“Semua penyakit berawal dari usus/saluran pencernaan” kata Hippocrates, 460-370 SM. Apakah Anda setuju dengan pernyataan Hippocrates yang diutarakan jauh ratusan tahun sebelum masehi tersebut? Anda boleh setuju, boleh tidak. Namun kenyataannya jika berbicara lingkup spesies yang lebih kecil, ayam misalnya, mau tidak mau sepertinya saya setuju dengan pernyataan tersebut.
Dalam hubungan antara keberhasilan produksi dan kesehatan ayam, sangat lazim bahwa kebanyakan stakeholder menggolongkan dua faktor yang paling penting dan harus dijaga agar performa produksi tercapai dengan maksimal. Dua faktor tersebut adala kesehatan saluran pernapasan (beberapa menggunakan istilah respiratory integrity) dan kesehatan saluran pencernaan (gut health/gut integrity).
Fokus pada kesehatan saluran pencernaan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita mendefinisikan gut health atau kesehatan usus? Istilah usus sudah jelas tetapi mengartikan kesehatan bisa menjadi tantangan tersendiri karena maknanya bisa sangat subjektif. Biasanya, kesehatan bisa diartikan sebagai kondisi tidak adanya penyakit. Kemudian kembali muncul pertanyaan, apakah hanya itu?
Dewasa ini, kesehatan usus didefiniskan sebagai kemampuan usus untuk melakukan fungsi fisiologisnya secara normal. Status kesehatan usus dihasilkan dari interaksi dinamis dari tiga komponen utama, mikrobioma, sistem kekebalan dan pengaruh eksternal, terutama nutrisi, mikroba, racun atau narkoba. Baru-baru ini, kesehatan usus alias gut health didefinisikan sebagai kemampuan usus untuk melakukan fungsi fisiologis normalnya, dimana mencakup fungsi mempertahankan homeostasis, sehingga mendukung kemampuannya untuk menghadapi faktor infeksius dan non-infeksius (Kogut et al., 2017).
Konsep kesehatan usus itu pula yang akhirnya membuat gagasan AGP digunakan pada masa lampau. AGP (antibiotic growth promotor) menjadi solusi yang sangat efisien dan efektif untuk mencapai status kesehatan usus meskipun pada akhirnya menimbulkan banyak pro dan kontra. Kita tahu selama beberapa dekade terakhir (atau bahkan lebih di beberapa negara), ada kampanye global untuk mengurangi penggunaan antibiotik sebagai AGP dan mengadopsi pendekatan One Health untuk penggunaannya. Antibiotik yang sebelumnya sebagai pemacu pertumbuhan adalah imbuhan yang sangat berguna dan biasanya dianggap sebagai standar emas (gold standard) untuk membantu ternak mencapai potensi genetiknya.
Filsuf asal Jerman, Ludwig Feurbach (1848), pertama kali menyebutkan frase “We are what we eat”, kita adalah apa yang kita makan. Hal ini sepertinya benar adanya, karena kita sepakat pengaruh eksternal dimana salah satunya kondisi nutrisi yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, komposisi nutrisi, keseimbangan vitamin, makro dan mikro mineral dan lain sebagainya ternyata juga memberikan hasil yang berbeda pula dalam pertumbuhan hewan ternak.
Penggunaan AGP sekarang tidak lagi dilakukan. Mengurangi atau menghilangkan penggunaan AGP, bagaimanapun sering dikaitkan dengan terjadinya peningkatan insidensi gangguan usus. Memang masih ada beberapa kerancuan, tetapi jika total secara langsung melepas AGP (tanpa diiringi penambahan bahan pengganti) memang terdapat perubahan cukup signifikan terhadap kondisi usus.
Hal itu didukung beberapa parameter terkait jumlah mukosa, struktur dan fungsi epitel, gambaran vili-vili usus, jumlah bakteri koloni dalam usus, bahkan terdapat pula data terkait usus dan fungsinya sebagai organ imunitas (Broom, 2018). Sehingga memahami hubungan antara pengaruh eksternal (nutrisi, faktor infeksius, lingkungan), faktor internal (mikrobiom/flora bakteri dalam usus) dan respon host (kondisi hewan) menjadi sangat penting untuk keberhasilan dalam mengurangi penggunaan antibiotik dalam pemeliharaan hewan ternak.
Usus yang baik dihuni oleh bakteri-bakteri yang membantu proses metabolisme dan pencernaan. Bakteri seperti bakteri asam laktat, bakteri yang memproduksi asam butirat, dan bakteri gram negatif seperti E. coli pun memiliki fungsi sendiri dalam habitat usus. Berbagai faktor telah dilaporkan memengaruhi pembentukan mikrobiota. Usia, makanan/diet dan obat-obatan umumnya dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh, tetapi sekarang faktor lingkungan, manajemen perkandangan, biosekuriti, litter/alas, semuanya telah terbukti ikut andil dalam keragaman mikrobiota usus. Pada tiga penelitian ditemukan hasil bahwa kontak dengan ayam dewasa memiliki pengaruh kuat pada komposisi mikrobiota usus anak ayam (Kubasova et al., 2019).
Penelitian lain juga menunjukkan faktor induk berpengaruh pada komposisi mikrobiota usus anak babi (PaBlack et al., 2015) dan penelitian lainnya menunjukkan bahwa usus hewan muda dipengaruhi pula oleh induk dan bisa jadi terkena mikroorganisme sebelum dilahirkan (babi) dan ditetaskan (unggas) (Leblois et al., 2017; Lee et al., 2019).
Respon host sendiri berarti kaitan saluran pencernaan dengan sistem organ yang lain, seperti contoh jika host/hewan ternak kita ternyata memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, pastilah ada efek yang ditimbulkan juga pada status kesehatan usus. Sehingga nantinya akan muncul pertanyaan, mana yang duluan mengganggu?
Akhirnya, kita dapat melihat sejumlah konsep komersial yang dikembangkan untuk mendukung topik ini, bahkan sekarang sudah banyak sekali berbagai jenis produk dan layanan yang tersedia di pasaran. Tujuan utama untuk mencapai status “healthy gut” yang menjadi fokus industri di era penggunaan antibiotik yang lebih bijaksana saat ini diantaranya meliputi penyediaan kandang pemeliharaan yang lebih modern, program vaksinasi dan kesehatan ternak, pencegahan penyakit imunosupresif, kesehatan induk, pemberian imbuhan non-AGP untuk ternak, nutrisi yang optimal serta terjangkau dan lain sebagainya.
Dua halaman sepertinya memang tidak akan cukup untuk membahas kesehatan usus yang ternyata tidak sesepele itu. Namun pada prinsip dan praktiknya, poin-poin penting terkait faktor eksternal, internal dan respon host harusnya sudah cukup mudah untuk diterapkan dengan pemahaman yang lebih sederhana. Seperti misalnya jika pada ayam broiler, jika pakan yang diberikan baik, manajemen pemeliharaan dan kesehatan baik, sumber indukan baik (sehingga DOC juga sehat), akan menghasilkan performa maksimal. ***
Ditulis oleh:
M. Yulianto (Ian) Wibowo
T&S Manager Anpario Biotech Indonesia,
dokter hewan dan peternak ayam broiler