-->

MENJAGA SALURAN PENCERNAAN TERNAK TETAP SEHAT

Ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Di tengah kondisi ketidakpastian harga bahan baku pakan seperti jagung, bungkil kedelai, dan produk bahan baku impor atau lokal lainnya berdampak terhadap fluktuasi dan peningkatan harga pakan di pasaran.

Hal tersebut didukung dengan Keputusan Badan Pangan Nasional yang secara resmi menetapkan harga pembelian pemerintah untuk jagung di tingkat petani sebesar Rp 5.500/kg, melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 18/2025. Ini merupakan tantangan bagi peternak dan nutrisionis dalam mencari alternatif sumber energi bahan baku pengganti jagung agar harga formulasi pakan masih terjangkau.

Michael H. Kogut dan Glenn Zhang, dalam bukunya berjudul “The Microbiomes of Humans, Animals, Plants, and the Environment” menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir, pakan yang dikonsumsi oleh hewan sangat memengaruhi kondisi mikrobiota usus, fisiologi, kekebalan tubuh, dan kesehatan saluran pencernaan.

Sementara itu, J. Pratt • J. Hromadkova • L. L. Guan dari Department of Agricultural, Food and Nutritional Science, University of Alberta, Edmonton, AB, Canada melakukan penelitian tentang “Mikrobiota Usus dan Gut Brain Axis pada Anak Sapi yang Baru Lahir” tentang jenis probiotik (psikobiotik) yang memengaruhi fungsi kognitif dan tumbuh kembang melalui sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), efek imun langsung, dan berbagai jalur saraf, hormonal, dan metabolik yang terkait dengan mikrobiota usus.

Evaluasi Faktor yang Pengaruhi Kesehatan Saluran Pencernaan
Presisi dalam pemilihan kualitas nutrisi pakan dan komposisi formulasi bahan baku pakan sangat penting untuk menunjang kesehatan saluran pencernaan. Pemilihan bahan baku pakan dapat dimulai dari menganalisis kandungan nutrisinya melalui analisis proksimat, saat ini sudah banyak tools pendukung seperti NIRs (Near-infrared spectroscopy) untuk melakukan analisis nutrisi bahan baku secara cepat.

Pemeriksaan antinutrisi pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

SOLUSI KESEHATAN SALURAN PENCERNAAN: FITOGENIK SEBAGAI BILE SALT HIDROLASE INHIBITOR

Infeksi saluran pencernaan (enteric diseases) telah menjadi masalah kesehatan dan juga ekonomi dalam industri peternakan, yang menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan, peningkatan mortalitas, dan biaya produksi. Berbagai bakteri patogen seperti Clostridium spp, Escherichia coli, Salmonella spp, merupakan penyebab utama infeksi saluran pencernaan unggas yang kerap ditemui.




MEMBUAT PENCERNAAN BEKERJA OPTIMAL

Hindari ayam dari kondisi stres. (Sumber: Poultryworld.net)

Agar nutrisi yang terkandung di dalam pakan dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilaip pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius, atau bahkan kombinasi keduanya.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi Agustiyanto, peternak broiler kemitraan asal Rumpin Kabupaten Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP mulai diberlakukan dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin rumit karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem, sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat antidiare, namun bukannya sembuh malah diare berdarah gitu. Kemudian saya langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Supendi.

Saat itu ayamnya sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badan masih di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih dalam dan melakukan pembenahan, utamanya dalam manajemen pemeliharaan.

Membenahi Manajemen
Disampaikan oleh Nutrisionis CV Kawa Jaya Sakti, William Widjaya, bahwa pemikiran peternak harus diubah di zaman sekarang, utamanya soal pakan. Dengan kondisi seperti saat ini, banyak perusahaan pakan mencari alternatif pengganti AGP untuk membantu peternak dalam menjaga performa ayam di kandang.

“Mereka masih menganggap pakan merek A, B, dan lain sebagainya sudah enggak sebagus dulu. Padahal tiap formula berbeda, tinggal bagaimana peternaknya,” kata dia.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini AGP sudah dilarang penggunannya, berarti peternak harus mengupayakan peningkatan dari segi pemeliharaan, misal dengan menggunakan kandang sistem semi tertutup atau full tertutup (closed house).

Hal senada juga disampailan oleh Drh Agustin Polana, seorang praktisi perunggasan. “Pemerintah sudah mengesahkan bahwa AGP tidak boleh, sekarang ayo kita benahi yang lain. Pakan bukan satu-satunya yang memengaruhi performa saluran pencernaan, masih ada yang lainnya. Intinya, kita percayakan nutrisi pada yang ahli.”

Banyak Penyebabnya
Selain pakan, ada beberapa faktor lain yang wajib diperhatikan agar saluran pencernaan sehat dan bekerja secara optimal. Pertama, akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

GANGGUAN EKUILIBRIUM GASTROINTESTINAL: DYSBIOSIS DAN GUT HEALTH

Gambaran patologi-anatomis problem dysbiosis lapangan sangatlah bervariasi, tergantung faktor penyebab yang umumnya lebih dari satu. Mulai dari perubahan dinding dan permukaan jaringan usus, kondisi lendir alias mukus yang ada, serta kondisi isi lumen usus. Oleh sebab itu, dalam menegakkan diagnosis lapangan terkait dengan dysbiosis haruslah dengan sistematika yang tepat dan secara holistik.

Oleh: Tony Unandar
Private Poultry Farm Consultant - Jakarta

Terminologi dysbiosis (dysbacteriosis) secara praktis mulai dikenal dan popular di tengah hingar-bingarnya kebijakan pelarangan penggunaan AGP (antibiotic growth promotor) dalam pakan ternak di banyak negara, termasuk Indonesia. Adalah Ducatelle et al., 2015; yang pertama kali mengemukakan pandangannya bahwa dysbiosis akan menjadi tantangan terselubung yang dahsyat dan tidak bisa dianggap enteng bagi aspek efisiensi industri perunggasan modern. Tulisan singkat ini selain berisi observasi dan diskresi penulis dalam mengulik kasus yang disebabkan multifaktor ini di lapangan, juga disertai pemahaman lebih lanjut melalui publikasi ilmiah yang tergolong paling gres.

Kesehatan Usus
Hippocrates (460-370 sebelum Masehi), bapak kedokteran purba pernah mengemukakan suatu dalil bahwa semua penyakit dimulai atau berasal dari saluran cerna, khususnya usus.  Pasca pakan non-AGP, dalil ini seolah memberikan inspirasi segar bagi beberapa peneliti perunggasan universal, dimana kondisi saluran cerna yang sehat (gut health) adalah dasar atau pondasi utama bagi kesehatan ayam modern, krusial untuk reaksi imunitas tubuh dan performa yang optimal, serta ekuilibrium fungsi-fungsi fisio-endokrin yang ujung-ujungnya adalah profit yang maksimal secara ekonomis (Shehata et al., 2022).

Untuk pertama kalinya pada 2016, kesehatan usus alias kesehatan saluran cerna didefinisikan sebagai suatu kondisi absennya pelbagai bentuk gangguan ataupun penyakit pada saluran cerna, sehingga kompetensi induk semang/hospes dalam mengekspresikan fungsi-fungsi fisiologisnya dapat terjadi secara optimal yang selanjutnya mampu meredam dengan baik dampak stresor yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Kogut, 2016).

Pada tahap lanjut, kesehatan usus didefinisikan sebagai suatu keadaan ideal yang stabil (steady state), dimana interaksi antara mikrobiom (mikrobiota usus) dan saluran usus berada dalam keadaan ekuilibrium yang simbiotik, dalam arti antara kesejahteraan hospes dan performa tidak lagi dibatasi oleh hal-hal terkait dengan disfungsi saluran usus itu sendiri (Celi et al., 2016).

Dari beberapa deskripsi di atas jelas bahwa secara holistik kesehatan usus terjadi akibat interaksi yang kompleks dan ekuilibrium dari pelbagai komponen, yaitu mikrobiota usus yang homeostatik (eubiosis), status umum hospes (dalam hal ini ayam) yang prima, dan kondisi lingkungan (environmental factors) yang ideal untuk menjaga kelangsungan kondisi homeostatik yang berkesinambungan (Wickramasuriya et al., 2022; Salahi et al., 2025).

Eubiosis dan Dysbiosis (Dysbacteriosis)
Dalam kondisi normal, tiap individu (ayam) yang sehat terdapat komunikasi dan regulasi dua arah yang intens antara... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (TOE)

SEKALI LAGI SOAL GUT HEALTH

Gambar skematis struktur lapisan epitelium usus halus pada ayam modern, dimana terdapat bentukan kripta dan vili, serta sel-sel puncah dari zona kripta yang sudah mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi enterocytes, goblet cells, paneth cells dan enteroendocrine cells.

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Pasca pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotors) dalam pakan, publikasi dan diskusi ilmiah terkait kesehatan saluran cerna (gut health) di tataran global maupun nasional seolah tak lekang oleh waktu.  Banyaknya faktor yang terlibat dan beragamnya interaksi antar faktor yang ada ternyata tidak mudah bagi seorang praktisi lapangan untuk melacak akar gangguan kesehatan saluran cerna yang kerap menerpa ayam modern. Tulisan singkat ini mencoba menelisik bagaimana secara alamiah sistem saluran cerna khususnya usus halus dalam menunaikan peranannya sebagai tempat proses pencernaan dan absorpsi nutrisi, serta sebagai bagian sistem pertahanan tubuh dalam menghadang laju patogen via mukosa.

Ditinjau dari sudut sistem pertahanan tubuh, permukaan selaput lendir (mukosa) dari saluran-saluran pernapasan, pencernaan (gastro-intestinal) dan reproduksi (oviduk) pada ayam modern dilindungi suatu lapisan sel-sel epitelium yang tidak hanya bertanggung jawab untuk mendeteksi keberadaan suatu mikroorganisme (komensal maupun patogen), tetapi juga penting peranannya untuk menginisiasi reaksi imunitas ayam dalam rangka mengontrol populasi serta aktivitas mikroba komensal dan/atau mikroorganisme (partikel) asing lainnya.

Itulah sebabnya, jika integritas lapisan epitelium terganggu oleh pelbagai sebab (misal heat stress), maka kondisi yang ada akan memperbesar peluang terjadinya sergapan patogen yang berada di sekitar mukosa karena lumpuhnya barier terdepan pertahanan tubuh tersebut.

Mukosa Saluran Cerna 
Pada dasarnya usus halus merupakan lokasi utama terjadinya proses pencernaan dan penyerapan bahan-bahan nutrisi bagi ayam modern. Sel-sel lapisan epitelium mukosa usus halus selain dapat bertindak sebagai “transporter” (pengangkut) unsur-unsur nutritif dari lumen usus ke dalam sistem sirkulasi dan melakukan sekresi beberapa enzim pencernaan serta hormon, juga berfungsi sebagai barier mekanis maupun imunofisiologis bagi bibit penyakit (patogen) melalui sekresi pelbagai molekul kimiawi seperti glikoprotein, lisosim ataupun defensin yang dapat membunuh patogen yang mengancam integritas dinding usus halus (Gilbert et al., 2007; Peterson et al., 2014).

Ditinjau dari sisi morfologisnya, lapisan epitelium mukosa usus halus tidak hanya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2023. (toe)

KONSEP KESEHATAN USUS YANG (TERNYATA TIDAK) SESEPELE ITU

Foto: Istimewa

“Semua penyakit berawal dari usus/saluran pencernaan” kata Hippocrates, 460-370 SM. Apakah Anda setuju dengan pernyataan Hippocrates yang diutarakan jauh ratusan tahun sebelum masehi tersebut? Anda boleh setuju, boleh tidak. Namun kenyataannya jika berbicara lingkup spesies yang lebih kecil, ayam misalnya, mau tidak mau sepertinya saya setuju dengan pernyataan tersebut.

Dalam hubungan antara keberhasilan produksi dan kesehatan ayam, sangat lazim bahwa kebanyakan stakeholder menggolongkan dua faktor yang paling penting dan harus dijaga agar performa produksi tercapai dengan maksimal. Dua faktor tersebut adala kesehatan saluran pernapasan (beberapa menggunakan istilah respiratory integrity) dan kesehatan saluran pencernaan (gut health/gut integrity).

Fokus pada kesehatan saluran pencernaan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita mendefinisikan gut health atau kesehatan usus? Istilah usus sudah jelas tetapi mengartikan kesehatan bisa menjadi tantangan tersendiri karena maknanya bisa sangat subjektif. Biasanya, kesehatan bisa diartikan sebagai kondisi tidak adanya penyakit. Kemudian kembali muncul pertanyaan, apakah hanya itu?

Dewasa ini, kesehatan usus didefiniskan sebagai kemampuan usus untuk melakukan fungsi fisiologisnya secara normal. Status kesehatan usus dihasilkan dari interaksi dinamis dari tiga komponen utama, mikrobioma, sistem kekebalan dan pengaruh eksternal, terutama nutrisi, mikroba, racun atau narkoba. Baru-baru ini, kesehatan usus alias gut health didefinisikan sebagai kemampuan usus untuk melakukan fungsi fisiologis normalnya, dimana mencakup fungsi mempertahankan homeostasis, sehingga mendukung kemampuannya untuk menghadapi faktor infeksius dan non-infeksius (Kogut et al., 2017).

Konsep kesehatan usus itu pula yang akhirnya membuat gagasan AGP digunakan pada masa lampau. AGP (antibiotic growth promotor) menjadi solusi yang sangat efisien dan efektif untuk mencapai status kesehatan usus meskipun pada akhirnya menimbulkan banyak pro dan kontra. Kita tahu selama beberapa dekade terakhir (atau bahkan lebih di beberapa negara), ada  kampanye global untuk mengurangi penggunaan antibiotik sebagai AGP dan mengadopsi pendekatan One Health untuk penggunaannya. Antibiotik yang sebelumnya sebagai pemacu pertumbuhan adalah imbuhan yang sangat berguna dan biasanya dianggap sebagai standar emas (gold standard) untuk membantu ternak mencapai potensi genetiknya.

Filsuf asal Jerman, Ludwig Feurbach (1848), pertama kali menyebutkan frase “We are what we eat”, kita adalah apa yang kita makan. Hal ini sepertinya benar adanya, karena kita sepakat pengaruh eksternal dimana salah satunya kondisi nutrisi yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, komposisi nutrisi, keseimbangan vitamin, makro dan mikro mineral dan lain sebagainya ternyata juga memberikan hasil yang berbeda pula dalam pertumbuhan hewan ternak.

Penggunaan AGP sekarang tidak lagi dilakukan. Mengurangi atau menghilangkan penggunaan AGP, bagaimanapun sering dikaitkan dengan terjadinya peningkatan insidensi gangguan usus. Memang masih ada beberapa kerancuan, tetapi jika total secara langsung melepas AGP (tanpa diiringi penambahan bahan pengganti) memang terdapat perubahan cukup signifikan terhadap kondisi usus.

Hal itu didukung beberapa parameter terkait jumlah mukosa, struktur dan fungsi epitel, gambaran vili-vili usus, jumlah bakteri koloni dalam usus, bahkan terdapat pula data terkait usus dan fungsinya sebagai organ imunitas (Broom, 2018).  Sehingga memahami hubungan antara pengaruh eksternal (nutrisi, faktor infeksius, lingkungan), faktor internal (mikrobiom/flora bakteri dalam usus) dan respon host (kondisi hewan) menjadi sangat penting untuk keberhasilan dalam mengurangi penggunaan antibiotik dalam pemeliharaan hewan ternak.

Usus yang baik dihuni oleh bakteri-bakteri yang membantu proses metabolisme dan pencernaan. Bakteri seperti bakteri asam laktat, bakteri yang memproduksi asam butirat, dan bakteri gram negatif seperti E. coli pun memiliki fungsi sendiri dalam habitat usus. Berbagai faktor telah dilaporkan memengaruhi pembentukan mikrobiota. Usia, makanan/diet dan obat-obatan umumnya dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh, tetapi sekarang faktor lingkungan, manajemen perkandangan, biosekuriti, litter/alas, semuanya telah terbukti ikut andil dalam keragaman mikrobiota usus. Pada tiga penelitian ditemukan hasil bahwa kontak dengan ayam dewasa memiliki pengaruh kuat pada komposisi mikrobiota usus anak ayam (Kubasova et al., 2019).

Penelitian lain juga menunjukkan faktor induk berpengaruh pada komposisi mikrobiota usus anak babi (PaBlack et al., 2015) dan penelitian lainnya menunjukkan bahwa usus hewan muda dipengaruhi pula oleh induk dan bisa jadi terkena mikroorganisme sebelum dilahirkan (babi) dan ditetaskan (unggas) (Leblois et al., 2017; Lee et al., 2019).

Respon host sendiri berarti kaitan saluran pencernaan dengan sistem organ yang lain, seperti contoh jika host/hewan ternak kita ternyata memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, pastilah ada efek yang ditimbulkan juga pada status kesehatan usus. Sehingga nantinya akan muncul pertanyaan, mana yang duluan mengganggu?

Akhirnya, kita dapat melihat sejumlah konsep komersial yang dikembangkan untuk mendukung topik ini, bahkan sekarang sudah banyak sekali berbagai jenis produk dan layanan yang tersedia di pasaran. Tujuan utama untuk mencapai status “healthy gut” yang menjadi fokus industri di era penggunaan antibiotik yang lebih bijaksana saat ini diantaranya meliputi penyediaan kandang pemeliharaan yang lebih modern, program vaksinasi dan kesehatan ternak, pencegahan penyakit imunosupresif, kesehatan induk, pemberian imbuhan non-AGP untuk ternak, nutrisi yang optimal serta terjangkau dan lain sebagainya.

Dua halaman sepertinya memang tidak akan cukup untuk membahas kesehatan usus yang ternyata tidak sesepele itu. Namun pada prinsip dan praktiknya, poin-poin penting terkait faktor eksternal, internal dan respon host harusnya sudah cukup mudah untuk diterapkan dengan pemahaman yang lebih sederhana. Seperti misalnya jika pada ayam broiler, jika pakan yang diberikan baik, manajemen pemeliharaan dan kesehatan baik, sumber indukan baik (sehingga DOC juga sehat), akan menghasilkan performa maksimal. ***

Ditulis oleh:
M. Yulianto (Ian) Wibowo
T&S Manager Anpario Biotech Indonesia,
dokter hewan dan peternak ayam broiler

MENJAGA KESEHATAN SALURAN PENCERNAAN BERSAMA GALLINAT PLUS


Derek Dretzler menyampaikan materi dalam webinar


Pasca dilarangnya penggunaan AGP dalam pakan ternak oleh pemerintah, masalah kesehatan saluran cerna menjadi hal yang kerap terjadi dalam suatu peternakan. Hal tersebut disampaikan oleh Didi Widjaja National Sales Manager Jefo Nutrition Indonesia dalam sebuah webinar bertajuk "Gut Health How We Can Manage This In Challanging Time", Selasa (22/3) melalui daring Zoom Meeting. Acara tersebut digagas oleh Jefo Nutrition Indonesia dan BEC Feed Solution Indonesia.

Dalam webinar tersebut dikupas banyak mengenai cara menjaga kesehatan saluran pencernaan pada unggas. Tidak main - main, narasumber yang dihadirkan yakni para pakar perunggasan baik nasional maupun internasional. 

Presenter pertama yakni Tony Unandar, anggota dewan pakar ASOHI sekaligus konsultan perunggasan yang tentu sudah tak asing lagi di dunia perunggasan Indonesia. Dalam presentasinya Tony mengatakan bahwa gangguan pada saluran pencernaan merupakan suatu kejadian kompleks yang disebabkan oleh multifaktor. 

"Dokter hewan harus dapat menganalisis dengan cermat sebelum menegakkan diagnosis dan memberikan treatment pada kasus gangguan pencernaan, jangan sampai salah apalagi kasus yang terkait penggunaan antibiotik," tutur Tony.

Lalu kemudian Tony menjabarkan banyak fakta dan pengalamannya dalam menghadapi kasus - kasus penyakit yang berkaitan dengan saluran pencernaan pada unggas. Secara detil ia merinci beberapa perbedaan penyakit infeksius seperti koksidiosis, nekrotik enteritis, dan salmonellosis.

Kemudian presenter berganti pada David Marks selaku Intensive Livestock Specialist Jefo. Dia menjelaskan mengenai manajemen pemeliharaan terkait pemeliharaan ayam yang mengendepankan pendekatan holistik dalam meminimalisir penyakit pada saluran pencernaan.

Lalu presentasi dilengkapi oleh Derek Detzler Global Technical Manager Poultry Jefo. Yang menarik dalam presentasinya, selain menjelaskan mengenai produk Gallinat Plus yang juga di launching pada hari itu.Gallinat Plus merupakan produk feed additif yang merupakan kombinasi antara asam organik dan essential oil yang berfungsi menjaga kesehatan saluran pencernaan pada ayam.

Yang menarik dari presentasi adalah ketika Derek juga membeberkan secara langsung trial yang dilakukan di farm miliknya. Terlebih lagi ketika dirinya menghadapi pembatasan penggunaan antibiotik di negaranya.

"Saya juga seorang peternak, pembatasan antibiotik di negara kami membuat kami beralih, dan kalau dibilang saya hanya mempromosikan produk ini secara teknik, saya rasa kurang tepat, karena saya juga mencobanya di farm saya, dan performa di farm kami overall bagus," tutur Derek.

Di akhir sesi diadakan sesi tanya jawab yang cukup interaktif dimana pertanyaan dari audiens dijawab dengan jelas dan dapat dimengerti secara seksama. Selain itu dibagikan juga beberapa doorprize kepada para audiens. (CR)

DISKUSI VIRTUAL BIOMIN : FOKUS PADA REDUKSI PENGGUNAAN ANTIMIKROBIAL PADA PAKAN


Biomin menggelar diskusi daring secara interaktif untuk menyelesaikan permasalahan terkait

Jumat (10/12) yang lalu Biomin menggelar diskusi virtual yang bertajuk "Antimicrobial Reduction in Feed, Your Question Answered". Sebelumnya, dalam diskusi tersebut peserta undangan diminta mengirimkan pertanyaan terkait masalah peternakan terutama yang berkaitan dengan penggunaan antimikroba dalam pakan, yang kemudian dijawab oleh para expert dari Biomin.

Hadir sebagai narasumber nama - nama seperti Neil Gannon Regional Product Manager Gut Health, Maia Segura Wang dari divisi R&D Biomin, dan Lorran Gabrado selaku Global Product Manager Mycotoxin Risk Management. Acara tersebut dimoderatori oleh Michele Muccio Regional Product Manager Mycotoxin Management dari Biomin.

Dalam presentasinya yang singkat, Neil Gannon mengatakan bahwa dunia menghadapi permasalahan terkait penggunaan antimikroba yang berlebihan, khususnya di bidang peternakan. Ia menjelaskan bahwasanya residu antimikroba pada produk hewan merupakan masalah yang serius. Hal tersebut berkaitan dengan kualitas produk. Selain itu masalah lain yang ditimbulkan adalah menyebarnya bakteri yang resisten terhadap antimikroba yang menyebar melalui produk hewani yang dikonsumsi oleh manusia, 

"Dengan begitu apabila ada mikroba yang menginfeksi manusia tentunya akan menjadi sulit disembuhkan karena mikroba tersebut resisten terhadap antimikroba, ini masalah yang serius bagi peternakan kita," tutur Neil.

Meneruskan pendapat Neil, Maia Segura mengatakan bahwasanya masalah diperparah dengan performa dan produksi hewan. Menurutnya di era dimana antimikroba sudah tak lagi digunakan, tentunya performa dan produksi dari ternak harus "diakali" sedemikian rupa dan peternak maupun stakeholder yang berkecimpung harus pandai - pandai dalam meracik formulasi pakan baik secara komposisi hingga feed additive yang digunakan.

"Banyak sekali hal yang harus diganti, tadinya kita bisa menggunakan antikoksidia seperti diclazuril, atau Zinc Basitrasin untuk menjaga performa, sekarang mereka tidak dapat lagi digunakan, karenanya dibutuhkan alternatif lain pengganti sediaan tersebut agar performa tetap terjaga," tuturnya.

Sementara itu, Lorran Gabardo memaparkan akan bahaya mikotoksin ditengah isu penggunaan antimikroba tersebut. Menurutnya stakeholder banyak yang "lalai" dan terkesan mengesampingkan keberadaan mikotoksin, padahal mikotoksin dalam pakan juga dapat mempengaruhi performa ternak, bahkan mengganggu program kesehatan yang diterapkan di farm.

"Contohnya DON (Dioxynivalenol) alias vomitoksin yang dihasilkan kapang Fusarium sp. mereka terbukti dapat menghambat efektivitas program vaksinasi pada ternak unggas. Ini juga merupakan masalah yang cukup serius," tutur Lorran.

Dalam sesi tanya jawab secara live, baik Lorran, Neil, dan Maia menjawab berbagai pertanyaan dari para audience terkait mikotoksin, kesehatan saluran pencernaan, serta tips dan trik terkait pemilihan dan penggunaan feed additive pada pakan agar performa lebih maksimal (CR)


ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer