Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Feedtech | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PAKAN DAN NUTRISI PADA KELINCI

Kelinci sehat dan beranak pinak. (Foto: Istimewa)

Kebutuhan nutrisi untuk kelinci pada dasarnya kurang lebih sama dengan kebutuhan ternak lain, bahkan sama dengan kebutuhan manusia. Yaitu membutuhkan karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, dan protein.

Fungsi pakan pun demikian, yaitu sama-sama untuk menyediakan energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dan memperbaiki jaringan tubuh.

Sumber Pakan yang Baik untuk Kelinci
“Sebelum menentukan pakan yang cocok, perlu mengenal bagaimana sistem pencernaan kelinci yang berbeda dengan hewan lainnya,” kata Yusuf Bachtiar saat diwawancara oleh Asep Hidayat di channel YouTube Saung Kelinci Nurlia, berjudul Talk Show Pakan dan Nutrisi pada Kelinci.

Hewan berdasarkan sistem pencernaannya dibagi menjadi tiga, yaitu ruminansia, monogastrik, dan pseudoruminansia. Ruminansia adalah hewan yang mencerna makanannya dalam dua langkah (memamah biak), mempunyai lambung jamak. Monogastrik adalah hewan yang memiliki lambung tunggal.

Kelinci termasuk hewan pseudoruminansia, mampu mencerna pakan hijauan seperti ruminansia, namun pencernaannya hanya terjadi sekali. “Kadang kelinci memakan kotorannya lagi, ciri khasnya disitu, dia perlu bakteri untuk membantu sistem pencernaan karena sistemnya tidak sekompleks ruminansia,” jelas Yusuf.

Maka pakan pun harus disesuaikan dengan sistem pencernaan kelinci. Misalnya rumput, tidak semua rumput bisa dijadikan pakan kelinci. “Misalnya alang-alang ya, bisa dimakan oleh sapi tapi tidak bisa dimakan oleh kelinci,” timpal Asep pemilik peternakan Saung Kelinci Nurlia di Subang, Jawa Barat.

Apakah Pakan Pelet Lebih Baik dari Hijauan?
Yusuf mengatakan baik atau tidaknya pakan yang menentukan adalah pencernanya (kelinci). Namun ada referensi yang diikuti untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci.

Jumlah kebutuhan kelinci akan karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, dan protein tergantung pada umur kelinci (fase pertumbuhan), tujuan produksinya, juga laju pertumbuhan. Pejantan aktif kawin, betina bunting, betina menyusui, dan anak kelinci masa pertumbuhan memerlukan lemak 3-6%, protein 14-18%, serat 15-20%, dan abu 5-6%. Sedangkan pejantan tak aktif, betina kering, dan anak kelinci yang mulai dewasa memerlukan lemak 2-4%, protein 12-14%, serat 20-28%, dan abu 5-6%, dikutip dari Asia (Penyuluh BPSDMP), Pakan Kelinci.

Baik atau tidaknya pakan ditentukan oleh apakah pakan tersebut bisa memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci. Pelet dan hijauan tidak bisa dibandingkan karena merupakan jenis pakan yang berbeda. Kandungan nutrisi hijauan adalah alami, sedangkan kandungan nutrisi pelet merupakan hasil dari rancangan, meskipun pelet belum tentu juga bisa memenuhi 100% kebutuhan nutrisi.

Perbandingan yang benar harus apple to apple yaitu hijauan dengan hijauan dan pelet dengan pelet.

Seperti Apa Hitungan Pakan yang Murah dan Mahal?
Tidak selalu pakan hijauan lebih murah dari pelet, dan sebaliknya. Untuk hijauan tergantung pada beberapa hal, misalnya apakah hasil dari mencari sendiri (ngarit) atau budi daya. Jika mencari sendiri apakah menggunakan jasa orang lain.

Ngarit-nya apakah setiap hari, atau seminggu sekali dimana hijauan dikeringkan agar awet dijadikan hay.

Untuk pelet harganya lebih jelas, bisa dibandingkan antara produk yang satu dengan produk yang lain. Dimana harganya tergantung juga pada fase pertumbuhan kelinci. Pelet untuk kelinci menyusui lebih mahal karena kandungan proteinnya lebih tinggi.

Murah dan mahalnya pakan sebenarnya mengikuti kebutuhan. Namun jangan sampai karena ingin berhemat di biaya pakan malah mengakibatkan kelinci kekurangan nutrisi.

Ujungnya nanti malah profit turun karena kelinci yang dihasilkan kurang bagus, sehingga menurunkan harga jual kelinci. Apalagi jika karena ngirit pakan malah gagal panen, akan jauh lebih mahal. Prinsipnya lebih baik ada biaya tambahan namun hasil panennya tetap bagus.

Cara Membandingkan dan Memilih Pakan Terbaik
Agar diketahui mana pakan yang lebih baik, sebaiknya dilakukan penelitian sederhana pada kandang dengan satu jenis kelinci saja. Perawatan, pakan, perlakuan, minum, dan lainnya pun harus sama, baru hasilnya nanti dibandingkan mana pakan yang performanya lebih bagus.

“Parameternya adalah kelincinya sehat dan beranak pinak,” kata Yusuf. “Jangan cuma dari katanya tapi dibuktikan sendiri.”

Penelitian jangan dilakukan pada semua populasi, disarankan pada sebagian kecil populasi saja untuk berjaga-jaga kalau terjadi kegagalan.

Pakan terbaik yaitu yang cocok untuk kelinci dan cocok juga untuk peternak, serta diformulasikan berdasarkan referensi yang jelas. Juga sangat penting untuk memberikan pakan sesuai fase pertumbuhan.

Namun pakan hanya salah satu faktor. Menurut Yusuf rumus keberhasilan adalah Penampilan = Lingkungan + Genetik.

Jika genetik kelincinya bagus tetapi lingkungan (pakan, kandang, dan sebagainya) buruk, maka penampilan/hasil tidak sesempurna yang seharusnya. Sebaliknya, jika genetik biasa namun lingkungan bagus maka penampilan bisa bagus hasilnya. ***

Dirangkum oleh:
Nunung Dwi Verawati
Redaksi Majalah Infovet

DISEMINASIKAN TEKNOLOGI SILASE, DAUN KELAPA SAWIT DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI LUMBUNG PAKAN

Proses ensilasi daun kelapa sawit menggunakan silo dari drum plastik. (Foto-foto: Infovet/Dok. Sadarman)

Salah satu perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Itu adalah suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, serta hasil penelitian guna memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.

PkM bertujuan untuk memecahkan permasalahan nyata dalam masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan dampak positif secara langsung kepada berbagai pihak. Kegiatan PkM dapat melibatkan berbagai bidang, salah satunya peternakan. Tujuan utama dari PkM bidang peternakan adalah mengintegrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan akademis dalam solusi nyata yang dapat meningkatkan mutu hidup peternak dan memberikan manfaat berkelanjutan melalui perbaikan usaha peternakan yang dikelolanya. Topik PkM di bidang peternakan bisa beragam, mencakup produksi ternak, nutrisi dan pakan, pengolahan hasil ternak, pemanfaatan produk samping, maupun sosial ekonomi peternakan.

Mengacu pada kondisi tersebut, dosen Program Studi Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, telah mendiseminasikan teknologi silase berbahan daun kelapa sawit, dengan tema “Peningkatan Produktivitas Ternak Melalui Penerapan Teknologi Silase Daun Kelapa Sawit dan Urea Molases Blok”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (19/1/2024) di Kelompok Tani Bina Mandiri, Desa Bina Baru, Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Ketua Pelaksana PkM, Prof Dr Hj Yendraliza, menjelaskan teknologi silase merupakan teknologi tepat guna, diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan produktivitas ternak di Desa Bina Baru.

“Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan antusiasme semua pihak yang telah turut serta dalam kegiatan ini, semoga teknologi silase dapat bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi pengembangan sektor peternakan di Desa Bina Baru. Mari kita terus berkolaborasi untuk mewujudkan usaha peternakan yang berkelanjutan dan berdaya saing,” kata Prof Yendraliza, yang juga Guru Besar UIN Suska Riau ini.

Pada kegiatan ini, panitia juga mengajak narasumber di antaranya Dewi Ananda Mucra dan Dr Anwar Efendi Harahap. Keduanya didapuk untuk menyampaikan materi yang berhubungan dengan aplikasi teknologi silase dalam pengawetan daun kelapa sawit dan urea molases blok. Pemilihan tema tersebut karena Provinsi Riau merupakan lima wilayah dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.

Informasi dari Ditjen Perkebunan (2023), luas area tanaman kelapa sawit di Indonesia mencapai 20.512.730 hektare, sementara total luas area lahan kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 2.765.892 hektare. Lahan ini dikelola oleh berbagai entitas, termasuk perkebunan rakyat dengan luas 1.789.959 hektare, perkebunan negara dengan luas 74.004 hektare, dan perkebunan swasta dengan luas 950.929 hektare. Menurut Furqaanida (2014), tingginya produksi kelapa sawit juga menyebabkan tingginya limbah yang dihasilkan, dimana sekitar 70% dari hasil panen kelapa sawit merupakan limbah, mencakup 50% batang, 20% daun, 20% akar, dan 10% buah setelah proses pemanenan. Agar produk samping tersebut berdaya guna tinggi, maka perlu diolah dahulu sebelum diberikan pada ternak.

Potensi Daun Sawit sebagai Pakan Ternak
Potensi daun sawit sebagai bahan pakan merujuk pada kemungkinan penggunaan biomassa kelapa sawit tersebut dijadikan sebagai komponen pakan ternak. Menurut Dewi Ananda Mucra, daun sawit merupakan salah satu bagian tanaman kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi untuk ternak, terutama dalam konteks industri peternakan.

Daun sawit diperoleh pada saat dilakukan pruning atau pembuangan pelepah. Sebagai hasil samping, daun sawit memiliki potensi besar dalam konteks perkebunan dan peternakan. Praktik pruning kelapa sawit melibatkan pembuangan pelepah yang tua atau tidak produktif, sehingga memberikan peluang untuk mengumpulkan daun sawit yang kaya nutrisi dan dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak.

Daun sawit mengandung berbagai nutrien yang dapat mendukung pertumbuhan dan kesehatan ternak. Menurut Hanafi (2008), kandungan nutrisi dalam daun sawit melibatkan aspek-aspek seperti protein, serat, vitamin, dan mineral. Protein dalam daun sawit menjadi komponen penting dalam menyediakan sumber asam amino untuk pertumbuhan, sementara serat membantu dalam pencernaan.

Menurut Elisabethdan Ginting (2003), daun sawit tanpa lidi mengandung bahan kering 46,2%; protein kasar 14,1%; serat kasar 21,5%; lemak 4,37%; betn 46,6%; abu 13,4%; kalsium 0,84%; fosfor 0,17%; dan energi 4,46 Mj/kg. Selain itu, keberadaan vitamin dan mineral seperti vitamin A, vitamin E, dan zat besi dalam daun sawit memberikan nilai tambah dalam aspek kesehatan dan perkembangan ternak.

Pemanfaatan potensi daun sawit sebagai pakan ternak memiliki beberapa fungsi signifikan dalam konteks perkebunan dan peternakan. Pertama, dapat menjadi alternatif pakan yang ekonomis dan berkelanjutan, membantu peternak mengurangi biaya pakan, dan meningkatkan ketersediaan pakan lokal.

Kedua, dengan memanfaatkan daun sawit sebagai pakan, limbah dari industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara lebih efisien. Selain itu, memberikan pakan yang bervariasi dapat meningkatkan kualitas dan diversifikasi pakan ternak, memberikan dampak positif terhadap produksi, dan kesehatan ternak secara keseluruhan.

Kendati demikian, pemanfaatan daun sawit tidak hanya diberikan begitu saja, melainkan perlu diolah terlebih dahulu, khususnya melalui penerapan teknologi silase. Dengan menerapkan teknologi silase, daun sawit dapat diawetkan dan diubah menjadi pakan ternak yang lebih mudah dicerna dan bernutrisi.

Ensilase Daun Kelapa Sawit
McDonald dkk. (2022), mendefinisikan ensilase sebagai bentuk metode pengawetan bahan pakan dan pakan yang melibatkan proses fermentasi anaerobik (tanpa udara). Bahan pakan dimaksud seperti rerumputan, kacang-kacangan, produk samping pertanian dan perkebunan, termasuk produk samping perikanan. Sedangkan pakan yang diensilasekan dapat berupa pakan komplit hasil dari formulasi berbagai bahan pakan yang dimiliki peternak.

Menurut Dewi Ananda Mucra, proses ensilase dilakukan dengan mengemas bahan pakan tersebut ke dalam silo atau wadah kedap udara, kemudian mengurangi kadar oksigen agar mikroorganisme yang membutuhkan oksigen tidak berkembang biak. Fermentasi anaerobik diprakarsai bakteri asam laktat, yang mengubah gula menjadi asam laktat dan menghasilkan lingkungan yang asam. Proses ini tidak hanya mengawetkan pakan, tetapi juga meningkatkan ketersediaan nutrisi dan kecernaan, membuatnya lebih cocok sebagai sumber pakan untuk ternak.

Menurut Sadarman dkk. (2023), ensilase memainkan peran penting dalam pengelolaan pakan ternak dan dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah ketersediaan pakan, terutama dalam musim kering atau ketika sumber pakan hijau terbatas. Ketika sumber pakan terbatas selama musim kering, dampak negatif terasa pada performa ternak, terutama tidak tercapainya pertambahan bobot badan harian, produksi susu yang suboptimal, hambatan pertumbuhan pedet, dan berbagai masalah lainnya.

Selain itu, situasi ini juga dapat menyebabkan penurunan kesehatan ternak secara keseluruhan, meningkatkan risiko kekurangan nutrisi, serta memengaruhi efisiensi reproduksi dan produktivitas secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi solusi dan strategi manajemen pakan yang efektif guna mengatasi tantangan ini dan memastikan kesejahteraan ternak selama periode kering. Sehingga strategi terbaik adalah menyiapkan lumbung pakan dari daun kelapa sawit melalui proses ensilase yang melibatkan fermentasi anaerobik, yang dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dan menjaga kecernaan, sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap kesehatan dan produktivitas ternak.

Urea Molases Blok: Suplementasi Pakan Terbaik untuk Ternak
Dr Anwar Efendi Harahap menyatakan bahwa pemberian silase daun sawit belum bisa menjamin kecukupan nutrisi yang dibutuhkan ternak, sehingga perlu disuplementasi dalam bentuk Urea Molases Blok (UMB). Mengacu pada Encyclopedia of Animal Science Second Edition yang ditulis Ullrey dkk. (2011), Urea Molases Blok merupakan bentuk suplemen pakan ternak yang terbuat dari campuran urea, molases, dan bahan lainnya seperti mineral dan protein. UMB biasanya diproses menjadi bentuk blok atau garam yang dapat dijilat oleh ternak.

Salah satu anggota Kelompok Tani Bina Mandiri menunjukan urea molases blok yang berhasil dibuat.

UMB berfungsi sebagai sumber tambahan protein dan energi untuk ternak, terutama pada situasi ketersediaan pakan berkualitas rendah atau terdapat kekurangan protein. Menurut Anwar, UMB dapat meningkatkan kualitas pakan dan membantu meningkatkan pertumbuhan, produktivitas, dan kesehatan ternak, sehingga UMB dapat menjadi solusi praktis untuk mendukung performa ternak, terutama dalam kondisi lingkungan pemeliharaan yang kurang mendukung dalam hal ketersediaan pakan.

Kesimpulan
UMB dan silase daun kelapa sawit, keduanya merupakan strategi yang saling melengkapi dalam konteks manajemen pakan ternak. Silase daun kelapa sawit dengan proses fermentasinya memberikan solusi efisien untuk mengawetkan dan meningkatkan ketersediaan nutrisi pada daun kelapa sawit. Seiring dengan itu, penggunaan UMB dapat menjadi tambahan yang berharga dalam meningkatkan profil nutrisi pakan, khususnya dalam penyediaan protein dan energi tambahan.

Gabungan keduanya memberikan keunggulan dalam menyediakan pakan yang seimbang, memastikan keseimbangan gizi dan energi untuk mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan kesehatan ternak secara keseluruhan. Dengan memanfaatkan silase daun kelapa sawit sebagai sumber pakan utama dan UMB sebagai suplemen yang mudah diakses, peternak dapat merancang strategi pakan yang holistik dan berkelanjutan untuk meningkatkan performa ternak yang dipelihara. ***

Referensi:
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2023. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017 Kelapa Sawit. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Elisabeth. Jdan P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industry kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Hal. 110-120.
Furqaanida, N. 2014. Pemanfaatan Klobot Jagung sebagai Subtitusi Sumber Serat Ditinjau dari Kualitas Fisik dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit untuk Domba. Skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
McDonald, P., R. Edwards., J. Greenhalgh., C. Morgan., L. Sinclair, and R. Wilkinson. 2022. Animal Nutrition, 8thEdn. Pearson Ltd. Singapore.
Sadarman., D. Febrina., S.T. Rinaldi., Hendri., M.I. Ilyazar., Weno., A. Alfian., R.A. Nurfitriani., N. Qomariyah., A. Sukmara., E. Koswara., T.R. Prihambodo., Gholib, and A.F.M. Azmi. 2023c. The Quality of Organic Waste Market Ensiled Using Rejected Commercial Syrup as An Alternative Ruminant Livestock Feed. Animal Production: Indonesian Journal of Animal Production,25(3): 186-198.

Ditulis/dirangkum oleh:
Dr Ir Sadarman SPt MSc IPM
Dosen Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan, UIN Suska Riau,
Wartawan Infovet daerah Riau

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G. Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB University, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak, dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase, dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) di antaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tanin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa di antaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber energi. (Sumber: Hernaman, 2021)

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber protein. (Sumber: Hernaman, 2021)

Maksimum penggunaan berbagai bahan baku dalam konsentrat. (Sumber: Hernaman, 2021)

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi, pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat anti-nutrisi yang ada. Zat anti-nutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu di antaranya:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet pra-sapih (umur delapan hari sampai tiga bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19%, dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari, serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan), dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15%, dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16%, serta TDN 75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18%, dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan, serta pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak, serta mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***


Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

PENGEMBANGAN SUMBER HIJAUAN PAKAN UNGGUL DI INDONESIA

Hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan sangat penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa wilayah di Indonesia sedang dilanda cuaca panas akibat dampak dari El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan menyatakan ada kemungkinan cuaca panas bisa berlanjut hingga awal 2024. Terjadinya kemarau panjang ini akan berdampak pada lahan hijauan sebagai penyedia pakan ternak. Padahal, hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia.

Pasalnya, biaya produksi ternak ruminansia di Indonesia didominasi biaya pakan yang bisa mencapai 50-80%. Tingginya biaya pakan tersebut antara lain disebabkan oleh semakin langkanya sumber pakan utama ternak ruminansia dari padang penggembalaan alam. Sumber pakan seperti ini sebenarnya menyediakan pakan hijauan yang lebih murah, serta tenaga kerja dan pengelolaan yang lebih sedikit, karena ternak dapat secara langsung memanfaatkan pakan di alam bebas.

Dengan tantangan adanya keterbatasan sumber pakan dari lahan penggembalaan alam, maka pengembangan HPT merupakan salah satu upaya dalam mendukung pengembangan peternakan, yaitu melalui inovasi untuk meningkatkan produksi dan kualitas hijauan pakan.

Secara definisi menurut Reksohadiprodjo (1985), hijauan pakan ternak adalah semua bahan pakan yang digunakan sebagai sumber pakan ternak ruminansia berasal dari tanaman rumput dan leguminosa, dan forb, serta tanaman pohon baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar terdiri bagian vegetatif berupa daun dan sebagian batang, serta bagian generatif tanaman. Dan HPT inilah yang merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia, berfungsi tidak hanya sebagai pengisi lambung secara fisik, namun juga berfungsi sebagai sumber nutrisi, yaitu protein, energi, vitamin, mineral, dan fungsi herbal lainnya. Hijauan yang bernilai nutrisi tinggi memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan nutrisi yang lebih ekonomis dan bermanfaat bagi ternak.

Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya di Balai Senat UGM pada Agustus 2023, Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof Nafiatul Umami, menjelaskan bahwa berdasarkan tipe jalur fotosintesis rumput dapat dikelompokkan menjadi  dua kategori, yaitu rumput tropik dan rumput sub tropik. Rumput tropik adalah tanaman yang melakukan jalur fotosintesis tipe C4 yang memiliki produksi biomassa yang tinggi namun kualitas nutrien lebih rendah. Tanaman jalur C4 sebagai rumput untuk pakan antara lain rumput Bahia (Paspalum notatum), rumput Napier (Pennisetum purpureum), rumput Rhodes (Chloris gayana), rumput Brachiaria (Brachiaria decumben), rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput Setaria (Setaria sphacelata) dan lain-lain. Terdapat juga rumput yang digunakan sebagai rumput cover crop seperti rumput Bermuda (Cynodon dactylon), rumput Paspalum (Paspalum spp), rumput Zoysia (Zoysia spp). Dan yang introduksi terbaru adalah rumput Pennisetum purpureum cv Gama Umami, merupakan rumput yang dikembangkan oleh Fakultas Peternakan UGM, yang memiliki produksi  biomassa lebih tinggi dan kandungan gula mereduksi lebih tinggi.

Rumput-rumput tropik, terutama yang tumbuh di Indonesia adalah termasuk dalam kategori rumput yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah yang bersuhu tinggi dan curah hujan yang cukup. Namun kekurangannya adalah perbanyakan sebagian rumput hanya dapat dilakukan secara vegetatif karena tidak ada biji, bersifat reproduksi melalui apomiksis (reproduksi non-seksual pada tumbuhan yang menghasilkan biji), dan tingkat ploidi (himpunan kromosom) yang bervariasi dalam spesies.

Ketika dilakukan pengembangbiakan secara vegetatif, kelemahan rumput-rumput tersebut kurangnya variasi genetik, karena tanaman turunan yang dihasilkan memiliki materi genetik yang identik dengan induknya. Kurangnya variasi genetik dalam populasi tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan hama, penyakit, dan perubahan lingkungan, serta menghambat kemampuan dalam proses adaptasi tanaman. Karena kurangnya variasi genetik itu pulalah maka penemuan dan pengembangan varietas baru dengan sifat yang diinginkan juga menjadi lebih sulit.

Varietas rumput yang tahan terhadap penyakit atau memiliki kualitas nutrisi yang lebih baik, biasanya dihasilkan melalui persilangan dan rekombinasi genetik yang melibatkan variasi genetik yang berbeda. Kelemahan berikutnya adalah penyebaran penyakit dengan cepat dapat terjadi apabila tanaman induk yang digunakan terinfeksi penyakit atau hama, sehingga membuat tanaman turunan berpotensi terinfeksi; serta keterbatasan dalam produksi massal dapat terjadi karena perbanyakan secara vegetatif membutuhkan waktu lebih lama, dan upaya lebih intensif untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak.

Manakala pemuliaan suatu rumput tropis dilakukan melalui cara penyilangan, hal itu juga menyulitkan karena dalam spesies rumput tropik terdapat tingkat ploidi yang bervariasi. Karena kesulitan dalam menggunakan teknik pemuliaan konvensional dengan metode penyilangan, maka sangat diperlukan strategi khusus dan kombinasi beberapa metode pemuliaan.

Strategi Pengembangan HPT
Dalam hal pengembangan hijauan pakan ternak, hal penting yang mesti diperhatikan demi keberhasilan budi daya tanaman pakan (Umami, 2023) adalah harus memiliki daya produksi biomassa dan kemampuan regrowth yang tinggi, memiliki kandungan nutrien yang baik, adaptif pada kondisi lahan tertentu, dan memiliki palatabilitas yang baik pada ternak. Untuk mengembangkan tanaman pakan diperlukan inovasi pemuliaan yang dapat dilakukan melalui beberapa kombinasi metode pemuliaan, yakni penggunaan teknik kultur jaringan sebagai dasar breeding, mutasi genetik dengan pemanfaatan agen mutasi, transformasi genetik pada tanaman pakan, terobosan baru dengan genome editing, dan aplikasi manajemen budi daya untuk peningkatan produktivitas tanaman pakan unggul. Dalam hal ini, salah satu yang penting dilakukan untuk mempertahankan tanaman penghasil biomassa pakan adalah mampu dan tetap mempertahankan dalam fase vegetatifnya, sehingga plasma nutfah tanaman pakan unggul hasil pemuliaan akan berproduksi baik di Indonesia.

Seperti langkah pemuliaan yang dilakukan Fapet UGM dan Batan/Brin, telah dilakukan radiasi pada rumput Gajah (Pennisetum purpureum), sehingga dihasilkan kultivar baru dengan nama Pennisetum purpureum cv Gama Umami atau yang dikenal dengan rumput Gama Umami. Rumput unggul tersebut kini telah mendapatkan tanda daftar rumput hasil pemuliaan dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian RI dengan tanda daftar No. 889/PVHP/2020 pada 2021.

Nafiatul Umami menjelaskan, rumput unggul tersebut merupakan hasil dari radiasi sinar gamma yang dilakukan dengan penyinaran 100 Gy, dan memiliki kelebihan produksi biomassa hijauan dapat mencapai 50 kg/ m2, kandungan bulu sangat sedikit sehingga tidak gatal, daun halus dan tidak melukai ternak, serta kandungan gula mereduksi lebih tinggi dari tetuanya.

Mutasi dengan radiasi sinar gamma pada dasarnya adalah proses induksi mutasi pada organisme hidup dengan menggunakan sinar gamma sebagai agen mutagenik. Sinar gamma yang merupakan bentuk radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi, mampu menembus bahan padat. Radiasi sinar gamma bekerja dengan mengubah DNA dalam sel tanaman, yang dapat menghasilkan perubahan dalam materi genetik. Efek radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan dalam karakteristik fenotip tanaman, seperti bentuk, warna, ukuran, atau sifat lainnya.

Metode pemuliaan dengan teknik radiasi  sinar gamma tersebut sebelumnya telah banyak dilakukan pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan tanaman pakan. Beberapa tanaman yang telah dimutasi di Indonesia antara lain sorgum (Sorghum sudanense), padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), dan kedelai. ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)
IG: @and4ng
Email: andang@ainionline.org

PROBIOTIK TERENKAPSULASI UNTUK BAHAN TAMBAHAN PAKAN AYAM PETELUR

Penggunaan probiotik menjadikan usaha peternakan ayam menjadi lebih ramah lingkungan dengan berkurangnya polusi bau dan lalat di kandang. (Foto: Istimewa)

Probiotik dapat menjadi salah satu pakan tambahan pengganti AGP yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan ayam petelur, meningkatkan efisiensi pakan, produksi telur, dan menurunkan kadar kolesterol telur serta kolesterol serum.

Pelarangan penggunaan antibiotic growth promotor (AGP) oleh pemerintah yang berlaku sejak Januari 2018 lalu, berdasar peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) No. 14/2017 tentang pelarangan penggunaan AGP sebagai aditif dalam pakan, memberi dampak nyata dalam praktik budi daya unggas, antara lain produktivitas yang berisiko menurun, biaya pengobatan dapat meningkat, peternak harus dibimbing untuk menggunakan antibiotik dengan benar, dan ongkos produksi menjadi meningkat.

Hal itu disebabkan AGP sesungguhnya memiliki peran vital dalam sistem budi daya ayam ras. Cara kerja AGP yang vital tersebut mampu menekan infeksi tingkat sedang, mengurangi produksi racun, mengurangi penggunaan nutrisi oleh bakteri, meningkatkan sintesis vitamin, menipiskan dinding usus sehingga penyerapan zat nutrisi menjadi lebih baik, mengurangi produksi amonia, serta mampu mengurangi stres kekebalan pada ayam.

Beberapa alternatif pengganti AGP yang saat ini bisa diaplikasikan yakni probiotik, asam organik, fitogenik, dan enzim. Alternatif pengganti AGP itu prinsip kerjanya menyerupai AGP yakni untuk membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan ayam, terutama dari ancaman tiga mikroorganisme utama yang berbahaya, yakni eimeria (koksidia) penyebab koksidiosis, Clostridium yang menyebabkan nekrotik enteritis, dan Escherichia coli penyebab kolibasilosis.

Salah satu alternatif AGP yang menonjol adalah probiotik, yang merupakan mikroorganisme hidup yang berpengaruh positif bagi ternak inangnya, sehingga dapat memperbaiki mutu pakan dan mendukung keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan. Probiotik tersebut bisa berupa mikroorganisme hidup sejenis, beberapa jenis, atau bahkan kombinasi dari mikroba bakteri, kapang atau khamir.

Aplikasi di Peternakan Ayam Petelur
Di industri ayam petelur, probiotik dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2023.

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono,
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) 
IG: @and4ng
email: andang@ainionline.org

HALAU “OPOSISI” DAN TINGKATKAN KANDUNGAN NUTRISI DENGAN FERMENTASI

Kurangnya jumlah nutrisi pakan maupun daya serap ayam terhadap nutrisi pakan merupakan salah satu faktor penyebab pertumbuhan dan perkembangan ayam tidak optimal. (Foto: Istimewa)

Setiap peternak pasti ingin hewan ternaknya menghasilkan keuntungan besar dan efisien terhadap biaya yang dikeluarkan, tumbuh dengan baik, serta memberikan hasil yang menguntungkan. Memelihara ayam berjenis unggul, memberikan vaksinasi, obat maupun suplemen, serta membuat kandang sebaik mungkin dengan peralatan canggih merupakan bagian dari usaha agar mendapatkan hasil ternak yang terbaik.

Modal besar pun disiapkan agar dapat memasok pakan ternak setiap harinya. Sayangnya, abai terhadap kualitas pakan membuat hasil yang diperoleh dari ternak berpotensi tidak efektif dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Salah satu faktor penting menentukan output atau hasil ternak adalah kandungan nutrisi dalam pakan itu sendiri.

Kurangnya jumlah nutrisi pakan maupun daya serap ayam terhadap nutrisi pakan merupakan salah satu faktor penyebab pertumbuhan dan perkembangan ayam tidak optimal. Kekurangan pakan dan air minum menyebabkan nutrisi yang dapat digunakan tubuh ayam berkurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan. Di sisi lain, jumlah pakan yang diberikan sudah cukup, tetapi hasil yang diberikan tetap tidak optimal. 

Pengaruh Bahan Pakan
Untuk menghemat biaya, peternak sering kali memberikan pakan ternaknya dengan campuran bahan-bahan yang murah dan mudah diperoleh dalam jumlah besar. Bekatul ataupun dedak padi merupakan salah satu contoh bahan pakan paling umum digunakan peternak.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil padi terbesar di Asia dengan produksi sebesar 54,75 juta ton GKG (gabah giling kering) pada 2022 menurut data yang dikumpulkan Badan Pusat Statistika pada Maret tahun ini. Oleh karena itu, hasil sampingan dari proses penggilingan padi berupa bekatul maupun dedak menjadi bahan yang dapat diandalkan untuk pakan karena mudah diperoleh dengan harga terjangkau dan ketersediaannya yang luas.

Kesamaan antara bekatul dan dedak, yang sama-sama merupakan hasil sampingan dari penggilingan padi, kerap membuat masyarakat bingung membedakan keduanya. Dalam situs resminya, Dinas Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat menjelaskan bahwa dedak padi atau rice bran terdiri dari lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah bagian dari biji. Sementara bekatul atau rice polish merupakan lapisan dalam dari butiran padi yang termasuk sebagian endosperm yang mengandung zat pati.

Bekatul memiliki tekstur lebih halus dan akan tenggelam jika direndam dengan air. Sementara tekstur dedak lebih kasar dibanding bekatul dan akan terlihat kulit padi yang terapung jika dedak direndam dalam air. Dari segi kandungan nutrisi, bekatul dipandang mampu mencukupi kebutuhan energi ayam dengan potensi energi termetabolis sebesar 3.563 kkal/kg serta protein kasar sebanyak 9,55%.

Bahan pakan lain yang umum digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2023. (MFR/RA)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer