Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Tony Unandar | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGENAL BIOFILM: WUJUD GAYA HIDUP BAKTERIA

Bakteria secara umum mampu mengekspresikan dua bentuk fenotip yang terkait dengan gaya hidupnya (life style), yaitu Planktonic phenotype dan Biofilm phenotype. Bisa terjadi baik secara in-vitro (air, tanah) maupun secara in-vivo (dalam tubuh induk semang).

Gaya hidup ternyata tidak hanya dijumpai dalam peradaban umat manusia, tetapi juga dalam dunia bakteria. Tulisan ini berusaha meneropong satu gaya hidup bakteria dalam wujud biofilm yang menjadi sumber kontaminasi mikroba patogen dalam sistem distribusi air minum ayam modern.

Seyogianya, pasca pakan non-AGP (Antibiotic Growth Promoter) cemaran mikroba patogen bagi ayam modern, termasuk via air minum, secara holistik harus direduksi semaksimal mungkin, dengan demikian performa akhir tetap optimal dan stabil.

Kenangan tentang Bakteria
Bakteria adalah mikroorganisme prokariotik (tidak mempunyai membran inti sel), dengan ukuran berkisar 0,5-5,0 µm dan berbentuk bacili, cocci, spirilia atau seperti koil. Kebanyakan bakteria berada dalam rupa sel-sel tunggal, tapi ada juga yang cenderung berada dalam kelompok, misalnya streptococcus berbentuk seperti rantai atau staphylococcus akan tampak seperti serumpun buah anggur (Hermans et al., 2010; Timoney, 2010).

Selain secara in-vivo (di dalam tubuh induk semang), bakteria juga mampu untuk berkembang biak secara in-vitro (di luar tubuh induk semang), selama kondisi media atau substrat ideal dan cukup nutrisi yang dibutuhkan (Garret et al., 2008).

Hans Christian Gram pada 1884, membagi bakteria menjadi dua kelompok besar berdasarkan teknik pewarnaan yang ditemukannya. Dengan pewarnaan gram, dinding sel bakteria gram positif yang kaya akan senyawa peptidoglikan dan lipoprotein akan menyerap warna biru-keunguan, sedangkan dinding sel bakteria gram negatif yang terdiri dari peptidoglikan dan lipopolisakarida (LPS) akan menyerap warna merah jambu.

Perbedaan komposisi kimiawi dinding sel juga yang menyebabkan perbedaan sensitivitas bakteria terhadap sediaan antimikroba maupun preparat logam berat seperti perak (Ag) dan tembaga alias Cu (Azam et al., 2012; Chernousova et al., 2013).

Gaya Hidup dan Biofilm
Secara alamiah, baik in-vivo maupun in-vitro, bakteria mengekspresikan dua buah bentuk fenotip yang terkait erat dengan model gaya hidupnya yang saling berlawanan satu sama lain (Hall-Stoodley et al., 2004; Römling, 2005; Garret et al., 2008), yaitu:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2022.

Ditulis oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

AIR DAN KEHIDUPAN AYAM MODERN

Perawatan “watering system” yang kurang baik alias kotor dapat mengakibatkan kualitas air yang dikonsumsi ayam menurun, sehingga tidak memenuhi standar kualitas minimal. (Foto: Dok. Tony)

Oleh: Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Air tak dapat dipisahkan dari suatu kehidupan, termasuk pada ayam modern.  Adanya masalah pada air minum selama pemeliharaan ayam modern, baik dari kuantitas maupun kualitas, tentu saja memengaruhi penampilan akhirnya. Ujung-ujungnya tuaian panen jelas tidak sesuai dengan potensi genetik ayam yang dipelihara dan kerugian nyata di depan mata.

Air sejatinya bukan merupakan unsur nutrisi, tapi komponen biologis yang sangat penting untuk kehidupan dan pertumbuhan ayam modern. Sebagai ilustrasi, walaupun kehilangan 98% lemak tubuh atau 50% protein tubuh, ayam akan tetap hidup. Tetapi jika kehilangan air  tubuh 10% saja ayam dewasa akan mengalami dehidrasi dengan gangguan-gangguan fisiologis yang cukup serius. Menurut Pattison (1993), kehilangan air tubuh sampai 20% sudah mengakibatkan kematian ayam secara signifikan.

Kualitas Air
Kualitas air yang layak untuk peternakan ayam dapat diamati melalui beberapa kriteria, yaitu warna, kekeruhan, tingkat kesadahan, derajat keasaman (pH), kandungan zat besi, total padatan terlarut, kadar nitrat/nitrit, kandungan senyawa logam berat dan total kandungan mikroorganismenya. Di lapangan, pendeteksian secara dini kualitas air minum dapat menggunakan panca indera, misalnya dengan mengamati kekeruhan, perubahan warna, bau dan bagaimana efeknya pada kulit manusia.

Toleransi ayam terhadap beberapa mineral terlarut sangat terbatas. Sebagai contoh, kadar maksimum beberapa mineral yang terkandung di dalam air yang dianggap layak untuk ayam modern seperti tertera dalam tabel:

Kadar Maksimum Beberapa Mineral dalam Air Minum Ayam

Jenis Mineral/Garam Mineral

Kadar Maksimum (ppm)

Magnesium (Mg++)

125

Klor (Cl-)

250

Sodium (Na+)

50

Sulfat (SO4=)

250

Klorin

5


Air yang berasal dari daerah rawa atau empang umumnya tidak layak untuk peternakan ayam. Biasanya mempunyai pH agak asam karena tingginya proses pembusukan dan fermentasi bahan-bahan organik yang ada. Di samping itu, air rawa umumnya mempunyai... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2022. (toe)

PROBLEM CORYZA PADA AYAM MODERN

Gejala khas ayam yang menderita infeksi Coryza adalah gangguan sistem pernapasan atas berupa peradangan yang bersifat kataral sampai mukoid pada rongga hidung dan sinus-sinus hidung, terutama sinus supra-orbitalis dan infra-orbitalis. (Sumber: Tony)

Ditulis oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant-Jakarta)

Fenomena kasus penyakit Snot alias pilek ayam menular atau Coryza pada peternakan ayam modern ibarat bermain “petak umpet”. Menjengkelkan, bahkan kadang kala dapat membuat peternak kalap, sehingga dalam mengatasinya penggunaan vaksin dan preparat antibiotik kerap tidak rasional lagi. Beberapa informasi dalam tulisan berikut mungkin perlu disimak, agar kasus tidak merupakan langganan yang seolah sulit ditampik.

Sebenarnya ada beberapa faktor penting yang menjadi penyebab berulangnya kasus Coryza di lapangan, yaitu:

• Kelembapan relatif dalam kandang cukup tinggi, biasanya jika itu rata-rata di atas 80%, insiden terjadinya Coryza menjadi sangat besar. Kesalahan setting pada sistem kandang tertutup (closed house), misalnya merupakan suatu fenomena umum terkait kejadian Coryza di lapangan.

• Fluktuasi temperatur di dalam kandang sangat tinggi. Perbedaan temperatur rata-rata antara siang dan malam hari lebih dari 8° C, khususnya pada musim kemarau, akan menjadi faktor pencetus terjadinya Coryza.

• Tingginya kadar amonia, debu dan tantangan virus (ND, IB) atau kuman (Mikoplasma) yang ada di dalam kandang sangat mendukung terjadinya kasus Coryza. Infeksi Mikoplasma yang kronis jelas akan membuat peluang kasus Coryza lebih besar.

• Frekuensi program vaksinasi yang menggunakan vaksin aktif dengan target organ di saluran pernapasan atas yang tinggi, misalnya ND atau IB aktif juga dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya ledakan kasus Coryza.

• Tingginya faktor stres, misalnya kepadatan yang terlalu tinggi.

Untuk mengurangi ledakan kasus Coryza di lapangan, sangat dianjurkan untuk... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2021. (TOE)

MAKAN TELUR, SIAPA TAKUT?

Tony Unandar. (Foto: Infovet/Ridwan)

Oleh:
Tony Unandar
Sekretaris Dewan Pakar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI)

Tidak ada korelasi positif antara kegemaran mengonsumsi telur ayam dengan peluang mendapatkan serangan jantung. Penelitian ilmiah secara intensif yang berakhir tahun 1996 oleh Harvard School of Public Health Amerika telah membuktikan hal tersebut. Apakah hal ini merupakan secercah harapan baru untuk para penggemar telur?

Hewan ovipar, termasuk ayam umumnya meletakkan telur untuk kelangsungan keturunannya. Agar embrio yang terdapat di dalamnya dapat berkembang dengan baik, maka telur tersebut tentu saja harus mengandung komponen nutrisi lengkap dan seimbang sesuai yang dibutuhkan embrio selama perkembangan di dalamnya. Namun dengan adanya intensifikasi dan efisiensi peternakan ayam modern selama tiga dekade terakhir, telur konsumsi umumnya berasal dari ayam petelur modern yang tidak dibuahi.

Telur Ayam dan Nilai Nutrisi
Andai kata telur tidak mengandung kolesterol, tentu saja tidak akan ada kontroversi antara konsumsi telur dengan kesehatan manusia. Yang jelas menurut National Academy of Sciences (NAS) Amerika, sebutir telur ayam ras yang besar mengandung kira-kira 215 miligram (mg) kolesterol atau sama dengan duapertiga dari total kebutuhan kolesterol manusia dewasa perhari, yaitu sekitar 300 mg.

Tiap butir telur mengandung kira-kira 6 gram protein dan 5 gram senyawa lemak. Kira-kira 50% dari total protein telur terdapat dalam bentuk albumin (putih telur), sedangkan senyawa lemak umumnya terdapat dalam kuning telur dengan komposisi lemak tidak jenuh lebih dari 50%. Protein telur merupakan protein yang ideal bagi manusia, karena terdiri atas asam-asam amino esensial yang seimbang. Selain itu, telur juga mengandung zat besi (Fe), riboflavin, asam folat, vitamin B12, D dan E. Hampir serupa dengan daging, zat besi yang terkandung dalam kuning telur terbukti mempunyai bioaviabilitas tinggi, dengan demikian merupakan asupan penting bagi anak yang sedang bertumbuh. Walaupun tidak mengandung vitamin C, telur merupakan sedikit jenis makanan yang mengandung vitamin D cukup tinggi.

Telur mata sapi tiga-per-empat matang. (Foto: Istimewa)

Kolin merupakan suatu substansi nutrisi yang sangat penting bagi perkembangan fungsi kognitif (kesadaran dan pengertian) dari jaringan otak (Hasler, 2000). Kolin juga ditemukan dalam susu, hati dan kacang-kacangan. Secara alamiah, tubuh manusia mampu membentuk kolin sendiri, namun jumlahnya tidak mencukupi. Menurut NAS, seorang laki-laki dewasa membutuhkan asupan kolin sebanyak 550 mg/hari, sedangkan wanita dewasa sebanyak 425 mg/hari. Padahal, sebutir telur ayam mengandung paling tidak 280 mg kolin/butir. Ini berarti memenuhi lebih dari separuh kebutuhan kolin baik pada laki-laki maupun wanita dewasa.

Kandungan Nutrisi Perbutir Telur Ayam Ras (ACSH*, 2002)

Komponen

Kandungan/Butir Telur

Kalori

75 kal

Total lemak (fat)

5 gr

Lemak jenuh

1,5 gr

Kolesterol

213 mg

Protein

6,25 gr

Vitamin A

317 IU

Vitamin D

24 IU

Vitamin E

0,7 mg

Vitamin B12

0,5 mcg

Vitamin B6

0,07 mg

Asam folat

23 mcg

Thiamin

0,031 mg

Riboflavin

0,254 mg

Fosfor

89 mg

Zink

0,5 mg

Zat Besi

0,72 mg

Kolin

280 mg

Lutein

150-250 mcg

Zeaxanthin

200 mcg

Sumber: ACSH/American Council on Science and Health (2002).


Telur Ayam dan Konsep Kepadatan Nutrisi
Seorang ahli nutrisi umumnya selalu mencermati komposisi dan kepadatan nutrisi dari masing-masing bahan pangan. Bahan pangan yang mengandung kepadatan nutrisi tinggi adalah bahan pangan yang secara relatif mengandung komponen nutrisi penting dalam porsi tinggi seperti yang dibutuhkan manusia setiap harinya. Itulah sebabnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, setiap orang sebaiknya mengonsumsi bahan pangan yang mempunyai kepadatan nutrisi tinggi.

Telur ayam adalah salah satu contoh bahan pangan yang mengandung kepadatan nutrisi tinggi. Secara substansial telur ayam juga mengandung komponen nutrisi yang sangat bervariasi (lihat juga pada tabel di atas). Tiap butir telur ayam yang relatif besar (+ 60 gram/butir) mengandung 4% dari total kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh seseorang yang mengonsumsi 2.000 kalori perhari. Sebutir telur ayam juga paling tidak memberi kontribusi sedikitnya 4% dari kebutuhan manusia dewasa perharinya dalam hal protein, riboflavin, vitamin A, vitamin B6, vitamin B12, asam folat, zat besi, fosfor dan seng (zinc).

Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan Amerika pada 2002, ternyata orang yang mengonsumsi telur ayam rata-rata mempunyai tingkat kecukupan dan kelengkapan nutrisi yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak mengonsumsi telur ayam. Karena telur ayam tidak mengandung vitamin C, maka sangat dianjurkan selain mengonsumsi telur ayam juga mengonsumsi jus buah atau buah-buahan segar secara bersamaan.

Telur Ayam dan Isu Kolesterol
Pandangan mengenai peranan telur ayam dalam diet ternyata terus mengalami pergeseran nyata. Dalam masyarakat tradisional misalnya, telur ayam dianggap suatu bahan makanan yang terbaik, murah dan mempunyai cita rasa lezat. Itulah sebabnya, setiap anggota masyarakat dianjurkan mengonsumsi telur setiap hari. Akan tetapi, pada sejak dekade 1970-an, ketakutan akan mengonsumsi telur mengalami peningkatan. Adanya isu keterkaitan kandungan kolesterol yang ada dalam telur ayam dengan insiden serangan jantung pada masyarakat modern telah mengakibatkan suatu ketakutan untuk makan telur ayam. Walaupun ternyata keliru, kondisi ini kadang kala dimanifestasikan dalam tindakan yang berlebihan.

Dari banyak penelitian ilmiah telah dibuktikan bahwa kadar kolesterol darah yang tinggi, khususnya low-density cholesterol (LDL) biasanya selalu berasosiasi dengan tingginya risiko kejadian aterosklerosis (suatu kondisi dimana pembuluh darah mengalami penebalan dan pengerasan). Kondisi terakhir inilah yang merupakan faktor pencetus tingginya insiden serangan jantung (strokes) pada manusia.

Patut diketahui bahwa kolesterol dalam sistem sirkulasi darah manusia sebenarnya berasal dari dua sumber, yaitu yang dibentuk di dalam tubuh dan sebagian berasal dari bahan makanan. Dalam kondisi normal, tubuh selalu menjaga agar kadar kolesterol darah selalu berada dalam kondisi stabil. Ini berarti jika konsumsi kolesterol dari bahan makanan meningkat, maka tubuh secara otomatis akan mengurangi sintesa (pembentukan) kolesterol dalam tubuh, demikian juga sebaliknya. Mekanisme inilah sebenarnya merupakan argumentasi awal yang dapat menjelaskan mengapa mengonsumsi kolesterol dari bahan makanan hanya akan memberi efek yang tidak terlalu besar terhadap peningkatan kadar kolesterol dalam darah.

Majalah Circulation yang diterbitkan oleh American Heart Association dalam edisi ketiga volume 102 tahun 2000 mempublikasikan bahwa kolesterol dalam diet (makanan) bukanlah suatu faktor utama yang menentukan kadar kolesterol darah. Laporan penelitian ini sebenarnya memperkuat hasil penelitian ilmiah intensif yang dilakukan oleh ACSH pada 1996 yang membuktikan bahwa jenis dan jumlah lemak yang ada dalam diet adalah lebih penting dalam mempengaruhi kadar kolesterol darah, bukan kadar kolesterol dalam diet. Padahal, kadar LDL dalam darah sudah terbukti disebabkan karena konsumsi lemak jenuh yang berlebihan. Sebutir telur, walaupun mengandung kolesterol, namun hanya memenuhi 1,7% kebutuhan lemak jenuh pada manusia dewasa (J Am Coll Nutr 2000; 19: 495S-498S).

Jadi, dengan adanya penelitian yang intensif terkait dengan diet dan penyakit metabolik secara umum, pandangan mengenai peranan telur ayam dalam frekuensi kejadian serangan jantung pada manusia mengalami pergeseran. Sekarang, telur ayam justru dianjurkan untuk dikonsumsi pada batas-batas yang wajar, bukan dianggap suatu yang sangat menakutkan.

Telur Ayam dan Isu Alergi
Reaksi alergi terhadap beberapa bahan makanan dapat saja terjadi pada beberapa individu yang peka terhadap bahan tertentu. Kondisi ini dapat terjadi pada anak-anak atau orang dewasa, hanya saja kejadian pada anak bisanya relatif lebih tinggi. Sebagai contoh, di Amerika kira-kira 1,5% orang dewasa dan 6% anak-anak dilaporkan mengalami alergi terhadap satu atau beberapa jenis bahan makanan. Reaksi alergi yang tampak bisa mulai dari yang paling ringan misalnya gatal-gatal sampai ke yang paling parah yaitu kematian.

Berdasarkan laporan Food Allergy and Anaphylaxis Network pada 2001, ternyata ada kira-kira 175 jenis bahan makanan yang mengandung senyawa kimia yang dapat menjadi pencetus reaksi alergi pada orang tertentu yang mengonsumsinya. Sebanyak 90% dari bahan makanan tersebut tergolong dalam kacang tanah, kenari, kacang almond, buah kemiri, susu, ikan, telur, kacang kedelai, tepung terigu dan bangsa kerang. Walaupun reaksi alergi terhadap telur ayam pada beberapa individu memang ada, akan tetapi insiden kejadiannya di lapangan relatif sangat kecil. Sebagai pembanding, berdasarkan laporan Food Allergy Basics pada 2001, reaksi alergi hebat terhadap bahan makanan di Amerika hanya berkisar 30.000 kasus/tahun.

Jadi, telur memang sangat dibutuhkan bagi anak yang sedang berkembang, selain mencegah stunting (kekerdilan) pada balita, juga perlu untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap mendapat nutrisi yang cukup dan lengkap, terutama dimasa pandemi COVID-19 yang masih berkecamuk. (toe)

MENELISIK TEMBANG LAWAS “SLOW GROWTH”

Gangguan pertumbuhan alias slow growth pada ayam modern merupakan suatu problem yang multi faktor dengan masa perjalanan kasus yang tidak singkat. Oleh sebab itu, dalam menegakkan diagnosa lapangan harus mencermati data kandang alias anamnese terlebih dahulu. (Foto: Istimewa)

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Kasus gangguan pertumbuhan alias "Slow Growth" (SG) pada ayam modern seolah tak lekang oleh waktu, ibarat lagu lawas yang terus diputar.  Kemunculannya tidak saja terjadi secara berulang dan acak, tapi juga tak mudah diterawang dengan baik. Alhasil setiap ada kasus, di situ pula selalu muncul kambing hitam baru. Mengapa? Tulisan ini mencoba menelisik dimensi lain yang mungkin menjadi faktor adekuat dalam kasus Slow Growth yang terjadi di lapangan, terutama jika diteropong dari kausa non-infeksius.

Sejak kemunculannya pada tahun 1994 dalam industri perunggasan universal, para peneliti genetika dan imunofisiologi unggas terus mencari akar penyebab kasus SG. Karena banyaknya faktor penyebab, baik eksternal maupun internal dan kombinasi antar faktor penyebab itulah, maka eradikasi kasus SG pada ayam modern menjadi sulit.

Hasil survei yang dilakukan para peneliti Universitas Leuven Belgia menemukan suatu hal menarik. Ternyata pada tataran praktis tata laksana pemeliharaan ayam komersil di lapangan, rata-rata ayam baru mendapatkan pakan berkisar antara 36-72 jam pasca menetas (post-hatching) (Decuypere et al., 2001).

Lamanya waktu mendapatkan pakan pasca menetas disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Adanya “hatching window” yang terlalu lebar, artinya perbedaan “hatching time” (saat tetas) antar telur tetas yang ada sangat signifikan, sehingga umumnya waktu panen DOC (pulled chick) ditunda oleh para penanggung jawab hatchery.
2. Waktu untuk seleksi, sexing dan potong paruh alias debeaking (khusus untuk ayam petelur).
3. Waktu untuk vaksinasi awal di hatchery.
4. Waktu untuk istirahat pasca vaksinasi Mareks (berkisar > 6 jam pasca vaksinasi).
5. Waktu untuk tranportasi dari hatchery sampai ke lokasi farm komersil (variatif).

Dilain pihak, para peneliti fisiologi unggas menemukan fakta bahwa jika lebih dari 36 jam pasca menetas DOC tidak mendapatkan pakan dan air minum, maka anak ayam tersebut secara fisiologis akan mengalami cacat (efek negatif) yang sifatnya tidak bisa dikompensasi (Noy dan Sklan, 2001; Batal dan Parsons, 2002; Juul-Madsen et al., 2004).

Anak ayam tersebut akan lebih peka terhadap patogen dan mengalami gangguan pertambahan bobot badan (Geyra et al., 2001; Bigot et al., 2003; Dibner dan Richards, 2004; Dibner et al., 2008), serta mengalami gangguan pertumbuhan jaringan usus dan otot kerangka (Halevy et al., 2003; de Oliveira et al., 2008).

Perlu juga diketahui, pada proses menetas (hatching process) embrio ayam banyak menggunakan cadangan glikogen sebagai sumber energi untuk memecah kerabang telur sampai keluar dari telur (Lu et al., 2007) dan cadangan glikogen tersebut terus dikuras selama DOC belum mendapatkan akses pakan secara penuh. Jika cadangan glikogen tidak mencukupi, maka DOC akan memobilisasi protein otot untuk memenuhi kebutuhan energi tubuhnya via reaksi glukoneogenesis. Kondisi ini tentu saja akan mereduksi kecepatan pertumbuhan awal, terutama pertumbuhan hiperplasia yang jelas sangat progresif terjadi dalam minggu pertama (Vieira dan Moran,1999). Jadi tegasnya, proses-proses metabolisme dan fisiologi sebelum, saat menetas dan beberapa saat sesudah menetas sangat menentukan kualitas DOC dan juga titik awal pertumbuhan selanjutnya (Halevy et al., 2014), baik itu pada DOC broiler maupun layer.

Itulah sebabnya ketika terjadi stres yang signifikan pada titik-titik poros “proses menetas-panen DOC di hatchery-transportasi/saat tebar DOC ke dalam brooding” (hatching process-pulled chick-chick placement) ditanggapi oleh anak ayam dengan pelbagai derajat keparahan. Yang nyata tampak di lapangan adalah gangguan keseragaman (uniformity) dan gangguan pertumbuhan bobot badan yang tidak bisa dikompensasi dengan baik saat panen atau masa laying (Surai P, 2018; Halevy O, 2020).

Pertumbuhan Otot Kerangka (Fleshing)
Berbeda dengan fetus pada hewan menyusui (mamalia), embrio ayam secara mandiri bertumbuh dan berkembang di luar tubuh induknya (hewan ovipar). Oleh sebab itu, secara potensial embrio ayam jauh lebih rentan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2021. (toe)

SEMINAR TUNGGAL & LAUNCHING BUKU BERSAMA TONY UNANDAR

Launching buku Tony Unandar. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam budidaya unggas, kesehatan menjadi prioritas untuk mencapai produksi maksimal. Kasus penyakit yang kerap merepotkan menjadi musuh utama bagi peternak. Apalagi ditambah dengan adanya perubahan iklim dan dilarangnya penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promoter). Tentunya ini membutuhkan beberapa trik dalam pemeliharaan ternak unggas modern.

Melihat kondisi itu, PT Gallus Indonesia Utama (GITA) melalui divisi Infovet bekerjasama dengan GITA Pustaka dan GITA Organizer, menyelenggarakan seminar Manajemen Kesehatan Unggas Modern di Era Bebas AGP, dengan narasumber utama Tony Unandar selaku private consultant farm, sekaligus me-launching bukunya yang berjudul "Manajemen Kesehatan Unggas Modern" terbitan Gita Pustaka.

"Dalam seminar kali ini kita sekaligus launching buku Pak Tony. Beliau selama ini juga turut membantu memberikan informasi seputar kesehatan unggas melalui artikel-artikel yang dimuat di Infovet sejak 1992," ujar Direktur Utama PT Gallus, Bambang Suharno, yang juga Pimpinan Redaksi Majalah Infovet dalam sambutannya.

Seminar yang dimulai sejak pukul 13:00 WIB dihadiri Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, dan dipadati sekitar 70 orang peserta yang terdiri dari kalangan praktisi kesehatan unggas, feedmill dan perwakilan perusahaan yang bergerak di industri perunggasan.

Seminar dipadati puluhan peserta yang berkecimpung di bidang perunggasan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dimoderatori oleh Direktur HRD PT Gallus, Rakhmat Nuriyanto, seminar diawali dengan pembahasan oleh Tony mengenai bagaimana peternak bisa memanajemen kesehatan unggas dengan baik.

Menurutnya ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam manajemen kesehatan unggas modern, khususnya di era pelarangan AGP.

"Ada tiga hal yang harus menjadi perhatian dalam memanajemen kesehatan unggas modern, yakni genetik ayam itu sendiri baik broiler maupun layer, kemudian manajemen pemeliharaan dan lingkungan. Semuanya akan saling berkaitan," kata Tony.

Selanjutnya Tony juga menjabarkan lebih jauh mengenai faktor-faktor baik ekstrinsik maupun intrinsik yang mempengaruhi performa di lapangan beserta cara menangani performa unggas agar tetap terjaga. (INF)

SEGERA DAFTAR, GRATIS BUKU DAN KALENDER BAGI PESERTA SEMINAR TONY UNANDAR


Berpengalaman sebagai Private Poultry Farm Consultant selama bertahun-tahun, Tony Unandar MSi telah banyak membantu breeding farm dan peternakan unggas komersial dalam meningkatkan kinerja peternakan unggas melalui manajemen kesehatan unggas modern.

Tony Unandar
Pengalamannya sebagai tenaga ahli di perusahaan multinasional dan pengalaman aktif di organisasi dan forum perunggasan internasional,  serta pendalaman ilmunya di berbagai scientific congress ditambah “jam terbang” dan reputasi menangani kasus-kasus lapangan membuat kemampuan analisanya semakin tajam. Tidak heran jika semakin banyak perusahaan mempercayakan Tony Unandar sebagai konsultan.

Artikelnya di Majalah Infovet yang berisi kajian kasus-kasus aktual selalu ditunggu-tunggu oleh para praktisi perunggasan maupun dunia akademis.

Majalah Infovet bersama Gita Event Organizer dan Gita Pustaka dengan bangga menyelenggarakan seminar “Manajemen Kesehatan Unggas Modern di Era Bebas AGP” yang secara khusus akan menghadirkan Tony Unandar.

Seminar ini sekaligus akan diisi dengan agenda launching buku karya Tony Unandar berjudul “Manajemen Kesehatan Unggas Modern” yang menguraikan bagaimana kiat-kiat implementasi manajemen kesehatan unggas modern, yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Yuk, segera daftar seminar ini yang diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal               : Jum’at, 20 Desember 2019
Pukul                           : 12.30 – 16.30 WIB
Tempat                        : Hotel Sahati, Ragunan Jakarta Selatan
Biaya Pendaftaran      : Rp 450.000/orang (kuota hanya untuk 100 orang)

Pendaftaran melalui email : adhes02.gita@gmail.com
WA  08777 829 6375 (Mariyam), SMS 0818 0659 7525 (aida)

Disarankan Pendaftaran online dengan klik link: http://bit.ly/SEMINAR-INFOVET


Buku Manajemen Kesehatan Unggas Modern karya Tony Unandar 
Peserta seminar mendapatkan gratis 1 eksemplar buku Manajemen Kesehatan Unggas Modern senilai Rp. 100.000 karya Tony Unandar dan Kalender Bisnis Pernakan - Infovet 2020  senilai Rp. 75.000. Nah, jangan sampai lewatkan kesempatan bernilai ini. Daftar segera!

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer