Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Webinar | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HIPRA MENGINISIASI WORLD POULTRY VIRTUAL CONGRESS 2021

Tampilan antarmuka HIPRA WVPC 2021, seperti bermain game online


Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dua tahun belakangan ini tentunya membuat manusia harus menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Kegiatan yang berpotensi membuat kerumunan pun dibatasi bahkan dilarang demi mencegah menyebar pandemi. Sebagai salah satu pemain besar dalam industri kesehatan hewan, HIPRA nyatanya tidak kehabisan akal. 

Perusahaan asal Negeri Matador tersebut menghelat konferensi perunggasan virtual tingkat dunia bertajuk World Poultry Virtual Congress 2021 yang digelar pada 14 - 17 Juni 2021. Tujuan dari digelarnya acara tersebut yakni sebagai edukasi berkelanjutan bagi para profesional yang bekerja di sektor perunggasan di seluruh dunia.

Dalam pidatonya yang disampaikan secara virtual, Joan Tarradas Mante Corporate Poultry Business Director HIPRA mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi sekalipun permintaan akan protein hewani untuk dikonsumsi oleh manusia tidak akan pernah berhenti dan bahkan cenderung meningkat. Sementara itu dengan adanya pandemi dan berbagai pembatasan gerak, manusia harus memutar otak agar produksi protein hewani dari ternak bisa ditingkatkan. 

"HIPRA peduli akan hal ini, kami harap dengan adanya perhelatan ini dapat menambah wawasan para profesional dan juga menjadi ajang untuk berbagi mengenai perkembangan terkini terkait sains,teknologi, dan bisnis di dunia peternakan khususnya perunggasan di seluruh dunia," tutur Joan.

Untuk mengakses acara tersebut, peserta hanya tinggal masuk ke laman resmi HIPRA, melakukan registrasi, dan kemudian menikmati secara cuma - cuma seluruh rangkaian acaranya. Setelah registrasi selesai, peserta dapat menikmati berbagai fasilitas dan acara yang telah disediakan dalam kongres virtual tersebut. 

Yang tentunya menarik adalah dihadirkannya webinar terkait teknis, teknologi, serta perkembangan perunggasan terkini di setiap harinya oleh pembicara yang berbeda. Pembicara yang dihadirkan pun bukan kaleng - kaleng, tentunya mereka semua adalah expert dalam bidangnya yang reputasinya pun sudah mendunia.

Infovet sendiri berkesempatan mencoba masuk, berinteraksi, dan menikmati fasilitas yang disediakan dalam acara tersebut. Kita tidak perlu melakukan instalasi program atau sebagainya, cukup melakukan registrasi, login, dan enjoy the moment!

Tampilan yang diberikan dalam kongres virtual pun seperti layaknya bermain game online. Apabila sudah terbiasa bermain game online, kita tentu akan mudah berinteraksi melalui interface yang disediakan.

Dalam dunia virtual WVPC peserta juga dapat berkenalan, berinteraksi, chatting, dan melakukan kegiatan lainnya dengan peserta lain dari seluruh dunia. Intinya kegiatan ini bisa dibilang sangat berisi, menyenangkan, dan dapat dinikmati oleh kita yang bahkan gaptek sekalipun. Hanya saja dibutuhkan koneksi internet yang memadai serta spesifikasi komputer atau laptop yang cukup mumpuni agar tidak sering terjadi lag atau lemot saat berada dalam dunia virtual WVPC yang digagas oleh HIPRA ini. Tentunya ini menjadi suatu terobosan yang sangat inovatif di dunia peternakan, semoga dapat ditiru oleh pihak lainnya. (CR)

AGAR LAYER TETAP EKSIS BERTELUR

Fenanza Perkasa Putra, punya solusi tingkatkan persistensi bertelur layer

Peternak mana yang tidak mau jika ayam petelurnya nya memiliki performa yang baik dan konsisten?. Pastinya memiliki ayam petelur dengan performa yang konsisten menjadi dambaan semua peternak. Atas tujuan tersebut PT Fenanza Putra Perkasa mengadakan webinar bertajuk "Maintaining Persistency and Egg Shell Quality in Modern Laying Birds" pada hari Rabu (2/6) yang lalu. 

Tidak tanggung - tanggung, konsultan perunggasan sekelas Tony Unandar didapuk menjadi pembicara dalam webinar tersebut. Seperti yang diduga, webinar tersebut ramai dibanjiri oleh para peserta yang mencapai kurang lebih 200 orang. 

Memahami Genetik Layer Modern

Dalam paparannya Tony Unandar mengatakan bahwa ayam petelur modern sangat berbeda dengan ayam petelur jadul. Perbedaannya terutama pada masa pemeliharaan, kecepatan tumbuh, juga performa produksi. Secara rataan kata Tony, ayam petelur modern dapat bertelur hingga 500 butir dalam satu siklus pemeliharaan dalam waktu hingga 100 minggu. Sangat berbeda dengan ayam jadul yang hanya mampu menghasilkan setengahnya.

"Nah, karena genetik dari mereka sangat berbeda, perlakuan dan cara pemeliharaan yang harus diaplikasikan juga harus berbeda, jangan memelihara ayam modern dengan sistem jadul. Peternak kita kebanyakan masih belum terbuka mindset-nya," kata Tony.

Tony juga menyebutkan bahwa ada beberapa titik kritis pada masa pertumbuhan ayam petelur modern yang perlu diperhatikan. Misalnya dari DOC hingga pullet, ayam harus dipersiapkan dengan baik sehingga target bobot badannya pada saat memasuki masa laying tercapai dengan komposisi yang proporsional.

"Hingga usia 7 - 8 minggu itu perkembangan organ dalam, baru setelahnya (8-16) minggu perkembangan frame (tulang) dan otot ikut berkembang. Proporsi otot dan tulang serta perlemakan di tubuh ayam harus diperhatikan. Jadi bukan hanya bobotnya saja yang masuk, tapi perototan dan pertulangan harus memiliki proporsi yang baik, dengan konformitas yang baik, dan keseragamannya baik," tutur Tony.

Ia menyebutkan kebanyakan pada fase pullet peternak "malas" menyortir alias grading. Seperti yang tadi disebutkan, jika sudah terlihat masuk bobotnya maka ayam dianggap siap berproduksi, padahal dibutuhkan kondisi paling prima dan proporsional agar ayam dapat berproduksi secara baik dan konsisten di masa laying.

Selain itu Tony juga menyebutkan bahwa kebanyakan peternak kurang memperhatikan diet ayam pada masa pullet. Karena terlalu mengejar bobot badan, ayam diberikan pakan dengan energi yang terlampau tinggi, sehingga ayam terlihat gemuk dan bobotnya tercapai tetapi yang tumbuh bukanlah otot dan frame-nya tetapi justru gemuk karena lemak.

Menyadari Pentingnya Fungsi Hati

Hati merupakan organ yang perannya sangat penting dalam tubuh, termasuk ayam petelur. Tony Unandar menjabarkan lebih spesifik mengenai fungsi dan peran hati pada ayam petelur. Dimana hati sangat berperan dalam proses metabolisme dan detoksifikasi berbagai zat yang ada dalam tubuh ayam.

"Kalau saya melihat hati itu seperti organ yang dianaktirikan. Padahal hati ini ada hubungannya dengan produksi telur dan keberlangsungan fase bertelur pada laying period," tutur Tony.

Di dalam organ hati kata Tony, terjadi metabolisme lemak, protein, dan segala macam nutrisi lainnya. Nah, dalam hal ini nutrisi terutama glukosa akan dimetabolisme menjadi asam lipoprotein yang kemudian didistribusikan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Dimana VLDL digunakan sebagai sumber pemebntuk oosit (sel telur), yang jika jumlahnya berlebih akan ditimbun pada jaringan adiposa. Nah proses pembentukan VLDL di hati ini akan berjalan dengan smooth apabila fungsi organ hati berada dalam keadaan yang prima.

"Kebanyakan karena salah manajemen, di lapangan yang saya temukan adalah sindrom fatty liver, dengan bentukan hati yang pucat agak kekuningan. Jika ada temuan seperti ini, bisa dipastikan bahwa ayam tidak akan perform dengan baik, makanya ini jangan sampai terjadi," pungkas Tony.

Agar Hati Tetap Terjaga

Kita mungkin pernah mendengar potongan sajak ini "Hati itu kerajaan tubuh, kalau lalim anggota pun rubuh". Jika sajak tersebut dimaknai secara dentotatif, hal yang sama alias buruk juga akan terjadi. Oleh karenanya, mengigat pentingnya organ hati pada ayam petelur, patut kita beri perhatian lebih agar organ ini senantiasa dalam keadaan yang prima.

Alexander Peron Strategic Marketing & Technology Director Provimi memiliki salah satu solusi dalam menjaga organ hati agar tetap prima. Tim Provimi sadar betul bahwa problem yang tadi disebutkan oleh Tony tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

"Kami juga melihat ini juga menjadi masalah di seluruh dunia. Organ hati itu sangat penting dan harus dijaga agar fungsinya tetap prima, karena kaitannya dengan keberlangsungan laying period serta kualitas, dan kuantitas telur," tukas Alexander.

Solusi yang ditawarkan oleh Alexander yakni berupa produk dengan pemberian produk milik Provimi yang berisi asam - asam organik serta garamnya. Dengan menambahan produk tersebut, ayam jadi lebih prima, persistensi bertelurnya meningkat, dan kualitas dan kuantitas dari produksi telur yang dihasilkan juga baik.

"Kami sudah melakukan trial di berbagai negara, dan hasilnya memuaskan. Keuntungan jadi bertambah dan yang terpenting ternak dalam keadaan prima," tutup Alexander. 

INDONESIA LAYER FEED NUTRITION CONFERENCE DIGELAR SECARA VIRTUAL

Indonesia Layer Nutrition and Feed Technology Conferece digelar secara virtual

Indonesia Layer Feed Nutrition Conference digelar secara virtual pada Rabu, 9 Juni 2021. Acara tahunan yang digagas oleh US Soybean Export Council tersebut merupakan gelaran rutin yang digelar tiap tahunnya bergantian dengan Broiler Feed Nutrition Conference (USSEC), namum karena pandemi Covid-19 acara tersebut digelar secara virtual, kata Timothy Loh Regional Director USSEC South East Asia & Oceania.

Dalam sambutannya Timothy juga menyampaikan urgensi krisis pakan bagi ternak dalam masa pandemi yang masih belum selesai. Hal ini dikarenakan beberapa negara melakukan pembatasan kegiatan ekspor dan impornya. Namun begitu Timothy berjanji kepada para customernya di Indonesia bahwa USSEC berkomitmen untuk tetap melayani dan menjadi partner terbaik meskipun pandemi masih melanda, sehingga mereka tidak perlu khawatir.

Sesi pembuka presentasi disampaikan oleh Henry Hendrix, General Manager Hendrix Genetics. Dalam presentasinya Henry menyampaikan berbagai perkembangan terbaru mengenai genetik layer modern.Misalnya layer modern memiliki performa produksi yang baik ketimbang layer di tahun 90-an dimana pada layer modern, produksi telurnya masih tinggi pada usia 100 minggu-an. Berdasarkan data yang dijabarkan Henry, layer modern dapat bertelur sebanyak 505 butir dalam satu siklus hidup selama lebih dari 100 minggu, jauh berbeda pada tahun 90-an yang hanya dapat menghasilkan 260-an butir telur pada masa pemeliharaan yang hanya sampai 80-90 minggu.

Prof. Budi Tangendjaja hadir sebagai presenter kedua, dalam gilirannya ia menjabarkan performa produksi dan karakteristik layer di Indonesia. Di sini Prof. Budi menjabarkan berdasarkan data dan pengalamannya di lapangan selama menjadi konsultan. Sebagai contoh ia menjelaskan bahwa karakteristik peternakan layer di Indonesia masih didominasi peternak yang memelihara ayamnya secara tradisional. 

"Pemeliharaan masih sederhana, kandang masih tradisional, masih menganggap pakan dengan kadar protein tinggi adalah yang terbaik. Ini masih menjadi karakteristik peternak kita, jadi menurut saya peternak seperti menyia-nyiakan potensi genetik yang dimiliki layer modern. Makanya saya selalu ajak mereka untuk membenahi manajemen pemeliharaan, terutama di sisi pakan," tutur dia.

Namun begitu meskipun masih di dominasi peternakan tradisional, Budi mengungkapkan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara penghasil telur terbesar di Asia bahkan dunia. Hal ini menurut Budi bukanlah tanpa dasar, Indonesia berada di peringkat 9 penghasil telur dunia menurut data FAO.

"Kita punya potensi, di Indonesia punya jagung, DOC layer jantan di sini laku, ayam afkir di sini laku, manure juga laku, peternak di sini banyak tertolong akibat kondisi - kondisi tadi, tinggal manajemennya saja diperbaiki dan jangan lupa peran pemerintah juga harus diperkuat dengan menghasilkan kebijakan yang produktif untuk dunia perunggasan di sini," pungkasnya. 

Perhelatan ini sejatinya digelar selama dua hari, yakni pada 9-10 Juni 2021. Pembicara yang terlibat di dalamnya pun bukan kaleng - kaleng, mereka adalah para ahli dan expert di bidang ayam petelur dan berpengalaman selama puluhan tahun di bidangnya. (CR)


BELAJAR LEBIH JAUH KUALITAS PULLET BERSAMA FARMSCO

Farmsco E-Learning Part 6, Lebih Dalam Mengenal Kualitas Pullet


Telur merupakan salah satu protein hewani yang paling ekonomis dan gemar dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data FAO (2018), Indonesia masuk ke peringkat ke-4 sebagai negara penghasil telur dunia dibawah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.

Berkembangnya teknologi dalam sektor pembibitan dan genetik ternak tentunya juga mempengaruhi produksi ternak. Yang tentunya jika dibarengi dengan manajemen pemeliharaan yang baik akan menghasilkan performa produksi yang semakin optimal. 

Pada edisi ke-6 nya kali ini, PT Farmsco Feed Indonesia kembali menggelar webinar Farmsco E- Learningnya yang bertajuk "Kupas Tuntas Fase Pullet Layer Modern" pada Kamis (27/5) yang lalu. Kali ini kembali Farmsco berkolaborasi dengan Hendrix Genetics mengupas lebih dalam mengenai manajemen pullet yang baik dan benar.

Erwan Julianto selaku Technical Service Manager Hendrix Genetics Indonesia & Filipina menjadi pembicara utama. Dalam presentasinya yang berdurasi sekitar 40 menit, Erwan memaparkan berbagai hal mengenai ayam petelur modern. Dalam presentaisnya ia juga menjabarkan faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pullet.

Mulai dari genetik, tata cara pemeliharana, brooding, bahkan sampai pentingnya memiliki recording yang baik dijelaskan dengan apik oleh Erwan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh para peserta webinar. Salah satu yang ia garisbawahi dalam presentasinya adalah pentingnya mengejar target bobot badan pada masa pullet karena akan berpengaruh pada fase selanjutnya.

"Bobot badan di masa pullet ini penting untuk dikejar karena berkaitan juga dengan nanti fase peak laying. Produktivitas, kesehatannya, serta keuntungan yang didapat tentu akan baik jika persiapan di fase pullet baik, oleh karenanya penting sekali diberlakukan manajemen pemeliharaan yang baik," tutur Erwan.

Penyampaian mengenai manajemen oleh Erwan kemudian diperkuat oleh Intan Nursiam, Nutrisionis PT Farmsco Feed Indonesia. Berdasarkan paparannya, pemilihan dengan bentuk, serta kandungan nutrisi yang tepat akan menunjang manajemen pemeliharaan pullet agar tetap sehat dan nantinya akan memiliki performa yang baik pada fase puncak produksi.

"Memang disini agak tricky kadang memilih pakan memang tidak semudah itu, ada waktunya kapan harus ganti pakan yang tepat, pakan dengan bentuk apa yang dipakai, makanya kita harus benar - benar dapat mengambil keputusan dengan tepat," papar Intan.

Di akhir sesi, PT Farmsco Feed Indonesia mengadakan kuis seputar materi webinar. Sepuluh pemenang yang beruntung akan mendapatkan hadiah - hadiah menarik sebagai apresiasi dari PT Farmsco Feed Indonesia. (CR)

BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DI SEKTOR PETERNAKAN KAMBING & DOMBA

Webinar Bisnis PT VISI, penuh konten bermanfaat dan motivasi


Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun lebih nyatanya banyak mematikan sektor kerja. Banyak masyarakat kehilangan pekerjaan akibat pandemi yang berlarut - larut. Sebuah webinar bertajuk "Menyusun Rencana Bisnis Menjadi Peternak Kambing & Domba Profesional" digelar oleh PT Veteriner Indonesia Sejahtera dan PDHI pada Sabtu (22/5) yang lalu melalui daring Zoom Meeting.

Dalam sambutannya Ketua Umum PB PDHI Drh Muhammad Munawaroh mengatakan bahwa dokter hewan selaku profesi yang mandiri dan independen harus bisa membuka lapangan kerja dan mengambil kesempatan di setiap kondisi. Terlebih lagi beternak kambing merupakan salah satu pengejawantahan dari bakti dokter hewan dalam menyediakan protein hewani bagi masyarakat.

Senada dengan Munawaroh, Direktur Utama PT Veteriner Indonesia Sejahtera Drh Baskoro Tri Caroko juga berharap dengan diadakannya webinar ini semakin menambah minat dan atensi para dokter hewan untuk membuka usaha di sektor peternakan khususnya domba dan kambing.

Hadir sebagai narasumber yakni Drh Imam Abror founder Kampung Ternak Yogyakarta dan Drh Waryoto Peternak Kambing Perah Gonamania Sukses Makmur Yogyakarta. Keduanya merupakan alumnus Fakultas Kedokterah Hewan Universitas Gajahmada.

Dalam paparannya Drh Imam Abror menyinggung bahwa beternak kambing merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur yang ia sampaikan bahkan beberapa Nabi dalam agama islam pernah menjadi penggembala kambing. 

"Selain berusaha (berdagang produk) kambing merupakan hewan yang disukai para Rasul, banyak hadits terkait kebaikan dari susu dan daging kambing. Jadi, selain berusaha kita niatkan juga menggapai ridho Illahi," tutur Imam. 

Imam juga menjelaskan banyak aspek terkait beternak kambing dan domba mulai dari A sampai Z. Menurut Imam, kendala terbesar dari beternak kambing dan domba di wilyah pedesaan adalah sulitnya akses modal dan pemasaran produk.

Senada dengan Imam Drh Waryoto yang juga telah "kenyang" makan asam garam di dunia peternakan kambing perah pun mengutarakan hal yang sama. Meskipun begitu ada harapan dimana bertambahnya populasi penduduk juga akan terus dibarengi dengan kenaikan konsumsi protein hewani, sehingga bisnis ini masih cerah ke depannya.

Drh Waryoto pun menjelaskan skema peternakan kambing perah dalam skala kecil, mulai dari cara memilih calon indukan, akses permodalan, dan perhitungan bisnisnya. Seminar yang berlangsung dari pukul 09.00 WIB tersebut berkahir pada pukul 12.00 WIB. (CR)

MENCARI ALTERNATIF PAKAN AYAM PETELUR

Ayam petelur ibarat sebuah pabrik biologis yang butuh asupan nutrisi dalam jumlah mencukupi

FKS Multi Agro bersama dengan US Soybean Export Council dan US Grain Council melaksanakan webinar FEEDS (Feed Ingredient Dialouge Series) pada Selasa (21/4) lalu. Webinar tersebut merupakan seri ke-3 dari FEEDS dimana webinar kali ini bertemakan “Mencari Alternatif Bahan Baku Pakan Petelur”. Bertindak sebagai narasumber yakni Prof. Budi Tangendjaja peneliti BALITNAK Ciawi yang sudah melanglangbuana di dunia formulasi pakan ternak.

Dalam presentasinya Prof. Budi menyebutkan bahwa dalam budi daya ternak pakan merupakan komponen biaya terbesar, bahkan dirinya berani menyebut bahwa cost pakan bisa mencapai 80% bahkan lebih. Lalu Prof. Budi juga menyebut bahwa ketergantungan terhadap jagung dan bungkil kedelai dalam formulasi pakan sangat tinggi. Rerata di dunia, penggunaan jagung berada pada kisaran 45% dan bungkil kedelai sekitar 27%.

Sedikit mengkritik, Budi juga menambahkan bahwa Indonesia dihadapkan dengan permasalahan lokal dimana Indonesia yang katanya produksi jagungnya surplus, tetapi sangat sulit bagi peternak layer selfmixing dan industri pakan untuk mendapatkan jagung dengan kualitas yang baik.

“Artinya apa?, kita sudah sangat tergantung dengan dua bahan baku tersebut, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa ketersediaan dari keduanya cukup fluktuatif, sehingga harga dari kedua komoditas tersebut pun ikut pasang surut. Nah, bagaimana kita bisa lepas dari ketergantungan ini?,” tutur Budi.

Budi pun menyebut bahwasanya dalam budi daya, efisiensi merupakan suatu harga mati. Karena persaingan, tentunya para pembudi daya juga akan didorong untuk lebih efisiensi, terutama dalam hal ini adalah efisiensi dari sisi cost pakan.

Oleh karena itu untuk para “penganut” sistem selfmixing harus pandai – pandai mengatur formulasi pakan agar harga tetap murah, tetapi kualitas dari pakan tetap terjaga sehingga tidak mempengaruhi performa produksi dari ayam.

“Dalam formulasi patokannya itu harga, nutirisi (gizi), pengolahan, dan ternaknya. Kalau harga masuk, kita pakai bahannya, kalau nutrisinya memenuhi, kita pakai juga, kalau praktis tidak butuh banyak pengolahan, kita ambil, dan terakhir biarkan ternak bicara apakah formulasi yang kita buat ini cocok apa enggak,” tutur Budi.

Selanjutnya kemudian Budi memberikan contoh teknik formulasi ransum hanya dengan menggunakan software Microsoft Excel. Dalam formulasi yang ia demonstrasikan, Budi hanya menggunakan 25% jagung dan sedikit bungkil kedelai, sebagai gantinya ia menggunakan gandum dan DDGS. Di atas kertas, formulasi yang dibuat olehnya dapat menghasilkan pakan dengan harga dibawah rerata. Namun begitu tidak sedikit pertanyaan yang masuk kepada Budi terkait dari kualitas ransum yang barusan ia demonstrasikan.

Dengan santai ia menjawab bahwa untuk lebih meyakinkan hasil dari demonstrasi formulasi tersebut, jalan satu – satunya adalah mencoba. Ia menyarankan agar formulasi tadi diujicobakan kepada peternak yang hadir sebagai peserta di kandang masing – masing.

“Dicobakan dulu untuk ayam – ayam tua yang usianya 75 atau 80 minggu, kalau cocok pakai, kalau enggak naikkan jagungnya dan bungkilnya lagi, turunkan DDGS nya mulai dari 10%. seharusnya formulasi seperti ini bisa kok,” tukas Budi percaya diri.

Kepercayaan diri Prof. Budi bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan bahwa formulasi tadi telah diujicobakan di beberapa peternakan di Jawa Timur dan dapat digunakan (tidak mempengaruhi performa), sehingga dapat digunakan oleh peternak ketika harga jagung dan kedelai sedang melambung misalnya seperti saat ini.

Ia pun memberi contoh lebih ekstrem lagi dimana formulasi tadi juga sudah diujicobakan di Iowa University, Amerika serikat bahkan penggunaan DDGS nya pun mencapai 60% tanpa berefek negatif pada performa ayam.

“Ini hanya satu dari sekian contoh saja, masih banyak formulasi alternatif lain dengan bahan baku yang lain. Intinya saya mau tegaskan saja bahwa dalam formulasi kita harus pandai mencari bahan baku dan harganya paling murah, terus patokan kita itu nutrisi, dan nutrisi itu bukan hanya protein tetapi ME (Metabolism Energy). Jadi memang gampang – gampang susah, agak tricky deh, tergantung kita mau efisien apa enggak,” tutup Budi (CR).

LEBIH PAHAM MENGENAI GENETIK AYAM MODERN

Perkembangan genetik unggas harus dibarengi dengan manajemen pemeliharaan yang baik

Sebelum era ini, kita harus menunggu sebulan lebih agar ayam broiler mencapai bobot badan 1 kg, namun kini dalam waktu kurang dari sebulan, ayam broiler siap dipanen dengan bobot badan mencapai 2kg bahkan lebih. Pun begitu dengan ayam petelur dimana ayam petelur masa kini memiliki life span yag lebih lama dan produktivitas yang lebih tinggi dari masa sebelumnya.

Hal ini tentunya tidak lepas dari perkembangan teknologi di bidang genetika unggas. Namun begitu pertumbuhan yang semakin cepat memiliki berbagai konsekuensi pada bidang lainnya. Hal mengenai genetik unggas modern ini dibahas dalam webinar Mimbar TROBOS Livestock edisi ke-10 secara daring pada Rabu (13/1) yang lalu.

Sebagai narasumber pertama yakni Drh Nuryanto dari PT Berkat Unggas Sukses Sejahtera. Dalam presentasinya Nuryanto menjabarkan sedikit mengenai perkembangan genetik ayam broiler dari masa ke masa. Selain itu ia juga membahas secara mendalam beberapa keunggulan dan kekurangan ras broiler di masa kini.

"Intinya di masa kini broiler kita tumbuh lebih cepat, potensi genetiknya sangat baik, namun begitu hal ini terasa kurang bisa dimanfaatkan di Indonesia baik karena faktor cara pemeliharaan, sumber daya manusia, dan lainnya, oleh karenanya siapa yang bisa merawat lebih baik dan efisien, dialah yang akan memenangkan persaingan di perunggasan ini," kata Nuryanto.

Dalam kesempatan yang sama, Hidayaturrahman yang bertidak sebagai narasumber kedua juga menyampaikan hal yang serupa di bidang ayam petelur. Menurut pria yang telah makan asam garam di dunia ayam petelur selama lebih dari 20 tahun tersebut, produktivitas ayam petelur di masa kini sangat cepat dan masa afkirnya lama.

"Saya pernah memelihara sampai usia 90 bahkan 100 minggu baru saya afkir, soalnya masih produktif. Hanya saja memang butuh treatment tertentu agar bisa langgeng begitu. Namun saya akui, benar - benar joss tenan performa dan potensi genetiknya," tuturnya.

Ia menambahkan kendala saat ini dalam performa ayam petelur adalah mengendalikan kelembapan. Ini masih menjadi musuh terbesar bagi para peternak layer nusantara, karena kelembapan yang baik sulit didapatkan karena Indonesia beriklim tropis yang dilalui garis khatulistiwa.

"Settingnya agak tricky, ada peralatan yang bagus, tapi tidak masuk cost-nya, makanya ini agak sulit. Kalau bisa mengatasi ini, pasti bagus performanya," tutur Hidayat.

Selain Hidayat dan Nuryanto, bertindak juga sebagai narasumber yakni Suryo Suryanta dan Willie Blookvort. Keduanya mewakili Hubbard dan Hendrix Genetic. Dalam masing  - masing presentasinya mereka menjabarkan berbagai macam kemajuan teknologi dan perkembangan genetik dari ras ayam di perusahaannya masing - masing. Namun begitu intinya tetap sama, sebaik apapun potensi genetik yang dimiliki oleh ayam ras, jika tidak dipelihara dengan manajemen yang proper, maka hasilnya juga tidak akan bagus. (CR)

ECO ASIA POULTRY HEALTH CONFERENCE DIGELAR

ECO Asia Poultry Conference memperkaya wawasan peternakan global


Sebuah webinar internasional interaktif melalui daring bertajuk Eco Asia Poultry Health Conference dihelat pada 8 Desember 2020. Webinar tersebut berfokus  membahas tentang perunggasan dari segi market, kesehatan hewan, dan teknologi terkini dunia perunggasan. Webinar yang rencananya berlangsung dua hari tersebut digagas Eco Animal Health, salah satu perusahaan ternama di dunia asal Inggris. Narasumber yang menjadi pembicara dalam acara tersebut pun merupakan para ahli di bidang perunggasan dari seluruh dunia yang tentunya bukan kaleng - kaleng.

Piotr Postepski selaku Global Sales Director dari Eco Animal Health dalam sambutannya mengatakan bahwa wabah Covid-19 yang melanda dunia beberapa bulan belakangan mengubah cara manusia dalam bekerja, termasuk di sektor peternakan. Namun begitu menurutnya wabah tidak boleh menyurutkan semangat para insan perunggasan, utamanya praktisi perunggasan untuk tetap bergerak maju. Bahkan menurutnya ini adalah suatu tantangan yang harus dihadapi bersama.

"Ini juga tidak menjadi halangan bagi kita untuk terus maju, dan acara ini kami dedikasikan agar kita tetap up to date mengenai sektor perunggasan global. Semoga acara ini dapat bermanfaat bagi kita semua," tutur dia.

Hari pertama tema webinar meliputi pasar, breed, dan tren penggunaan antibiotik. Masing - masing tema dibawakan oleh satu narasumber yang ahli dalam bidangnya. 

Topik pertama mengenai dampak wabah Covid-19 dan ASF terhadap sektor perunggasan dan perbabian dunia di tahun 2021 dibawakan oleh Nan-Dirk Mulder Senior Animal Protein Specialist Rabobank. Dalam presentasinya ia banyak membahas kerugian dan penurunan produksi pada babi akibat wabah ASF, selain itu ia juga membahas wabah AI yang melanda Uni Eropa dimana berpengaruh cukup siginifikan pada produksi perunggasan Eropa utamanya Negeri Belanda.

Dalam kesempatan yang sama Bart Stokvis Technical Service Manager Hendrix Genetics menyampaikan presentasinya mengenai layer dan Indukan (PS & GPS) modern. Brat mengatakan kedepannya tantangan akan semakin berat dalam menghasilkan bibit, oleh karenanya efisiensi harus ditingkatkan.

Presentasi akhir pada hari itu ditutup oleh pemaparan Esther Schonewille Global Poultry Technical Manager Eco Animal Health. Esther banyak membahas bagaimana beternak dengan prinsip less antibiotic use. Hal ini dikarenakan semakin mengkhawatirkannya resistensi antimikroba yang terjadi di dunia. Esther banyak menekankan pada manajemen pemeliharaan dan housing yang moderdn serta pemanfaatan teknologi terbaru dan mutakhir dalam menjaga kesehatan ayam. (CR)


MEMANFAATKAN HERBAL SEBAGAI TERAPI MEDIS PADA HEWAN

Indonesia memiliki potensi herbal yang dapat dimanfaatkan dalam terapi medis veteriner


Di masa kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, termasuk dalam hal kesehatan. Manusia di masa kini banyak mengonsumsi obat - obatan herbal dan jejamuan dalam menunjang kesehatannya. Pada kenyataannya sediaan herbal juga dapat digunakan sebagai terapi dalam kesehatan hewan.

Hal ini dibahas secara mendalap pada webinar Dr. B The Vet show pada Minggu (29/11) melalui daring Zoom Meeting. Bertindak sebagai narasumber dalam webinar tersebut adalah Drh Slamet Raharjo, praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staff pengajar dari FKH UGM. 

Menurut beliau, Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversity memiliki potensi yang besar karena keanekaragaman tanaman obatnya. 

"Ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di negara ini dan banyak belum termanfaatkan dengan maksimal dalam hal ini pada sektor medis veteriner," tutur Slamet.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitiannya yang bisa dibilang sederhana tapi mind blowing. Seperti misalnya ketika ia meneliti tentang potensi daun sambiloto pada luka iris pada beberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

"Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama, dan saya mencobanya, ternyata bisa," tutur dia.

Selain daun binahong, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh aya terhadap serangan AI.

Namun begitu Slamet juga menjelaskan hal - hal yang harus diperhatikan terkait penggunaan herbal sebagai media terapi pada hewan. Menurut dia, herbal digunakan sebagai terapi suportif, untuk itu penggunaan herbal akan lebih baik jika dikombinasikan dengan sediaan konvensional. 

Ia juga mengingatkan agar para dokter hewan untuk memahami jenis herbal yang digunakan serta spesies pasien yang akan diterapi dengan herbal, karena hal ini juga berkaitan dengan efek fisiologis dari pasien tersebut. Cara pemberian sediaan herbal juga harus diperhatikan, karena terkait dengan jenis herbal dan spesies yang diobati tadi.

Terakhir ia juga mengingatkan bahwa agar sediaan herbal memiliki khasiat obat, volume, konsentrasi, dan aplikasinya harus tepat dan digunakan sesuai kaidah medis.

"Jika volume kurang tidak berefek, jika berlebih bisa jadi toksik, oleh karena itu harus tepat. Lebih penting lagi, gunakan herbal yang memang sudah diteliti memiliki efek dan khasiat, jadi jangan serampangan juga menggunakan tumbuhan yang belum pernag diteliti di laboratorium," pungkasnya.

Dr. B The Vetshow sendiri merupakan sebuah media edukasi dan diskusi bagi para dokter hewan dari berbagai sektor yang digagas oleh Drh Ridzki Muhammad Firdaus Binol, seorang alumnus FKH IPB. Webinar tersebut merupakan seri ke-2 dari acara Dr. B The Vetshow. Untuk webinar, podcast , dan acara lainnya, lebih lengkap dapat dilihat pada instagram @Dr.b_thevetshow. (CR)


MENGAWALI 2021 PB PDHI SEGERA TEMPATI RUMAH BARU

Sabtu, 14 November 2020, Drh Munawaroh, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), dalam sambutan acara webinar bertajuk "Gumboro, ND dan AI pada Layer di Peternakan Unggas Komersial Mandiri", menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT dan kegembiraanya karena sejak ia memangku amanah menahkodai PDHI telah didukung oleh para pengurus yang luar biasa untuk ikhlas mengabdi pada negeri di bidang profesi mulia kedokteran hewan dengan terlibat aktif di PDHI.

Pak Mun-sapaan akrabnya, juga menyampaikan akan selalu lebih menjalin komunikasi intens dengan anggota, baik para junior maupun senior-senior sejawatnya. "Saat ini PB PDHI telah menerbitkan 10.100 Kartu Anggota yang berlaku untuk seumur hidup bagi anggotanya" kata dia.

Dalam keterangan yang dirilis oleh laman: http://portal.pdhi.or.id, Munawarah menyampikan bahwa sejak berdiri PDHI 9 Januari 1953, PDHI belum memiliki tempat permanen sebagai kantor tetap PBPDHI. Namun, sejak kepengurusan baru 2018-2022 telah dicanangkan untuk mengumpulkan dana iuran bagi seluruh dokter hewan untuk memberikan sumbangan pembelian rumah PDHI untuk setiap dokter hewan wajib memberikan dana sebesar Rp 100.000 setiap tahun selama empat tahun, serta (ada sebagaian-red) sumbangan dari anggota PIDHI MVI.

"Terkumpul Rp 1,5 miliar dan Rp 500 juta dari para donatur, untuk kemudian dapat membeli kantor mandiri. Jadi inilah Rumah Baru PB PDHI," tambahnya.

Dan gedung baru di Jl. Joe No. 8A, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan itupun telah bernama "Grha Dokter Hewan" yang selain PB PDHI, Perhimpunan Istri Dokter Hewan Indonesia (PIDHI) serta PT VIS (Veteriner Indonesia Sejahtera) dan VETNESIA (Media Komunikasi Dokter Hewan Indonesia) bermarkas.

Webinar PDHI yang kesekian kalinya itu diikuti 84 peserta yang menghadirkan dua narasumber ahli, yakni Drh Budi Tri Akoso MSc PhD dan Drh Baskoro Tri Caroko. (DS)

CBC UNPAD BAHAS DUA SISI BELGIAN BLUE

Belgian Blue, akan jadi berkah atau musibah?


Indonesia sepertinya masih berambisi untuk mewujudkan program swasembada daging sapi. Melalui berbagai peraturan pemerintah seperti SK Mentan 73/2018, SK Dirjen 6977/2018, dan bahkan Kepmentan RI No.416/2020 Indonesia resmi menjalankan program pengembangan rumpun sapi Belgian Blue.

Sebuah webinar bertajuk "Kelanjutan Perkembangan Sapi Belgian Blue Sebagai Upaya dari Pemerintah Untuk Mencapai Swasembada Daging Nasional" dihelat oleh Cattle Buffalo Club (CBC), sebuah organisasi kemahasiswaan di Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Webinar tersebut berlangsung pada Sabtu (7/11) yang lalu melalui daring Zoom Meeting.

Tiga orang narasumber hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut. Mereka adalah Yanyan Setiawan dari Balai Embrio Transfer Cipelang, Gungun Gunara mewakili Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan, dan Nuzul Widyas Akademisi dari Fakultas Pertanian UNS.

Dalam presentasinya Yanyan Setiawan menjabarkan berbagai aspek teknis terkait pemeliharaan, performa reproduksi, serta keunggulan dan potensi dari ras sapi Belgian Blue. 

"Sapi ini memiliki Double Muscle (DM) yakni perototan yang sangat berkembang, sehingga dapat menghasilkan karkas yang lebih banyak ketimbang sapi lokal. Nantinya bakalan dari Belgian Blue Cross akan dikembangkan di UPT milik pemerintah dan disebarkan kepada peternak di seluruh nusantara," tutur Yanyan.

Senada dengan Yanyan, Gungun Gunara juga mengatakan bahwa diharapkan dengan adanya program ini peternak dapat lebih sejahtera dikarenakan sapi - sapi yang dipelihara lebih cepat besar, karkasnya lebih banyak, dan lebih menguntungkan dari segi ekonomi.

Namun begitu, Nuzul Widyas memiliki pandangan lain terhadap program pemerintah tersebut. Menurutnya, dari kacamata akademisi terdapat beberapa kekurangan yang seharusnya lebih dikaji lebih dalam pada program tersebut.

Nuzul menyebutkan bahwa sapi Belgian Blue dapat memiliki Double Muscle dikarenakan faktor mutasi genetik. Jika tidak ditangani secara benar, alel mutan dari sapi tersebut berpotensi merusak populasi sapi potong di tingkat peternakan rakyat.

"Kami tidak menentang fakta bahwa sapi BB memiliki superioritas sebagai sapi pedaging, tetapi kami hanya khawatir terhadap sapi lokal kita. Yang saya omongkan ini bukan omong kosong, saya punya beberapa bukti kuat, mengapa sapi BB dengan mutasi gen DM "kurang cocok" untuk peternak rakyat kita," tukas Nuzul.

Lebih lanjut Nuzul menuturkan bahwa beberapa negara sudah tidak menggunakan Belgian Blue dalam program pengembagan sapi pedaging di negaranya karena isu Animal Welfare.

"Sebut saja USA, negeri Paman Sam mengkalim bahwa sapi ini membutuhkan perawatan yang lebih telaten dari segi teknis ketimbang sapi lainnya. Yang saya tahu, tantangan budidaya di masa kini adalah bagaimana caranya menciptakan bibit yang tahan penyakit dan stress serta lebih mudah dipelihara, kalau Belgian Blue ini kan butuh perhatian lebih (manja)," tukas Nuzul.

Dari segi genetis, Nuzul menyebut bahwa gen mutan yang menyebabkan hipertropi otot pada sapi BB dapat diwariskan pada keturunannya melalui Cross Breed. Gen tersebut memang memiliki keunggulan dalam produksi daging karena menghasilkan otot yang padat, sehingga presentase karkas akan menigkat.

Namun begitu, terdapat kompensasi akibat hipertropi otot berlebih pada mutasi tersebut. Nuzul menyebut bahwa mutasi akan terjadi pada otot di seluruh tubuh. Jika hal tersebut terjadi, akan terjadi dampak fisiologis terhadap sapi, salah satunya performa reproduksi.

"Dari beberapa jurnal penelitian, disebutkan bahwa akibat perototan yang terlalu padat, terjadi penyembitan kanal - kanal seperti saluran reproduksi, pembuluh darah, dan lain - lain. Beberapa jurnal juga menyebutkan bahwa hampir 100% sapi BB dengan mutasi genetik DM kelahirannya harus dibantu oleh dokter hewan melalui operasi cesar karena mengalami distokia," tutur Nuzul sembari memperlihatkan beberapa jurnal pendukung.

Terakhir Nuzul menyebutkan bahwa dalam mewujudkan swasembada daging sapi, pemerintah seharusnya mengoptimalkan cross breeding antara sapi dari jenis Bos taurus konvensional dengan sapi betina lokal yang berkualitas. 

Sebagai panelis atau pembahas Rochadi Tawaf yang juga pakar sosial ekonomi peternakan juga banyak menjabarkan apa - apa saja yang harus dilakukan pemerintah dalam membangun persapian Indonesia.

Poin pertama yang dibahas oleh Rochadi yakni terkait sumber daya genetik dan perbibitan ternak. Mendengar berbagai pembahasan terkait potensi kerusakan genetik pada sapi lokal akibat persilangan sapi BB, Rochadi menilai pemerintah telah melanggar PP No.48/2011 tentang sumber daya genetik dan perbibitan ternak.

"Pada pasal 20 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan budidaya yang berpotensi menguras atau mengancam kepunahan sumber daya genetik hewan asli dan lokal. Jadi pemerintah (Kementan) bisa dituntut dengan pasal ini," tutur Rochadi.

Dirinya juga mengutip pernyataan mantan Direktur Jenderal Peternakan terdahulu yakni Soehadji, bahwa dalam menentukan suatu kebijakan hendaknya suatu kebijakan harus berbasis akademik.

"Harus feasible (bisa diterapkan di masyarakat), acceptable (dapat diterima masyarakat), dan profitable (menguntungkan masayarakat). Saya tidak melihat ketiganya dalam penentuan kebijakan ini. Jadi sebenarnya pengambilan keputusan dan kebijakan ini bagaimana?," tutur Rochadi.

Selain itu Rochadi juga mengkritik pemerintah terkait Kepmentan No.616/2020 yang hendak menetapkan sapi BB sebagai rumpun sapi Indonesia. Ia berdiskusi dengan beberapa peneliti di LIPI bahwa setidaknya diperlukan waktu 15-20 tahun dan proses pengembangbiakkan selama 3-5 tahun, untuk mendapatkan hasil cross breed, sapi BB dengan sapi lokal F4 dengan level genetik 90%.

"Kok ini terkesan cepat dan terburu - buru?. Harusnya pemerintah lebih seksama, coba lihat sekarang, mengapa sapi BB hanya mau dikembangkan di Indonesia saja?, Brazil yang penghasil daging terbesar tidak pakai BB, negara - negara di Eropa juga enggak mengembangkan BB, kenapa kita bernafsu sekali mau mengembangkan BB?, sebuah tanda tanya besar itu," tutur Rochadi.

Sebagai saran kepada pemerintah Rochadi meminta agar pemerintah membentuk breed komposit yang memanfaatkan keunggulan sapi lokal. Dirinya juga menyarankan agar sapi dengan mutasi genetik DM tidak disebar ke peternak.

Kedua, pemerintah harus mengawasi dengan seksasam, apabila nantinya  introduksi sapi DM pada sapi Indonesia berdampak negatif dan mengancam populasi ternak lokal, semua F1 harus disembelih dan tidak boleh bereproduksi di masyarakat, (Dilakukan pemusnahan).

Pemerintah sebaiknya lebih concern mengembangkan rumpun sapi endemik Indonesia yang sudah teruji dan sesuai dengan ekosistem negeri ini. Hanya tinggal mengkaji lebih dalam dan melakukan seleksi yang lebih intensif. 

Yang terakhir Rochadi meminta agar pemerintah melakukan kajian akademik secara komperhensif dari aspek teknis, sosial, dan ekonomi dalam program pengembangan sapi BB di Indonesia agar tidak menyesal dan menyalahkan siapa - siapa apabila terjadi kesalahan ditegah berjalannya program tersebut. (CR)

 





PELAYANAN MEDIS DOKTER HEWAN VIA DARING, MEMANG BISA?

Webinar ini merupakan rangkaian acara menuju Indo Vet 2021

Wabah Covid-19 nyatanya juga berimbas kepada bisnis pelayanan kesehatan hewan. Hal tersebut disampaikan oleh Drh Muhammad Munawaroh dalam webinar  dengan tema “Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pelayanan Kesehatan Hewan” (19/10) yang lalu.

Dalam webinar yang dihelat via daring tersebut, Munawaroh juga menjabarkan data survey yang dilakukan oleh PB PDHI kepada dokter hewan praktisi di Indonesia. Sebanyak 300 dokter hewan praktisi hewan kecil yang disurvey mengakui bahwa bisninya terdampak oleh wabah covid-19.

"Mereka mengalami penurunan kunjungan oleh kliennya, bahkan ada yang sampai 75%. Selama pandemi 64%  dokter hewan praktisi hewan kecil melakukan konsultasi online melalui daring atau media sosial," tutur Munawaroh.

Hal tersebut juga diamini oleh Drh Ni Made Restriatri praktisi hewan kecil sekaligus pemilik Bali Vet Clinic. Menurutnya semenjak pandemi Covid-19 dirinya terus memutar otak agar bisnisnya bisa terus survive ditengah cekaman pandemi.

"Kami memang tidak tutup 100%, kami memberlakukan PSBB, konsultasi via daring, dan tentu saja jika hendak berkunjung pemilik hewan diwajibkan untuk membuat appointment terlebih dahulu via telepon," tukasnya.

Sementara itu Dr Shane Ryan selaku mantan Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Seluruh Dunia (WSAVA) yang juga menjadi pemateri mengatakan bahwa sah - sah saja melakukan konsultasi memanfaatkan media sosial dan daring.

"Hal ini juga sudah kami lakukan sejak Covid-19 belum merebak, tetapi makin marak ketika pandemi berlangsung, dan memang kita tidak boleh mengesampingkan sisi keselamatan baik untuk klien dan kita sendiri," tukas Shane.

Kedepannya PB PDHI sedang membangun jejaring media sosial agar klien dapat melakukan konsultasi secara daring kepada dokter hewan apabila hewan peliharaannya mengalami hal yang tidak normal atau gejala sakit.

"Saat ini kami sudah ada aplikasi HaloVet, dari situ bisa dimanfaatkan apabila klien hendak bertanya dan konsultasi. Mereka juga bisa memilih dengan dokter siapa konsultasinya, dan bila hewan masih sakit maka akan langsung ditunjukkan lokasi terdekat praktik dokter hewan agar dapat membawanya," tutur Munawaroh.

Namun begitu Munawaroh mengakui bahwa pelayanan via daring yang dilakukan hanya sekedar konsultasi dan pertolongan pertama.

"Kita enggak bisa memberi diagnosis secara online, tetap nantinya kalau si hewan masih sakit akan kita arahkan agar menemui dokter hewan. Mendiagnosis itu harus melihat dan mengetahui langsung kondisi si hewan, kita ini dokter hewan, bukan dokter hewan. Jadi tetap punya kode etik, salah satunya itu," pungkasnya.

Webinar tadi merupakan rangkaian acara Indo Vet yang akan diselenggarakan oleh PT Napindo Media Ashatama yang akan dilangsungkan pada tahun 2021. Indo Vet merupakan pameran yang akan memamerkan perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, peralatan, dan semua terkait aspek kedokteran hewan di Indonesia. Nantinya Indo Vet juga akan dihelat berbarengan dengan pameran sejenis yaitu Indo Livestock, Indo Beef, Indo Dairy, Indo Agritech, dan Indo Fisheries. (CR)


WAW!!... TELAH 95 NEGARA TUJUAN EKSPOR OBAT HEWAN INDONESIA

Kamis, 1 Oktober 2020, Seminar via Zoom bertema “Ekspor Obat Hewan dan Bagaimana Strateginya” diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Menghadirkan narasumber tunggal Peter Yan dari PT Medion Farma Jaya yang memaparkan pengalaman Peter Yan tentang ekspor produk obat hewan dari Medion, mulai dari pra ekspor produk, administrasi hingga pelaksanaan pengiriman produk ke negara tujuan.

Ketua Umum ASOHI, Irawati mengantar acara webinar sebagai sharing pengalaman dari salah satu anggota untuk anggota. Webinar yang dibuka oleh Ni Made Ria Isriyanti, Kasubdit POH yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan RI berdurasi sejak pukul 14.00-16.00 WIB.

Ria menyampaikan bahwa data ekspor produk obat hewan Indonesia dari BPS yang diolah Pusdatin telah sampai ke 95 negara.

Peserta webinar yang sempat menyentuh angka 109 peserta itu, selain dari internal anggota ASOHI baik di Pusat maupun dari ASOHI Daerah seluruh Indonesia, juga dihadiri dari unsur pemerintahan, selain Dit Keswan juga Dit PPHNak, Ditjen PKH.

Pemaparan pemgalaman Peter Yan dilajutkan dengan diskusi dengan para peserta yang dimoderatori oleh Forlin Tinora, Wakil Sekjen ASOHI. Sedangkan Bambang Suharno, Sekertaris Eksekutif ASOHI bertindak sebagai Pemandu Acara.****(DARMA)

FREE WEBINAR: APLIKASI TEKNOLOGI REPRODUKSI & MOLEKULER TERNAK

Obrolan Peternakan (OPERA), Seri ke 12 dimana Majalah INFOVET menjadi salah satu Media Partner itu Bertemakan "Aplikasi Teknologi Reproduksi dan Molekuler Genetik untuk Peningkatan Produktivitas Ternak" rencananya akan digelar dalam bentuk webinar secara gratis.

Diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, acara dihelat pada Rabu 30 September 2020 mendatang, dimulai sejak pukul 09.00 sd 11.00 WIB dengan menghadirkan dua narasumber.

Adalah Ir. Diah Tri Widayati, SPt, MP, PhD, IPM dan Ir. Dyah Maharani,SPt, MP, PhD, IPM sebagai narasumber, dimoderatori oleh Ir. Riyan Nogroho Aji, SPt, MSc, IPP ketiganya merupakan dosen Fapet UGM.

Webinar yang ditayangkan melalui stream on zoom itu pesertanya dibatasi maksimal 500 seats saja. Peminat bisa mendaftarkan diri via http://ugm.id/OPERA12, atau melalui kontak narahubung dengan sdri Iswanti: HP +6285293153518; email: diskusi.fapet@ugm.ac.id

Selain ilmu pengetahuan, peserta akan memperoleh pula e-Sertifikat.

APA ITU PALM KERNEL MEAL DALAM PAKAN? GRATIS...IKUTI WEBINAR INI

Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal perkebunan mencapai 12,3 juta hektar. Dalam proses produksinya, industri kelapa sawit menghasilkan berbagai produk hasil samping, salah satunya yaitu Palm Kernel Meal (PKM) yang produksinya mencapai 5,8 juta ton/tahun.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, PKM berpotensi sebagai sumber energi dan protein, namun memiliki constraint kandungan serat yang tinggi sehingga tidak cocok dengan saluran pencernaan hewan monogastrik.

Berbagai teknologi diterapkan untuk memperbaiki kualitas nutrisi PKM diantaranya melalui perlakuan fisik, kimia dan enzimatik.

Pada Zoominar AINI ke-8 yang diselenggarakan oleh @ainifeednutrition ini akan dibahas mengenai "Optimalisasi Pemakaian Palm Kernel Meal dalam Pakan Unggas, Babi dan Ikan", yang akan diselenggarakan pada
Kamis, 1 Oktober 2020 pukul 09.00-11.10

Acara ini gratis dengan kuota terbatas
Silakan segera mendaftar pada link bit.ly/ZOOMINARAINI8

Acara ini didukung oleh media partner: @majalahinfovet;
@livestockreview; @majalahtrobos; @poultryindonesia; @agropustaka; @majalahagrina

KOLABORASI AMI, USSEC, DAN GITA ORGANIZER GELAR WEBINAR ASF VIA DARING

Kupas tuntas masalah ASF bersama para ahli dalam webinar
 

Rabu 12 Agustus 2020 Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), United State Soybean Export Council (USSEC) bekerkolaborasi dengan GITA organizer melaksanakan seminar mengenai penyakit African Swine Fever (ASF) via daring.

Sebanyak lebih dari 150 orang peserta hadir dalam pertemuan tersebut. Selain seminar juga diadakan Musyawarah Nasional AMI.

Membuka sambutan perwakilan USSEC Ibnu Eddy Wiyono mengatakan bahwa ada 3 hal yang difokuskan oleh USSEC di Indonesia yakni utilisasi soybean pada sektor peternakan, manusia dan akuatik. Ia juga meminta maaf jika USSEC jarang terlibat dalam peternakan babi di Indonesia, hal ini karena memang di Indonesia populasi babinya tidak sebanyak Vietnam dan Negara lainnya di Asia Tenggara.  Tetapi bukan berarti USSEC tidak peduli dengan sektor peternakan babi di Indonesia.

Di waktu yang sama Ketua Umum AMI Sauland Sinaga dalam sambutannya merasa senang dapat mengadakan acara ini. Menurut dia, sektor peternakan babi Indonesia harus bisa mengcover ASF dan mencegah penularannya lebih jauh lagi.

“Oleh karena restocking dan mencegah ASF lebih jauh itu penting, maka harus segera diupayakan,” tuturnya. Ia juga menyoroti kecukupan protein Indonesia yang masih rendah, dan babi bagi konsumennya tentu dapat menjadi solusi permasalahan stunting akibat rendahnya konsumsi protein hewani di Indonesia.

Presentasi pertama yakni dari Dr Angel Manabat yang berasal dari Filipina yang juga merupakan ahli babi. Dalam presentasinya Dr Angel memaparkan mengenai tips dan trik dalam mencegah ASF melalui biosekuriti. Beliau juga menganjurkan agar setiap peternakan yang terjangkit ASF agar melakukan istirahat kandang yang cukup dan mengaplikasikan biosekuriti yang sangat ketat, karena ASF ini sangat cepat menyebar dan mematikan. Selain itu Angel juga banyak menjabarkan mengenai cara – cara restocking yang tepat apabila hendak memulai kembali beternak.

Presentasi kedua yakni dari Drh Paulus Mbolo Maranata dari PT Indotirta Suaka tentang penerapan biosekuriti yang baik dan benar di peternakan babi dalam mencegah ASF. Ia berbagi pengalamannya dalam mencegah penyakit – penyakit pada babi seperti Hog Cholera.

“Penyakit babi seperti Hog cholera saja misalnya ini sangat mematikan, jika tidak segera dilakukan pencegahan bisa tutup Pulau Bulan itu. Oleh karenanya biosekrutii dan vaksinasi diiringi manajemen pemeliharaan harus baik,” tutur Paulus.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa timing dan ketepatan vaksinasi sangat berguna dalam program kesehatan. Dan menurutnya data keberadaan penyakit harus tepat, ini tentunya dibutuhkan kerjasama yang kompak dengan dinas dinas terkait dan stakeholder lain.

Paulus juga menerangkan masalah swell feeding, menurutnya swell feeding ini juga menjadi kunci masuknya penyakit ke dalam peternakan utamanya peternakan rakyat. Selain itu biosekuriti di peternakan rakyat juga harus dapat membatasi mobilisasi manusia, terutama pembeli babi dimana mereka biasanya masuk dan berpindah dari kandang satu ke kandang lain, dari peternakan satu ke peternakan lain, tentunya mereka berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit pada babi.

“memberi makanan sisa ini bahaya, makanya harus diperhatikan. Kalau tidak bisa berhenti swell feeding minimal harus treatment makanan sisanya ini, entah direbus, atau diapakan. Orang – orang juga harus bisa mengontrol diri agar tidak keluar masuk sembarangan. Bahkan dokter hewannya aja bisa lho membawa penyakit ke peternakan babi,” tutur Paulus.

Sesi diskusi dan tanya jawab juga berlangsung sangat interaktif, selain dapat bertanya langsung para peserta seminar juga dapat bertanya melalui gawai secara tertulis yang nantinya dibacakan oleh moderator. Bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut yakni Prof Budi Tangendjaja. Setelah seminar berakhir, sesi dilanjutkan dengan diskusi internal oleh para anggota AMI. (CR)

ZOOM SEMINAR: PELUANG INCOME JUTAAN RUPIAH DENGAN AFFILIATE MARKETING KAMUS ONLINE (ANGKATAN II)


Setelah sukses menerbitkan kamus online Peternakan dan Kesehatan Hewan (http://kamusrumuspeternakan.com), GITAPustaka kembali memberikan kesempatan kepada kaum milenial dan siapa saja yang ingin menambah income dengan mempraktekkan ilmu Affiliate Marketing untuk memasarkan ebook kamus online.

Affiliate Marketing menjadi peluang besar bagi generasi milenial dan siapa saja yang ingin mendapatkan income tak terbatas. Bagaimana langkah-langkahnya? Bagaimana peluang kamus online dan produk affiliate marketing lainnya untuk menambah income jutaan rupiah per bulan?

Ikuti zoom seminar “Peluang Income Jutaan Rupiah dengan Affilliate Marketing Kamus Online (Angkatan II).”

Hari, tanggal : Jumat, 17 Juli 2020
Pukul : 13.30-16.00 WIB
Tempat         : Di rumah saja (menggunakan aplikasi zoom)
Biaya : GRATIS
Narasumber
• Bambang Suharno (Direktur Utama PT Gallus Indonesia Utama/GITA)
• Aditya Maulana (Affiliate Program Partner)
Moderator : Wawan Kurniawan (Manager GITA Pustaka, penerbit Kamus Peternakan online dan buku-buku lainnya)
Materi
• Potensi market kamus online khususnya Kamus & Rumus Peternakan dan Kesehatan Hewan
• Pengertian Affiliate Marketing dan peluangnya di era digital
• Cara mendaftar menjadi Affiliate Marketer
• Cara sukses menjalankan Affiliate Marketing
• Memanfaatkan akun medsos dan grup medsos untuk mempromosikan produk affiliate
• Kendala dan cara mengatasinya
Pendaftaran :
• Klik https://bit.ly/webinarkamus
• Atau hubungi Achmad (0896 1748 4158 dan 0857 7267 3730 - WA)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer