak setidaknya ada harapan peternak dapat megurangi ketergantungan kebutuhan DOC dari integrator. Apa iya?, faktanya memelihara GPS dibutuhkan fasilitas khusus dan persyaratan khusus yang jika peternak tidak dapat memenuhinya dan dinilai tidak layak oleh Kementan, maka kuota impor GPS tidak akan diberikan. Semoga saja hal ini bukan sekedar wacana.(CR)

KEMENTAN: HARGA DAGING AYAM KEMBALI STABIL

Peternak ayam (Foto: Dok. Kementan)


Laporan dari Petugas Informasi Pasar (PIP) Ditjen PKH tercatat adanya tren kenaikan harga ayam di tingkat peternak per 11 Maret 2019 yang terjadi hampir di seluruh Indonesia, antara lain Regional Sumatra, Jawa, Bali/Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-Papua.

Kisaran harga di tingkat produsen untuk regional Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten) per 13 Maret 2019 berkisar antara Rp 15.713 sampai dengan Rp 21.125 dan pada 14 Maret 2019 lalu naik lagi dengan kisaran antara Rp 15.859 sampai dengan Rp 21.500.

Sementara untuk regional lainnya, seperti Sumatra, Bali/Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-Papua, harga di tingkat produsen lebih tinggi dibandingkan dengan harga di regional Jawa dan rata-rata sudah berada di atas harga acuan pemerintah.

Isu sektor pangan yang mengemuka belakangan ini adalah anjloknya harga daging ayam. Persoalan harga daging ayam turut disuarakan dalam demonstrasi pihak-pihak yang mengatasnamakan peternak rakyat. Kendati demikian, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian 
Pertanian I Ketut Diarmita memastikan harga daging ayam sudah kembali stabil.

Ketut mengatakan, stabilnya harga ayam di tingkat peternak merupakan hasil dari upaya seluruh stakeholder dan hal itu tentunya harus terus berlanjut sampai semua pihak dapat merasakan keuntungan.

“Intinya, pemerintah ini posisinya selalu di tengah-tengah. Kita ingin peternak senang karena untung dan masyarakat juga dapat mengonsumsi daging ayam dengan harga yang wajar. Kami tentu ingin selalu melihat peternak dan petani senang,” ujarnya. (Sumber: republika.co.id)

LANGKAH KEMENTAN PERBAIKI HARGA DAGING AYAM

Dirjen PKH bersama tim saat pertemuan dengan wartawan membahas persoalan industri perunggasan, Rabu (6/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dipicu harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah mengalami penurunan, membuat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, mengambil langkah-langkah perbaikan.

Diantaranya, memastikan kondisi kapasitas tampung cold storage dan memaksimalkannya untuk pelaku usaha, menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas selama 1-2 minggu untuk semua perusahaan parent stock, mengimbau para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC (day old chick) dengan menerapkan sertifikat SNI, kemudian para pelaku usaha (integrator) ikut mempromosikan konsumsi produk unggas agar mendongkrak konsumsi.

“Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat meningkatkan serapan pasokan unggas dalam negeri,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, Rabu (6/3).

Upaya berikutnya yakni, mengimbau Pemerintah Daerah melakukan pengaturan dan pengawasan budidaya ayam ras dengan pendataan peternak dan populasi ayam, mengimbau pelaku usaha agar di tahun berikutnya mengukur jumlah chick-in demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan, mewajibkan integrator menyampaikan laporan produksi DOC tiap bulan melalui online termasuk pendistribusiannya.

“Dengan upaya ini nantinya kita akan mengetahui berapa produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi/plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri,” jelas Ketut.

Lebih lanjut, langkah berikutnya yang harus diambil adalah meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras, mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan permentan tersebut dan menghimbau perusahaan integrator untuk meningkatkan ekspor.

“JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (farm gate) maupun harga di konsumen dapat segera kembali normal,” terang dia.

“Saya juga meminta Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai minggu depan tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag.”

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Trioso Purnawarman, menyampaikan, analisis supply-demand selalu dilaksanakan secara periodik dan tidak ada oversupply terhadap DOC final stock saat ini.

“Ini kemungkinan ada kendala pada manajemen supply-chain di pemasaran, yang dikhawatirkan ada keterlibatan permainan broker,” katanya. (RBS)

Harga Khusus Daging Ayam dan Telur Januari-Maret 2019

Foto: Pixabay

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memutuskan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) telur dan daging ayam. Salinan Surat Menteri Perdagangan No. 82/M-DAG/SD/1/2019 tertanggal 29 Januari 2019 yang diperoleh Infovet, dijelaskan keputusan tersebut dilakukan berlaku untuk periode Januari hingga Maret 2019.

“Mengingat kenaikan harga jagung dan pakan di tingkat perternak yang berdampak pada kenaikan harga daging ayam dan telur di tingkat peternak dan konsumen berada di Harga Acuan, sehingga keputusan ini diambil untuk kondisi yang tidak normal," bunyi aturan tersebut seperti dikutip Infovet, Jumat (8/2/2019)

Terdapat juga harga acuan pembelian daging dan telur ayam di tingkat peternak serta harga acuan penjualan di tingkat konsumen, sebagaimana diatur dalam Permendag No. 96/2018 berlaku untuk kondisi normal.

Dalam permendag tersebut, harga acuan pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat farmgate dipatok Rp 18.000/kg (harga batas bawah) hingga Rp 20.000/kg (harga batas atas).

Mendag menetapkan harga khusus pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat farmgate seharga Rp 20.000/kg (harga batas bawah) hingga Rp 22.000/kg (harga batas atas). Sementara itu, harga khusus penjualan daging ayam ras kepada konsumen ditetapkan seharga Rp 36.000/kg dan telur ayam ras seharga Rp 25.000/kg.

Harga ini berlaku sejak surat tersebut ditandatangani tertanggal 29 Januari 2019 sampai dengan 31 Maret 2019. Selanjutnya, harga kembali mengacu pada Permendag 96/2018. (NDV)

Dampak Aturan Harga Baru Telur dan Ayam Bagi Peternak

Ilustrasi. (Sumber : Google)

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018 tentang harga baru acuan telur ayam dan daging ayam mulai berdampak bagi  peternak. Peternak ayam mengaku sudah mulai merasakan perbaikan harga jual sejak awal bulan Oktober.

Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Singgih Januratmoko mengatakan harga telur dan ayam di tingkat peternak  sudah mulai mengalami peningkatan atau berada di kisaran Rp 18 ribu sampai Rp 20 ribu per kilogram.

Singgih mengaku pergerakan harga di tingkat peternak baru terjadi di Pulau Jawa untuk komoditas  telur. Harga daging ayam sudah hampir merata di seluruh Indonesia. Menurutnya, harga telur masih sekitar Rp 17 ribu per kilogram di Jawa Timur untuk tingkat peternak.

Pihaknya meminta pemerintah melakukan penghitungan jumlah pasokan dan permintaan telur dan daging ayam dengan lebih tepat. Apalagi menjelang kuartal IV,  permintaan bahan makanan biasanya relatif lebih tinggi sehingga harga jual berpotensi kembali naik.

“Harga ayam dan telur sangat elastis tergantung pasokan dan permintaan sehingga harus cepat diantisipasi,” ujar Singgih.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bulog dan Berdikari belum melakukan penyerapan seperti tercantum pada aturan. Selain itu, Singgih juga menyebutkan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) belum optimal dalam penyerapan untuk mendorong harga. Alasannya, pembelian telur dan ayam saat ini lebih banyak dilakukan oleh  pedagang besar serta Rumah Potong Hewan (RPH).

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti menjelaskan aturan penyerapan telur dan ayam oleh BUMN baru akan dilakukan jika ada kebutuhan mendesak dan mengintervensi harga pasar, seperti jika harga ayam dan telur jatuh jauh di bawah harga acuan atau sebaliknya.

Mekanisme serapannya  juga tak bisa dilakukan seketika, melainkan harus berdasarkan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Kementerian Perdagangan bertugas untuk memberikan penugasan nantinya,” imbuh Tjahya.

Sementara itu, terkait kerja sama penyerapan ayam dan telur di tingkat peternak antara pemerintah dengan pengusaha retaail menurutnya juga belum mencapai kesepakatan. Upaya tersebut menjadi salah satu opsi memaksimalkan potensi penyerapan dan meningkatkana harga telur dan ayam di tingkat peternak, meski diakui Tjahja bahwa serapan dari peretail masih relatif kecil.

Oleh karena itu, upaya lain yang terus dilakukan  untuk menjaga harga yam dan telur yakni dengan mengawasi pergerakan harga di pasar tradisional. “Untuk meminta Aprindo, kami masih akan lihat situasi dan kondisi,” ujar Tjahya.

Sebelumnya, Bulog dan Berdikari menyatakan belum menerima penugasan untuk intervensi harga ayam dan telur jika pergerakannya tak sesuai dalam regulasi pemerintah. Kewajiban itu tercantum dalam Permendag 96/2018 sejak 1 Oktober 2018.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh menyatakan Bulog belum mendapatkan penugasan dari pemerintah. “Kalau ada pasti kami siap, pasti mekanismenya sama saja seperti beras,” kata Tri.

Demikian pula halnya dengan yanag dituturkan Direktur Utama Berdikari, Eko Taufik Wibowo bahwa  menurutnya belum ada arahan untuk tindak lanjut dari Permendag 96/2018.

Menurutnya, Berdikari sebagai perusahaan pelat merah bidang peternakan siap untuk melakukan penugasan jika ada diminta pemerintah. “Kami siap,” ujarnya. (Sumber: katadata.co.id)

Peternak Ayam di Ciamis Kosongkan Kandang

Harga jual ayam dibawah harga kesetimbangan atau BEP ( Foto: Antara)


Sudah satu bulan atau satu kali siklus panen, Asep Nana (50) tidak memasukkan bibit ayam ke kandang. Peternak ayam di wilayah Cipaku ini mengambil tindakan tersebut untuk mengurangi kerugian ayam yang lebih besar.

Seperti diberitakan oleh laman pikiranrakyat.com, sebagian peternak di  wilayah Tatar Galuh Ciamis terpaksa menunda memasukkan bibit ayam ke kandang. Pantauan di wilayah Cipaku, hari ini Selasa (4/9/2018), setidaknya ada dua peternak yang sejak satu siklus musim panen sekitar satu bulan tidak memasukkan bibit ayam ke dalam kandang. Meski dikosongkan, peternak tetap merawat kandang ayam.

Hal itu terlihat dari peralatan seperti tempat pakan atau ransum serta tempat air yang ditata rapih dan bersih. Beberapa peralatan lainnya yang digunakan untuk pemanas juga dijajarkan di luar kandang. Selain itu kondisi lantai yang masih berupa tanah juga terlihat bersih dan kering.

Dedi, peternak ayam yang tinggal tidak jauh dari kandang ayam milik Asep mengemukakan hal serupa. Saat ini dia juga memilih belum memasukkan bibit ayam ke dalam kandang, dengan alasan menunggu kondisi kembali stabil. 

Sekretaris Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, Otong Bustomi mengatakan saat ini peternak ayam tengah merugi. Alasannya harga jual ayam dibawah harga kesetimbangan atau break even point (BEP).

“Harga atau biaya operasional lebih tinggi dibandingkan harga jual, otomatis peternak rugi. Pertanyannya sampai kapan kondisi ini akan berakhir atau sampai kapan kemampuan peternak bertahan,” ujarnya. ***


Hilirisasi, untuk Stabilitas Harga dan Kesehatan Unggas





Saat tulisan ini disusun, harga daging ayam di pasar tradisional di wilayah Jakarta sekitar Rp 37 ribu per kg, harga telur ayam Rp 24 ribu per kg. Berbagai media memberitakan, memasuki bulan puasa, masyarakat mengeluh harga terus melonjak. Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan Kementan tampak sibuk mengupayakan agar harga kebutuhan pokok masyarakat tidak mengalami kenaikan.

Dalam kasus ini, peternak unggas mendapat bagian yang disalahkan karena dianggap menjual ayam dan telur dengan harga terlalu tinggi. Padahal fakta di lapangan tidak demikian. Harga telur di Blitar Rp 17 ribu per kg, di Pakanbaru bahkan hanya Rp 16 ribu per kg. Ini adalah harga yang normal, tidak ada lonjakan sama sekali, bahkan pakanbaru harga lebih rendah dari harga normal. Memang, menjelang bulan Puasa, harga di peternak sempat mengalami kenaikan, namun masuk pekan kedua sudah mulai kembali ke harga normal. Bahkan, dibanding dengan harga acuan Kementan sebesar Rp 18 ribu per kg untuk telur maupun ayam hidup, harga di peternak di sebagian daerah masih di bawah harga acuan pemerintah.

Pelaku usaha peternakan sebagai produsen sejatinya wajar jika berharap adanya kenaikan harga di waktu permintaan naik. Setidaknya bagi mereka, ada saatnya untuk menikmati untung, karena di bulan-bulan lain meskipun harga jatuh, mereka tetap berkomitmen tidak melakukan mogok produksi. “Meski rugi, saya tetap pelihara, untuk menjaga kelangsungan hubungan bisnis,” ujar para peternak.

Ingat kasus 2014 hingga 2016, harga ayam dan telur berada di bawah harga pokok produksi selama berbulan-bulan. Sebagian peternak yang tidak kuat untuk menanggung kerugian terpaksa mengistirahatkan kandangnya, bahkan ada yang berhenti total dan mengupayakan mengais rejeki dengan upaya lainnya.

Publik mungkin kurang paham bahwa menjalankan usaha “barang hidup” dalam sebuah negara kepulauan yang sangat luas ini sangat berbeda dengan memproduksi barang manufaktur.  Produsen peralatan rumah tangga dapat melakukan proyeksi bahwa di bulan tertentu misalkan menjelang lebaran dan saat tahun baru, terjadi lonjakan permintaan alat rumah tangga. Hal ini dapat diantisipasi dengan jumlah produksi yang sesuai kebutuhan pasar. Jika di saat tertentu terjadi oversupply juga tidak terlalu menjadi masalah karena barang yang diproduksi dapat disimpan di gudang dan dapat di jual kembali di saat permintaan melonjak.

Menjalankan usaha peternakan, tidak bisa dijalankan seperti memproduksi alat rumah tangga. Prediksi naik turunnya permintaan harus lebih cermat. Supply demand sepanjang tahun di sebuah negara harus dianalisa sehingga dapat diprediksi pergerakan naik turunnya permintaan.  Pertumbuhan ekonomi wilayah, laju inflasi dan tingkat kesadaran masyarakat akan konsumsi protein hewan ikut mempengaruhi permintaan. Pergerakan permintaan juga harus dilihat per daerah, karena Indonesia memiliki adat konsumsi protein hewani yang berbeda-beda waktunya.  Musim hajatan di berbagai daerah yang waktunya tidak seragam biasanya ikut berkontribusi meningkatkan konsumsi protein hewani.

Sementara itu dari sisi produksi juga ada beberapa aspek yang harus dikaji agar bisa menyediakan produk peternakan sesuai permintaan. Misalkan saja wabah penyakit hewan, kelangkaan produksi bibit, musim kemarau panjang, pasokan bahan baku pakan dan sebagainya, akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi.
Ini semua tidak bisa bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Jika produksi peternakan diserahkan ke mekanisme pasar, resikonya adalah produksi tidak bisa terkendali. Ketika diprediksi bahwa saat tertentu akan terjadi lonjakan permintaan semua pelaku usaha akan berlomba memproduksi, hingga akibatnya terjadi oversupply dan harga anjlok.

Tahap berikutnya, karena harga jatuh, pelaku usaha akan mengurangi produksi. Sebagian di antaranya berhenti total. Selanjutnya karena para pelaku usaha mengurangi produksinya maka pasokan berkurang hingga di bawah permintaan. Harga menjadi naik kembali. Demikian seterusnya, setelah harga naik, gairah usaha peternakan kembali meningkat hingga kembali terjadi oversupply.

Kejadian ini berputar-putar terus dengan skala gejolak yang makin membesar, akibat konsumsi protein dan jumlah penduduk terus meningkat. Untuk memudahkan pemahaman terhadap permasalahan unggas, Dr Soehadji (Dirjen Peternakan 1988-1996) menggambarkan masalah ini sebagai lingkaran siput.

Bagaimana mengatasi semua ini? Sebagaimana disebut di muka, manajamen pengendalian produksi tetap harus dilakukan oleh pemerintah. Adanya tim ahli Dirjen PKH saat ini sebagai tim untuk menganalisa supply demand unggas, adalah langkah yang baik. Hendaknya kita tidak apriori dengan upaya ini. Publik harus mendukung dan mengkritisi jika ada kekurangan.

Langkah ini perlu dilanjutkan dengan langkah lain untuk mengurangi gejolak, yaitu hilirisasi perunggasan. Gagasan hilirisasi sudah cukup lama bergaung, namun belum berjalan optimal. Maksud hilirisasi adalah upaya memperkuat industri hilir perunggasan mulai dari pemotongan, penyimpanan dan pengolahan. Asumsi bahwa gejolak akan semakin besar adalah apabila industri hilir tidak digarap. Jika mayoritas masyarakat membeli ayam harus dalam bentuk ayam hidup, maka gejolak akan terus membesar. Itu sebabnya masyarakat harus dibiasakan membeli ayam beku, ayam dingin segar dan hasil olahannya.

Dengan indusri hilir yang baik, keuntungannya bukan hanya pada stabilitas harga, tapi juga kesehatan unggas dan juga kesehatan konsumen. Penyebaran penyakit AI (dan beberapa penyakit lain) akan lebih terkendali jika peredaran perdagangan ayam bukan lagi ayam hidup.

Pekerjaan rumah berikutnya adalah bagaimana agar konsumen membeli ayam dengan harga yang wajar dan seirama dengan harga di peternak. Kementerian Perdagangan perlu mengurai masalah ini dengan secermat-cermatnya. Jangan seperti sekarang, konsumen membeli produk unggas dengan harga mahal, padahal peternak tidak menikmati harga yang melonjak tinggi. ***

Editorial Majalah Infovet Edisi 288/Juli 2018

BEGINI LANGKAH KEMENTAN ATASI GEJOLAK HARGA DAGING DAN TELUR AYAM

JAKARTA, 30 Maret 2017. Dalam rangka mengatasi permasalahan perunggasan di Indonesia saat ini, terutama terkait adanya penurunan harga ayam hidup (broiler dan jantan layer) serta telur dibawah harga pokok produksi, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 3035/Kpts/PK010/F/03/2017 tentang Pengurangan DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer dan FS Ayam Layer tanggal 29 Maret 2017.
“Ini merupakan kebijakan pemerintah di bagian hulu untuk menata bisnis perunggasan di Indonesia, dengan tujuan melakukan supply management (manajemen pasokan). Pemerintah bersama-sama dengan Tim Analisis dan Tim Asistensi perunggasan dengan mempertimbangkan kondisi pasar saat ini, maka perlu mengatur kembali pasokan bibit agar sesuai dengan naik turunnya permintaan, sehingga tidak terjadi over supply,” ungkap Dirjen PKH I Ketut Diarmita.
Dirjen PKH Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita
siap mendampingi pihak Istana menerima
perwakilan peternak yang berdemo siang ini Kamis, (30/3).  
Tujuh (7) langkah yang dilakukan Kementan untuk mengatasi masalah perunggasan di bagian hulu yaitu: 1). Penerbitan Permentan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras; 2). Pembentukan Tim Analisis, Tim Asistensi dan Tim Pengawas dalam mendukung pelaksanaan Permentan Nomor 61 Tahun 2016; 3). Analisis daging dan telur ayam ras; 4). Pertemuan dengan stakeholder terkait dengan dinamika perunggasan nasional; 5). Pemantauan ke pelaku usaha terkait pelaksanaan Permentan Nomor 61 Tahun 2016 oleh Tim Pengawas Ayam Ras dalam kesiapan Sertifikasi Produk DOC FS; 6). Penerbitan Surat Edaran Dirjen PKH No. 02926/SE/PK.010/F/03/2017 tentang Pengurangan DOC FS Broiler, dan SE Dirjen PKH Nomor 03035/SE/PK.010/F/03/2017 perihal Pengurangan DOC FS Jantan Layer; 7). Penerbitan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3035/Kpts/PK010/F/03/2017 untuk menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan pengurangan DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer dan FS Ayam Layer.
Menurut I Ketut Diarmita, kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga Live Bird Broiler dan Live Bird Jantan Layer yang berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) dan berdasarkan rekomendasi dari Tim Analisis dan Tim Asistensi pada tanggal 22 Maret 2017, sehingga pada tanggal 24 Maret 2017 dikeluarkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH tentang Pengurangan DOC FS.
Kebijakan ini diputuskan dengan mempertimbangkan perhitungan potensi produksi DOC FS Broiler rata-rata 63.000.000 ekor/minggu, sehingga perlu dilakukan pengurangan produksi DOC FS Broiler sebanyak 5.000.000 ekor/minggu secara nasional dari Pembibit PS Broiler yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan suplai dan demand. Oleh karena itu, peningkatan populasi ayam ras harus diimbangi dengan seberapa besar kebutuhan atau permintaan untuk menghindari terjadinya penurunan harga akibat over supply daging ayam.
“Para Pembibit Parent Stock (PS) Broiler untuk melakukan pengurangan produksi DOC FS sebanyak 8% dari total produksi di perusahaan melalui setting telur tertunas. Selain itu juga,  Pembibit PS Jantan Layer untuk melakukan pengurangan produksi DOC FS Jantan Layer sebanyak 20% dari total produksi,” kata I Ketut Diarmita.
Perwakilan peternak yang diterima di Istana Negara. 
Lebih lanjut disampaikan, dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut juga disebutkan mengenai pengurangan FS layer dilakukan melalui afkir FS layer usia diatas 70 minggu pada peternak yang memiliki FS layer di atas 100.000 ekor.
“Pengurangan ini dilakukan secara bertahap mulai tanggal 27 Maret 2017 dan akan ditinjau kembali setiap 2 minggu oleh Ditjen PKH. Selanjutnya para pelaku usaha dalam melaksanakan pengurangan DOC FS Broiler dan DOC FS Jantan Layer serta FS Layer wajib menyampaikan laporannya secara tertulis kepada Dirjen PKH,” jelas I Ketut Diarmita.
“Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang melaporkan ke kami bahwa mereka sudah mulai melaksanakan himbauan seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Dirjen PKH. Beberapa perusahaan memanfaatkan dana CSR mereka dengan cara membagikan telur ke panti asuhan, panti jompo, pondok pesantren dan lain-lain,” tambahnya.
“Pengawasan akan dilakukan cross monitoring oleh Tim Analisis dan Pengawas Bibit Ternak Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya,” ungkap I Ketut Diarmita.
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan Ditjen PKH selanjutnya, yaitu: 1) Revisi Permentan Nomor 61 Tahun 2016 dengan memasukkan pengaturan terhadap distribusi DOC Layer; 2). Pemantauan terhadap pengurangan produksi DOC FS di perusahaan PS di sentra produksi utama (hatchery); 3). Evaluasi dampak pengurangan produksi DOC FS; 4). Perbaikan data dari sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan; 5). Penyusunan Road Map Ras Pedaging dan Petelur Tahun 2017-2019; 6). Pemetaan wilayah produksi dan distribusi Ayam Ras Pedaging dan petelur yang disinkronkan dengan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota terkait.
Sedangkan untuk di hilir, Ditjen PKH juga terus mendorong tumbuhnya usaha pemotongan, penyimpanan dan pengolahan. Sehingga hasil usaha peternak tidak lagi dijual sebagai ayam segar atau telur segar melainkan ayam beku, ayam olahan, tepung telur ataupun inovasi produk lainnya. “Hal ini mengingat pasar untuk komoditi unggas di Indonesia didominasi fresh commodity, sehingga produk mudah rusak. Kecepatan distribusi dan keseimbangan supply demand menjadi faktor penting penentu harga, sehingga intervensi pemerintah perlu dilakukan dari hulu hingga hilir”, tambah Dirjen PKH menjelaskan.
Lebih lanjut I Ketut Diarmita, MP menghimbau agar peternak memperbaiki manajemen pemeliharaan dan menerapkan prinsip-prinsip animal welfare, biosecurity dan treacibility. Selain itu juga perlu modernisasi supply chain from farm to table. I Ketut Diarmita menyampaikan, saat ini perusahaan yang memiliki Rumah Pemotongan Ayam (RPA) telah melakukan penyimpanan dengan fasilitas cold storage, hanya mampu menampung stock sebesar 15-20% dari total produksi.
“Peternak mandiri maupun integrator saat ini sama-sama menjual ayam hidup, maka keduanya terjebak pada commodity trap (jebakan komoditi dimana harga tergantung pada supply demand), sehingga jika harga jatuh, peternak dengan modal kecil yang umumnya tidak memiliki cadangan dana ketika harga jatuh akan mudah mengalami kebangkrutan,” ungkap I Ketut Diarmita.
Untuk itu, Pemerintah telah mewajibkan bagi pelaku usaha dengan kapasitas produksi produksi paling sedikit 300.000 (tiga ratus ribu) per minggu harus mempunyai Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) yang memiliki fasilitas rantai dingin. Sehingga angka penjualan ayam beku dapat ditingkatkan untuk mengurangi terjadinya commodity trap yang terjadi selama ini.
“Pemerintah melalui Ditjen PKH juga terus melakukan kampanye Ayam Dingin Segar yang sudah dilakukan di 20 titik untuk wilayah Jabodetabek saat ini,” kata I Ketut Diarmita. “Selain itu juga Ditjen PKH terus mendorong perusahaan integrator untuk membuka pasar di luar negeri. Para pelaku industri perunggasan diharapkan dapat menjual produk daging ayamnya ke pasar di luar negeri, sehingga pasar dalam negeri dapat diisi oleh peternakan unggas rakyat,” kata I Ketut Diarmita menambahkan.
Dirjen PKH menjelaskan, untuk daging ayam olahan kita juga sedang mengupayakan dan mendorong agar beberapa unit usaha pengolahan daging ayam yang telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Jepang agar segera merealisasikan ekspornya. “Hal ini tentunya diharapkan dapat menyusul keberhasilan Indonesia ekspor ke PNG saat ini, dan sejak tahun 2015 Indonesia juga telah mengekspor telur ayam tetas (Hatching Eggs) ke negara Myanmar,” ungkap I Ketut Diarmita.
“Jika semua sudah berjalan sebagaimana mestinya, cara ini tentunya akan efektif untuk mengurangi gejolak harga yang tidak wajar,” ujar I Ketut Diarmita. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer