-->

KEMENTAN DAN SWASTA MENYATUKAN KOMITMEN PERANGI AMR

Lokakarya Kementan Dengan Swasta, Membahas AMR
(Foto : Istimewa)


Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor kesehatan hewan dalam mencapai kesehatan masyarakat dengan tetap memastikan produktivitas perunggasan yang berkelanjutan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) serta dukungan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), menginisiasi lokakarya penting tentang pendekatan Keterlibatan Sektor Swasta/Private Sector Engagement (PSE) dalam pengendalian resistensi antimikroba.

Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Trembesi BSD, Tangerang Selatan (19/08). Dalam lokakarya tersebut dipertemukanlah pemangku kepentingan utama dari sektor pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha perunggasan untuk membahas penyusunan indikator pengendalian AMR di sektor kesehatan hewan melalui penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab dalam peternakan unggas.

Acara ini juga sebagai ajang inisiatif untuk mensinergikan arah kebijakan nasional jelang pemerintahan baru dan dalam rangka menyiapkan rencana aksi nasional Rencana Aksi Nasional (RAN) pengendalian AMR periode 2025-2029, dengan fokus pada pengurangan penggunaan antibiotik di peternakan unggas yang akan berdampak pada kesehatan masyarakat.

Lokakarya ini memberikan ruang bagi sektor swasta untuk berkontribusi pada pengembangan regulasi dan kebijakan, yang kemudian menghasilkan komitmen signifikan dari sektor swasta yaitu menyetujui penyelarasan indikator target untuk RAN AMR 2025-2029 serta bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan strategi bersama guna menangani ancaman global "pandemi senyap" yang mendesak akibat AMR.

Komitmen tersebut meliputi dukungan terhadap larangan bertahap penggunaan antibiotik sebagai langkah pencegahan dalam peternakan unggas untuk mengatasi AMR dan mempromosikan praktik peternakan yang berkelanjutan. Selain itu, pertemuan ini juga membahas potensi implikasi dalam menyikapi dinamika perubahan arah kebijakan, memastikan pemerintah dan sektor swasta dapat selalu bersinergi membangun peternakan unggas yang lebih baik dan menjadikan Indonesia teladan bagi negara lain dalam pengendalian AMR bersama.

Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Imron Suandy, menyoroti pentingnya kesehatan hewan dalam kerangka kesehatan untuk semua, sehingga secara nyata berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih sehat.

“Program Penatagunaan Antimikroba yang sukses memerlukan kepemimpinan dan dedikasi yang kuat dari pemerintah dan sektor swasta. Di Indonesia, keterlibatan sektor swasta dalam industri unggas sangat besar, dengan banyak perusahaan aktif di berbagai tahapan rantai nilai unggas. Hari ini menandai awal upaya kolaboratif kami untuk bertindak bersama membangun bangsa, dan kita selalu dijadikan inspirasi bagi negara lain dalam pengendalian AMR di tingkat regional, langkah peran serta sektor usaha bersama dengan pemerintah ini tentu akan menjadi pendekatan yang akan kita bagun bersama ke depannya” kata Imron.

Sejak 2017, Indonesia telah menerapkan Rencana Aksi Nasional untuk Pengendalian Resistensi Antimikroba, yang disahkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan No. 7/2021. Rencana ini menekankan pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan utama untuk mencapai target pengendalian AMR, dengan PSE memainkan peran penting dalam mendorong kolaborasi efektif untuk mencapai tujuan kesehatan penting ini.

Country Team Leader FAO ECTAD, Luuk Schoonman, menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta unggas untuk inisiatif ini. 

“Integrasi komitmen ini ke dalam Rencana Aksi Nasional menunjukkan dedikasi kita untuk meningkatkan praktik baik peternakan dan melindungi kesehatan masyarakat. Dukungan penuh FAO akan terus berlanjut sampai kita mencapai perbaikan yang substansial dan berkelanjutan,” kata Schoonman.

Team poultry health JAPFA Breeding Division, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Dalmi Triyono mengatakan bahwa dirinya mendukung strategi pemerintah untuk pengendalian AMR dengan mempromosikan penggunaan antibiotik yang tepat dan bertanggung jawab, dengan mengurangi penggunaan antibiotik untuk pencegahan pada peternakan unggas. 

"Komitmen kami lebih dari sekedar kepatuhan, memastikan praktik kesehatan unggas kami memenuhi standar tinggi dan keberlanjutan. Dengan menerapkan biosekuriti dan manajemen pemeliharaan yang tepat dan berkelanjutan, kami memastikan ternak sehat, produktif dan aman dikonsumsi," tuturnya.

Surveillance Analyst Assistant Manager, PT Medion Farma Jaya, Gian Pertela juga mengutarakan hal serupa dimana Medion juga mendukung setiap rencana pemerintah terkait penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional untuk kesehatan hewan. 

"Komitmen kami terhadap inisiatif ini mencerminkan dukungan terhadap kebijakan kesehatan yang bertanggung jawab dan dedikasi kami untuk berkontribusi pada upaya global melawan resistensi antimikroba, menjaga kesehatan hewan dan manusia, serta memastikan keberlanjutan industri peternakan di masa depan," kata dia.

Setelah lokakarya, sektor swasta, bekerja sama dengan pemerintah, akan menyusun indikator outcome dan output sebagai target untuk program intervensi. Program-program ini akan fokus pada peningkatan deteksi AMR melalui perbaikan sistem monitoring, pengujian laboratorium, dan data sharing, serta meningkatkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan Penatagunaan Antimikroba (PGA) melalui pembangunan kapasitas, meningkatkan kesadaran, dan memperkuat komitmen di kedua sektor. Acara ini melanjutkan pertemuan sebelumnya yang diadakan pada 15 Agustus 2024, yang memperkenalkan pentingnya Keterlibatan Sektor Swasta (PSE) dalam pengendalian AMR dan menetapkan indikator target untuk RAN AMR 2025-2029. (CR)

''THINK GLOBALLY, ACT LOCALLY'' TERHADAP PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

(Foto: Istimewa)

Bersyukur bisa hadir pada lokakarya Foresight yang diadakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO), pada 15-16 Juli 2024, di Pullman Hotel Thamrin, Jakarta Pusat, bersama seorang kolega lain, mewakili Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI).

Pada lokakarya tersebut membahas tema meningkatnya ancaman perubahan iklim yang mengganggu produksi peternakan dan memicu penyakit zoonosis baru untuk mengidentifikasi tantangan masa depan subsektor peternakan di Indonesia, tema yang menarik bagi saya sebagai praktisi perunggasan.

Membaca undangan Ditjen PKH yang dikirimkan ketua ADHPI, Drh Dalmi Triyono, menerangkan bahwa kerangka acuan yang digunakan dalam lokakarya tersebut adalah Inisiatif Kebijakan dan Perencanaan Masa Depan Peternakan (Futures Livestock Policy and Planning (FLPP) Initiative) Mitigasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Penyakit Zoonosis yang Muncul dan Muncul Kembali di Indonesia.

Dijelaskan dalam beberapa dekade mendatang, negara-negara berkembang seperti Indonesia akan mengalami lonjakan permintaan makanan sumber protein hewani karena pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan, dan urbanisasi. Peningkatan permintaan akan mendorong investasi besar dalam peternakan dan rantai nilai terkait, yang sangat berdampak pada mata pencaharian, kesehatan masyarakat, dan lingkungan.

Ketika sektor peternakan berubah, interaksi baru antara manusia, hewan, dan satwa liar akan muncul, berpotensi mengarah pada ancaman kesehatan masyarakat baru. Ancaman ini mencakup penyakit zoonosis yang muncul dengan potensi pandemi, bahaya keamanan pangan, dan penyebaran patogen resistan antimikroba.

Dalam lokakarya tersebut, metode foresight akan disusun untuk mengikuti Model Foresight Generik seperti yang digariskan oleh Joseph Voros.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh Syamsul Ma’arif MSi, sebelum membuka lokakarya secara resmi, turut memberi apresiasi positif, bersyukur, dan mendorong solusi perubahan iklim serta pencegahan zoonosis dengan pendekatan One Health.

Pada hari pertama fokus pada “Input” mengumpulkan informasi tentang keadaan sektor peternakan Indonesia saat ini, termasuk tren, tantangan, dan peluang. Kemudian “Analisis” untuk identifikasi pola dan mencari pendorong utama perubahan. Diawali pemaparan tentang tren perubahan iklim 15-20 tahun ke depan disampaikan oleh Kadarsih MSi dari BMKG, dilanjutkan Drh Didi Prigastono dari industri perunggasan, Josep lay dari industri penggemukan sapi potong, dan Drh Dedy Fachrudin mewakili industri sapi perah. Semua peserta terlibat dalam “Interpretasi” untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan mendasar yang membentuk sektor ini.

Terhadap perubahan tersebut para narasumber menyikapi dengan cara berbeda, sehingga menjadi sebuah kombinasi yang melengkapi dan saling menguatkan, dengan perubahan iklim tersebut agar lebih memperhatikan biosecurity, food security, dan social security.

Pada hari kedua, fokus beralih ke “Prospection” mengeksplorasi skenario masa depan potensial untuk sektor peternakan Indonesia. Peserta menggunakan alat dan teknik Foresight untuk membayangkan masa depan alternatif, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti perubahan iklim, kemunculan penyakit, dan preferensi konsumen. “Output” dari latihan ini akan diterjemahkan ke dalam rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti untuk kebijakan dan perencanaan.

Penulis (paling tengah) mewakili ADHPI saat lokakarya Foresight yang diadakan Ditjen PKH dan FAO di Jakarta. (Foto: Dok. Pribadi)

Tetapi dalam diskusi kecil kelompok, kami merasa ada yang kurang pas, karena aktualisasi bayangan perubahan yang kami presentasikan tersebut terlampau ekstrem. Kami khawatir menimbulkan gejolak, apalagi kondisi mental masyarakat saat ini sangat rapuh akibat perubahan yang terjadi, berpotensi menyebabkan gejolak sosial, sehingga bernegara bisa berubah ekstrem menjadi sosialis atau kapitalis.

Sehingga pada akhir sesi kami sampaikan bahwa menyikapi perubahan yang bakal terjadi di masa depan, sebaiknya “Berpikir Global tetapi Bertindak Lokal” (Think Globally, Act Locally) memahami masalah secara global, menyadari bahwa Indonesia juga terdampak akibat perubahan, tetapi mencari solusinya dengan tetap memperhatikan kepentingan dalam negeri dan kearifan sumber daya lokal agar kita tetap memiliki jati diri sebagai bangsa yang beradab, berbudaya, menjunjung tinggi perikemanusiaan, keadilan, dan persatuan untuk kesejahteraan rakyat dan kejayaan Indonesia. Berbeda dari konsep sosialis maupun kapitalis, maka gagasan itu kami namakan Sosio Capita Humanis.

Masih banyak yang ingin kami diskusikan, bersama tim dengan latar belakang berbeda, membahas strategi masa depan untuk kepentingan peternakan di Indonesia adalah sangat mengasyikan, tetapi karena terbatasnya waktu, lokakarya harus disudahi, dan ditutup resmi oleh Drh Imron Suandi MVPH selaku Direktur Kesehatan Hewan yang baru.

Semoga hasil pemikiran peserta dalam lokakarya tersebut bermanfaat sebagai kontribusi pada rencana strategis peternakan nasional yang tangguh menghadapi perubahan iklim, mencegah zoonozis, dan siap menyongsong Indonesia Emas 2045. ***

Ditulis oleh:
Drh H. Baskoro Tri Caroko
Koordinator ADHPI Area Jabodetabek Banten

KOLABORASI BPJPH DAN DITJEN PKH DALAM PERCEPATAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL OLAHAN PETERNAKAN

Pangan Asal Hewan Harus Terjamin Kehalalannya
(Sumber : Istimewa)

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama dan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian berkoordinasi mempercepat sertifikasi halal Produk Olahan Peternakan.

Koordinasi itu dilaksanakan dalam audiensi Ditjen PKH di kantor BPJPH, Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (18/4/2024). Hadir dalam pertemuan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Tri Melasari, serta sejumlah pejabat di lingkungan BPJPH dan Ditjen PKH.

“BPJPH menyambut baik pertemuan dengan Ditjen PKH untuk mengakomodir upaya-upaya kolaboratif bersama dalam mengakselerasi sertifikasi halal produk olahan hasil pertanian yang merupakan sektor penting ekosistem halal," ujar Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham.

Dia melihat koordinasi sangat penting karena mendorong terlaksananya sosialisasi, edukasi, literasi, hingga fasilitasi sertifikasi halal khususnya di sektor tersebut. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Tri Melasari mengatakan, sertifikasi halal dilakukan tidak hanya sebagai pemenuhan atas amanat regulasi, tapi juga sebagai upaya meningkatkan daya saing produk di pasaran.

"Sejumlah 2.457 UPH siap meningkatkan kualitas usahanya dengan melakukan sertifikasi halal dan meningkatkan daya saing produk di pasaran guna meningkatkan nilai realisasi ekspor produk halal,” kata Tri.

Sebagai tindak lanjut, BPJPH dan Ditjen PKH saat ini tengah menyiapkan webinar bagi 2.457 UPH. Tujuannya membantu seluruh UPH supaya siap melaksanakan sertifikasi halal produknya. Sebagai informasi, upaya kolaboratif akselerasi sertifikasi halal dalam rangka menyambut implementasi Wajib Halal Oktober 2024 juga terus dilakukan BPJPH Kemenag bersama sejumlah Kementerian/Lembaga yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), serta Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Saat ini, BPJPH bersama 6 stakeholder tengah melakukan revisi draf Perjanjian Kerja Sama. Salah satunya PKS antara BPJPH dan Ditjen PKH Kementan tentang Percepatan Sertifikasi Halal dan Pengawasan Produk Halal di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan. (INF)


CJ GROUP MELALUI SUJA KEMBALI EKSPOR TELUR TETAS KE MYANMAR

Dirjen PKH Bersama Jajaran PT SUJA Meresmikan Ekspor Telur Tetas
(Foto : CR)


Salah satu pemain besar dan integrator dalam industri perunggasan Indonesia, PT Super Unggas Jaya (SUJA) kembali melakukan ekspor telur tetas (Hatching Eggs) ke Myanmar. Kegiatan pelepasan ekspor tersebut berlangsung di unit Hatchery PT Super Unggas Jaya yang berletak di Cijeruk, Bogor, Jawa Barat pada hari Minggu (17/9) yang lalu. Dalam kegiatan ekspor yang ke-3 kali ini, SUJA mengekspor 58.000 butir telur tetas Parent Stock Male dan Female line yang berpotensi menghasilkan 18.000 ekor DOC Parent stock.

Sebagai pengingat CJ Group sebelumnya telah melakukan ekspor HE ke Myanmar pertama kali pada tahun 2020, dilanjutkan dengan ekspor yang ke-2 pada tahun 2021. Kini yang ke-3 pada 2023, tentunya ini menjadi ajang pembuktian bahwa produk yang dihasilkan di Indonesia telah diterima oleh negara lain dan mampu bersaing secara global.  

Direktur PT Super Unggas Jaya Hang Jun Kyu mengatakan bahwa kegiatan ekspor ini sangatlah penting bagi perusahaan yang ia pimpin karena menjadi salah satu tolak ukur dan tonggak keberhasilan atas kemajuan dari perusahaannya. 

“Dengan momen ini kami berharap supaya perusahaan kami dapat terus berkembang. Selain itu juga kami akan terus menjajaki potensi ekspor negara - negara lain seperti ekspor karkas ke Timor Leste, Singapura hingga potensi ekspor ke Korea Selatan,” jelas dia.

Lebih lanjut, dirinya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak pemerintah yang selalu mendukung perusahaan untuk berkembang hingga pada akhirnya kegiatan ekspor dapat terlaksana dengan lancar.

“Kami sangat berterimakasih kepada pihak pemerintah yang sudah terlibat khususnya Ditjen PKH Kementan, kedepannya, kami mohon untuk dukungan dari Kementan agar potensi ekspor produk kami dapat terus berkembang sekaligus menambah jangkauan usaha peternakan kami,” tutur dia.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah mengapresiasi apa yang telah sepenuhnya dilakukan oleh SUJA. Dirinya juga kembali mengingatkan , sesuai arahan Presiden RI dan Menteri Pertanian bahwa investasi dan ekspor dalam kondisi saat ini adalah sesuatu yang harus dilakukan.

“Dalam kurun tiga - empat tahun terakhir tren ekspor unggas, produk pertanian dan sub sektor peternakan dengan berbagai produknya, seperti ayam hidup, karkas, telur tetas sangat positif. Surplus,” ungkapnya. Selain itu, kualitas produk kita memiliki value untuk bertarung dengan produk luar negeri. Negara seperti Jepang dan Singapura yang ketat menerapkan kualitas saja, sudah bisa tembus,” paparnya.

Nasrullah juga mengatakan dengan banyaknya ekspor produk pertanian dan peternakan khususnya unggas ke luar negeri, secara tidak langsung Indonesia berkontribusi dalam memberi makan warga dunia.

Ia juga mendoakan kepada CJ Group untuk terus melaju agar tidak hanya dapat mengekspor telur tetas saja, tetapi juga produk perunggasan lainnya. 

"Kami sudah berusaha membuka peluang bagi pemain lokal untuk go internasional. Saat ini yang terdekat yang sedang kami jajaki yakni Uni Emirat Arab. Mudah - mudahan nanti SUJA dapat berkontribusi juga agar produknya dapat merangsek kesana dan lagi - lagi mengharumkan nama bangsa Indonesia," tutup Nasrullah. (CR)


SINGAPURA MINTA INDONESIA PENUHI KEBUTUHAN PANGAN ASAL HEWAN

Singapura merupakan negara mitra strategis bagi Indonesia untuk kerja sama dalam bidang pangan khususnya pangan hewani. (Foto: Istimewa)

Singapura meminta Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan asal hewan secara berkelanjutan. Hal ini disampaikan Primary Secretary dari Ministry of Environtment & Sustainability Singapore, Stanley loh, di Kantor Pusat Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Selasa (4/10/2022).

Ia menyebutkan kunjungannya saat itu bermaksud menjalin hubungan yang lebih erat khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan untuk warga Singapura, karena keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki hampir 90% kebutuhan pangan Singapura dipenuhi dari negara luar termasuk komoditas peternakan.

“Peluang pemenuhan kebutuhan pangan dari Indonesia masih sangat terbuka luas, Indonesia dipandang merupakan negara besar dan mampu untuk menjadi mitra pasokan pangan ke Singapura, sepanjang tetap memenuhi aspek jaminan keamanan pangan." terangnya.

Ia menjelaskan, concern pelaku usaha Singapura, salah satunya pada harga produk yang kompetitif yang biasanya dipengaruhi biaya handling dan logistik sehingga komoditas Indonesia diharapkan dapat bersaing dengan negara lain dan juga konsistensi dalam pengiriman produk yang berkualitas dan aman bagi warga Singapura.

Pada kesempatan itu, Sekretaris Ditjen PKH, Makmun Junaiddin, menyambut baik permintaan Singapura dan  Indonesia siap menjadi salah satu negara mitra pemasok bahan pangan khususnya pangan asal hewan. “Singapura merupakan negara mitra strategis bagi Indonesia untuk kerja sama dalam bidang pangan khususnya pangan hewani,” terang dia dalam siaran persnya.

Ia melanjutkan, perkembangan kerja sama antar kedua negara dimana Indonesia telah melakukan ekspor komoditas peternakan ke Singapura mencapai Rp 3,21 triliun pada 2021, diantaranya komoditas babi hidup, telur asin, sarang burung walet, produk olahan susu, madu serta produk lainnya, yang menjadikan neraca perdagangan di sektor peternakan dengan Singapura mengalami surplus sebesar Rp 277 miliar.

Kemudian tercatat pada Juli 2022, produk unggas Indonesia telah berhasil mengirimkan daging ayam dan produk olahan daging ayam ke Singapura, setelah melalui proses audit Singapore Food Agency (SFA) yang dilakukan pada Juni 2022.

Ia menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan Singapura antara lain pasokan live bird (ayam hidup) yang saat ini sedang disiapkan di wilayah Kepri (Bintan dan Batam). Pihaknya siap bekerja sama dalam hal pemenuhan aspek transportasi dan logistik terkait jaminan keamanan pangan termasuk aspek kesrawan pada produk hewan yang akan di ekspor ke Singapura.

“Harapannya Indonesia dapat terus memasok kebutuhan pangan hewani secara berkelanjutan dan kita terus dorong  sesuai kebijakan jaminan food security bagi warga Singapura.” pungkasnya. (INF)

ASOHI GELAR WEBINAR PERESEPAN POPULATIF

Webinar ASOHI, lebih tahu peresepan obat hewan dalam populasi


Kamis (10/3) ASOHI menggelar workshop online mengenai perespan populatif secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting. Dalam sambutannya Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari menyatakan bahwasanya tujuan diadakannya acara tersebut tentunya untuk menambah pengetahuan para dokter hewan terkait meresepkan obat secara populatif, terutama obat keras semisal antimikroba.

"Perlu saya ingatkan juga bahwa dalam Permentan 14 Tahun 2017 tentang klasifikasi obat hewan disebutkan bahwa penggunaan obat keras harus diresepkan oleh dokter hewan dan diawasi oleh dokter hewan. Makanya dokter hewan dan profesi terkait (apoteker) perlu mengetahui dan menjalankan ini," tutur Irawati.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH Drh Nuryani Zainuddin mengapresiasi dan mendukung acara yang diadakan oleh ASOHI tersebut. Selain terakit peraturan pemerintah, menurut Nuryani isu AMR yang telah berhembus secara global juga menjadi perhatian pemerintah, itulah mengapa dalam peresepan obat hewan terutama antimikroba harus diperhatikan peresepannya sesuai peraturan perundangan, agar tidak menimbulkan residu pada produk hewan yang dikonsumsi.

"Semoga acara ini bisa terus digelar dan baik dokter hewan maupun apoteker kedepannya semakin berkompeten dalam melakukan peresepan," kata Nuryani.

Sesi pertama dimulai dengan refreshing kembali ilmu reseptir yang dibawakan oleh Muvita Rina Wati Apt. staff pengajar Fakultas Farmasi UGM. Dalam presentasinya peserta diingatkan kembali mengenai cara menulis resep, singkatan - singkatan yang digunakan dalam bahasa latin, serta etika dan kaidah - kaidah peresepan baik pada kedokteran manusia maupun hewan.

Narasumber kedua dalam acara tersebut yakni Dr Nunung Yuniarti Apt. yang juga berasal dari almamater yang sama. Nunung menjelaskan secara mendetail bagaimana menulis peresepan bagi hewan dalam suatu populasi baik pada pakan maupun air minum. 

"Untuk air minum dokter hewan harus tahu jumlah yang dibutuhkan, karena nanti tidak semua air akan terpakai, sehingga sisanya akan menjadi limbah dan tidak bisa dibuang begitu saja. Jadi harus panjang rencananya sampai ke eliminasi sisa airnya," kata Nunung.

Ia juga menjelaskan hal - hal yang perlu diperhatikan apabila dokter hewan meresepkan obat kepada suatu populasi.

"Dalam satu populasi mungkin tidak semua hewan sakit, ada yang sehat juga, nanti efeknya mungkin berbeda, makanya sebaiknya hewan yang sakit dipisahkan sebelum memberikan obat dalam populasi," tutur dia.

Sesi kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan brainstorming terkait perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, regulasi, dan teknis terkait obat hewan serta realita yang terjadi di lapangan. Diharapkan nantinya akan ada tindak lanjut dari pemerintah dari sektor ini karena hal ini tidak hanya menyangkut aspek kesehatan hewan, tetapi juga menyangkut kesehatan manusia, dan lingkungan (CR).



PERINGATAN HUT SASPRI KE-3

Teten Masduki Memberikan keynote speech pada acara RAKERNAS SASPRI

Solidaritas Alumni SPR Indonesia (SASPRI) memperingati hari jadinya yang ke-3 pada 10 November 2021 yang lalu. Pada hari ini SASPRI mengadakan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) yang kedua secara hybird baik luring dari UNISKA Kediri maupun daring melalui Zoom Meeting dengan tema "Mewujudkan Organisasi Peternak yang Kredibel dan Akuntabel".

Dalam pidato pembukaannya Wali Utama SASPRI Prof Muladno menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mendukung SASPRI. Ia juga bercerita mengenai awal mula terbentuknya SPR (Sekolah Peternakan Rakyat) dan SASPRI yang kini sudah memilki sepuluh perwakilan di daerah yang tersebar di beberapa Kabupaten di Indonesia.

"Misinya sederhana kami ingin memperkuat kelembagaan peternakan rakyat yang solid di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu kami ingin peternak rakyat lebih berdaulat dan memiliki daya saing, " tutur Muladno.

Dalam kesempatan yang sama Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki dalam keynote speech-nya menyampaikan apresiasi dan dukungan yang setingi-tingginya kepada SASPRI. Ia pun setuju bahwa sebagai negara yang menganut sistem ekonomi kerakyatan, peternak rakyat harus bisa berdaulat dan dapat ikut andil membangun negeri melalui penyediaan protein hewani untuk masyarakat.

Teten juga menekankan agar peternak rakyat ikut dalam program Kemenko & UKM misalnya KUR. Karena faktanya saat ini pemerintah memfokuskan anggaran belanjanya sebesar Rp 374 Triliun yang 70% nya dialokasikan kepada UMKM, sehingga ini menjadi peluang bagi pengusaha UMKM untuk berkembang.

"Kami mengajak dan memfasilitasi peternak rakyat untuk ikut program kami, dengan cara membentuk kelompok atau koperasi sehingga lebih kuat dan nantinya diharapkan memiliki badan hukum. Jadi kebersamaan ini akan saling menguatkan," tandasnya.

SASPRI Bersinergi Dengan Stakeholder

Dalam kesempatan yang sama diadakan semacam pemaparan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masayarakat (LPM) IPB University dan Pemerintah cq Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dalam paparanya yang diwakili oleh Enan Rustandi, Kepala LPM IPB University dikatakan bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti menambah kriteria penilaian baru terhadap suatu universitas dimana suatu universitas diwajibkan untuk lebih intim dan in touch kepada masyarakat. Singkatnya civitas dari suatu kampus harus lebih masuk dan mengaplikasikan ilmunya kepada masyarakat baik mahasiswa, dosen, bahkan guru besar sekalipun. 

"Dengan adanya sistem SPR dan SASPRI yang digagas oleh Prof Muladno ini, kami jadi lebih dipermudah untuk in touch dengan masyarakat. Baik masyarakat di sekitar kampus maupun di sleuruh penjuru negeri, ini merupakan kesempatan yang baik tentunya," tutur Enan.

Selain itu menurut Enan hingga kini para anggota SASPRI akan diproritaskan oleh IPB dalam jejaring mereka karena sudah dianggap seperti alumni IPB itu sendiri. Sehingga nantinya mahasiswa yang hendak melakukan pengabdian masyarakat akan diproritaskan menuju daerah - daerah yang sudah memiliki SASPRI.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Pakan Ternak yang diwakili Erliza Diany Kasubdit Ruminansia Potong memaparkan bahwa pemerintah bersyukur dengan adanya SPR dan SASPRI. Hal tersebut karena SASPRI dapat disinergikan dengan berbagai program pemerintah misalnya program Desa Koorporasi Sapi.

"Kami terbantu sekali dengan adanya SASPRI ini dan kami harapkan SASPRI ini dapat menyebar ke seluruh wilayah Indonesia karena secara langsung SASPRI mendukung program - program kami. Untuk kami sangat berterima kasih," tuturnya.

Hingga diturunkannya berita ini, RAKERNAS SASPRI ke-2 masih berlangsung dan belum menghasilkan keputusan appaun. (CR)






WEBINAR MEMBANGUN JEJARING LABORATORIUM OBAT HEWAN

Webinar “Membangun Jejaring Laboratorium Obat Hewan Nasional” yang dilaksanakan BBPMSOH bersama Ditkeswan. (Foto: Istimewa)

Senin (1/11/2021), Balai Besar Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) Gunungsindur Bogor bersama Direktorat Kesehatan Hewan (Ditkeswan) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian, menggelar webinar bertajuk “Membangun Jejaring Laboratorium Obat Hewan Nasional”.

Dirjen PKH, Nasrullah mengapresiasi BBPMSOH yang merencanakan akan membangun jejaring laboratorium obat hewan, sehingga pengawasan dan sertifikasi obat hewan terutama untuk ekspor lebih efisien.

“Sekarang Laboratorium BBPMSOH sudah diakui negara-negara di kawasan ASEAN. Diharapkan melalui webinar ada implementasinya, sehingga apa yang direncanakan dan cita-cita besar ini dapat segera terwujud dengan kerja sama dan sosialisasi antar lembaga terkait,” kata Nasrullah dalam sambutannya.

Pada pemaparan materi webinar, Budy Astyantoro, mewakili Kepala Bidang Veteriner Dinas PKH Provinsi Jawa Tengah, menyatakan peran laboratorium veteriner dalam monitoring obat hewan menyangkut jumlah pelaku usaha obat hewan, data pengawas obat hewan, pengambilan sampel obat hewan, potensi laboratorium pengujian obat hewan pada balai veteriner, hasil pengujian laboratorium 2021, kerja sama penyeliaan dan permasalahan.

Sementara ditambahkan Dirkeswan, Nuryani Zainuddin, terkait regulasi obat hewan dan kelembagaan pengawas obat hewan menyangkut regulasi obat hewan, macam-macam sediaan obat hewan, izin usaha obat hewan dan nomor pendaftaran obat hewan, serta gambaran usaha obat hewan di Indonesia. (SA)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer