-->

CETAK PULLET BERKUALITAS DARI PETERNAKAN SENDIRI

Pullet umur empat bulan di kandang produksi Aan. (Foto: Dok. Aan)

Ayam petelur dengan performa baik dihasilkan dari pullet berkualitas. Untuk mendapat pullet berkualitas baik, dibutuhkan perawatan sejak fase DOC yang baik pula. Gagal tangani DOC akan berpengaruh pada performa produksi seumur hidup ayam. Lantas, bagaimana mencetak pullet berkualitas dari peternakan sendiri?

Pullet adalah sebutan untuk ayam muda yang sudah melewati masa pertumbuhan, tetapi belum mencapai kematangan organ reproduksi sehingga belum siap bertelur secara sempurna. Standar minimal usia bertelur bisa berbeda untuk setiap ayam, tergantung jenis atau strain yang diternakkan. Umumnya, pullet berusia di bawah satu tahun atau sekitar 15-22 minggu. Namun, ayam berusia 13 minggu juga lazim dijual untuk pullet petelur.

Sering kali peternak lebih memilih membeli pullet yang sudah siap berproduksi dibanding merawat ayam dari DOC untuk menghemat waktu dan tenaga. Tentu saja, biaya pengadaan pullet menjadi relatif lebih mahal. Tak hanya itu, terdapat faktor lain yang harus dihadapi peternak yaitu stres, penurunan berat badan dan waktu adaptasi yang dibutuhkan ayam di tempat baru.

Tujuan peternak menjual atau membeli ayam di bawah umur 15-22 bulan yaitu untuk mempermudah penyeragaman berat badan, melancarkan stimulasi perkembangan, serta agar ayam bisa lebih beradaptasi di kandang baru. Pada umumnya, pullet membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk beradaptasi. Pada saat bersamaan, ayam mengalami penurunan berat badan akibat stres berada di lingkungan baru. Hal ini menjadi salah satu alasan utama pullet dipanen lebih awal sehingga bisa mempercepat adaptasi dan mengejar berat badan yang “hilang” agar sesuai target standar.

Penurunan berat badan ayam bisa menjadi masalah lebih serius bagi peternak rakyat, yang menggunakan kandang model terbuka ataupun semi terbuka. Selain harus beradaptasi dengan lingkungan, ayam juga lebih berisiko terpapar iklim serta cuaca di tempat baru sehingga dibutuhkan waktu adaptasi lebih lama. Hal ini bisa dihindari jika sejak kecil ayam sudah terbiasa dengan lingkungan, iklim dan cuaca di lokasi produksi. Waktu adaptasi dan stres yang ditimbulkan akibat adaptasi bisa ditekan.

Persiapan Kandang dan Peralatan
Pembesaran DOC menjadi pullet merupakan proses krusial, yang menentukan produktivitas ayam petelur ke depannya. Minggu pertama pemeliharaan merupakan periode pertumbuhan paling intensif karena organ dalam tubuh ayam berkembang pesat pada periode ini. Kondisi ayam selama minggu pertama sangat memengaruhi performa dan produktivitas ayam seumur hidupnya. Tak heran, untuk menghindari risiko, banyak peternak memilih jalan pintas dengan membeli ayam yang sudah memasuki usia pullet.

Perawatan ekstra memang dibutuhkan DOC agar bisa berkembang dengan sempurna. Jika mengetahui ilmunya, peternak tak perlu khawatir untuk mengadakan pullet sendiri. Bahkan, kandang dan peralatan yang disediakan tidak perlu muluk-muluk. Peternak bisa membuat sendiri kandang penghangat DOC dengan bermodalkan seng, atap asbes, serta beberapa buah lampu untuk penghangat.

Seperti yang dilakukan Ahmad Najib Taufiq Ihsan, atau akrab disapa Aan, seorang peternak ayam petelur skala rakyat di Banjarsari, Rejotangan, Tulungagung. Pria yang juga menjabat Direktur Pelaksana SIT Insantama Blitar ini memberi contoh... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (MFR/RA)

AGAR PULLET BERKEMBANG DENGAN BAIK

Dr Seksom Attamangkune

Ayam petelur modern merupakan ternak produktivitas tinggi dengan potensi genetik yang luar biasa.  Namun sayang, beberapa peternak kurang bisa memanfaatkan potensi genetik tersebut. Sebagai ternak dengan produktivitas tinggi dan potensi genetik yang baik, diperlukan pula manajemen pemeliharaan yang maksimal.

PT Better Pharma Indonesia (Betagro Group) selaku pelaku usaha obat hewan di Indonesia mengadakan webinar terkait nutrisi pullet pada Selasa (19/10) yang lalu melalui daring zoom meeting. International Animal Business Sales Director Better Pharma Kittiphat Duklong mengatakan bahwa tujuan dari webinar tersebut yakni untuk mengedukasi para peternak terutama customer Better Pharma dalam mengaplikasikan manajemen pemeliharaan terbaik bagi ayam layernya.

Narasumber yang dihadirkan pun merupakan ahli perunggasan kelas dunia yakni Dr Seksom Attamangkune yang meraih gelar Ph.D dari Oregon State University dan diakui kepakarannya dalam nutrisi unggas.

Dalam presentasinya Dr Seksom menekankan pentingnya pengaplikasian manajemen pemeliharaan yang baik pada ternak secara keseluruhan, khususnya nutrisi. Hal tersebut karena ternak petelur modern membutuhkan pakan berkualitas yang ditunjang dengan manajemen pemeliharaan terbaik agar dapat memaksimalkan potensi genetiknya.

Ia mengatakan bahwa fase pullet merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan ayam petelur modern karena keberhasilan di fase ini akan menentukan masa depan produktivitas ayam saat fase laying.

"Ada 3 goals yang harus dicapai pada fase pullet yakni mencapai bobot badan yang standar, memiliki frame (konformitas pertulangan) yang baik, serta mengonsistenkan feed intake. Kebanyakan peternak hanya memikirkan bobot badan saja tanpa memperhatikan pertulangan, padahal ini penting," tuturnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya fase brooding untuk layer, karena dalam fase tersebut sel - sel pada ayam akan mengalami hiperplasia dimana menentukan pertumbuhan ayam di fase selanjutnya. Oleh karenanya brooding juga harus diperhatikan dan harus dimanage dengan baik.

"Fase pullet juga bergantung pada brooding, pada usia 0-6 minggu sistem digesti dan imun akan berkembang, di usia 6-12 minggu sistem muskuloskeletal dan bulu yang akan berkembang, diikuti perkembangan otot, sumsum tulang serta sistem reproduksi pada 12-18 minggu, oleh karenany persiapan yang matang harus dilakukan untuk diaplikasikan karena maksimal dalam 12 minggu perkembangan sistem skeletal harus baik," tutur Dr Seksom. (CR)


BELAJAR LEBIH JAUH KUALITAS PULLET BERSAMA FARMSCO

Farmsco E-Learning Part 6, Lebih Dalam Mengenal Kualitas Pullet


Telur merupakan salah satu protein hewani yang paling ekonomis dan gemar dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data FAO (2018), Indonesia masuk ke peringkat ke-4 sebagai negara penghasil telur dunia dibawah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.

Berkembangnya teknologi dalam sektor pembibitan dan genetik ternak tentunya juga mempengaruhi produksi ternak. Yang tentunya jika dibarengi dengan manajemen pemeliharaan yang baik akan menghasilkan performa produksi yang semakin optimal. 

Pada edisi ke-6 nya kali ini, PT Farmsco Feed Indonesia kembali menggelar webinar Farmsco E- Learningnya yang bertajuk "Kupas Tuntas Fase Pullet Layer Modern" pada Kamis (27/5) yang lalu. Kali ini kembali Farmsco berkolaborasi dengan Hendrix Genetics mengupas lebih dalam mengenai manajemen pullet yang baik dan benar.

Erwan Julianto selaku Technical Service Manager Hendrix Genetics Indonesia & Filipina menjadi pembicara utama. Dalam presentasinya yang berdurasi sekitar 40 menit, Erwan memaparkan berbagai hal mengenai ayam petelur modern. Dalam presentaisnya ia juga menjabarkan faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pullet.

Mulai dari genetik, tata cara pemeliharana, brooding, bahkan sampai pentingnya memiliki recording yang baik dijelaskan dengan apik oleh Erwan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh para peserta webinar. Salah satu yang ia garisbawahi dalam presentasinya adalah pentingnya mengejar target bobot badan pada masa pullet karena akan berpengaruh pada fase selanjutnya.

"Bobot badan di masa pullet ini penting untuk dikejar karena berkaitan juga dengan nanti fase peak laying. Produktivitas, kesehatannya, serta keuntungan yang didapat tentu akan baik jika persiapan di fase pullet baik, oleh karenanya penting sekali diberlakukan manajemen pemeliharaan yang baik," tutur Erwan.

Penyampaian mengenai manajemen oleh Erwan kemudian diperkuat oleh Intan Nursiam, Nutrisionis PT Farmsco Feed Indonesia. Berdasarkan paparannya, pemilihan dengan bentuk, serta kandungan nutrisi yang tepat akan menunjang manajemen pemeliharaan pullet agar tetap sehat dan nantinya akan memiliki performa yang baik pada fase puncak produksi.

"Memang disini agak tricky kadang memilih pakan memang tidak semudah itu, ada waktunya kapan harus ganti pakan yang tepat, pakan dengan bentuk apa yang dipakai, makanya kita harus benar - benar dapat mengambil keputusan dengan tepat," papar Intan.

Di akhir sesi, PT Farmsco Feed Indonesia mengadakan kuis seputar materi webinar. Sepuluh pemenang yang beruntung akan mendapatkan hadiah - hadiah menarik sebagai apresiasi dari PT Farmsco Feed Indonesia. (CR)

Mengelola Kotoran Ayam Layer

Gambar 1: Kotoran ayam jika dikelola dengan baik dan benar akan menjadi penghasilan tambahan yang cukup menggiurkan. (Foto: Dok. Infovet)

Sumber utama pendapatan peternak ayam petelur (layer) adalah produksi telur konsumsi. Namun dalam proses produksi, yakni pemeliharaan layer faktanya ada beberapa komponen lain yang bisa menghasilkan pemasukan bagi peternak, walaupun hanya masuk sebagai pendapatan tambahan saja.

Komponen-komponen yang dapat menjadi pemasukkan tambahan, terdiri dari faktor-faktor yang langsung terkait dengan produksi maupun non-produksi.

Komponen terkait aspek produksi seperti penjualan ayam afkir, penjualan telur afkir (retak, pecah) hingga kotoran ayamnya. Komponen lain dari hasil penyusutan alat dan kandang ternak pun masih bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan uang, setidaknya berasal dari hasil penjualan barang rongsok, peralatan maupun komponen kandang yang sudah habis usia teknisnya.

Nah, pada kasus pengelolaan kotoran ayam layer, selain untuk aspek kesehatan ternak dan lingkungan, tatakelola limbah ternak ayam petelur juga bisa menjadi pendapatan tambahan, namun apabila tidak tepat dalam pengelolaannya bisa menjadi masalah.

Pembuangan sisa metabolisme ayam berupa kotoran ini bila kondisinya kering, akan laku dijual sekitar Rp 8.000 per karung sampai di atas truk dan jika feses ayam dikelola dengan baik maka tidak menjadi media pengembangbiakan lalat dan serangga lain yang merugikan.

Walhasil, dari tinjauan ekonomi limbah ternak ternyata bisa menyehatkan ternak dan peternaknya. Akan tetapi dapat menjadi masalah bagi keduanya bila kondisinya basah atau becek. Tinja ayam petelur yang basah itu menjadi media yang baik untuk perkembangan lalat dan serangga lain, serta menimbulkan bau tidak sedap dan tidak laku pula jika dijual.

Agar Kotoran Tetap Kering
Bagaimanakah cara peternak agar limbah metabolit ini tetap menyehatkan bagi kehidupan ayam dan lingkungan? Beberapa hal dapat peternak lakukan dengan tindakan diantaranya sebagai berikut:

1. Pakan: Berikan pakan kepada ayam yang tidak menyebabkan wet dropping (kotoran basah). Kalau terjadi wet dropping karena pakan, harus segera mengganti pakannya. Wet dropping, apapun alasannya adalah kondisi yang tidak sehat.
2. Air Minum: Saat membersihkan air minum di talang, operator kandang harus berhati-hati agar air tidak tumpah membasahi kotoran. Bila pemberian air minumnya menggunakan nipple drinker, maka gunakanlah PVC 2,5 inchi yang dibelah menjadi dua bagian di bawah nipple, agar tetesan atau cipratan air masih tertampung di talang.
3. Drainase kandang: Buatkan parit di sekeliling kandang, tepat di titik jatuhnya air hujan sedalam minimum 50 cm, agar tidak terjadi rembesan (kapilarisasi) air ke tanah di bawah kandang yang bisa menyebabkan lingkungan kandang menjadi lembab.

Bila perlu, pasangkan tirai paranet untuk menahan tampias air hujan ke area kandang. Cipratan dan genangan air hujan, serta drainase yang kurang lancar akan sangat berpengaruh terhadap tingginya tingkat kelembaban di lingkungan peternakan bahkan dapat memengaruhi kualitas kotoran menjadi tidak kering.

Tata Kelola Kotoran
Guna menghasilkan kotoran yang baik, yakni kering dan relatif tidak berbau menyengat, perlu beberapa langkah tahapan dalam budidaya ayam, seperti:
1. Saat pullet masuk ke kandang produksi, kisaran umurnya harus tepat, yaitu antara 13-16 minggu. Kotoran pullet yang sudah dalam kondisi kering, biarkan selama 4-6 minggu. Kemudian ditaburi sekam setebal 8-10 cm secara merata. Lama-kelamaan sekam akan tertutup kotoran baru sampai sekam tidak terlihat.
2. Selanjutnya biarkan selama 4-6 minggu kemudian, lalu ditaburi sekam lagi setebal 10 cm. Lama-kelamaan sekam akan tertutup kotoran lagi.
3. Kotoran ayam tersebut dibiarkan sampai ayam layer diafkir, baru kemudian kotorannya dipanen. Tidak repot, sekali panen dapat kotoran berlimpah dan bisa dijual dengan nominal yang mencukupi.

Gambar 2: Model tatakelola feses. (Dok. Pribadi)

Sebagai catatan terkait pembahasan pemanfaatan dan pengelolaan limbah kotoran ayam petelur: Pertama, kotoran ayam yang dibiarkan selama seperiode sudah pasti terurai menjadi pupuk kompos oraganik, kualitasnya pun menjadi sangat istimewa. Kedua, dari model tatakelola feses tersebut, hasilnya bisa dilihat (gambar 2). Pullet masuk ke kandang layer minimal pada usia 13 pekan, dan perhatikan saat ayam layer umur afkir untuk kemudian kotoran bisa dipanen. ***

Drh Djarot Winarno,
Praktisi perunggasan tinggal di Jawa Timur

Kapan dan Bagaimana Transfer Pullet ke Kandang Produksi

Alat ukur panjang kaki dengan jangka sorong.

Bila dicermati pada budidaya ayam petelur alias pullet maka pemeliharaannya terbagi dalam beberapa tahapan, sejak masih DOC (Day Old Chick) hingga ayam pada tahapan tumbuh-kembang menjadi ayam dara siap produksi hingga dewasa. Sejak ayam petelur ini baru menetas berumur harian (DOC) dari tempat penetasan (hatchery) kemudian dipelihara peternak melalui tahapan pemeliharaan Starter-Grower-Layer.

Langsung pada pokok bahasan, ketika anak ayam petelur ini sudah berumur dara, yakni berusia lebih-kurang 12-14 pekan, maka saatnya tiba pullet harus dipindahkan dari kandang peremajaan ke kandang produksi.

Model kandang pada peremajaan ayam layer bisa menggunakan tipe kandang terbuka (open house) maupun model kandang tertutup (closed house). Sedangkan jika ditinjau dari model lantai kandangnya, maka ada tiga tipe lantai yang biasa digunakan peternak, yakni model/tipe postal (litter), tipe panggung (slat) dan tipe sangkar (cage).

Masing-masing tipe dan model kandang tersebut, bisa menggunakan tempat minum dan tempat pakan manual dan atau otomatis. Tentu saja masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Namun fokusnya adalah pada waktu paling tepat untuk pemindahan ayam dara ini ke kandang produksi.

Kapan ke Kandang Produksi
Dari ukuran anatomi kaki ayam, transfer pullet ke kandang produksi saat yang tepat adalah ketika panjang kakinya (shank) sudah mencapai 100 mm. Biasanya saat ayam mencapai umur 12, 13 atau 14 minggu, bergantung pada masing-masing performance yang bisa dicapai oleh peternak. Tapi jika pencapaian panjang kaki 100 mm (10 cm) semakin cepat, maka hal ini sebagai tanda baik kualitas pullet-nya.


Apabila panjang kaki belum mencapai 100 mm, artinya pertumbuhan anatominya belum mencapai titik maksimum. Belum dewasa tubuh. Pada kondisi seperti ini tidak boleh dipaksakan naik ke kandang produksi, karena ada resiko jangka panjangnya dapat terjadi nantinya banyak layer yang akan menjadi lumpuh (fatiq cage = lelah kandang).


Resiko lain jika panjang kaki belum 100 mm adalah pullet akan sulit untuk menjangkau air minum, terutama air minum dengan nipple. Bagi ayam, sedikit minum, sedikit makan atau tidak minum dan tidak makan akan berakhir pada kematian.

Sehingga transfer pullet jika telah memenuhi syarat anatomi terkait panjang kaki/shank pada usia ayam 12 atau 13 minggu bisa saja dilakukan, namun pemindahan ke kandang produksi pada ayam umur 15 pekan sepertinya lebih ideal. Memang jika bisa lebih dini pemindahan kandang produksi, keuntungannya masa adaptasi ayam sebelum produksi cukup lama.

Alat ukur panjang kaki khusus.

Bagaimana Seharusnya Pemindahan Pullet

Pemindahan alias transfer pullet pada umur 15 minggu lebih dianjurkan, karena selain sudah dewasa tubuh, program vaksinasinya juga sudah komplit sampai vaksin ND+IB+EDS killed.

Namun apabila pada umur 15 minggu panjang kaki ayam dara itu belum mencapai 100 mm sebaiknya tidak dipaksakan pindah kandang. Dan ini merupakan kasus dalam budidaya ayam petelur yang menjadi problem serius. Artinya pada ayam layer dengan usia itu tidak tercapai target panjang shank-nya bisa divonis lambat tumbuh alias terjadi stunting (kerdil).


Seyogyanya pullet ditransfer pada umur 15 minggu + 1 hari (106 hari), tidak lebih. Karena layer modern, awal produksinya cenderung maju, yaitu produksi rata-rata mingguan (Hen Week = HW) 5% bisa dicapai pada umur 18-19 minggu. Pada hal setelah dipindahkan perlu waktu adaptasi di kandang produksi 2-3 minggu pertama.

Kapan saat terbaik pemindahan ayam dara itu? Sebaiknya transfer pullet dilakukan pada sore sampai malam hari, tujuannya untuk menghindari tambahan stres akibat udara panas selain dampak kontak fisik selama pemindahan.


Untuk itu pastikan kondisi pullet sehat karena saat proses pemindahan menyebabkan ayam stres relatif berat. Maka bila ayam masih dalam kondisi kurang fit atau bahkan sakit, harus disembuhkan terlebih dahulu di kandang peremajaan.

Ada catatan yang wajib hukumnya dilakuakan sebelum melakukan pemindahan pullet, yaitu pada H-4, pullet terlebih dahulu diterapi anti-endo parasit (cacing) dan anti-ekto parasit (kutu, gurem) satu hari sebelumnya dan lakukan pengobatan dengan preparat (sediaan) obat anti-parasit per oral. Dosisnya bisa mengikuti petunjuk dari pabrikan pembuatnya. Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan antibiotika spektrum pencernaan dan pernapasan selama tiga hari untuk membersihkan pernapasan dan pencernaannya. Tujuannya agar pullet yang ditransfer ke kandang produksi tidak membawa penyakit.

Catatan berikutnya, untuk pemindahan sebaiknya saat mengisi pullet ke dalam keranjang plastik (boks) tidak melebihi kapasitas. Misal box berkapasitas 20 kg maka isilah dengan 15 ekor pullet saja yang bobotnya rata-rata 1,3 kg/ekor. Boks diisi pullet dahulu semua di tempat yang teduh di dalam kandang, baru dinaikkan ke atas truk yang dinding sampingnya dibuka sebagian atau seluruhnya (bak terbuka) supaya tidak panas dan ada ventilasi udara.

Sesampainya di tujuan, kemudian turunkan semua boks isi pullet itu di tempat yang teduh atau ke dalam kandang, baru kemudian pullet dimasukkan ke sangkar (cage) produksi. Prinsipnya, pullet jangan dibiarkan kepanasan di atas truk, baik saat mau berangkat mau pun saat tiba di tujuan kandang produksi.

Kandang produksi hendaknya sudah disiapkan air minum yang telah ditambah multi-vitamin plus elektrolit (anti-stres), selama 3 hari, berturut-turut. Di kandang produksi ini pula hendaknya disiapkan pakan standar developer, bisa ditambah pakan broiler starter 20% untuk keperluan seminggu. Tujuannya untuk segera memulihkan penurunan bobot badan selama proses transfer dan masa adaptasi. Pada pekan kedua di kandang produksi, pakan broiler starter, dosisnya dikurangi, tinggal 10%. Dan pada minggu ketiga, tinggal 5%. Pada minggu keempat sudah tanpa tambahan pakan broiler starter.

Di dalam kandang produksi jangan sampai lupa untuk menyalakan lampu, yakni: Pada hari pertama, lampu dihidupkan mulai pukul 18:00 sampai dengan pukul 06:00 waktu setempat (12 jam). Kemudian pada hari kedua, terang lampu pada kandang produksi mulai pukul 18:00 sampai pukul 24:00 saja pada waktu setempat (6 jam). Dan hari ketiga lampu menyala mulai pukul 18:00-21:00 waktu setempat (3 jam). Pada hari ke empat tanpa penyinaran tambahan. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat masa adaptasi terhadap lingkungan baru.

Bila pullet berasal dari kandang dimana air minumnya tidak menggunakan nipple, yaitu pakai galon manual atau otomatis model “bel” (bell drinker), pindah ke kandang produksi yang air minumnya pakai talang (pipa PVC belah), tidak ada masalah dengan proses minumnya ayam. Namun bila di kandang produksi air minumnya memakai nipple, maka wajib untuk mengajari, memberitahu dan menunjukkan ke ayam di mana ayam tersebut bisa minum. Caranya nipple harus ditutul-tutul atau dipencet-pencet tiap jam supaya air minum keluar dari nipple dan ayam segera tahu dimana sumber air minumnya. Pembelajaran dan pengenalan air minum via nipple biasanya perlu waktu 3-7 hari pertama saja.

Pengalaman yang pernah penulis lakukan saat pertama kali menggunakan nipple drinker pada tahun 1994 di Pare Kediri, Jawa Timur, yakni dengan melakukan pengukuran intake air minum ayam yang keluar dari tandon di kandang menuju pipa nipple. Hasilnya, pada hari pertama water intake hanya 25%, hari kedua 50% dan pada hari ketiga 75% dari yang seharusnya. Padahal water intake saat pullet, seharusnya setara 2,0 kali dari feed intake-nya. 

Setelah tujuh hari masa pengenalan cara minum dari nipple, barulah pullet bisa minum via nipple dengan baik. Di kandang produksi bila air minumnya pakai nipple, maka upayakan agar ayam segera bisa minum banyak, karena jika tidak demikian ada resiko bobot badannya jadi turun drastis dibanding sebelum ditransfer. Maka dari itu, perhatikan benar soal minumnya ayam dara tersebut setelah di kandang produksi yang menggunakan air minum model nipple. Persoalan intake air minum ini harus ditangani secara baik, karena penanganan makannya ayam akan jauh lebih mudah mengelolanya. ***

Drh Djarot Winarno
Penulis adalah pelaku bisnis dan konsultan
budidaya ternak unggas (ayam), domba-kambing dan sapi.
Tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur

PELUANG BISNIS PULLET PETELUR

Bisnis ayam petelur, khususnya pullet memiliki peluang yang besar.
Banyak peternak ayam petelur di tanah air mengeluh karena sulitnya mencapai standar performa ayam petelur yang disarankan perusahaan pembibitan (breeder), walau telah melakukan berbagai usaha saat masa produksi. Kenyataan ini disebabkan masih minimnya peternak yang memberikan perhatian terhadap kualitas ayam remaja atau istilahnya “pullet” dan bahkan tidak paham tentang pentingnya periode tersebut. Peternak biasa berupaya dengan peningkatan pemberian ransum dan perbaikan program kesehatan (vaksinasi dan pengobatan), namun hal ini tidak menyelesaikan akar masalah, karena kedua upaya tersebut bukanlah unsur yang dapat menjadi solusi. Akar permasalahan yang sesungguhnya ialah rendahnya kualitas pullet.
Pullet adalah ayam ras petelur yang dipelihara dari umur 0-13 minggu atau 0-16 minggu, jadi pemahaman mengenai pullet perlu dipahami oleh peternak sebelum terjun ke bisnis ayam petelur, mulai dari ciri-ciri pullet berkualitas sampai cara membentuk atau menciptakan pullet yang berkualitas. Kesemuanya itu sangat perlu diketahui oleh peternak, baik peternak yang memulai usahanya sejak DOC atau yang memulai usaha dari membeli pullet jadi.

Peluang Usaha yang Terbuka Lebar
Seperti yang sudah dijelaskan, pullet merupakan ayam ras petelur yang dipelihara sejak umur 0-16 minggu, namun sebenarnya baru bisa disebut pullet jika telah memasuki umur 12-16 minggu. Umumnya proses pemindahan pullet ke kandang baterai (kandang sangkar petelur) baru dilakukan ketika ayam berumur 13 minggu atau 16 minggu. Hal tersebut dilakukan karena ayam ras petelur akan mulai bertelur saat umur 18 minggu, sehingga ayam diberi waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan kandang yang baru.
Populasi ayam petelur selalu meningkat dari tahun ke tahun, berdasarkan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, sampai 2014 tercatat populasi ayam ras petelur di Indonesia mencapai 146.660.415 ekor (tahun 2012 tercatat masih 130.539.437 ekor). Jika umur produksi ayam ras petelur rata-rata mencapai 90 minggu, maka kebutuhan pullet setiap minggunya adalah 1.629.560 ekor, itupun hanya untuk peremajaan (replacement) dan belum termasuk penambahan populasi. Ini menunjukkan bahwa bisnis ayam petelur, khususnya pullet memiliki peluang yang besar. Tentu saja hal ini dilihat dari adanya sebagian besar peternak layer yang umumnya tidak mau repot-repot dan mengambil resiko membesarkan sendiri sejak dari DOC, kemudian membeli pullet jadi. Tidaklah mengherankan bila harga ayam pullet cukup stabil dan selalu tinggi, karena masih sangat sedikit peternak yang terjun ke dalam bisnis pullet. Selain itu, permintaan (demand) pullet selalu tinggi dan cenderung terus bertambah. Ini tidak terlepas dari permintaan telur ayam ras yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi penduduk dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat, serta berkembangnya usaha kuliner dan pabrik makanan yang membutuhkan bahkan baku berupa telur ayam.

Pilihan Membeli Pullet atau Membesarkan Sendiri
Bisnis pullet dikatakan meraih profit alias menguntungkan karena berdasarkan hasil perhitungan dan hasil wawancara dengan peternak pelaku bisnis ini, dimana mereka menyatakan bahwa, selisih harga antara membeli pullet dengan memelihara/membesarkan sendiri sejak DOC sekitar Rp 10.000-15.000 per ekor. Perbedaan tersebut disebabkan oleh grade DOC, OVK (Obat, Vaksin dan Karyawan), pakan dan perlakuan yang diterapkan, performa pullet, serta jumlah ayam yang dipelihara.
Sebagai ilustrasi, bila selisih harga Rp 10.000 per ekor, berarti untuk 1.000 ekor pullet ada biaya Rp 10 juta yang harus dikeluarkan peternak pembeli. Bagaimana bila peternak memelihara 100.000 ekor, bisa diperhitungkan berapa selisihnya? Tentu saja akan diperoleh angka rupiah yang lebih besar. Jadi menengok besarnya selisih harga pullet, maka pemeliharaan khusus pullet bisa dijadikan bisnis yang sangat menjanjikan, di samping untuk keperluan sendiri dengan syarat farm/peternakan dikelola dengan manajemen professional, sehingga mampu memproduksi pullet berkualitas yang mampu menyedot kepercayaan konsumennya.
Memulai beternak ayam petelur dengan membesarkan sendiri pullet sejak DOC dan membeli pullet, masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan. Adapun alasan peternak memilih membeli ayam pullet jadi antara lain: 1) Peternak atau calon peternak ingin serba instan, dengan berharap segera memperoleh/memanen telur tanpa menunggu lama. 2) Peternak atau calon peternak tidak sepenuhnya menguasai manajemen pembesaran ayam pullet. 3) Karena keterbatasan luas lahan, di mana untuk pemeliharaan dari DOC sampai pullet harus terpisah dari kandang petelur dewasa untuk menghindari penularan penyakit dari ayam besar ke ayam kecil. 4) Keterbatasan tenaga kerja dan peralatan kandang yang dimiliki. 5) Ingin praktis dan tidak mau repot dengan jadwal vaksinasi, pengobatan, penimbangan, seleksi, grading yang padat di periode pullet.
Kelemahan bila membeli ayam pullet jadi antara lain: 1) Umur produksi (umur mulai bertelur) bisa mundur jika penanganan stress ayam (stress transportasi, kandang baru, cuaca baru dll) kurang tepat. 2) Peternak tidak mengetahui performa produksi sesungguhnya, terutama bila penyedia/penjual pullet tidak memiliki track record/recording yang jelas dan rapih, misalkan membeli pullet umur 13 minggu dengan standard bobot 1,10-1,14 kg, apakah peternak bisa mengetahui pullet tersebut berasal dari umur, strain, grade yang baik? Bila berbeda, maka program pengobatan (medikasi) tentunya seharusnya berbeda pula yang akhirnya performa produksi tidak bisa dioptimalkan mencapai standard produksi di samping riwayat kesehatannya tidak diketahui.
Sedangkan kelemahan membesarkan pullet sendiri antara lain : 1) Peternak membutuhkan waktu lebih lama sampai ayam memproduksi telur dan mulai memanennya. 2) Dibutuhkan lahan tambahan untuk kandang pembesaran. 3) Resiko kematian ayam lebih tinggi. 4) Dibutuhkan tenaga kerja lebih banyak. 5) Diperlukan ketelitian dan pengetahuan manajemen pra produksi yang handal.

Analisis Bisnis Pullet
Suatu usaha akan dilakukan bila menghasilkan keuntungan bagi pelakunya, dalam hal ini peternak. Untuk menilai suatu usaha perlu diadakan suatu kajian mendalam mengenai kelayakannya, yaitu untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Berikut disajikan Analisis Bisnis Ayam Pullet (Ferry Tamaluddin, 2013).

A.   Asumsi
Untuk menghitung kelayakan usaha pullet dibutuhkan asumsi sebagai berikut:
a.    DOC Layer yang akan dipelihara 4.000 ekor.
b.    Ayam dipelihara selama 13 minggu di kandang terbuka (open house) milik pribadi.
c.    Jumlah pekerja satu orang dengan gaji Rp 2.200.000 per bulan.
d.    Kematian (mortalitas) ayam 2%.
e.    Harga pakan pre-starter Rp 6.500/kg, starter Rp 6.200/kg dan grower Rp 6.150/kg.
f.       Harga sekam padi Rp 3.000/kg.
g.    Harga jual pullet Kualitas I Rp 4.000/minggu atau harga pullet umur 13 minggu Rp 52.000/ekor.

B.   Biaya Produksi

Biaya tetap (a)
(Rp)
Penyusutan kandang
1.600.000
Penyusutan peralatan
800.000
Jumlah
2.400.000

Biaya variabel (b)
(Rp)
Pembelian 4.000 ekor DOC @Rp 8.000
32.000.000
Pembelian 800 kg pakan pre-starter @Rp 6.500
5.200.000
Pembelian 2.800 kg pakan starter @Rp 6.200
17.360.000
Pembelian 12,000 kg pakan grower @Rp 6.150
73.800.000
Pembelian OVK untuk 4.000 ekor @Rp 2.000
8.000.000
Biaya operasional untuk 4.000 ekor @Rp 3.500
14.000.000
Jumlah
150.360.000
Total Biaya Produksi (a + b)
152.760.000

C.   Penerimaan

Keterangan
(Rp)
Penjualan 3.920 ekor ayam pullet @Rp 52.000           
203.840.000
Penjualan 360 karung kotoran ayam @Rp 5.000         
1.800.000
Total Biaya
205.640.000

D.   Keuntungan

Profit
(Rp)
Penerimaan
205.640.000
Total biaya
152.760.000
Jumlah (-)
52.880.000

E.    Analisa Usaha
Analisa Usaha digunakan untuk meninjau kelayakan sebuah usaha/bisnis yang akan dilaksanakan. Indikator yang digunakan ialah menilai Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) dan Break Even Point (BEP)
1.    R/C Ratio
R/C Ratio           = Penerimaan / Biaya Produksi
                        = Rp 205. 640.000 / Rp 152.760.000
                        = 1,35
Artinya angka 1,35 menunjukkan bisnis pullet yang dilaksanakan menguntungkan.

2.    BEP
BEP Harga         = Total Biaya / Total Produksi Pullet
                        = Rp 152.640.000 / 3.920 ekor
                        = Rp 38.969/ekor
BEP Jumlah        = Total Biaya / Harga Jual
                        = Rp 152.760.000 / Rp 52.000/ekor
                        = 2.938 ekor
Artinya bisnis pullet ini tidak akan mendapatkan keuntungan maupun kerugian, bila menjual ayam pullet dengan harga Rp 38.969/ekor (mortalitas 2%). Sementara itu, jika harga jualnya Rp 52.000/ekor, jumlah ayam pullet yang harus diproduksi 2.938 ekor (mortalitas 2%).

Sekian gambaran mengenai bisnis ayam pullet yang menjanjikan. Selamat mengisi peluang bisnis ini dan semoga sukses. (SA)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer