Seorang ahli nutrisi umumnya selalu mencermati komposisi dan kepadatan nutrisi dari masing-masing bahan pangan. Bahan pangan yang mengandung kepadatan nutrisi tinggi adalah bahan pangan yang secara relatif mengandung komponen nutrisi penting dalam porsi tinggi seperti yang dibutuhkan manusia setiap harinya. Itulah sebabnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, setiap orang sebaiknya mengonsumsi bahan pangan yang mempunyai kepadatan nutrisi tinggi.
Telur ayam adalah salah satu contoh bahan pangan yang mengandung kepadatan nutrisi tinggi. Secara substansial telur ayam juga mengandung komponen nutrisi yang sangat bervariasi (lihat juga pada tabel di atas). Tiap butir telur ayam yang relatif besar (+ 60 gram/butir) mengandung 4% dari total kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh seseorang yang mengonsumsi 2.000 kalori perhari. Sebutir telur ayam juga paling tidak memberi kontribusi sedikitnya 4% dari kebutuhan manusia dewasa perharinya dalam hal protein, riboflavin, vitamin A, vitamin B6, vitamin B12, asam folat, zat besi, fosfor dan seng (zinc).
Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan Amerika pada 2002, ternyata orang yang mengonsumsi telur ayam rata-rata mempunyai tingkat kecukupan dan kelengkapan nutrisi yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak mengonsumsi telur ayam. Karena telur ayam tidak mengandung vitamin C, maka sangat dianjurkan selain mengonsumsi telur ayam juga mengonsumsi jus buah atau buah-buahan segar secara bersamaan.
Telur Ayam dan Isu Kolesterol
Pandangan mengenai peranan telur ayam dalam diet ternyata terus mengalami pergeseran nyata. Dalam masyarakat tradisional misalnya, telur ayam dianggap suatu bahan makanan yang terbaik, murah dan mempunyai cita rasa lezat. Itulah sebabnya, setiap anggota masyarakat dianjurkan mengonsumsi telur setiap hari. Akan tetapi, pada sejak dekade 1970-an, ketakutan akan mengonsumsi telur mengalami peningkatan. Adanya isu keterkaitan kandungan kolesterol yang ada dalam telur ayam dengan insiden serangan jantung pada masyarakat modern telah mengakibatkan suatu ketakutan untuk makan telur ayam. Walaupun ternyata keliru, kondisi ini kadang kala dimanifestasikan dalam tindakan yang berlebihan.
Dari banyak penelitian ilmiah telah dibuktikan bahwa kadar kolesterol darah yang tinggi, khususnya low-density cholesterol (LDL) biasanya selalu berasosiasi dengan tingginya risiko kejadian aterosklerosis (suatu kondisi dimana pembuluh darah mengalami penebalan dan pengerasan). Kondisi terakhir inilah yang merupakan faktor pencetus tingginya insiden serangan jantung (strokes) pada manusia.
Patut diketahui bahwa kolesterol dalam sistem sirkulasi darah manusia sebenarnya berasal dari dua sumber, yaitu yang dibentuk di dalam tubuh dan sebagian berasal dari bahan makanan. Dalam kondisi normal, tubuh selalu menjaga agar kadar kolesterol darah selalu berada dalam kondisi stabil. Ini berarti jika konsumsi kolesterol dari bahan makanan meningkat, maka tubuh secara otomatis akan mengurangi sintesa (pembentukan) kolesterol dalam tubuh, demikian juga sebaliknya. Mekanisme inilah sebenarnya merupakan argumentasi awal yang dapat menjelaskan mengapa mengonsumsi kolesterol dari bahan makanan hanya akan memberi efek yang tidak terlalu besar terhadap peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
Majalah Circulation yang diterbitkan oleh American Heart Association dalam edisi ketiga volume 102 tahun 2000 mempublikasikan bahwa kolesterol dalam diet (makanan) bukanlah suatu faktor utama yang menentukan kadar kolesterol darah. Laporan penelitian ini sebenarnya memperkuat hasil penelitian ilmiah intensif yang dilakukan oleh ACSH pada 1996 yang membuktikan bahwa jenis dan jumlah lemak yang ada dalam diet adalah lebih penting dalam mempengaruhi kadar kolesterol darah, bukan kadar kolesterol dalam diet. Padahal, kadar LDL dalam darah sudah terbukti disebabkan karena konsumsi lemak jenuh yang berlebihan. Sebutir telur, walaupun mengandung kolesterol, namun hanya memenuhi 1,7% kebutuhan lemak jenuh pada manusia dewasa (J Am Coll Nutr 2000; 19: 495S-498S).
Jadi, dengan adanya penelitian yang intensif terkait dengan diet dan penyakit metabolik secara umum, pandangan mengenai peranan telur ayam dalam frekuensi kejadian serangan jantung pada manusia mengalami pergeseran. Sekarang, telur ayam justru dianjurkan untuk dikonsumsi pada batas-batas yang wajar, bukan dianggap suatu yang sangat menakutkan.
Telur Ayam dan Isu Alergi
Reaksi alergi terhadap beberapa bahan makanan dapat saja terjadi pada beberapa individu yang peka terhadap bahan tertentu. Kondisi ini dapat terjadi pada anak-anak atau orang dewasa, hanya saja kejadian pada anak bisanya relatif lebih tinggi. Sebagai contoh, di Amerika kira-kira 1,5% orang dewasa dan 6% anak-anak dilaporkan mengalami alergi terhadap satu atau beberapa jenis bahan makanan. Reaksi alergi yang tampak bisa mulai dari yang paling ringan misalnya gatal-gatal sampai ke yang paling parah yaitu kematian.
Berdasarkan laporan Food Allergy and Anaphylaxis Network pada 2001, ternyata ada kira-kira 175 jenis bahan makanan yang mengandung senyawa kimia yang dapat menjadi pencetus reaksi alergi pada orang tertentu yang mengonsumsinya. Sebanyak 90% dari bahan makanan tersebut tergolong dalam kacang tanah, kenari, kacang almond, buah kemiri, susu, ikan, telur, kacang kedelai, tepung terigu dan bangsa kerang. Walaupun reaksi alergi terhadap telur ayam pada beberapa individu memang ada, akan tetapi insiden kejadiannya di lapangan relatif sangat kecil. Sebagai pembanding, berdasarkan laporan Food Allergy Basics pada 2001, reaksi alergi hebat terhadap bahan makanan di Amerika hanya berkisar 30.000 kasus/tahun.
Jadi, telur memang sangat dibutuhkan bagi anak yang sedang berkembang, selain mencegah stunting (kekerdilan) pada balita, juga perlu untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap mendapat nutrisi yang cukup dan lengkap, terutama dimasa pandemi COVID-19 yang masih berkecamuk. (toe)