Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Protein Hewani | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEMENTAN: KONTRIBUSI MASYARAKAT DALAM KEAMANAN PANGAN PERLU

Pangan segar khususnya pangan asal hewan memiliki nilai dan kualitas yang tinggi bagi kemaslahatan manusia. (Foto: Ist)

Menyambut perayaan Hari Keamanan Pangan Dunia (World Food Safety Day) kedua yang jatuh pada 7 Juni 2020, pemerintah mengajak semua pihak termasuk masyarakat luas untuk berkontribusi dan mengambil sikap dalam menjamin ketersediaan pangan yang aman, sehat dan bergizi.

“Saat ini kita sedang dihadapkan pada upaya pemulihan pasca pandemi COVID-19 dan potensi kerawanan ketersediaan pangan yang sangat mungkin terjadi, seiring dengan kondisi yang menekan penurunan produktivitas usaha penyediaan pangan. Oleh karena itu, kami mengajak agar semua pihak dapat ikut bertindak, karena urusan pangan adalah urusan bersama dan semua bisa berkontribusi,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita dalam siaran persnya, Minggu (7/6).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pangan segar khususnya pangan asal hewan memiliki nilai dan kualitas yang tinggi bagi kemaslahatan manusia, karena mengandung protein hewani dibutuhkan dan bermanfaat bagi tubuh, serta berperan mencerdaskan anak bangsa.

Akan tetapi, disisi lain pangan segar asal hewan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable food) dan berpotensi membahayakan (potentially hazardous). Untuk itu, Undang-undang mengatur aspek mulai dari pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi dan registrasi produk dan unit usaha sejak produk pangan asal hewan diproduksi sampai siap dikonsumsi. Selain itu, juga memastikan produk pangan asal hewan memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan Halal (ASUH).

Dalam kesempatan ini, Ketut menghimbau agar masyarakat lebih cerdas dan bijak dalam memilih pangan asal hewan, tidak tergiur dengan produk murah dan membeli ditempat resmi dan terdaftar sesuai aturan, serta tidak mudah percaya dan meyakini informasi hoaks.

Sementara Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, turut menyampaikan, “Pemerintah berperan memastikan pangan yang aman dan berkualitas. Petani dan peternak memastikan penerapan cara bertani/beternak yang baik, pelaku usaha pengolahan pangan menjamin proses secara aman dan masyarakat memastikan terpenuhi haknya dalam memperoleh pangan yang aman, sehat dan bergizi, dengan perannya dalam memilih, menangani dan mengolah pangan dengan benar.”

Sedangkan Direktur Kesmavet, Ditjen PKH, Syamsul Maarif, menjelaskan bahwa pihaknya bersama pemerintah daerah telah mensertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) terhadap unit usaha produk hewan sebanyak 2.634 unit, serta melakukan monitoring dan pengawasan. Hasilnya memperlihatkan tren penurunan tingkat produk hewan yang sub-standar dalam lima tahun terakhir (angka rata-rata di 2019 sekitar 20% produk hewan yang sub-standar masih beredar).

“Laporan tingkat keamanan produk hewan tersebut sejalan dengan target yang ditetapkan secara Nasional yang tertuang dalam Rencana Kerja Jangka Menengah Presiden yang menetapkan angka pemenuhan persyaratan pangan segar tidak boleh kurang dari 85%,” jelas Syamsul. (INF)

ASPEK KEAMANAN DAN KELAYAKAN DALAM TELUR TETAS INFERTIL

Telur, sumber protein hewani paling ekonomis yang dapat dikonsumsi sehari-hari

Beberapa hari belakangan harga telur ayam ras kembali anjlok. Harga terendah sempat menyentuh angka Rp. 19.000 perkilogramnya di tingkat pasar atau eceran. Salah satu penyebab yang menjadi kambing hitam turunnya harga telur adalah beredarnya telur tetas (HE) infertil hasil afkir.

Beragam pro dan kontra mewarnai beredarnya telur HE ini. Ada satu komentar menarik di pemberitaan media mainstream terkait telur HE, yakni layakkah telur HE ini untuk dikonsumsi?. Bahkan sebuah portal berita online mengatakan bahwa telur HE tidak layak dikonsumsi karena ditengarai lebih cepat busuk dan mengandung lebih banyak bakteri Salmonella.

Beragam infografis terkait perbedaan antara telur tetas dengan telur ayam konsumsi. Bahkan bisa dibilang infografis tersebut terkesan timpang sebelah, menyudutkan telur tetas tetapi tidak sesuai dengan kaidah ilmiah, terutama dari segi kelayakan konsumsi.

Menanggapi hal tersebut, pakar sekaligus staff pengajar Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, Dr. Drh Denny Widaya Lukman ikut berkomentar. Menurutnya telur tetas (HE) masih aman dan layak dikonsumsi oleh manusia dan tidak membahayakan kesehatan konsumennya.

"Kita kan semua tahu kalau pangan asal hewan itu harus aman (safe) dan layak (suitable). Aman maksudnya tidak mengandung bahaya baik secara fisik, kimiawi, dan biologis. Layak artinya memiliki mutu yang baik, tidak bertentangan dengan kaidah agama, adat, dan budaya, serta memenuhi peraturan perundangan," tuturnya.

Untuk itu Denny mengatakan bahwa tidak benar kalau telur HE berbahaya dikonsumsi oleh manusia karena lebih banyak mengandung bakteri atau lebih cepat busuk. Hal ini tentunya juga berkaitan dengan biosecurity di breeding farm yang pastinya lebih ketat ketimbang peternakan komersil.

Namun begitu jika merujuk aspek kelayakan, telur HE tidak layak untuk dikonsumsi. Ia menyebutkan bahwa ada peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait telur HE. 

"Kalau tidak salah di Permentan No. 32 tahun 2017 pasal 13 ayat (4) menyebutkan bahwa telur HE GPS dan PS tidak boleh diperjualbelikan. Artinya, jika ada aktivitas jual - beli telur HE, itu adalah peraturan melanggar hukum. Bukan telurnya yang salah, tetapi si oknum penjuanya," tukas Denny.

Ia juga membandingkan telur HE dan telur ayam kampung. Dimana telur ayam kampung yang dikonsumsi oleh masyarakat kebanyakan juga merupakan telur yang fertil.

"Kan banyak masyarakat yang pelihara ayam kampung, terus ketika sudah bertelur lalu dikerami sama induk betinanya, kadang telurnya diambil terus dikonsumsi. Itu juga telur angkrem kan telur yang fertil, tidak masalah toh?," kata dia.

Terkait selebaran, infografis, atau data apapun yang dirasa berat sebelah ia menyarankan kepada pihak yang membuatnya agar melakukan klarifikasi terutama pada aspek mengandung bakteri lebih banyak, memiliki daya simpan lebih pendek, dan membahayakan konsumen.

Namun ia juga tidak mendukung agar masyarakat dibiarkan mengkonsumsi telur HE yang beredar di pasaran. Karena telur - telur tersebut sejatinya ilegal dan tidak boleh diperjualbelikan, bukan karena aspek kemanannya tetapi karena aspek kelayakannya. (CR)





PASOKAN SUMBER PROTEIN HEWANI DUKUNG WUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045

Daging sebagai sumber protein hewani. (Foto: Istimewa)

Bonus demografi berupa angka tenaga kerja produktif di usia muda merupakan karunia tak ternilai yang harus dikelola dengan baik, terutama melalui investasi pendidikan dan pembekalan keterampilan siap kerja yang efektif. Jika hal itu bisa dilakukan, maka Indonesia bakal menuai keuntungan dari berbagai bidang, yakni ekonomi, sosial dan kualitas sumber daya manusianya.

Produktivitas negara dan pertumbuhan ekonomi pun akan meningkat dengan limpahan sumber daya manusia yang terserap di berbagai sektor, termasuk sektor peternakan. Di sisi lain, kesejahteraan masyarakat pun membaik karena melimpahnya penduduk usia kerja yang produktif.

Hal itu mengemuka dalam diskusi online dengan tema “Menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Peternakan Unggul dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045" pada Sabtu (9/5/2020). Acara diselenggarakan oleh Yayasan CBC Indonesia (YCI) dan Indonesia Livestock Alliance (ILA), berkolaborasi dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Kadin Indonesia dan Pisagro.

Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kadin Indonesia Anton J. Supit, dengan menghadirkan narasumber Kepala BPPSDMP Prof Dr Ir Dedi Nursyamsi MAgr, Dekan Sekolah Vokasi IPB Dr Arif Daryanto MEc, Kepala Pusat Pendidikan Polbangtan Dr Idha Widi Arsanti SP MP, Sampoerna Entrepreneur Training Center Sri Hastuti Widowati, serta Direktur Nutricell Pacific Suaedi Sunanto. Adapun pembahas diskusi adalah Dekan Fakultas Peternakan UGM Prof Ali Agus dan Wakil Ketua Komtap Pelatihan dan Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Dasril Rangkuti.

Bonus demografi akan menjadi berkah jika semua pihak secara strategis dapat menyiapkan pembekalan pada para generasi muda milenial. Pembekalan pendidikan, ketrampilan dan tata kerama yang berkualitas baik, merata dan terjangkau oleh para generasi muda, akan menghasilkan SDM Indonesia yang terampil, kompeten, berkualitas dan mampu memanfaatkan peluang di depan mata dengan baik.

Namun sebaliknya, jika Indonesia dengan setengah hati mempersiapkannya, justru akan terjadi musibah dari bonus demografi, yakni SDM yang berlimpah dengan kompetensi rendah justru menambah angka pengangguran, sehingga menimbulkan problem sosial tersendiri.

Peningkatan kualitas SDM diyakini menjadi kunci untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Dengan pertumbuhan ekonomi pada periode 2016-2045 rata-rata 5,7% per tahun, diperkirakan pada 2036, Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi. Melalui pertumbuhan ekonomi yang terjaga cukup tinggi, Indonesia dapat meningkatkan jumlah penduduk kelas menengah hingga 70% pada 2045. Pada paruh periode pencapaian itu, ada puncak bonus demografi yang diperkirakan terjadi mulai tahun ini hingga 2035.

Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan pasokan sumber protein hewani sebagai zat gizi utama pembentuk SDM mumpuni, sebagai langkah awal untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Untuk menjamin pasokan sumber protein hewani lokal tetap terjaga, SDM unggul di bidang peternakan harus dibenahi sejak dini, agar menjadi SDM unggul yang siap berkompetisi di tingkat global di era serba digital. (IN)

KEPEDULIAN GPMT TERHADAP GIZI MASYARAKAT

GPMT rutin menggelar kampanye gizi sebagai edukasi kepada masyarakat tentag pentingnya protein hewani

Disela - sela acara kongresnya yang ke - XIV, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) tetap menyempatkan diri melakukan kampanye gizi kepada masyarakat terutama anak - anak. Bertempat di The Singhasari Resort, GPMT dan MPG (Masyarakat Peduli Gizi) menyerukan tentang pentingnya konsumsi protein hewani seperti daging dan telur ayam, juga ikan.

Antusiasme peserta terlihat dari jumlah undangan yang hadir. Kurang lebih ratusan siswa - siswi dari SDN Beji 01,02, dan 03 Beji didampingi oleh guru dan kepala sekolah hadir dalam acara tersebut. Mereka terlihat ceria dan bersemangat menghadiri acara tersebut.

Dalam sambutannya, Ketua Panitia Edi Suryanto mengatakan bahwa kampanye gizi ini memang rutin digelar oleh GPMT sebagai bentuk kepedulian GPMT kepada masyarakat akan sumber nutrisi yang bergizi, utamanya protein hewani.

"Kita tahu bahwa sumber protein terbaik itu kan protein hewani, mengandung asam amino essensial yang tentunya dapat membantu mencerdaskan anak. Nah, oleh karenanya anak - anak juga harus diedukasi agar mau dan gemar mengonsumsi protein hewani baik telur dan daging unggas, serta ikan," tukas Edi.

Apresiasi juga datang dari Kepala Seksi Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kota Batu, Alik Suhariyani. Menurut Alik acara kampanye gizi semacam ini memang seharusnya rutin diadakan terutama untuk pelajar di usia SD.

"Acara ini sangat bagus, saya sangat senang dan berterima kasih kepada GPMT. Kami memang sedang concern menyoroti masalah gizi anak - anak, apa yang mereka makan di waktu sarapan tentunya akan mempengaruhi mereka di sekolah. Setelah acara ini saya lebih mengerti akan pentingnya protein hewani untuk perkembangan anak, apalagi sekarang sedang ramai isu corona," tutur Alik kepada Infovet.

Sebagai kepedulian terhadap protein hewani, secara simbolik panitia bersama para peserta melakukan makan telur bersama. Selain itu diberikan juga edukasi mengenai pentingnya protein hewani bagi tumbuh - kembang anak, lalu juga diadakan  games - games yang turut menyemarakkan acara. Bukan hanya itu, GPMT juga membagikan paket berupa daging dan telur ayam kepada para peserta yang hadir. (CR)


KONSUMSI TELUR PUYUH DAN KECERDASAN ANAK

Telur puyuh memiliki sejumlah kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. (Foto: Shutterstock)

Sore itu, Rustiani tampak gembira begitu melihat nilai ulangan harian anaknya, Rizky Ramdani, yang duduk di kelas V sekolah dasar. Nilai ulangan matematika buah hatinya hampir sempurna, yakni mendapat nilai 98. Tak hanya matematika, beberapa matapelajaran lainnya juga nilainya tak kalah bagus.

Ibu rumah tangga yang sehari-hari mengantar dan menjemput anaknya sekolah ini menuturkan, sejak kelas I anaknya yang nomor dua itu memang selalu juara di kelasnya. Nilai rapornya tak ada yang mengecewakan. “Kecuali nilai Penjaskesnya atau pelajaran olahraga, dia agak kurang suka olahraga soalnya,” tutur Rustiani yang suaminya bekerja sebagai peneliti di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Kecerdasan Rizky juga diakui oleh gurunya di SD Durenseribu 04, Bojongsari, Depok. Hampir setiap ulangan harian nilainya tak pernah di bawah angka 8. “Dia memang anak cerdas, daya tangkapnya bagus. Ayahnya kan seorang peneliti, mungkin pinternya nurun ke anaknya,” ujar Anwar Sanusi, guru kelas Rizky, sambil tersenyum kepada Infovet.

Benarkah kecerdasan Rizky itu dikarenakan faktor genetik dari sang ayah yang seorang peneliti? Mungkin saja benar, faktor keturunan bisa menjadi pendukung kecerdasan anak. Tetapi menurut penuturan sang ibu, asupan gizi juga sangat menentukan tingkat kecerdasan seorang anak.

“Anak saya dari dulu suka banget makan telur, terutama telur puyuh. Hampir seminggu tiga kali dia mintanya pasti lauk telur puyuh,” ungkap Rustiani kepada Infovet

Lantaran sang anak suka mengonsumsi telur puyuh, ibu muda ini pun rajin membaca artikel seputar gizi. Meski tak tahu persis seperti apa kandungan gizi pada telur puyuh, namun ia yakin sangat bagus untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak bagi anak.

Ahli gizi dari Univeritas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Taufik Maryusman, SGz MGizi MPd, menyebutkan bahwa telur puyuh memiliki sejumlah kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. Menurutnya, telur puyuh memang tidak sepopuler telur ayam yang lebih banyak dikonsumsi rata-rata masyarakat. ”Padahal manfaatnya (telur puyuh) tidak kalah banyak dan bermanfaat bagi tubuh,” kata Taufik.

Ada beberapa kandungan nutrisi telur puyuh yang cukup baik untuk diketahui oleh orang tua agar anak-anaknya juga gemar mengonsumsi. Pertama, sama seperti telur ayam, telur puyuh tinggi protein. Satu porsi telur puyuh (setara lima butir) mengandung 6 gram protein yang ternyata sama banyak dengan satu butir telur ayam.

Protein diperlukan tubuh untuk dijadikan sumber energi, menjaga stamina, memelihara kesehatan kulit dan rambut, serta membangun dan menguatkan massa otot, baik dikonsumsi untuk anak-anak hingga orang dewasa.

Kedua, telur mini yang dihasilkan burung puyuh ini juga kaya akan vitamin A dan kolin. Setiap porsi telur puyuh menawarkan 119 miligram kolin dan 244 IU vitamin A. Artinya, seporsi telur puyuh mampu menyajikan sekitar 22-28% kebutuhan kolin harian dan 8-10% asupan vitamin A dalam sehari.

Nutrisi-nutrisi tersebut bekerja sama menjaga kerja sistem imun tubuh untuk mencegah risiko penyakit dan infeksi, khususnya mencegah perkembangan penyakit jantung. Vitamin A dan kolin juga berfungsi memelihara fungsi sistem saraf dan indra penglihatan.

Ketiga, telur burung puyuh mengandung lebih banyak selenium (26%) dan zat besi (9%) daripada telur ayam. Selenium bermanfaat untuk memelihara fungsi kognitif otak, meningkatkan metabolisme hormon tiroid dan memperbaiki kerusakan DNA. Sementara, zat besi berfungsi memproduksi sel darah merah sehat untuk mencegah anemia, zat besi juga mungkin berpotensi memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung.

Kombinasi zat besi dan selenium dibutuhkan tubuh untuk memetabolisme otot serta memelihara kesehatan pembuluh darah. Jadi, mulailah konsumsi telur puyuh karena memiliki manfaat yang baik bagi tubuh dan bisa diolah menjadi lauk pauk yang lezat.

Tetap Berhati-hati
Menurut data dari American Heart Association yang dirilis pada 2002, telur puyuh terdiri atas putih telur (albumen) 47,4%, kuning telur (yolk) 31,9% dan kerabang serta membran kerabang 20,7%. Kandungan protein telur puyuh sekitar 13,1%, sedangkan kandungan lemaknya 11,1%. Sementara, kuning telur puyuh mengandung 15,7-16,6% protein, 31,8-35,5% lemak, 0,2-1,0% karbohidrat dan 1,1% abu. Telur puyuh juga mengandung vitamin A sebesar 543 ug (per 100g).

Lalu, bagaimana perbandingan kandungan nutrisi telur puyuh dengan telur ayam? Dilansir dari Very Well Fit, setiap 50 gram atau sekitar satu butir telur ayam berukuran besar mengandung 6 gram protein dan 78 kalori. Sedangkan, satu porsi telur puyuh (setara lima butir) mengandung 6 gram protein dan 71 kalori.

Bila mengonsumsi satu porsi telur puyuh, ini artinya sudah mendapatkan asupan protein yang sama dengan ketika makan sebutir telur ayam. Kandungan kalorinya pun hanya terpaut 7 kalori saja, sehingga tak jauh berbeda. Bukan hanya itu saja yang mirip, kandungan vitamin dan mineral pada dua jenis telur ini pun cenderung sama.

Dari sisi kandungan kolesterol, mungkin selama ini banyak yang menghindari mengonsumsi telur puyuh karena katanya bisa bikin kolesterol naik. Alhasil, memilih makan telur ayam saja yang lebih aman kandungan kolesterolnya, benarkah begitu?

Faktanya, seperti yang ditulis di Very Well Fit, setiap lima butir telur puyuh mengandung 5 gram lemak total, yang terdiri dari 1,6 gram lemak jenuh. Sementara itu, sebutir telur ayam ukuran besar (50 gram) mengandung 5 gram lemak total, dengan 1,5 gram lemak jenuh.

Meskipun perbedaannya tampak sedikit, kandungan lemak jenuh dalam telur puyuh tetap saja lebih tinggi daripada telur ayam. Hati-hati, lemak jenuh ini dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh. Maka dari itu, konsumsi telur puyuh secukupnya, jangan berlebihan, agar manfaat dalam telur dapat dirasakan.

Olahan Telur puyuh
Agar tak bosan mengonsumsi telur puyuh, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat olahan yang bervariasi. Di laman seputar masak atau kuliner, cukup banyak resep yang diunggah dan dapat didapat secara cuma-cuma.

Telur puyuh bisa diolah menjadi sajian yang istimewa, seperti olahan semur, balado, sayur lodeh, tahu sarang burung telur puyuh, tauco telur puyuh, atau kreasi lainnya. Dengan kreasi masakan yang dibuat, pasti anak-anak akan lebih tertarik mengonsumsi olahan di rumah ketimbang harus jajan di luar. (A. Kholis)

HARI PANGAN SEDUNIA 2019 : MARI PERBAIKI KUALITAS MAKANAN KITA

Peringatan Hari Pangan Sedunia 2019 : Mari Perbaiki Kualitas Makanan Kita

Hari Pangan Sedunia (World Food Day) diperingati setiap tanggal 16 Oktober dengan menyoroti perlunya upaya yang lebih keras untuk mengakhiri kelaparan dan bentuk-bentuk kekurangan gizi lainnya. Peringatan ini juga diadakan untuk memastikan keamanan pangan dan pola pangan sehat tersedia untuk semua orang. Tema Global Hari Pangan Sedunia tahun ini adalah “Tindakan kita adalah masa depan kita. Pola Pangan sehat, untuk  #Zerohunger ”

“Mencapai “Tanpa Kelaparan” (Zero Hunger) tidak hanya tentang mengatasi kelaparan, tetapi juga memelihara kesehatan manusia dan bumi. Tahun ini, Hari Pangan Sedunia menyerukan tindakan lintas sektor untuk membuat pola pangan yang sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. Kita mengajak semua orang untuk mulai berpikir tentang apa yang kita makan,” kata Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Stephen Rudgard. Hari Pangan Sedunia dirayakan setiap tahun, tepat pada hari lahir FAO. Hari ini adalah salah satu hari terbesar dalam kalender PBB. Peringatan ini diadakan pada lebih dari 150 negara yang menyatukan pemerintah, sektor bisnis, LSM, media, komunitas  dan menyerukan aksi untuk mencapai SDG2 - Zero Hunger.

Dalam beberapa dekade terakhir, secara dramatis kita telah mengubah pola pangan sebagai akibat dari globalisasi, urbanisasi dan bertambahnya pendapatan. Kita telah beralih dari pangan musiman, terutama produk nabati yang kaya serat, pada makanan yang kaya akan pati, gula, lemak, garam, makanan olahan, daging dan produk hewani lainnya.  Waktu yang dihabiskan untuk menyiapkan makanan di rumah semakin sempit. Konsumen, terutama di daerah perkotaan, semakin bergantung pada supermarket, gerai makanan cepat saji, makanan kaki lima dan makanan pesan antar.

Kombinasi dari pola pangan yang tidak sehat serta gaya hidup yang kurang aktif telah menjadi faktor risiko pembunuh nomor satu di dunia. Kebiasaan ini telah membuat angka obesitas melonjak, tidak hanya di negara maju, tetapi juga di Negara - negara berpendapatan rendah,  di mana kekurangan dan kelebihan gizi sering terjadi bersamaan.  Saat ini, lebih dari 670 juta orang dewasa dan 120 juta anak perempuan dan laki-laki (5–19 tahun) mengalami obesitas, dan lebih dari 40 juta anak balita kelebihan berat badan, sementara lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan. Di Indonesia, 30,8% anak tergolong stunting (kekerdilan), 10,2% anak-anak di bawah lima tahun kurus dan 8% mengalami obesitas.

Hari Pangan Sedunia 2019 menyerukan aksi untuk membuat pola pangan sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. Untuk ini, kemitraan adalah hal mendasar. Petani, pemerintah, peneliti, sektor swasta dan konsumen, semua memiliki peran untuk dimainkan,”kata Rudgard.

Kementan memberikan perhatian khusus soal ini dengan sebuah program untuk mendorong pemenuhan kebutuhan pangan nasional pada skala terkecil rumah tangga dengan nama Obor Pangan Lestari (Opal)”, tegas Kuntoro Boga Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian. Hal ini sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah stunting yang terjadi di Indonesia. Opal juga dirancang untuk meningkatkan kualitas konsumsi masyarakat, meningkatkan pendapatan rumah tangga, meningkatkan akses pangan keluarga, konservasi sumberdaya genetik lokal dan mengurangi jejak karbon serta emisi gas pencemar udara.

Pola Pangan Sehat Harus Bisa Diakses Semua orang

Pola Pangan sehat adalah pola pangan yang memenuhi kebutuhan gizi individu dengan menyediakan makanan yang cukup, aman, bergizi, dan beragam untuk menjalani kehidupan yang aktif dan mengurangi risiko penyakit. Ini termasuk, antara lain, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan makanan yang rendah lemak (terutama lemak jenuh), gula dan garam. Makanan bergizi yang merupakan pola pangan sehat hampir tidak tersedia atau terjangkau bagi banyak orang.

Hampir satu dari tiga orang mengalami kekurangan atau kelebihan gizi . Berita baiknya adalah ada solusi yang terjangkau untuk mengurangi semua bentuk kekurangan dan kelebihan gizi tersebut, tetapi hal ini membutuhkan komitmen dan tindakan global yang lebih besar. Program Opal memiliki kerangka jangka panjang untuk meningkatkan penyediaan sumber pangan keluarga yang Beragam, Seimbang dan Aman (B2SA),” Boga menambahkan.

Opal dirancang sebagai salah satu langkah konkrit pemerintah dalam mengintensifkan peta ketahanan dan kerentanan pangan atau food security and vulnerability atlas (SFVA). FAO dengan badan-badan PBB lainnya dan kementerian terkait akan merayakan Hari Pangan Sedunia dalam serangkaian acara termasuk perayaan nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara yang dipimpin oleh Kementerian Pertanian dan Pemerintah Sulawesi Tenggara pada 2-5 November dan Festival Kaki Lima Jakarta “Pangan Sehat, siap santap” pada 10 November. Tema Nasional di Indonesia sendiri mengusung, Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045. (FAO/CR)

JANGAN TAKUT KONSUMSI DAGING AYAM

Daging ayam. (Istimewa)

((Masih saja ada oknum dokter yang menganjurkan pasiennya untuk tidak mengonsumsi daging ayam broiler. Jika dibiarkan, akan makin banyak masyarakat yang takut konsumsi protein hewani ini.))

Dalam perbincangan antara Infovet dan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari, awal Maret lalu di Sekretariat ASOHI di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ada hal yang manarik untuk disimak. Ternyata, kekhawatiran sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam broiler karena takut mengandung kolesterol bukan saja disebabkan oleh informasi yang bersumber dari “katanya”.

Ketakutan sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam negeri juga ada yang disebabkan oleh anjuran para oknum dokter kepada pasiennya. Menurut Ketua Umum ASOHI ini, masih ada dokter yang menganjurkan pasiennya untuk tidak mengonsumsi ayam broiler, karena mengandung hormon, ayam disuntik obat tertentu dan info menakutkan lainnya.

“Anjuran macam ini jelas tidak tepat disampaikan ke pasien. Biasanya oknum dokter yang begini karena dia belum tahu bagaimana proses produksi ayam broiler yang sebenarnya,” ungkap Irawati. Karena itu, sangat disayangkan jika masih ada tenaga medis yang masih memberikan anjuran keliru kepada pasiennya, sementara dia sendiri tidak tahu persis proses produksinya.

Kekhawatiran sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam broiler bukanlah perkara baru. Fenomena ini sudah terjadi sejak lama. Ketidakmengertian dan mendapatkan informasi dari sumber yang keliru menjadi penyebab utama mereka tak mau mengonsumsi daging ayam broiler.

Beberapa informasi keliru yang hingga kini masih beradar di tengah masyarakat antara lain, ayam broiler cepat besar karena disuntik hormon, diberi obat-obatan khusus dan mengandung kolesterol tinggi. Yang lebih memprihatinkan, tak sedikit media online yang menyuguhkan berita tentang bahaya mengonsumsi ayam broiler, tanpa didasari literatur dan sumber yang jelas. Hanya mengutip sebagian informasi dari media asing, lalu diterjemahkan secara bebas.

Jika dilihat di media online, dalam rubrik kesehatan, seringkali tersaji berita yang menyebutkan banyak peternak ayam yang menggunakan zat kimia dan antibiotik dalam memelihara ayam broiler. Ada juga media online yang menyebutkan bahwa tidak semua orang cocok makan ayam broiler, karena cenderung rendah nutrisi. Di samping itu, ayam tersebut juga telah terpapar zat kimia yang bisa membahayakan tubuh. “Karenanya, Anda harus berhenti makan daging ayam itu, apalagi kalau diolah dengan cara digoreng,” begitu kutip salah satu media online mainstream di dalam negeri tanpa menyebutkan narasumber yang jelas.

Bagi masyarakat yang sudah paham dengan kandungan protein hewani pada daging ayam, berita macam ini akan dianggap angin lalu. Tapi bagaimana jika pembacanya tidak paham soal nustrisi protein hewani? Informasi macam ini sangat membingungkan, bahkan cenderung menyesatkan. Bisa-bisa pembaca jadi ragu atau malah berhenti sama sekali untuk mengonsumsi daging ayam.

Harus Dilawan
Dosen Pangan Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjahmada (UGM) Yogyakarta, Yuny Erwanto, berpendapat, ketakutan sebagian masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam broiler memang masih terjadi hingga sekarang. Penyebabnya, bisa karena mendapat informasi yang salah tentang cara beternak ayam negeri atau karena ada anjuran dari orang lain agar tak mengonsumsi daging ayam broiler.

Menurut ahli gizi ini, fenomena tersebut harus dilawan dengan menggencarkan kampanye konsumsi daging ayam dan telur. Kampanye ini menjadi sangat penting agar publik lebih paham tentang proses sebenarnya beternak ayam broiler, mulai dari awal hingga panen.

Banyak cara kampanye yang bisa dilakukan, misalnya dengan mengajak sarapan ayam dan telur bersama anak-anak sekolah, atau melalui demo atau lomba masak di kalangan ibu-ibu rumah tangga dengan bahan baku daging ayam broiler dan telur. Melalui demo atau lomba masak, dapat dijadikan ajang untuk menggugah masyarakat Indonesia untuk lebih gemar mengonsumi daging ayam.

Langkah ini penting mengingat tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia hingga saat ini masih tergolong rendah. Erwanto menyebut, saat ini konsumsi daging masyarakat Indonesia tak lebih dari 10 kg per kapita per tahun. Sedangkan Malaysia sudah sekitar 50 kg dan negara maju sekitar 100 kg per kapita per tahun. “Secara karakter, makanan yang lebih bercita rasa akan dihargai lebih tinggi, karena manusia membutuhkan lebih dibanding yang kurang bercita rasa,” ujar Erwanto. 

Faktor lain penyebab masih rendahnya konsumsi daging di dalam negeri, lanjut Erwanto, adalah faktor ketersediaan dan distribusi. Namun itu pengaruhnya kecil. Faktor ini hanya dialami di beberapa wilayah yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, namun ketersediaan daging masih kurang, karena belum banyak peternakan di wilayah tersebut atau alasan perusahaan tidak ekonomis mendirikan usaha di tempat tersebut.

Erwanto kembali menjelaskan, informasi gizi terkait daging ayam sebenarnya sederhana saja. Daging ayam memiliki kandungan protein tinggi, asam amino yang dibutuhkan tubuh manusia terpenuhi dan lengkap, serta mengandung mineral yang juga bermanfaat bagi tubuh.

“Mungkin salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya konsumsi daging ayam adalah kekhawatiran kandungan antibiotik dan obat-obatan pada ayam broiler yang tinggi, padahal sebenarnya tidak separah yang dikhawatirkan,” ujarnya. Erwanto memberikan solusi, bagi masyarakat yang khawatir mengonsumsi daging ayam broiler dapat menggantinya dengan daging ayam kampung.

Kebutuhan Per Kapita
Tingginya kandungan gizi pada daging ayam semestinya menjadi rangsangan bagi masyarakat untuk lebih sering mengonsumsinya. Memang tak harus setiap hari, tapi setidaknya beberapa kali dalam sepekan dengan takaran yang memadai.

Erwanto menyarankan, konsumsi daging ayam dalam sepekan dapat diasumsikan, jika kebutuhan protein manusia setiap hari di rata-rata 60 gram dan sekitar 10 gram berasal dari daging ayam, maka dapat dihitung bahwa 10 gram itu berasal dari 50 gram daging ayam segar. Daging ayam segar kadar proteinnya mencapai 20%. Jadi dalam satu hari, minimal konsumsi daging ayam adalah 50 gram atau setara 350 gram setiap pekan atau sekitar 1,4 kg setiap bulan per kapita. Jika ini bisa diterapkan, maka setiap tahun minimal adalah 16,8 kg per kapita.

“Dengan asumsi tersebut, maka jika negara akan terus berkembang dan kesejahteraan terus meningkat, otomatis konsumsi meningkat dan dapat melebihi angka minimal tersebut seperti negara lain,” ungkapnya.

Jika konsumsi daging meningkat (termasuk daging ayam), maka keseimbangan gizi akan tercapai dan fisiologis tubuh akan lebih sehat. Dengan tubuh yang sehat, diharapkan produktivitas masyarakat juga meningkat dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi. (Abdul Kholis)

Penggerak Konsumsi Protein Hewani, Jadi Tugas Duta Ayam dan Telur

Foto bersama saat pemilihan Duta Ayam dan Telur. (Foto: Infovet/Ridwan)

Masi rendahnya konsumsi protein hewani yang berasal dari unggas melatarbelakangi hadirnya Duta Ayam dan Telur yang diinisiasi oleh Forum Majalah Peternakan (Format) bersama Pinsar (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat) Indonesia.

“Penobatan Duta Ayam dan Telur ini dalam industri perunggasan diharapkan menjadi penggerak masyarakat untuk gemar mengonsumsi ayam dan telur,” ujar Ketua Panitia, Farid Dimyati pada acara pemilihan Duta Ayam dan Telur, Selasa (6/11).

Menurutnya, hadirnya duta ayam dan telur bisa ikut mendongkrak peningkatan konsumsi ayam dan telur di Indonesia.

Senada, Ketua Format, Suhadi Purnomo, mengungkapkan, konsumsi ayam dan telur di Indonesia per tahunnya masih jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. “Penetapan Duta Ayam dan Telur ini nantinya bisa membantu meningkatkan program konsumsi ayam dan telur,” ungkapnya.

Berdasarkan data konsumsi antara BPS, Kementan dan Kemenko Perekonomian, tingkat konsumsi penduduk Indonesia terhadap daging ayam sekitar 11,5 kg per kapita per tahun, sementara konsumsi telur hanya sekitar 6,63 per kapita per tahun, ini masih jauh lebih rendah ketimbang Malaysia, Thailand dan Singapura.

Selain ikut mendorong peningkatan konsumsi, lanjut Suhadi, Duta Ayam dan Telur ini juga akan berkontribusi pada momen-momen penting kampanye ayam dan telur seperti pada kegiatan Indo Livestock Expo ataupun International Livestock Dairy Meat Processing and Aquaculture Exposition (ILDEX) Indonesia.

“Kita juga akan kerjasamakan dengan perusahaan-perusahaan industri perunggasan, selain kegiatan-kegiatan dinas yang mendukung program pemerintah. Mudah-mudahan bermanfaat,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, mengapresiasi kehadiran Duta Ayam dan Telur ini. “Duta ini sangat menolong sebagai salah satu upaya menyerap hasil usaha peternakan kita. Intinya meningkatkan konsumsi ayam dan telur agar kita bisa mensukseskan swasembada protein hewani,” ujar Ketut.

Dalam kegiatan tersebut, Dewan Juri yang terdiri dari  Ketua Umum GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) Ahmad Dawami, Direktur Pemasaran dan Pengolahan Hasil Peternakan Fini Murfiani dan pakar SDM Vera Damayanti, resmi menobatkan Offie Dwi Natalia dan Andi Muhammad Ricki Rosali sebagai Duta Ayam dan Telur periode 2018-2021. Keduanya terpilih melalui seleksi ketat dari puluhan aplikasi.

(Dari kiri) Fini Murfiani, Andi Muhammad Ricki Rosali, I Ketut Diarmita, Offie Dwi Natalia dan Direktur Perbibitan Sugiono. (Foto: Infovet/Ridwan)

Diakui Offie dan Muhammad Ricki, mereka optimis bisa mengangkat konsumsi protein hewani yang berasal dari ayam dan telur. “Amanah yang baru saja diemban menjadi tugas bersama untuk mengembangkan konsumsi ayam dan telur. Saling bahu-membahu mempromosikan konsumsi ayam dan telur,” ujar keduanya.
(RBS)

Perkembangan Pariwisata dan Prospek Perunggasan Sulawesi Utara


Tahun 2018 ini Manado sebagai tuan rumah HATN (Hari Ayam dan Telur Nasional) dan WED (World Egg Day) 2018. Terpilihnya Manado  tidak terlepas dari penilaian bahwa daerah Sulawesi Utara (Sulut) merupakan daerah dengan pertumbuhan industri perunggasan yang relatif lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Selain itu, para pemangku kepentingan perunggasan di Sulut sangat antusias dengan program yang membantu meningkatkan usaha perunggasan.

Selama periode 2012-2016, pertumbuhan populasi ayam pedaging (broiler) di Sulut mencapai 280,8%, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan rata-rata KTI sebesar 111,1% dan 10 kali lipat dari pertumbuhan rata-rata Nasional sebesar 28%. Pada periode yang sama, populasi ayam petelur di Sulut tumbuh 31,8%, lebih tinggi dari rataan Nasional sebesar 16,8%, meskipun masih lebih rendah dibanding rata-rata pertumbuhan KTI yang sebesar 53,3 %. Melihat data ini, konsumsi telur di Sulut masih memiliki prospek yang tinggi.

Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan usaha perunggasan di Sulut adalah meningkatnya ekonomi pariwisata yang pesat. Wisata Bunaken misalnya, kini sudah dikenal seantero Tanah Air dan di berbagai negara sebagai pulau yang sangat indah dan eksotis. Adanya jalur penerbangan langsung China-Manado membuat pertumbuhan wisatanya melesat. Kabarnya Korea juga akan membuka jalur penerbangan langsung ke Manado yang tentunya makin meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara.

Pertumbuhan wisata tentunya juga akan mendongkrak kebutuhan ayam dan telur di wilayah Manado dan sekitarnya. Selain itu, dengan pendapatan masyarakat yang meningkat akibat pertumbuhan wisata, maka konsumsi ayam dan telur masyarakat Sulut diharapkan ikut meningkat. Acara HATN 2018 yang terpusat di Manado diharapkan akan membuat masyarakat Sulut semakin meningkat kesadaran terhadap pentingnya konsumsi ayam dan telur sebagai sumber protein yang paling murah dan peternakan unggas di Sulut semakin berkembang.

Coba bayangkan, Sulut saat ini berpenduduk sekitar 2,5 juta orang. Jika setiap penduduk Sulut dalam setahun menambah konsumsi telur 10 butir telur saja, maka dibutuhkan 25 juta butir telur ayam. Jumlah ini membutuhkan lebih dari 100 ribu ekor ayam petelur produktif yang akan menyerap tenaga kerja ribuan orang, mulai dari peternak, usaha pakan, obat hewan, peralatan, pemasok bahan pakan dan sebagainya. Ini belum termasuk tambahan konsumsi dari wisatawan. Tambahan konsumsi telur itu sangat bisa dilakukan jika masyarakat mulai mengurangi konsumsi rokok yang sangat tidak bermanfaat.

Semua itu bisa dilakukan dengan kerjasama semua pemangku kepentingan perunggasan, baik peternak, perusahaan sarana produksi ternak, dinas pertanian dan peternakan, perguruan tinggi, serta dukungan media. Kerjasama itu misalnya, perguruan tinggi melakukan kajian pasokan bahan baku pakan dan menyusun konsep kemitraan petani jagung dengan peternak. Dinas Pertanian dan Peternakan sebagai fasilitator dapat memulai pertemuan koordinasi rutin antara semua stakeholder agar usaha peternakan unggas di Sulut dapat tumbuh pesat dan tidak terganggung oleh gejolak harga yang terlalu merepotkan peternak sebagaimana yang sering terjadi di Pulau Jawa.

Tak kalah pentingnya, adalah jaminan lokasi usaha peternakan, agar para peternak bisa nyaman melanjutkan usahanya tanpa terganggu oleh perubahan kebijakan lokasi usaha. Di beberapa daerah kerap terjadi peternakan yang sudah dirintis di daerah yang jauh dari permukian, dalam beberapa tahun terjadi pertumbuhan perumahan di wilayah peternakan, sehingga peternak harus merelokasi usahanya ke daerah lain. Ini adalah akibat tidak jelasnya peta lokasi usaha peternakan.

Dengan adanya HATN, para pemangku kepentingan perunggasan menyadari pentingnya peran media. Liputan kegiatan HATN oleh Manado Post membuat publik setempat menyadari perlunya peningkatan konsumsi ayam dan telur. Dukungan ini perlu terus dilanjutkan. Bahkan pihak Manado Post sendiri menyatakan sangat terkesan dengan para pelaku usaha perunggasan dan siap menjadi “rumah” bagi para peternak unggas.

Sebuah hikmah luar biasa dari terselenggaranya HATN 2018 di Sulut yang memiliki potensi besar dalam peningkatan industri dan konsumsi protein hewani yang bersumber dari ayam dan telur. ***

336 Desa Miliki Potensi di Sektor Peternakan

Ilustrasi. (Sumber: ngumbul.kabpacitan.id)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) mengeluarkan pernyataan terdapat 336 desa memiliki potensi di sektor peternakan yang dapat dikembangkan. Pernyataan tersebut mengemuka dalam kegiatan seminar ‘Manajemen Protein Hewani’ yang digelar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Rabu (26/9/2018) lalu.

Untuk mendukung pengembangan pertanian dan peternakan desa, Kementerian Desa, PDTT mengembangkan kegiatan prioritas Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades).

“Dari total 340 MoU Prukades, sebanyak 261 MoU (77%) sudah ditindaklanjuti dan 25 MoU diantaranya adalah kategori peternakan,” ungkap Eko Sri Haryanto selaku perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertingggal.

Eko menambahkan dana Desa dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor peternakan desa sesuai dengan musyawarah. Contoh kegiatan pengembangan sektor peternakan tersebut seperti pembangunan kandang ternak, pengadaan pakan ternak, pengadaan bibit/induk ternak, pelatihan pengolahan daging dan susu hingga pelatihan pengembangan e-commerse.

Tahun 2018, kegiatan Kementerian Desa, PDTT yang mendukung pengembangan peternakan adalah bantuan sarana dan prasarana pendukung potensi peternakan di Kawasan Perdesaan.

“Diharapkan dukungan ISPI untuk memberikan ide dan gagasan dalam pengembangan Prukades, khususnya di sektor peternakan dan terjun mendampingi masyarakat desa,” pungkas Eko. (NDV)

Jangan Lewatkan Mengunjungi Pameran IFT

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI hadir di IFT Expo (Foto: Nunung)

Pameran International Farming Technology (IFT) dibuka, Rabu (26/9/2018) di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Jangan lewatkan kesempatan untuk mengunjungi pameran bertaraf internasional ini, masih tersisa dua hari lagi.

IFT diketahui sebagai tempat yang tepat untuk menemukan potensi industri. Masyarakat bisa menjelajahi dan mengenal penemuan terbaru dalam industri perkebunan, pertanian, hingga hasil peternakan maupun perikanan.

Suasana registrasi pengunjung (Foto: Nunung)

Kegiatan IFT merupakan bagian dari pameran gabungan antara pameran Refrigeration & HVAC Indonesia, International Indonesia Seafood and Meat Expo, dan Solar & Energy Storage Indonesia.

Pameran gabungan terpusat ini bisa dijadikan sebagai rujukan yang relevan untuk pertumbuhan bisnis Indonesia. Selain dapat menjumpai para produsen dan pemasok terkemuka dari industri ternama dan internasional, kegiatan seminar edukasi pun digelar.

Salah satunya yang mengadakan seminar adalah Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI). Bertajuk ‘Manajemen Protein Hewani’, ISPI menghadirkan para pakar sebagai pembicara antara lain Eko Sri Haryanto (Mewakili Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia), Prof Dr Ir Ali Agus (Ketua Umum PB-ISPI), Ir Fini Murfiani MSi (Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan), Prof Dr Ir Hardinsyah MS (Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia), Dr dr Damayanti R Sjarif SpA(K) (Pakar Nutrisi RSCM), dan Prof Dr Fransiska R Zakaria (Guru Besar IPB &WHO Indonesia). ** (NDV)

Hindari Kebosanan, Konsumsi Telur dengan Varian Menu

Egg Masala asal India. (Sumber: Google)

Jika bosan mengonsumsi telur ceplok, dadar, atau sambal balado, cobalah berganti menjadi aneka olahan negara tetangga. Beda olahan, asupan gizi telur tetap didapat.

Siapapun tahu bahwa telur memiliki kandungan protein tinggi. Telur juga menjadi menu favorit bagi masyarakat untuk memenuhi asupan gizi setiap hari. Selain praktis dalam mengolahnya, protein hewani ini juga tak sulit untuk didapatkan. Di warung, minimarket, hingga supermarket menyediakan.

Mengolah telur juga banyak ragamnya, sesuai selera. Ada yang senang diceplok, direbus, ada juga yang gemar dijadikan omelet. Kepintaran seorang ibu dalam menyajikan menu yang bervariasi menjadi kunci anak-anaknya tak mudah bosan mengonsumsi telur.

Olahan telur yang monoton bukan hanya membuat anak bosan, namun juga memicu anak enggan menyantap dan mulai beralih ke menu makanan lain yang bisa jadi kandungan gizinya di bawah telur. “Memberi asupan protein dari telur untuk anak tidak harus untuk lauk, tapi juga bisa dibuat kue,” tutur Irmayanti, seorang ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat.

Menurut wanita paruh baya yang pintar masak ini, banyak varian makanan yang bisa diolah dengan menggunakan telur sebagai bahannya. Dalam seminggu, setidaknya tiga hari ia menyiapkan menu telur untuk keluarganya. Olahnya berganti-ganti, mulai dari telur bulat sambal balado, dadar Jawa, kadang dibuat gulai telur. “Kadang kalau hari libur, saya siapkan kue berbahan telur. Anak-anak saya paling suka,” tambahnya.

Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat, Prof Dr Ir Ali Khomsan, juga berpendapat sama. Variasi dalam mengolah telur penting dilakukan agar anak-anak tak mudah bosan mengonsumsi, seperti dibuat omelet, atau dicampur dengan bahan makanan lain, sehingga lebih nikmat dan tidak membosankan. Dengan cara membuat variasi sajian, maka asupan protein dari telur juga bisa menjadi lebih baik.

“Sesuatu yang dimakan secara rutin setiap hari memang membosankan, kecuali makan nasi. Tapi kalau makan telur setiap hari bisa bosan,” ujarnya.

Menurut Ali Khomsan, kebosanan konsumsi telur bisa dihindari jika diselingi dengan sumber protein lainnya. Misal, dalam seminggu divariasi dengan ikan, daging, atau sumber protein lainnya. “Menurut saya, kuliner Indonesia cukup bagus dalam mengolah telur dengan variasi penyajiannya, sehingga tidak membosankan,” tambahnya.

Bijak Konsumsi Telur
Di zaman serba digital saat ini mencari informasi teknik membuat varian menu berbahan telur ayam tidaklah sulit. Cukup banyak portal kuliner, bahkan media sosial, yang menyuguhkan tutorial lengkap memasak makanan berbahan baku telur. Kadang, dilengkapi dengan foto hasil olahan yang menggoda selera.

Jika keluarga bosan dengan sajian telur yang itu-itu saja, tak ada salahnya jika mencoba berganti olahan ala menu negara luar. Misalnya, menu Masala asal India, Huevos Rancheroz dari Meksiko, atau Oeoufs Au Plat Bressane ala Perancis semacam roti yang dipanggang dengan krim dan telur, atau lainnya.

Panduan teknik mengolahnya bisa didapatkan di internet. Cukup ketik “varian menu telur”, dijamin akan muncul puluhan resep pilihan. Dengan tutorial yang lengkap dan mudah, para ibu rumah tangga pasti tak terlalu sulit membuatnya.Varian olahan telur semacam ini akan lebih menarik perhatian anak untuk menyantapnya. Bentuk olahannya beda, namun kandungan gizi dalam telur tetap didapat.

Bagi anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan, asupan gizi dari protein hewani dalam telur sangat dibutuhkan. Kandungan asam amino yang ada di dalam telur juga cukup bagus untuk kesehatan tubuh. Asam amino berperan penting karena membantu pembentukan protein sebagai bahan dasar pembentuk sel, otot, serta sistem kekebalan tubuh.

Bagaimana dengan orang dewasa, benarkah sebaiknya dibatasi mengonsumsi telur setiap hari?

Bagi sebagian orang, mengonsumsi telur setiap hari tidak masalah. Namun ada juga yang khawatir terkena kolesterol. Menurut Ali Khomsan, meskipun nikmat, namun menikmati telur juga harus diperhatikan jumlahnya. “Kita mesti bijak dalam mengonsumsi,” ujarnya.

Ahli gizi ini menjelaskan, sebutir telur ayam mengandung sekitar 250 mg kolesterol. Sedangkan dalam sehari, dianjurkan mengonsumsi kolesterol tidak lebih dari 300 mg. Artinya, kalau dalam sehari mengonsumsi dua butir telur, kita telah mengonsumsi 500 mg kolesterol.

Bagi masyarakat di beberapa negara, seperti Amerika, tidak takut dengan kolesterol. Tapi mereka lebih takut kepada lemak, karena orang Amerika sudah sangat tinggi konsumsi lemaknya. “Lah kalau di Indonesia, saya tidak ingin menakut-nakuti orang makan telur, karena kenyataannya orang Indonesia belum cukup banyak makan telur. Kalau makan telur itu menjadi isu negatif, justru akan membuat masyarakat takut makan telur,” ucapnya.

Menurut dia, untuk orang Indonesia mengonsumsi telur lebih dari satu butir sehari tidak masalah, karena tingkat konsumsi pangan hewan lainnya masih rendah. Tingkat konsumsi susu dan daging pun masih sangat rendah, maka konsumsi telur menjadi alternatif karena harganya lebih murah.

Selain murah, telur juga menjadi sumber protein yang sangat mudah didapatkan. Ali Khomsan menyarankan, kekhawatiran terhadap kandungan  kolesterol pada telur tidak perlu digembar-gemborkan. “Tapi memang kalau setiap hari secara terus-menerus mengonsumsi telur lebih dari satu butir itu kurang bijak. Yang relatif bijak ya satu butir sehari,” ungkapnya.

Varian olahan menu telur. (Sumber: Google)

Kampanye Harus Gencar
Rendahnya tingkat konsumsi telur oleh masyarakat Indonesia selama ini menjadi pemberitaan dari tahun ke tahun. Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian tahun 2016, menunjukkan rata-rata konsumsi telur ayam ras per kapita per tahun 99.796 butir.

Tahun ini, dibandingkan dengan Malaysia, tingkat konsumsi telur di Indonesia juga masih lebih rendah. Konsumsi telur di Indonesia baru 125 butir per kapita per tahun, sementara Malaysia sudah 340 butir.

Menurut Ali Khomasan, upaya peningkatan konsumsi telur ayam (termasuk daging ayam) harus jadi upaya semua pihak secara massif, terstruktur dan terpadu. Sebab itu, kampanye konsumsi telur perlu ditingkatkan lagi.

“Di level masyarakat kampanye ini bisa dilakukan melalui posyandu (pos pelayanan terpadu), di level Nasional paling tidak Direktorat Jenderal Peternakan atau Menteri Pertanian yang mengkampanyekan,” ujarnya.

Jumlah penduduk yang banyak ditambah kemampuan daya beli tinggi, namun tingkat konsumsi rendah tentunya tidak bisa dianggap remeh. Konsumsi daging ayam dan telur seyogyanya menjadi satu diantara pemenuhan kebutuhan protein bagi kesehatan. Otomatis, muaranya adalah peningkatan kualitas manusia sebagai imbas dari tercukupnya konsumsi gizi.

Kampanye gizi dan edukasi kepada masyarakat harus digencarkan. Publik perlu terus diedukasi bahwa daging ayam dan telur merupakan sumber protein hewani yang ekonomis. Jika dilihat perbandingan harga per gram protein antara daging ayam dan telur terhadap daging sapi, susu, domba, kambing, ikan dan lainnya, maka daging ayam dan telur itu lebih murah harganya per kilogram protein. (Abdul Kholis) 

Jadilah Konsumen Ayam Beku yang Baik

Ayam beku. (Sumber: laman PT Karya Pangan Sejahtera)

((Proses pembekuan daging ayam hanya akan menurunkan kualitas kandungan gizi antara 5-10%. Namun, jika daging ayam beku langsung dipanaskan akan menurunkan kandungan gizi antara 20-30%, bahkan bisa sampai 40%.))

Ini fakta yang terjadi di masyarakat, pada awal Agustus lalu. Dua orang ibu rumah tangga sedikit ‘berdebat’ saat membeli daging ayam untuk menu jelang akhir pekan di Pasar Depok Jaya, Depok, Jawa Barat. Terjadi pendapat yang paradoks antara dua wanita itu dalam memilih daging ayam, pilih daging ayam segar atau daging ayam beku.

Sutinah (32 th), warga Perumnas Pancoran, Depok, memilih daging ayam beku, karena harga lebih murah dibanding dengan daging ayam segar. Ia membandingkan, harga daging ayam segar di Pasar Depok Jaya saat itu Rp 39.000 per ekor, sedangkan daging ayam beku hanya Rp 36.500 per ekor, dengan ukuran tak jauh beda.

Sementara Lina (41 th), juga warga Perumnas Pancoran, tetangga Sutinah, lebih memilih daging ayam segar, dengan alasan dagingnya lebih berkualitas dibandingkan dengan daging ayam beku. Bagi ibu rumah tangga ini, selisih harga Rp 3.000 tak dipersoalkan, asalkan ia mendapat kualitas belanjaan yang lebih baik.

Bagi sebagian kaum ibu rumah tangga, selisih harga Rp 1.000 atau Rp 2.000 memang kadang jadi persoalan. Namun bagi sebagian lagi, alasan kualitas kadang mengalahkan selisih harga.

Persoalan dua daging ayam yang berbeda ‘kutub’ (kutub beku dan kutub segar) ini seringkali menjadi perdebatan di masyarakat. Menurut Prof Dr Ir Ali Khomsan, Ahli Gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat, sebenarnya proses yang merusak gizi pada pengolahan daging ayam beku terjadi dalam proses pemanasan, bukan pada saat proses pembekuan.

Proses pembekuan memang dapat mengubah kandungan gizi, namun tidak banyak. Jika pada proses pemanasan bisa merusak kandungan gizi antara 20-30%, bahkan bisa mencapai 40%, pada proses pembekuan hanya sekitar 5-10%.

Ia berpendapat, pembelian ayam beku itu adalah untuk ketersediaan dalam masa-masa tertentu, di saat orang mengalami kesulitan. Misalnya, dia tidak bisa belanja setiap hari, maka daging ayam beku menjadi pilihan untuk ketersediaan. “Tapi bagi orang yang memiliki banyak waktu, membeli daging ayam segar tentu menjadi pilihan utama, karena gizinya masih tetap dan tidak banyak mengalami perubahan. Jadi, beli ayam beku atau segar itu pilihan saja,” ujarnya.

Minimnya Edukasi 
Masih banyaknya anggapan masyarakat bahwa daging ayam beku memiliki kualitas lebih rendah memang tak bisa disalahkan. Bisa jadi ini karena masih minimnya edukasi massal terhadap masyarakat oleh para produsen daging ayam beku. Maka, perlu adanya pencerahan yang lebih, yakni edukasi produsen atau distributor daging ayam beku kepada konsumen perlu digalakkan.

Sebagai informasi, proses daging ayam segar adalah hasil pemotongan yang fresh dari supplier ayam. Misalnya, pukul 06:00 pagi dipotong, langsung tersaji di lapak penjualan. Namun, setelah empat jam kemudian daging sudah terlihat berwarna hijau dan mulai membusuk.

“Salah satu cara mengawetkannya adalah dengan dibekukan. Semua daging hewan yang sudah dipotong dan tidak terkecuali ayam, dagingnya harus dipertahankan dengan rantai dingin, di bawah empat derajat celcius,” ujar Ahli Gizi Universitas Gadjahmada (UGM), Dr Ir Edi Suryanto.

Menurutnya, daging ayam segar yang tanpa pengawet dengan daging ayam beku sama sehatnya. Memang ada kemungkinan daging ayam beku tak bebas dari bakteri maupun kuman, karena ayam tidak langsung diolah atau karena sebab lain. Tetapi, selama penanganannya baik, maka bakteri dan kuman tidak akan bertambah.

Penanganannya bisa berupa daging yang dikemas dengan baik pada suhu konstan, serta tidak terpapar suhu di atas 10°C, sebab jika di atas suhu tersebut akan menjadikan kuman dan bakteri mulai tumbuh dan berkembang. Maka, bisa dibayangkan bagaimana daging ayam segar yang dijajakan hingga berjam-jam terbuka di pasar tradisional. Jika sudah sampai sore daging kelihatan masih segar, maka perlu diwaspadai.

Kualitas daging ayam beku juga sangat dipengaruhi oleh perlakuan dalam penyimpanannya. Kembali menurut Ali Khomsan, ayam beku yang sudah dicairkan sebaiknya segera diolah, jangan dibekukan kembali. “Ini yang tidak diperkenankan, karena kualitasnya tidak bagus lagi,” ujarnya.

Karena itu, ia menyarankan, agar mencairkan daging ayam beku sesuai takaran kebutuhan, untuk menghindari pengulangan pembekuan di freezer.

Pasar ayam beku. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)

Cairkan dengan Benar
Lantas bagaimana perlakuan daging ayam beku yang baik? Menurut Ali Khomasan, sudah pasti harus ada perlakuan beda dalam mengolah daging ayam beku, sebelum sampai ke meja makan. Pemilihan daging ayam segar atau daging beku, sangat tergantung pada waktu pengolahan. Jika memang akan langsung diolah dan dikonsumsi pada hari itu juga, maka daging segar menjadi pilihan yang baik.

Akan tetapi saat ini, berbelanja tak hanya dilakukan setiap hari, namun juga mingguan atau bahkan bulanan. Karena itu, daging ayam beku bisa menjadi pilihan.

Berapa lama daging ayam dapat disimpan dalam kondisi beku? Sebuah artikel di laman PT Karya Pangan Sejahtera, distributor daging ayam beku di Bogor, Jawa Barat, menyebutkan, daging ayam beku memiliki waktu penggunaan. Untuk daging ayam beku utuh dalam kondisi mentah dapat disimpan hingga 12 bulan, sedangkan potongan daging ayam beku mentah dapat disimpan sekitar sembilan bulan.

Untuk menjaga kandungan vitamin dan rasa dari daging ayam beku, perhatikan pula cara penyimpanannya. Disarankan untuk menyimpan daging ayam beku pada suhu  di bawah nol derajat celsius, yakni sekitar -15°C sebelum dicairkan dan diolah.

Membekukan daging ayam atau membeli daging ayam beku memang efektif untuk menjaganya tetap awet. Namun, perlu diperhatikan cara mencairkannya agar tetap aman saat dikonsumsi.

Ali Khomsan menyarankan, proses pencairan daging ayam beku dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, bisa disimpan di ruang suhu kamar, maka daging beku akan kembali menjadi daging segar untuk siap diolah. Kedua, ada juga mencairkan daging beku dengan cara direndam di dalam air biasa, sehingga lama-kelamaan bekuan es-nya akan mencair.

Selama ini, masih ada masyarakat yang melakukan pencairan daging ayam beku langsung dengan merendam atau menyiramkan air panas. Memang, cara ini mempercepat waktu melelehkan bekuan es pada daging. Namun, cara ini sangat tidak disarankan. “Sebaiknya pencairan daging beku tidak dengan merendam pada air panas, karena performa dan tekstur dagingnya menjadi beda. Pencairan yang baik ya bertahap, melalui rendaman air biasa atau di ruang suhu kamar,” pungkasnya.

Jika pencairan dilakukan dengan cara memanaskan daging beku, maka akan merusak performa dan tekstur daging ayam. Selain itu, kandungan gizi pada daging akan mengalami  penuruann drastis. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer