Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Feedtech | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MERAUP UNTUNG DARI BERTANAM PAKAN HIJAUAN

Peluang usaha tanaman pakan hijauan terbilang besar. (Foto: Istimewa)

Meraup untung dari bisnis peternakan, tak melulu hanya dari produksi hasil ternaknya saja seperti daging, telur, susu dan lainnya. Keuntungan lain yang bisa diraih dari sektor ini juga bisa didapat dari usaha pakan hijauan atau rumput untuk ternak ruminansia.

Bahkan, peluang usaha komoditi ini terbilang besar, mengingat pelaku usahanya masih jarang. Salah satu indikator jarangnya pelaku usaha penyedia pakan ternak hijauan adalah para peternak skala besar masih banyak yang mencari rumput sendiri dengan cara ngarit di sekitaran kandang mereka.

Para peternak skala besar ini ngarit bukan karena mau irit. Tetapi pasokan pakan rumput dari para petani tidak bisa diandalkan tersedia setiap hari. “Pasokan rumput dari hasil tanam memang sangat tergantung masa panen. Rata-rata masa panen rumput gajah antara 40 sampai 50 hari,” tutur Asep Nurdin Soleh, petani rumput gajah dari Sukabumi, Jawa Barat, kepada Infovet.

Faktor lain yang kadang membuat pasokan kurang stabil dikarenakan kebutuhan dari para peternak cukup besar. Kebutuhan pasokan rumput bukan hanya untuk kepentingan ternak sapi perah dan pedaging. Menurut Asep, kebun binatang pun membutuhkan pasokan yang cukup besar dan harus rutin untuk hewan-hewan mereka.

Besarnya kebutuhan pasokan menjadi tanda peluang pasar usaha bertanam rumput sangat menjanjikan. Intinya, selama dunia peternakan sapi dan hewan ruminansia lain masih ada, usaha pakan hijauan akan terus menghasilkan. Dan inilah yang membuat Asep bersemangat menekuni usaha bertanam rumput gajah.

Mantan karyawan PT Green Global, industri peternakan sapi perah ini, sekarang sukses menjadi petani pakan hijauan ruminansia. Merintis dari nol sejak 2010, Asep kini sudah memiliki lahan sewa hingga 10 hektare lebih di Sukabumi. Bahkan, saat ini ia masih terus memperluas lahannya di tempat lain di Jawa Barat.

Kuasai Pasar Kebun Binatang
Kisah sukses Asep bermula saat dirinya masih menjadi karyawan industri peternakan. Pada 2010, beberapa petani rumput gajah yang semula menjadi mitra binaan perusahaan tempat ia bekerja kebingungan untuk menjual hasil panen rumputnya. Rupanya perusahaan sudah memutus kemitraan dengan para petani karena pihak perusahaan sudah menanam rumput sendiri untuk kebutuhan ternaknya. Alhasil, para petani mitra bingung tak tahu kemana akan menjaul hasil panen rumputnya.

“Saat itulah saya punya inisiatif untuk bantu para petani mencarikan pasar di perusahaan lain. Alhamdulillah ada beberapa perusahaan besar yang siap menampung hasil panennya,” ujar Asep.

Sembari bekerja, Asep mulai berpikir lebih serius menjadi pengusaha pakan hijauan. Lima tahun membina petani, akhirnya ia mengundurkan diri sebagai karyawan. Asep memilih untuk serius membuka usaha pakan hijauan.

Hanya dalam beberapa tahun, Asep menemukan jalannya untuk mengembangkan usaha tanam rumput gajah. Tak ada yang sulit bagi Asep untuk bertani rumput pakan ternak ini. “Yang namanya rumput asal ada lahannya bisa tumbuh di mana saja,” ucap dia.

Ada dua jenis rumput gajah yang ia tanam, yakni jenis Pak Chong dan Odot. Rumput gajah Pak Chong untuk pakan sapi, dengan tinggi tumbuh mencapai 3 meter. Sedangkan rumput gajah jenis Odot untuk pakan kambing atau domba dengan ukuran tumbuh antara 1- 1,5 meter pada masa panen.

Salah satu kelebihan bertani rumput gajah adalah cukup sekali tanam bibit, panennya bisa berkali-kali. Sejak ditanam, baru bisa dipanen pada umur 100 hari. Untuk panen kedua dan seterusnya bisa dilakukan pada umur 40-50 hari.

Untuk panen kedua dan seterusnya, Asep tak perlu menanam dari bibit lagi. akar rumput yang tersisa setelah panen pertama akan trubus atau tumbuh tunas lagi, begitu seterusnya. “Untuk pemberian pupuk cukup sekali dalam dua kali masa panen. Saya gunakan pupuk kandang, lebih murah,” katanya.

Harga rumput gajah di petani per kg dihargai Rp 200. Ditambah ongkos kirim dan lainnya, sampai di peternak bisa mencapai Rp 600-700 per kg. Menurut hitungan Asep, per hektare bisa menghasilkan keuntungan bersih rata-rata Rp 10 juta sekali panen. Saat ini luas lahan Asep mencapai 10 hektare lebih.

Selain rumput hasil panen, Asep juga menyediakan bibit rumput gajah. Untuk satu batang bibit berukuran dua titik mata, panjangnya sekitar 15 cm. Harganya per batang Rp 150, belum termasuk ongkos kirim. “Satu stek ditanam sekali bisa dipanen berkali-kali. Jarak tanam 50 cm antar bibit. Karena saat tumbuh akan terus bercabang akarnya dan tumbuh tunas baru,” ungkap Asep.

Tujuh tahun lebih menekuni usaha, Asep sudah memiliki jaringan pasar tetap yang mampu menampung hasil panennya. Kebun Binatang Taman Safari Sukabumi, peternak sapi perah Cimory dan beberapa peternak sekitar Bogor dan Depok, merupakan pelanggannya.

Tentang kandungan nutrisi antara rumput gajah hasil tanam dengan rumput liar, Asep menyebut beda. Kandungan nutrisi rumput liar lebih bagus untuk ternak. Sebab, jenis rumput liar sangat beragam sehingga nutrisinya sudah pasti lebih lengkap. Sedangkan rumput gajah hanya satu jenis nutrisi.

Hanya saja, keterbatasan ketersediaan rumput liar sering menjadi masalah bagi para peternak. “Kebun Binatang Ragunan butuh 3 ton rumput liar per hari, tapi tidak bisa saya sanggupi karena susah dapatnya. Biaya untuk tukang ngarit-nya juga besar,” ucapnya.

Sulit Andalkan Pasokan 
Meski ladang rumput cukup luas, namun untuk sebagian peternak, pasokan pakan hijauan ini tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Banyaknya peternak yang membutuhkan pasokan rumput dan kendala transportasi, menjadikan hambatan untuk mendapatkan pasokan pakan hijauan secara rutin.

“Ternak itu butuh makan setiap hari. Sementara untuk mengandalkan pasokan dari petani rumput agak sulit. Satu-satunya jalan kami ngarit sendiri untuk memenuhi kebutuhan harian kandang, selain juga mendatangkan pasokan dari petani,” tutur Nurtantio, petrenak sapi perah dan pedaging di Depok, Jawa Barat.

Di kandang milik Nurtantio, saat ini terdapat 160 ekor sapi perah dan 10 ekor sapi pedaging sisa sediaan Hari Raya Idul Adha lalu. Peternakan ini merupakan salah satu pelanggan rumput gajah dari Asep. Hanya saja, untuk memenuhi kebutuhan rutin harian sapi-sapinya, para pekerja di kandang Nurtantio juga harus ngarit rumput di sekitaran Depok. “Selain rumput, saya juga berikan pakan tambahan ampas tahu dan konsentrat,” tambahnya kepada Infovet.

Nurtantio merupakan peternak cukup dikenal di kawasan Depok. Dokter hewan ini memiliki pelanggan sapi potong, khususnya saat Hari Raya Kurban. Per ekor sapi di kandangnya membutuhkan pakan setidaknya 20 kg rumput dan pakan lainnya per hari.

“Kalau beli dari petani memang praktis. Tapi risiko kalau mengandalkan pihak ketiga, kalau tidak datang rumputnya, produksi susu sapi perah kami bisa berantakan. Makanya saat ini full ngarit, kurang lebih 2 ton per hari,” kata dokter hewan ini.

Kebutuhan pakan hijauan akan makin banyak di saat jelang Hari Raya Idul Adha. Beberapa bulan sebelumnya, sudah masuk ratusan sapi potong yang akan dijual kembali. Di saat seperti ini, Nurtantio tak hanya bisa mengandalkan pasokan rumput ngarit dari sekitaran Depok. Ia juga mendapat pasokan dari para petani rumput, mulai dari Sukabumi, Bandung, hingga Cirebon. “Tergantung ketersediaannya saja, bisa jerami, jagung, rumput, karena tidak bisa pilih-pilih juga, karena tinggi kebutuhan saat kurban,” jelas dia.

Pakan Berkualitas, Ternak Sehat
Menyimak penjelasan di atas, potensi dan peluang pasar pakan hijauan di dalam negeri cukup besar. Seperti diketahui, hijauan pakan merupakan bagian dari tumbuhan selain akar dan biji yang layak dikonsumsi ternak, baik dalam keadaan segar maupun sudah diolah.

Kekurangan hijauan pakan untuk ternak ruminansia akibat musim kemarau, sangat memengaruhi performa pertumbuhan ternak. Hijauan pakan juga sangat berperan dalam turut menjaga kesehatan rumen dengan cara memelihara fungsi rumen melalui proses fermentasi.

Bagian tanaman yang bisa menjadi hijauan pakan antara lain daun, ranting, batang dan pelepah. Dengan demikian, hijauan pakan adalah produk yang dihasilkan dari tanaman pakan atau tumbuhan lain yang menghasilkan biomasa dan berklorofil yang dapat berfungsi sebagai hijauan pakan. Sehingga hijauan pakan dapat diperoleh dari semua tanaman pakan atau tanaman lain seperti jagung, sorgum, pelepah kelapa sawit, pelepah pisang, pelepah sagu dan lainnya.

Penyediaan hijauan pakan berkualitas tinggi setiap waktu dapat mengurangi biaya pemeliharaan, karena dapat mengurangi biaya penggunaan konsentrat, yang harganya terus meningkat.

Kesuksesan peternak dalam menyajikan hijauan pakan berkualitas tinggi seperti legum akan menambah efisiensi produksi ternak. Sebab, selain biayanya murah juga nilai nutrisinya tinggi, yang memungkinkan pertumbuhan komparatif dengan pemberian ransum berbasis konsentrat.

Peran hijauan pakan lainnya bagi ternak ruminansia adalah meningkatkan mutu dan keamanan produk ternak yang mengonsumsi hijauan pakan. Ketersediaan hijauan pakan juga terbukti dapat mempertahankan stabilitas usaha ternak ruminansia di beberapa perusahaan ternak sapi perah maupun pedaging. (AK)

FUNGSI LAIN MINERAL SEBAGAI ANTIMIKROBA

Pemberian mineral pada ternak yang baru lahir atau masih muda banyak memberikan manfaat. (Foto: Dok. Infovet)

Antimikroba umumnya diperoleh dari jenis antibiotik baik yang digunakan untuk pengobatan (terapeutik) maupun dalam bentuk AGP (Antibiotic Growth Promoter) yang ditambahkan dalam pakan. Dengan dilarangnya pemakaian AGP, maka banyak alternatif yang diusulkan sebagai imbuhan pakan. Berbagai bahan dalam bentuk mikroba (probiotik), maupun ekstrak tanaman (fitogenik), bahkan enzim diklaim sebagai bahan alternatif.

Disamping itu, beberapa mineral juga diperkenalkan sebagai bahan yang mempunyai sifat antibakteri, meskipun pada mulanya mineral dibutuhkan untuk tubuh ternak karena fungsinya dalam metabolisme, pertumbuhan atau fungsi organ. Dalam dekade terakhir, beberapa jenis mineral yang diperoleh dari alam maupun dari hasil sintesis, banyak dikembangkan sebagai antibakteri yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti AGP.

Bentuk dan Jenis Mineral
Berbagai bentuk dan jenis mineral dijual di pasaran dan digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak tetapi juga digunakan sebagai fungsi lainnya.

Oksida dan Garam
Penggunaan mineral sebagai antimikroba sudah banyak diketahui cukup lama, misalnya pemakaian Cu (Cuprum/Copper/tembaga) dalam mencegah perkembangan mikroba. Beberapa pabrik pakan sudah lama menambahkan tembaga sulfat (CuSO4) ke dalam pakan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan Cu sebagai sumber gizi. CuSO4.5H2O ditambahkan dalam jumlah 500 g/ton makanan atau 200 ppm Cu dalam pakan yang melebihi kebutuhan Cu untuk ayam sebesar 5-8 ppm.

Disamping Cu pada ayam, pemberian ZnO pada babi juga sudah lama dilakukan untuk mencegah babi menceret karena kontaminasi bakteri yang berpengaruh terhadap saluran pencernaan. Pemberian ZnO dalam pakan babi lepas sapih dapat mencapai 2.000-3.000 ppm untuk mencegah timbulnya anteritis akibat bakteri dan mempercepat pertumbuhan. Tetapi,  pada 2022, Uni Eropa mengeluarkan peraturan baru untuk melarang pemakaian ZnO dalam pakan babi karena pencemaran lingkungan dari kotoran babi yang banyak mengandung Zn.

Dengan perkembangan teknologi, bentuk pemberian Cu atau Zn tidak hanya dalam bentuk garam atau oksidanya, tetapi juga dimodifikasi untuk di”masuk”kan ke dalam monmorilonit atau salah satu bentuk zeolit untuk meningkatkan aktivitasnya. Penambahan mineral tersebut tidak hanya masing-masing, tetapi juga dikombinasikan keduanya ke dalam zeolit. Hasil pengujian secara in-vitro menunjukkan bahwa mineral dalam zeolit mampu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

SENYAWA FITOGENIK ATAU BAHAN HERBAL

Penggunaan senyawa fitogenik berkembang ke peternakan karena pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) yang memengaruhi kesehatan ternak. (Foto: Istimewa)

Imbuhan pakan berupa senyawa fitogenik atau botanikal merupakan bahan ekstrak tanaman yang ketika ditambahkan dalam pakan dalam jumlah yang disarankan dapat memperbaiki penampilan ternak. Bahan ini berupa hasil ektraksi tanaman obat dalam berbagai bentuk senyawa, baik minyak atsiri (essential oil), ekstrak jamu-jamuan (herbal) atau dari rempah-rempah (spice).

Penggunaan ekstrak tanaman sudah lama dilakukan manusia, baik untuk pengobatan maupun meningkatkan kesehatan tubuh, seperti menaikkan kekebalan (immunity) atau sebagai tonik. Penggunaan senyawa fitogenik berkembang ke peternakan karena pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) yang memengaruhi kesehatan ternak. Hal ini dimulai dari negara-negara di Eropa yang lebih dulu melarang penggunaan AGP dan membatasi penggunaan antibiotika dalam pemeliharaan ternak, sehingga mencari alternatif yang dapat diperoleh dari alam. Mereka berpikir bahwa penggunaan bahan alami dianggap lebih aman untuk kesehatan dibanding antibiotika yang dapat menimbulkan resistensi, sehingga dikawatirkan nantinya akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Jenis Senyawa Fitogenik
Jenis senyawa fitogenik umumnya dari tanaman herbal yang secara tradisional banyak digunakan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Kesehatan dalam hal ini tidak hanya untuk pengobatan terhadap suatu penyakit, tetapi juga untuk meningkatkan kecernaan dari makanan atau meningkatkan nafsu makan atau meningkatkan kekebalan tubuh ketika menghadapi perubahan cuaca maupun penyakit.

Awal mulanya jenis senyawa fitogenik pada ternak ditujukan untuk meningkatkan penerimaan konsumen untuk hasil ternak seperti telur. Konsumen menghendaki warna kuning telur yang cerah berwarna kuning sehingga dibuatlah imbuhan pakan dari tanaman yang berisi senyawa karotenoid berupa xantofil (oxygenated carotene) yang diperoleh dari wortel atau bunga marigold atau dari ganggang chlorella. Jenis xantofil yang digunakan berupa lutein yang juga terdapat dalam jagung kuning.

Kendati demikian konsumen juga menghendaki agar warna telur tidak hanya kuning tetapi juga menjadi jingga (oranye), maka ditambahkanlah senyawa astaxantin yang dapat memberikan warna merah. Penggunaan senyawa astaxantin juga banyak digunakan untuk menghasilkan daging ikan atau uadng yang berwarna merah. Disamping karotenoid diperoleh dari tanaman, beberapa perusahaan kimia juga membuat senyawa sintetisnya yang dapat dimasukkan ke dalam pakan.

Selanjutnya, penelitian terus berkembang untuk memanfaatkan senyawa fitogenik sebagai imbuhan pakan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi ternak, termasuk perbaikan kualitas pakan.

Secara umum, imbuhan pakan fitogenik dapat dikelompokkan ke dalam:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

MEMAHAMI PENGGUNAAN ENZIM KARBOHIDRASE

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian. (Foto: Istimewa)

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian, meskipun beberapa bahan diperoleh dari hasil hewani seperti tepung ikan maupun tepung daging/tulang (MBM, PMM).

Berbagai hasil pertanian/tanaman tersebut adalah biji-bijian (jagung, sorgum) maupun kacang-kacangan (kedelai dan sebagainya), termasuk juga hasil samping dari pengambilan minyak seperti bungkil-bungkilan (bungkil kedelai, bungkil rapeseed, biji bunga matahari, biji kapuk, kelapa, inti sawit dan lainnya), hasil samping dari penggilingan seperti dedak padi, polar gandum, dedak jagung, hasil samping dari proses lanjut seperti DDGS (Dried Distillers Grains with Solubles) dan CGM (Corn Gluten Meal).

Hasil tanaman tersusun dari sel-sel tanaman termasuk dinding selnya. Umumnya dinding sel tanaman disusun dari senyawa karbohidrat, yaitu serat kasar. Berbagai bentuk senyawa karbohidrat terdapat di dalam dinding sel tanaman seperti xilan, arabinoxilan, selulosa, gluko/galaktomanan, hemiselulosa, pektin dan sebagainya.

Senyawa-senyawa tersebut mempunyai struktur kimia berbeda-beda meskipun unit senyawa dasarnya sama, yaitu kelompok gula (sugar) seperti glukosa, galaktosa, manosa, xilosa, pentosa dan lainnya. Berbagai jenis ikatan kimia yang menyatukan senyawa tersebut, baik ikatan alfa maupun beta atau ikatan cabang.

Kemampuan Ternak Mencerna Dinding Sel Tanaman
Ternak monogastik sulit mencerna dinding sel tanaman karena ikatan kimianya yang kuat, tetapi ternak ruminan dapat mencernanya karena mikroba di dalam rumen mampu memecah atau mencerna dinding sel menjadi produk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mikroba rumen.

Umumnya ikatan kimia dalam bentuk alfa, baik alfa 1-4 maupun alfa 1-6 masih dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ternak monogastrik, seperti senyawa pati, baik amilosa maupun amilopektin yang terdapat dalam endosperma biji-bijian.

Di lain pihak, senyawa yang memiliki ikatan beta seperti beta 1-4 yang terdapat dalam selulosa maupun ikatan lainnya antara glukosa dan xilosa atau manosa atau pentosa sering kali tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan unggas maupun babi, karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

BICARA PREBIOTIKA

Dengan berubahnya populasi mikroba usus maka diharapkan kejadian penyakit saluran pencernaan menurun dan penyerapan zat-zat gizi ke dalam usus akan menjadi lebih baik. Foto: Oliinykfoto

Istilah “pre-biotic” diartikan sebagai terjadinya atau keadaan sebelum (pre) kehidupan (biotic). Konsep atau istilah ini dikenalkan pada 1995-an dari ilmu makanan manusia yang berupa senyawa dalam bahan pangan yang berfungsi mendorong pertumbuhan atau aktivitas mikroba (bakteri dan kapang/fungi) yang berguna dalam saluran pencernaan.

Tetapi jauh sebelumnya pada 1921, dilaporkan adanya fenomena bahwa orang yang mengonsumsi karbohidrat tertentu mempunyai kandungan bakteri asam laktat yang tinggi dalam saluran pencernaannya. Perkembangan prebiotika untuk ternak meningkat secara nyata ketika adanya pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) di berbagai negara dan isu Antimicrobial Resistance (AMR) yang meningkat.

Definisi
Untuk dunia peternakan, menurut FAO (2007), prebiotika didefinisikan sebagai senyawa yang ada dalam pakan yang memberi manfaat kesehatan kepada ternak yang mengonsumsinya dengan memodulasi mikrobiota saluran pencernaan. Harus terjadi pergeseran populasi mikroba usus ke arah yang lebih berguna bagi kesehatan. Jenis mikroba usus yang berkembang umumnya dari genus Bifidobactrium sp. maupun Lactobacillus sp., sedangkan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan menurun jumlahnya.

Dengan berubahnya populasi mikroba usus maka diharapkan kejadian penyakit saluran pencernaan akan menurun dan penyerapan zat-zat gizi ke dalam usus akan menjadi lebih baik dan penampilan produksi ternak menjadi lebih baik.

Prebiotika berbeda dengan probiotika yang berisi mikroba hidup yang terseleksi dan ditambahkan dalam pakan dan berkembang di dalam saluran pencernaan terutama usus, sehingga mendesak bakteri yang tidak berguna atau yang menyebabkan penyakit dalam saluran pencernaan. Apabila prebiotika dan probiotika dicampur, maka dihasilkan produk berupa sinbiotika (synbiotic).

Jenis Prebiotika
Pada mulanya senyawa prebiotika banyak ditemukan di alam, merupakan senyawa karbohidrat alami yang tahan terhadap enzim pencernaan ternak. Senyawa karbohidrat yang banyak dikenal adalah oligosakarida (fructose oligosaccharide - inulin, glucose oligosaccharide dan mannan oligosaccharides) atau Non-starch polysaccharides.

Tetapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, berbagi senyawa lain seperti hasil sintesis enzimatik antara laktosa dan sukrosa menjadi senyawa yang tidak dapat dicerna. Umumnya, berbagai senyawa karbohidrat rantai menengah seperti oligofructose, galactan [galacto-oligosaccharide (GOS)], malto-oligosaccharide, lactulose, lactitol, glucooligosaccharide, xylo-oligosaccharide, soya-oligosaccharide, isomalto-oligosaccharide (IOS), sampai pyrodextrin memberi manfaat sebagai prebiotika.

Teknik produksi prebiotika kelompok oligosakarida umumnya melalui proses sebagai berikut:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM FITASE

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji atau bahan dari tanaman, diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim yang pertama kali dikembangkan secara komersial untuk produksi pakan adalah fitase. Enzim ini diperoleh dari jamur Aspergillus niger (ficuum)dan dikomersialkan oleh perusahaan BASF dari Jerman pada 1990-an. Padahal penelitian mengenai fitat sudah banyak dikerjakan pada era 1960 dalam rangka menentukan ketersediaan fosfor dari bahan pakan.

Sudah banyak diketahui bahwa tanaman terutama biji-bijian menyimpan senayawa fosfor dalam bentuk organik yang dikenal dengan inositol hexaphosphate (asam fitat) sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan biji. Sayangnya, fosfor yang terikat dalam asam fitat yang sering kali sudah berikatan dengan zat gizi lainya seperti mineral (Ca, Zn, Fe), karbohidrat dan protein (fitat).

Fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan secara penuh untuk ternak monogastrik (unggas, babi dan ikan) sehingga banyak dikeluarkan di kotoran. Fosfor yang dikeluarkan tersebut dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan ketika tersebar dalam tanah dan air.

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji-bijian atau bahan dari tanaman, maka diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase sebagai biokatalis yang membantu pemecahan ikatan kimia antara inositol dan fosfat secara hidrolisis. Ketika ikatan ini terhidrolisis maka senyawa fosfor tidak terikat lagi, sehingga dapat dimanfaatkan ternak monogastrik. Perlu disampaikan bahwa untuk ternak ruminansia, fosfor yang terikat dalam fitat masih dapat dimanfaatkan karena mikroba rumen mampu memecah senyawa fitat tersebut.

Karakteristik dan Sifat
Agar fitase dapat bekerja dengan baik dalam pencernaan pakan, maka dibutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

MANFAAT SENYAWA BUTIRAT

Struktur kimia kalsium butirat (kiri) dan tributirin (kanan).

Senyawa butirat merupakan imbuhan pakan yang banyak dipromosikan sebagai pengganti Antibiotic Growth Promoter (AGP) karena keunikannya. Asam butirat sebenarnya termasuk ke dalam kelompok pengasam (acidifier) karena merupakan asam organik rantai pendek yang mudah menguap, tetapi asam butirat mempunyai manfaat lain yang berbeda dengan asam organik lainya seperti asam asetat (cuka) maupun propionat. Penemuan asam butirat yang berperan dalam saluran pencernaan ditemukan pada manusia terlebih dahulu sebelum dikembangkan untuk ternak.

Struktur Kimia
Seperti halnya kelompok asam, asam butirat mempunyai gugus karboksilat (-COOH) dengan rantai karbon sebanyak empat buah, sedangkan untuk rantai karbon 1, 2 dan 3 buah dinamakan asam format, asam asetat dan asam propionat. Karena sifatnya yang mudah menguap dan menimbulkan bau yang tidak sedap, maka asam butirat dibuat dalam bentuk garamnya yaitu direaksikan dengan kalsium (atau natrium) menjadi senyawa yang tidak menguap seperti kalsium butirat (lihat gambar di atas), sehingga lebih mudah dicampur ke dalam ransum.

Disamping dalam bentuk garam, di pasaran juga dijual asam butirat yang direaksikan dengan gliserol seperti senyawa lemak pada umumnya (triacyl glycerol) menjadi senyawa yang disebut tributirin yang akan diuraikan lebih lanjut.

Sifat dan Karakteristik sebagai Antibakteri
Asam butirat pada suhu kamar berupa cairan seperti cuka (asam asetat) dan mudah menguap. Asam butirat menghasilkan bau yang tidak sedap sehingga memerlukan penanganan khusus. Karena senyawa butirat merupakan asam, maka pada mulanya kemampuan butirat dalam menghambat perkembangan bakteri dalam usus ternak dikaitkan dengan ion H+ yang dapat menurunkan pH.

Tetapi kemudian diketahui bahwa kemampuan butirat menghambat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

SERI IMBUHAN PAKAN (BAGIAN 3) - ACIDIFIER (PENGASAM): SIFAT, MEKANISME DAN PENGARUHNYA

Asam organik sederhana umumnya berbentuk cairan sehingga larut dalam air dan dapat digunakan dalam air minum ternak. (Foto: Infovet/Ridwan)

Salah satu bahan alternatif pengganti Antibiotic Growth Promoter (AGP) yang banyak dipasarkan adalah acidifier atau pengasam. Bahan yang digunakan umumnya adalah asam organik yang bersifat asam lemah dibanding asam in-organik yang bersifat asam kuat seperti asam sulfat atau asam klorida.

Mekanisme asam organik dalam menghambat pertumbuhan mikroba berbeda dengan asam kuat yang hanya menurunkan pH. Oleh karena itu, perlu dijelaskan mengenai sifat dan mekanisme asam organik, penggunaannya beserta pengaruhnya terhadap terhadap ternak.

Kimia dan Sifatnya
Asam organik umumnya dicirikan dengan adanya gugus karboksilat dalam struktur kimianya. Berdasarkan strukturnya ada asam organik dengan gugus karboksilat sederhana (hanya satu), seperti asam formiat, asetat, propionat dan butirat, atau gugus karboksilat yang dikombinasi dengan gugus hidroksi seperti asam malat, tartarat, sitrat, laktat, atau gugus karboksilat beserta ikatan rangkap seperti asam fumarat dan sorbat.

Asam organik sederhana umumnya berbentuk cairan sehingga larut dalam air dan dapat digunakan dalam air minum ternak. Tetapi karena mudah menguap, sering kali dibuat menjadi garam natrium atau kalsium sehingga menjadi bentuk padatan dan dapat dicampur dalam pakan ternak.

Asam fumarat dan sitrat umumnya berbentuk padatan. Asam sitrat dapat larut dalam air tetapi asam fumarat hanya sedikit larut dalam air. Meskipun demikian, kebanyakan asam-asam ini dibuat garamnya agar meningkatkan kelarutan, seperti asam fumarat dapat ditingkatkan kelarutan dalam air dengan mereaksikan menjadi garam natrium. Apabila direaksikan menjadi garam kalsium, maka kelarutannya jauh lebih rendah. Sifat kelarutan ini penting untuk dipertimbangkan dalam penggunaannya karena pengasam bekerja dalam saluran pencernaan yang sifatnya mesti larut dalam air. Hampir semua enzim pencernaan bersifat hidrolisis yang bekerja dalam larutan. Kelarutan asam organik juga berpengaruh terhadap pH dan konstanta keseimbangan (pKa) sangat berperan dalam aktivitas atau kemampuan asam organik dalam memengaruhi mikroba usus.

Beberapa asam organik berbau juga berpengaruh terhadap ternak dan pekerja yang menggunakannya ketika akan dicampur ke dalam pakan. Oleh karenanya, asam organik jenis ini banyak direaksikan menjadi garamnya untuk mengurangi penguapan. Disamping rekasi kimia dalam bentuk garam. Teknologi lain yang dapat mengurangi penguapan adalah “coating” atau pelingkupan menggunakan minyak, sehingga asam organik seperti molekul yang dilingkupi minyak menjadi tidak mudah menguap.

Mekanisme Kerja
Kesehatan usus memegang peranan penting pada ternak karena usus merupakan tempat penyerapan zat gizi dan juga terbentuknya zat kekebalan untuk menangkal penyakit. Mikroba dalam usus juga berperan dalam kesehatan usus dan jenis maupun jumlah mikroba akan dipengaruhi oleh kondisi dalam usus.

Salah satu faktor lingkungan yang berperan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu, tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan dikala pandemi COVID-19 kini. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan bahkan hingga 50%.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) diantaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tannin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa diantaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase


Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. (CR)

TANTANGAN PENYEDIAAN PAKAN BERKUALITAS UNTUK PETERNAKAN SAPI RAKYAT

Kondisi ideal peternakan sapi rakyat akan dapat dicapai apabila faktor utamanya, yakni aspek pakan dapat dikelola dengan baik. (Foto: Istimewa)

((Era industri 4.0 saat ini menuntut upaya efisiensi optimal budi daya peternakan sapi pedaging, termasuk di peternakan rakyat. Pakan sebagai salah satu faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha sapi pedaging dituntut untuk melakukan hal yang sama dalam mendukung upaya efisiensi tersebut.))

Era disrupsi yang ditandai dengan adanya revolusi industri 4.0 melanda berbagai bidang, termasuk bidang pemenuhan pakan. Di era ini, perubahan yang terjadi adalah adanya upaya melakukan peningkatan efisiensi yang setinggi-tingginya di tiap tahapan proses rantai nilai suatu proses industri. Langkah efisiensi tersebut salah satunya dilakukan dengan menerapkan sistem digital baik pada proses produksi, penyimpanan, distribusi bahan pakan, hingga kontrol digital pada saat pemberian pakannya.

Pada industri pakan ternak sapi pedaging, memasuki industri 4.0 ini, telah memiliki bekal teknologi berupa kendali penuh terhadap sumber bahan baku penyusun pakan, serta dosis aditif dan suplemen dari setiap formulasi pakan yang digunakan. Dengan kombinasi aplikasi digital, maka seluruh tahapan proses produksi pakan semakin terkontrol dan terautomasi.

Ahli nutrisi dan teknologi pakan dari Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Bambang Whep, dalam sebuah kesempatan menyatakan, kontribusi peralatan canggih di industri ruminansia sudah banyak dilakukan, seperti sistem kontrol Radio Frequency Identification (RFID), sistem perangkat lunak untuk penimbangan dan lain sebagainya.

Namun kemajuan industri pakan tersebut belum diimbangi oleh kondisi umum peternakan sapi rakyat, yang memiliki karakteristik seperti calving interval yang panjang lebih dari 14 bulan, pemilihan bakalan sapi yang tidak selektif, pemberian pakan yang belum memadai dalam hal mutu, jumlah maupun penyediaannya secara rutin.

Ciri lain peternakan sapi rakyat yakni kenaikan berat badannya yang rendah, kurang dari 0,8 kg/hari, posisi tawar peternak rakyat yang juga rendah, karena sapi dijual melalui blantik atau pengepul, serta sapi seringkali dijual atau disembelih sebelum waktunya.

Demi kemajuan peternakan sapi rakyat, maka kondisi ideal yang diharapkan untuk dapat diraih adalah seperti hasil kajian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak), yakni dari segi sistem pembibitan diharapkan angka service per conception (S/C) kurang dari 1,55, calving interval kurang dari 14 bulan, angka kelahiran pedet dari populasi induk lebih dari 70%, kematian pedet pra sapih kurang 3% dan penambahan berat badan harian (average daily gain/ADG) pedet pra sapih pada sapi Bali atau Madura lebih dari 0,3 kg, sapi Peranakan Onggole (PO) lebih dari 0,4 kg dan sapi silangan lebih dari 0,8 kg.

Kondisi berikutnya yang diharapkan dari peternakan sapi rakyat yakni pemilihan bibit atau bakalan sapi dilakukan secara selektif dan ditimbang berat hidupnya, pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan idealnya, baik mutu, jumlah dan keberlangsungan pasokannya. Kemudian kenaikan berat badan harian minimal kurang lebih 1,3 kg/hari, sapi dijual atau disembelih pada kondisi yang tepat, antara lain pada berat badan telah mencapai sekitar 500kg dan sapi dijual langsung ke pembeli atau ke rumah potong hewan tanpa melalui perantara, serta penjualan sapi dilakukan dengan berdasar timbang berat hidup dan persentase karkas bisa lebih dari 50%.

Kondisi ideal peternakan sapi rakyat tersebut akan dapat dicapai apabila faktor utamanya, yakni aspek pakan dapat dikelola dengan baik. Apalagi kalau melihat komposisi usaha peternakan sapi, maka pakan menempati porsi 57,67% (BPS, 2017).

Dalam tata kelola penyediaan sapi pedaging, maka setidaknya ada empat aspek utama yang harus diperhatikan, yakni penaksiran nilai nutrisi bahan baku pakan, kebutuhan nutrisi ternak, formulasi pakan, serta identifikasi, perkiraan dan penanggulangan kekurangan nutirisi dan metabolisme.

Namun di lapangan, terdapat tantangan pakan ruminansia ini, yakni bahan baku pakan sumber protein yang mahal dan sulit didapat, kandungan protein dalam formula pakan belum memenuhi standar, karena biaya tinggi dan seringkali bahan baku pakan yang dipakai adalah produk samping industri pertanian dan perkebunan seperti jerami padi, dedak atau onggok, sehingga terjadi permasalahan defisiensi protein.

Khusus tentang permasalahan kekurangan protein yang kerap terjadi di tingkat peternak, maka saat ini telah dikembangkan model pemberian nutrisi protein untuk sapi yang relatif baru. Jika sebelumnya pemberian protein pakan sapi menganut sistem crude protein (CP sistem) atau berbasis serat kasar, maka kini para ahli telah mengembangkan lebih lanjut ke sistem yang lebih komplek, yakni mengacu pada metabolism protein (MP sistem).

Pada prinsipnya, MP sistem ini berbasis pada tiga hal utama, yakni degradabilitas protein rumen (rumen degradable protein/RDP), protein tidak terdegradasi di rumen (rumen undegradable protein/RUP) dan RUP yang tercerna di usus halus. Keunggulan pendekatan dengan sistem ini adalah dirancang untuk memenuhi kebutuhan protein bagi mikrobial rumen, serta pemberian protein yang lolos degradasi rumen, tetapi tercerna dalam usus.

Untuk menjaga performa sapi pedaging yang dipelihara, maka paling tidak pakan yang diberikan harus memiliki empat syarat penting, yakni dapat dicerna dan disukai ternak, bernilai ekonomis, mampu memenuhi kebutuhan ternak dan mikrobia rumen yakni berupa hijauan dan bahan baku konsentrat, serta dapat menghasilkan produk ternak yang berkualitas sekaligus aman dikonsumsi manusia.

Khusus untuk hijauan pakan yang berkualitas baik, adalah hijauan yang berciri kadar lignin rendah, kadar Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF)  yang tidak terlalu tinggi, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan ADF dan NDF sapi, serta kadar protein dan total digestible nutrient (TDN) yakni ernergi/kalori yang tinggi.

Untuk mengatasi masalah rendahnya protein dalam pakan sapi pedaging akibat kualitas pakan yang diberikan kurang, maka disamping hijauan berkualitas baik, perlu juga tambahan pakan dalam bentuk suplementasi protein terpadu untuk memenuhi kekurangan nutrien lainnya.

Menurut Bambang Whep, program ini sangat strategis karena disamping efisien dalam hal waktu dan mampu mengurangi beban tenaga kerja, dosis pemberian yang sedikit, mampu memperbaiki metabolisme dan kemampuan mikrobial rumen, bahan baku suplemen protein yang dapat diusahakan secara lokal, serta mampu mengatasi defisiensi protein, terutama pada sapi pedaging yang memiki potensi genetika tinggi, seperti sapi Brahman Cross.

Suplementasi protein terpadu juga mengandung nutrien penting lain, yakni mineral dan vitamin, termasuk vitamin A yang sangat vital peranannya dalam sistem pencernaan sapi pedaging, apalagi kondisi di peternakan rakyat yang seringkali hijauan pakannya berkualitas rendah, bahkan hijauannya terbatas, atau kadar karoten pada konsentrat yang diberikan rendah.

Hal yang tak kalah pentingnya dalam pemenuhan nutrisi bagi ternak sapi pedaging adalah air minum. Pemberian air minum bagi sapi pedaging sebaiknya disediakan secara ad libitum (tak terbatas), karena air sangat penting dalam upaya meningkatkan konsumsi pakan, membantu proses pencernaan, medium untuk aktivitas metabolik, sebagai pelumas pertautan tulang dan bantalan pada sistem syaraf sapi. ***

Bahan Baku Pakan Lokal untuk Konsentrat Sapi

Jenis Bahan Baku

Sumber

Sumber serat

Rumput gajah, pucuk tebu, bagasse, jerami padi, jerami jagung, tongkol jagung, tumpi jagung, kulit kopi, kulit kacang, kulit cokelat, kulit ketela dan lain-lain

Sumber protein

Ampas tahu, bungkil sawit, solid sawit, bungkil kelapa, bulu ayam, bungkil kapuk, tepung ikan, tepung daun lamtoro dan lain sebagainya

Sumber energi

Tetes, onggok, dedak bekatul, polard, gaplek, dedak jagung dan lain-lain

Sumber: Bambang Whep, 2019.

Syarat Teknis Pakan Konsentrat Sapi Pedaging (Penggemukan)

Nutrisi

Kandungan

Kadar air

Maksimal 14%

TDN

Minimal 70%

Protein kasar (PK)

Minimal 13%

UDP 40% PK

Minimal 5,2%

NDF

Maksimal 35%

Lemak

Maksimal 7%

Abu

Maksimal 12%

Kalsium

0,8-1,0%

Fosfor

0,6-0,8%

Aflatoksin

Maksimal 200 ppb

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) Konsentrat Sapi Potong (Penggemukan).

Ditulis oleh: Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Bahan Baku Pakan Sumber Energi

Bahan Baku

Kelebihan

Kekurangan

Jagung kuning

Energi tinggi (TDN 80,8%), provitamin A tinggi, asam lemak linoleat tinggi

Metionin, lisin dan Triptopan, Ca dan P rendah, rentan tumbuh jamur

Dedak padi

Protein lebih tinggi dari jagung, kandungan thiamine, niasin, asam lemak dan fosfor tinggi

Kualitas bervariasi, mudah tengik, asam amino isoleusin dan treonin rendah, sering dipalsukan (ditambah dengan sekam)

Polar

Protein lebih tinggi dari dedak padi, memiliki thiamin dan niasin

Riboflavin rendah, vitamin A dan D tidak ada

Sorgum

Nutrien hampir sama dengan jagung

Mengandung tannin 0,2-2 %, menurunkan kecernaan ransum

Onggok

Energi siap pakai tinggi

Basah, amba, mudah berjamur, harus diperhatikan kualitasnya karena kadangkala terdapat pasir

Gaplek

Energi siap pakai tinggi

Mengandung HCN, jumlah banyak keracunan

Tetes

Energi siap pakai tinggi

Kadar K tinggi, jumlah banyak menyebabkan mencret, perhatikan kualitasnya karena kadangkala  dicampur dengan air

Sumber: Hernaman (2021).


Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Bahan Baku Pakan Sumber Protein

Bahan Baku

Kelebihan

Kekurangan

Bungkil kedelai

Sumber protein nabati terbaik, protein 45%, kandungan Ca dan P tinggi

Terdapat antitrypsin, pada kacang mentah mengandung haemaglutinin

Bungkil kacang tanah

Kualitas protein baik

Tumbuh jamur aflatoksin, lisin rendah

Bungkil kelapa

Kualitas protein baik, kandungan minyak 2,5-6,5%

Mudah tengik; serat kasar 12%; lisin dan histidin rendah

Bungkil Sawit

Kualitas protein sedang

Serat kasar tinggi, harus selalu diperiksa kualitasnya karena sering tercampur dengan serpihan cangkangnya

Ampas bir

Kualitas protein sedang

 Bentuk basah, mudah busuk

Ampas kecap

Kualitas protein sedang

 Bentuk basah, NaCl tinggi

Ampas tahu

Kualitas protein sedang

Bentuk basah, mudah busuk, perdagingan pucat

Bungkil biji kapuk

Kualitas protein sedang

Terdapat asam siklopropenoid, menurunkan fertilitas

Sumber: Hernaman (2021).


Maksimum Penggunaan Berbagai Bahan Baku dalam Konsentrat

Bahan Baku

Maksimum Penggunaan

Jagung

20%

Gandum

20%

Polar

25%

Dedak padi

10%

Gaplek

10%

Onggok

30%

Tetes/molases

10%

Tepung ikan

3%

Bungkil kacang kedelai

10%

Bungkil kelapa

15%

Bungkil sawit

10%

Bungkil biji kapuk (klentheng)

10%

Kulit biji coklat

5%

Ampas kecap

5

Ampas bir

5

Garam dapur

0,25

Sodium bicarbonate

0,35

Tepung tulang

2

Dicalcium fosfat

1

Kapur

2

premiks

0,2


Sumber: Hernaman (2021).

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi perah belum lama ini, Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 Ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat antinutrisi yang ada. Zat antinutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu yakni:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering, yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet prasapih (umur 8 hari-3 bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19% dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari; serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan) dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15% dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18% dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan dan pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak dan mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer