![]() |
Dirjen PKH menerima kedatangan peternak. (Foto: Humas Kementan) |
Menyikapi
situasi perunggasan saat ini, khususnya terkait tuntutan dari perwakilan
peternak unggas, Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita meminta agar semua pelaku usaha
menjaga iklim usaha yang kondusif. “Kita kapan majunya kalau saat ini
sedikit-sedikit demo, peternak juga harus berpikir maju dan modern, sehingga hasil
usahanya akan lebih efisien,” ucap I Ketut Diarmita hari ini Rabu (11/12) di
Kantor Pusat Kementerian Pertanian Jakarta.
Ketut
menegaskan bahwa Pemerintah selama ini selalu berupaya menjaga kestabilan dan
peningkatan produksi dalam pemenuhan kebutuhan daging ayam nasional. "Kita
jaga agar produksi daging ayam dapat memenuhi kebutuhan dan masyarakat bisa
punya akses ke protein hewani yang terjangkau" ungkap Ketut. “Selebihnya
kita juga mendorong para pelaku usaha untuk ekspor,” tandasnya.
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa masalah pengaturan harga sebenarnya bukan kewenangan
Kementerian Pertanian. Namun demikian, sebagai pembina peternak di Indonesia,
dirinya selalu ada di garda terdepan dalam membela kepentingan peternak, oleh
karena itu Ditjen PKH yang dipimpinnya telah mengeluarkan berbagai kebijakan
dalam rangka menjaga keseimbangan antara produksi dan kebutuhan daging ayam
nasional.
Menegaskan
komitmennya dalam membela kepentingan peternak Indonesia, Ketut menerima
masukan dari perwakilan peternak dalam mengkaji ulang susunan Tim Ahli Analisa
Ketersediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Lanjut
Ketut menjelaskan bahwa dalam rangka stabilisasi produksi DOC FS, Pemerintah
telah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen PKH No. 12859/SE/PK.230/F/11/2019
tanggal 29 November 2019 tentang Pengurangan/Cutting Telur Tertunas (HE) umur
19 hari. Pengurangan akan dilakukan sebanyak 5 juta per minggu atau 21 juta
selama bulan Desember 2019, khususnya di Pulau Jawa.
Hal
ini dilakukan berdasarkan perkiraan realisasi produksi pada bulan Desember 2019
sebanyak 280.890.348 ekor, sedangkan kebutuhan DOC FS bulan Desember sebanyak
259.619.227 ekor atau ada surplus sebanyak 21.271.120, sehingga jika DOC
dikurangi sebanyak 21 juta selama bulan Desember 2019 maka prediksi realisasi
produksi menjadi imbang antara produksi dengan kebutuhan.
"Langkah
ini diambil untuk mempercepat berkurangnya produksi DOC FS dengan harapan
peternak mandiri menikmati harga HPP yang stabil sesuai Permendag No 96 Tahun
2018", tegas Ketut.
Untuk
memperkuat langkah tersebut, Pemerintah juga telah memerintahkan afkir dini PS
umur 60 minggu sampai 31 Desember 2019. Afkir dini PS ini akan mengurangi
produksi DOC FS sekitar 2 juta per minggu.
Terkait
harga, Ketut membeberkan data harga ayam hidup (live bird) dan daging ayam yang
secara rutin dipantau oleh timnya. Menurutnya harga live bird secara nasional pada
awal Desember ini cukup baik. Sebagai contoh, Ketut menyebutkan rerata harga live bird di regional Sumatera ada
diangka Rp. 20.862 di tingkat produsen, dan Rp. 32.328 di tingkat konsumen.
Sementara di Jawa, harga rerata live bird
adalah Rp. 18.318, dengan harga di tingkat konsumen sebesar Rp. 33.626, dengan
harga terendah Rp. 16,000,- di Kabupaten Tuban Jawa Timur, sedangkan harga
tertinggi tercatat sebesar Rp.19.500 di Kabupaten Bogor Jawa Barat.
"Artinya
bahwa harga di tingkat produsen dan konsumen berimbang dan ada dikisaran yang
cukup baik. Hal ini menunjukkan supply dan
demand ada pada titik
keseimbangan" pungkasnya. (Sumber: Rilis Kementan)