-->

IMBUHAN PAKAN DAN KLASIFIKASINYA

Imbuhan pakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. (Foto: Istimewa)

Imbuhan pakan berbeda dengan pelengkap pakan. Menurut Kepmen No. 240/Kpts/OT.210/4/2003, imbuhan pakan (feed additive) didefinisikan sebagai suatu zat yang secara alami tidak terdapat dalam pakan, yang tujuan pemakaiannya terutama sebagai pemacu produksi ternak. Sedangkan pelengkap pakan (feed supplement) adalah suatu zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan, tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan.

Jadi pelengkap pakan adalah bahan sumber zat gizi yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kekurangan zat gizi yang ada di dalam pakan. Sebagai contoh asam amino sintetis seperti DL Metionin, vitamin atau mineral mikro (trace element) yang kesemuanya merupakan zat gizi untuk ternak. Sedangkan imbuhan pakan merupakan bahan tambahan dalam pakan (bukan sumber zat gizi), yang berguna meningkatkan pemanfaatan dan penerimaan pakan oleh ternak atau bermanfaat untuk kesehatan/metabolisme ternak/meningkatkan daya guna pakan. Jadi, imbuhan pakan bukan hanya berfungsi sebagai pemacu produksi ternak.

Klasifikasi Imbuhan Pakan
Menurut fungsinya imbuhan pakan dibagi dalam empat kelompok:

1. Imbuhan yang memengaruhi kestabilan pakan, proses produksi pakan dan sifat-sifat pakan. Imbuhan ini ditujukan untuk mempertahankan pakan lebih awet untuk disimpan/tidak cepat mengalami kerusakan. Contohnya bahan pengawet antijamur dan antioksidan. Bahan lainnya yakni imbuhan yang meningkatkan kapasitas/kemampuan dalam produksi pakan, contoh untuk menghasilkan pellet yang lebih baik ditinjau dari kekuatannya, seringkali pabrik pakan menggunakan bahan pengikat pellet untuk meningkatkan nilai PDI (Pellet Durability Index). Disamping itu untuk mengurangi kesusutan produksi karena rendahnya kadar air dalam pakan, pabrik pakan dapat menambahkan imbuhan lain yang dapat meningkatkan kadar air tanpa menimbulkan pengaruh negatif terhadap daya simpan dan bersamaan waktunya mengurangi pemakaian energi karena imbuhan pakan yang ditambahkan mempunyai sifat “pelumas” sehingga proses pemeletan lebih mudah dikerjakan.

2. Imbuhan yang memperbaiki pertumbuhan, efisiensi penggunaan pakan, metabolisme dan penampilan ternak. Dahulu yang termasuk dalam kelompok ini adalah AGP (antibiotic growth promoter) untuk mencegah penyakit bakteri di saluran pencernaan sehingga memperbaiki efisiensi penggunaan pakan. Dengan munculnya aturan pelarangan AGP dalam pakan, maka berbagai alternatif dikembangkan. Disamping itu penggunaan senyawa hormon yang dapat memengaruhi metabolisme dalam tubuh hewan sehingga memengaruhi deposisi protein dan lemak dalam karkas, juga dijual di pasaran dengan tujuan memperbaiki kualitas karkas, seperti mengurangi tebal lemak/meningkatkan otot sehingga karkas lebih memenuhi permintaan konsumen.

3. Imbuhan yang memengaruhi kesehatan ternak. Imbuhan kelompok ini umumnya berupa obat yang digunakan untuk memperbaiki kesehatan ternak, sehingga dapat berproduksi secara optimal. Contoh imbuhan kelompok ini adalah obat koksi dan obat cacing. Penyakit koksi merupakan penyakit umum pada ayam broiler karena bibit penyakitnya (Eimeria sp.) terdapat dimana-mana dan sulit dihilangkan, padahal ayam dipelihara dalam kandang yang tidak dapat steril manakala makan/minum dan pengeluaran kotoran di lokasi yang sama. Oleh karenanya penyakit koksi akan selalu muncul, maka pakan ditambahkan anti-koksi maupun berupa bahan kimia. Selain itu, penambahan obat cacing juga sering dilakukan secara berkala dalam pakan untuk menekan perkembangan parasit ini. Pada pakan untuk pembibitan, obat cacing diberikan terus-menerus agar cacing tidak berkembang dalam usus.

4. Imbuhan yang memengaruhi penerimaan konsumen. Imbuhan jenis ini ditujukan agar konsumen yang mengonsumsi daging, susu, telur mempunyai senyawa yang lebih bermanfaat. Salah satu contoh adalah telur omega yang dihasilkan dari petelur yang pakannya mengandung asam lemak omega 3 tinggi, sehingga omega 3 dapat dipindahkan ke dalam telur dan dapat memenuhi kebutuhan konsumennya. Dalam pemasaran telur juga banyak konsumen yang menghendaki agar kuning telur berwarna kuning cerah sehingga menarik. Untuk menghasilkan telur dengan warna lebih cerah/kuning/sedikit kemerahan, maka di dalam pakan ayam petelur ditambahkan imbuhan pakan alami maupun sintetis yang dapat masuk ke dalam kuning telur sehingga warnanya memikat hati konsumen.

Sifat Imbuhan Pakan
Umumnya imbuhan pakan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

• Jumlahnya kecil. Imbuhan pakan umumnya diberikan dalam jumlah kecil (5 kg/ton pakan). Pemberian yang terlalu banyak akan menggangu formulasi pakan, karena ruangan formula pakan total hanya 100%, sehingga penambahan imbuhan dalam jumlah besar akan mengurangi pemakaian bahan baku pakan yang umumnya diberikan dalam jumlah besar.

• Hasil sintesa kimia/fermentasi/ekstrak bahan alami. Imbuhan pakan banyak dihasilkan dari proses fermentasi untuk menghasilkan bahan aktif seperti enzim atau mikrobanya itu sendiri sebagai probiotik. Beberapa imbuhan pakan merupakan hasil ekstraksi dari tanaman, dimana bahan aktif tanaman digunakan sebagai imbuhan pakan. Beberapa imbuhan pakan merupakan hasil sintesa bahan kimia seperti antioksidan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, imbuhan pakan seharusnya mengandung bahan aktif yang memang memberikan daya guna bagi pakan. Imbuhan pakan yang tidak diketahui bahan aktifnya/komponen utamanya akan sulit didaftarkan dan sulit diterima peternak/pabrik pakan.

Dari Van Der Klis, 2019.

• Bentuknya tepung atau cairan. Karena penggunaan imbuhan pakan adalah dicampur ke dalam ransum, maka untuk memudahkan pencampuran, imbuhan pakan diproduksi dalam bentuk tepung sehingga dapat dicampur dengan premix lain dan dimasukkan ke dalam mixer besar. Kadang kala imbuhan pakan juga diproduksi dalam bentuk cair dan dimasukkan ke dalam mixer dengan cara penyemprotan melalui nozzle.

• Stabil dalam penyimpanan. Untuk dapat digunakan dalam pakan, imbuhan harus mempunyai kestabilan selama penyimpanan sebelum digunakan. Perusahaan imbuhan pakan harus memberikan patokan mengenai penyimpanan.

• Keamanan selama pemakaian. Material Safety Data Sheet (MSDS) harus dikeluarkan oleh pabrik imbuhan pakan karena MSDS memberikan petunjuk mengenai keamanan dan penanggulangan ketika terjadi “kecelakaan” dalam pemakaian/menangani imbuhan pakan tersebut yang ditujukan untuk pekerja.

Keamanan Konsumen
Keamanan pakan merupakan bagian dari keamanan untuk melindungi konsumen, baik pada ternaknya maupun konsumen yang mengonsumsi hasil ternak. Masalah residu akibat ternak diberi pakan yang mengandung imbuhan pakan perlu dibuktikan dengan penelitian. Imbuhan pakan seperti halnya antibiotika bahan aktifnya dapat tersimpan dalam organ ternak, bahkan dapat menimbulkan residu dalam daging, susu maupun telur. Perlu dikemukakan bahwa produk alami dari tanaman juga tidak semuanya aman digunakan. Semua bahan alami dari tanaman juga merupakan bahan kimia yang dapat memengaruhi kesehatan ternak atau manusia yang mengonsumsi hasil ternak. Keamanan imbuhan pakan akan dipengaruhi konsentrasi, lama pemakaian, metabolisme dalam tubuh ternak, bahkan mungkin interaksi dengan bahan lain. Sudah banyak diteliti bahwa suatu senyawa kimia dalam tanaman akan memberi pengaruh positif pada konsentrasi rendah, tetapi ketika konsentrasinya dinaikan menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki.

Untuk mencegah timbulnya efek samping imbuhan pakan pada ternak, maka peraturan pemakaiannya harus diikuti secara ketat. Peraturan biasanya dibuat atas dasar fakta dari penelitian. Di Indonesia peraturan dari Ditjen Produksi Ternak bisa dilihat dalam Ringkasan Imbuhan Pakan edisi II. Apabila ingin mengikuti aturan di Amerika dan Canada bisa dilihat dalam Feed Additive Compendium yang diterbitkan setiap tahun oleh Miller Publ.Co. untuk Eropa, atau Annex. 1 dari Official Journal of the European Economic Community.

Pemakaian Dalam Pakan
Sebelum imbuhan pakan digunakan dalam pembuatan pakan, maka pabrik pakan terlebih dahulu harus mengikuti kaidah-kaidah tertentu seperti Good Manufacturing Practice (GMP) atau Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) beserta traceability-nya. Pedoman cara pembuatan pakan yang baik sudah diatur dalam Kepmentan No 240/Kpts/OT.210?4/2003. Pada prinsipnya Kepmentan atau GMP mengatur berbagai hal berupa bangunan, higiene dan sanitasi, bahan baku, proses pembuatan pakan, pengendalian mutu, audit dan personalia dalam menghasilkan pakan termasuk konsentrat yang bermutu dan memenuhi standar sesuai tujuannya dan melindungi konsumen dari kerugian. Sayangnya Kepmentan No. 240 kurang merinci mengenai proses produksi yang menggunakan imbuhan pakan.

GMP merupakan keharusan dalam menggunakan imbuhan pakan. (Foto: Istimewa)

Dalam membuat peraturan pemakaian imbuhan pakan, maka beberapa informasi di bawah ini sangat diperlukan:

• Uraian produk
• Metode analisis produk
• Stabilitas penyimpanan maupun dalam proses pembuatan pakan
• Resistensi terhadap bakteri
• Penelitian input-output (balance studies), penyerapan dan metabolisme
• Penelitian residu dalam ternak dan produk metabolitnya
• Mekanisme kerja imbuhan pakan (misalnya menghambat sintesa protein atau pembelahan sel dan lain sebagainya)
• Pengaruhnya terhadap lingkungan
• Dosis pemberian
• Kontraindikasi

Informasi tersebut harus disediakan produsen imbuhan pakan ketika bahan tersebut didaftarkan untuk diedarkan. Bagi perusahaan yang akan memproduksi imbuhan pakan dalam negeri, maka segala informasi harus disiapkan. Informasi di atas harus ditunjang dengan data penelitian yang dibuat sesuai dengan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan. ***


Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PAKAN FERMENTASI UNTUK UNGGAS

Limbah pertanian bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan unggas. (Foto: Istimewa)
 
Pakan merupakan bagian terbesar dalam usaha peternakan, dimana biaya tersebut bisa mencapai 60-70%. Biaya pakan yang mahal terutama pakan pabrikan akan menjadi kendala dalam usaha peternakan rakyat. Sementara itu bahan pakan yang berlimpah seperti limbah pertanian belum dapat dimanfaatkan secara optimal di lingkungan peternakan unggas, disebabkan serat kasarnya yang tinggi sehingga menjadi kendala pada proses metabolisme unggas.

Proses pencernaan fermentatif dalam saluran pencernaan unggas hanya terjadi pada organ tembolok, sekum, rektum, dan kolon dalam kondisi terbatas. Pada peternakan unggas komersial pemberian pakannya mengandalkan pakan jadi atau pakan konsentrat pabrikan. Namun dalam proses metabolisme pengurai dalam pencernaan unggas, kedua jenis pakan pabrikan itu tidak terurai seluruhnya karena tidak lengkap hadirnya mikrooganisme pengurai sehingga kandungan protein dalam kotoran masih tinggi kemudian beroksidasi yang menimbulkan bau tak sedap.

Kadar protein, daya cerna, dan asam amino yang rendah, serta serat kasar yang tinggi pada limbah pertanian dan agroindutsri biasanya menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan unggas. Maka untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai nutrisinya diperlukan suatu proses yang dapat mencakup proses kimiawi, biologis melalui teknologi fermentasi (Hutagalung 1978, Yeong 1982, Zamora et al., 1989 dikutip Norbertus Kaleka 1991).
 
Mikroorganisme yang Terlibat dalam Proses Fermentasi 
Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik (tanpa oksigen) (Fardiaz, 1992 dikutip Norbertus Kaleha). Sedangkan menurut Satiawihardja (1992) adalah proses dimana komponen-komponen kimiawi yang dihasilkan akibat adanya pertumbuhan/metabolisme mikroba (secara aerob dan anaerob).

Beberapa jenis mikroorganisme yang mampu meningkatkan kadar protein dan beberapa substrat limbah pertanian, seperti pada tabel berikut:

Jenis Mikroorganisme yang Dapat Meningkatkan Kadar Protein dan Subtrat Limbah Pertanian

Mikroorganisme

Subtrat

Kadar protein Sebelum Fermentasi (%)

Kadar Protein Sesudah Fermentasi (%)

Sumber

Aspergillus niger

Lumpur sawit

11,00-12,00

23,00

Pasaribu et al., 1998

Aspergillus niger

Bungkil kelapa

21,69

37,40

Sinurat et al., 1996

Aspergillus niger NKRL 337

Bungkil inti sawit

14,19

25,06

Bintang et al., 1999

Aspergillus niger

Ampas sagu

2,30

16,30

Ulfah & Bamualim, 2002

Aspergillus niger

Singkong

2,00

23,37

Komplong et al., 1994

Aspergillus niger

Onggok

1,85

14,74

Supriyati, 2003

Rhizopus oligosporus

Biji karet

19,20

30,15

Wizna et al., 2000

Sumber: Norbertus Kaleka, 2020.


Fermentasi onggok dan kulit ari kedelai. Onggok (hasil sampingan pembuatan tapioka ubi kayu) dan kulit ari kedelai (hasil pengupasan biji kedelai) merupakan limbah agroindustri yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan unggas. Campurkan bahan onggok (1,5 kg/15%) dan kulit ari kedelai (1,5 kg/15%) kemudian aduk merata. Masukkan dalam wadah plastik/ember besar lalu tambahkan 8 liter air hangat, setelah agak dingin tambahkan ragi (Aspergillus niger) 100 gr kemudian aduk kembali. Tutup rapat wadah plastik/ember dan biarkan selama tiga hari.


• Fermentasi dedak padi. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menyisakan 10% dedak padi, 3% tepung beras, 20% sekam, dan 50% beras (endosperma). Tetapi prosentase tersebut bervariasi tergantung varietas/umur padi, derajat penggilingan, dan penyosokannya (Grist, 1972). Cara membuatnya campurkan dedak padi 5 kg (atau lebih) dengan 2,5 liter air kemudian aduk sehingga seperti adonan, lalu campurkan EM4 dan molases (tetes tebu) ke dalam adonan dan aduk. Masukkan adonan dedak padi tersebut ke kantong plastik dan tutup rapat/ikat, kemudian biarkan selama 2-3 hari pada suhu ruangan dan jangan terkena sinar matahari. Adapun berikutnya cara membuat 2:2 kg dedak padi dibasahi air dengan perbandingan 3:1, lalu aduk sampai jadi adonan. Kemudian kukus adonan selama 15-30 menit, lalu dinginkan. Tambahkan ragi halus (Aspergillus niger) dan aduk merata. Masukkan adonan ke kantong plastik, tutup rapat lalu biarkan selama 1-2 hari dan sudah bisa diberikan sebagai pakan unggas.

• Fermentasi bekatul. Bekatul kandungan protein, kalsium (Ca), dan fosfor (P) hampir sama dengan dedak padi, tetapi serat kasarnya lebih rendah yaitu 4%, sehingga dapat digunakan lebih banyak dari pada dedak padi untuk unggas. Cara membuatnya campurkan 10 kg bekatul dengan 2 liter air sampai adonan saat diperas tidak meneteskan air dan saat dilepas tidak pecah, kemudian kukus selama 15-30 menit. Setelah dingin bubuhi dengan ragi (Rhizophus eligosporus) masukkan ke dalam kantong plastik/ember plastik, tutup rapat. Biarkan selama 5-7 hari. Perlu diperhatikan tidak boleh ada bau tengik dan perubahan warna menjadi cokelat.

• Fermentasi ampas tahu. Dapat dijadikan bahan pakan unggas sumber protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar 21-29% (Mathias & Sinurat, 2001) dan kandungan lemak 4,93% (Nuraini, 2009), serat kasar 22,65% (Duldjaman, 2004). Walau ampas tahu dapat digunakan langsung untuk pakan unggas, namun diperlukan fermentasi terlebih dahulu karena asam amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi menjadi faktor pembatas. Cara membuat yakni sebanyak 25 kg ampas tahu diperas sampai tidak berair, lalu dikukus selama 30 menit, dinginkan dengan menyebar di atas lantai. Taburkan 5-7 butir ragi (Aspergillus niger) atau 2-3 lembar ragi (Rhizopus oligosporus), dan mineral, lalu aduk merata. Masukkan dalam drum/ember/plastik besar lalu tutup rapat. Biarkan selama 2-3 hari, bila tercium aroma harum berarti proses fermentasi selesai. Ampas tahu fermentasi sudah bisa diberikan langsung pada unggas atau disimpan selama dua bulan (dengan dikeringkan dahulu di bawah sinar matahari). Ampas tahu fermentasi bernilai gizi tinggi dengan bahan kering 28,36%, lemak 5,52%, serat kasar 17,06%, dan BETN 45,44% (Nuraini et al., 2007), disamping karbohidrat, gula, dan pati. ***

Level Pemberian Limbah Pertanian dan Limbah Agroindustri Fermentasi untuk Berbagai Unggas

Bahan Pakan Terfermentasi

Diberikan untuk

Level Pemberian

Efek Terhadap Unggas

Sumber

Onggok

Ayam kampung hitam

10%

Bobot hidup 96,7 gr/12 mgg konsumsi pakan 3076 gr, FCR 3,346, IOFC Rp 5.082

Supriyati et al., 2003

Dedak padi

Itik alabio

5,10, dan 15%

Tidak berbeda nyata terhadap produksi, telur, konversi pakan

Rohaeni et al., 2004

Bekatul

Ayam Arab grower

10, 20, 30, dan 40%

Nyata menurunkan lemak dan kolesterol daging, serta meningkatkan protein daging

Sujono, 2001

Ampas tahu

Itik lokal jantan

10, 20, dan 30%

Tidak nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan FCR

Setyowati, 2005

Sumber: Norbertus Kaleka, 2020.


Ditulis oleh:
Sjamsirul Alam
Praktisi peternakan, koresponden Infovet daerah Bandung

PAKAN DAN NUTRISI PADA KELINCI

Kelinci sehat dan beranak pinak. (Foto: Istimewa)

Kebutuhan nutrisi untuk kelinci pada dasarnya kurang lebih sama dengan kebutuhan ternak lain, bahkan sama dengan kebutuhan manusia. Yaitu membutuhkan karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, dan protein.

Fungsi pakan pun demikian, yaitu sama-sama untuk menyediakan energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dan memperbaiki jaringan tubuh.

Sumber Pakan yang Baik untuk Kelinci
“Sebelum menentukan pakan yang cocok, perlu mengenal bagaimana sistem pencernaan kelinci yang berbeda dengan hewan lainnya,” kata Yusuf Bachtiar saat diwawancara oleh Asep Hidayat di channel YouTube Saung Kelinci Nurlia, berjudul Talk Show Pakan dan Nutrisi pada Kelinci.

Hewan berdasarkan sistem pencernaannya dibagi menjadi tiga, yaitu ruminansia, monogastrik, dan pseudoruminansia. Ruminansia adalah hewan yang mencerna makanannya dalam dua langkah (memamah biak), mempunyai lambung jamak. Monogastrik adalah hewan yang memiliki lambung tunggal.

Kelinci termasuk hewan pseudoruminansia, mampu mencerna pakan hijauan seperti ruminansia, namun pencernaannya hanya terjadi sekali. “Kadang kelinci memakan kotorannya lagi, ciri khasnya disitu, dia perlu bakteri untuk membantu sistem pencernaan karena sistemnya tidak sekompleks ruminansia,” jelas Yusuf.

Maka pakan pun harus disesuaikan dengan sistem pencernaan kelinci. Misalnya rumput, tidak semua rumput bisa dijadikan pakan kelinci. “Misalnya alang-alang ya, bisa dimakan oleh sapi tapi tidak bisa dimakan oleh kelinci,” timpal Asep pemilik peternakan Saung Kelinci Nurlia di Subang, Jawa Barat.

Apakah Pakan Pelet Lebih Baik dari Hijauan?
Yusuf mengatakan baik atau tidaknya pakan yang menentukan adalah pencernanya (kelinci). Namun ada referensi yang diikuti untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci.

Jumlah kebutuhan kelinci akan karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, dan protein tergantung pada umur kelinci (fase pertumbuhan), tujuan produksinya, juga laju pertumbuhan. Pejantan aktif kawin, betina bunting, betina menyusui, dan anak kelinci masa pertumbuhan memerlukan lemak 3-6%, protein 14-18%, serat 15-20%, dan abu 5-6%. Sedangkan pejantan tak aktif, betina kering, dan anak kelinci yang mulai dewasa memerlukan lemak 2-4%, protein 12-14%, serat 20-28%, dan abu 5-6%, dikutip dari Asia (Penyuluh BPSDMP), Pakan Kelinci.

Baik atau tidaknya pakan ditentukan oleh apakah pakan tersebut bisa memenuhi kebutuhan nutrisi kelinci. Pelet dan hijauan tidak bisa dibandingkan karena merupakan jenis pakan yang berbeda. Kandungan nutrisi hijauan adalah alami, sedangkan kandungan nutrisi pelet merupakan hasil dari rancangan, meskipun pelet belum tentu juga bisa memenuhi 100% kebutuhan nutrisi.

Perbandingan yang benar harus apple to apple yaitu hijauan dengan hijauan dan pelet dengan pelet.

Seperti Apa Hitungan Pakan yang Murah dan Mahal?
Tidak selalu pakan hijauan lebih murah dari pelet, dan sebaliknya. Untuk hijauan tergantung pada beberapa hal, misalnya apakah hasil dari mencari sendiri (ngarit) atau budi daya. Jika mencari sendiri apakah menggunakan jasa orang lain.

Ngarit-nya apakah setiap hari, atau seminggu sekali dimana hijauan dikeringkan agar awet dijadikan hay.

Untuk pelet harganya lebih jelas, bisa dibandingkan antara produk yang satu dengan produk yang lain. Dimana harganya tergantung juga pada fase pertumbuhan kelinci. Pelet untuk kelinci menyusui lebih mahal karena kandungan proteinnya lebih tinggi.

Murah dan mahalnya pakan sebenarnya mengikuti kebutuhan. Namun jangan sampai karena ingin berhemat di biaya pakan malah mengakibatkan kelinci kekurangan nutrisi.

Ujungnya nanti malah profit turun karena kelinci yang dihasilkan kurang bagus, sehingga menurunkan harga jual kelinci. Apalagi jika karena ngirit pakan malah gagal panen, akan jauh lebih mahal. Prinsipnya lebih baik ada biaya tambahan namun hasil panennya tetap bagus.

Cara Membandingkan dan Memilih Pakan Terbaik
Agar diketahui mana pakan yang lebih baik, sebaiknya dilakukan penelitian sederhana pada kandang dengan satu jenis kelinci saja. Perawatan, pakan, perlakuan, minum, dan lainnya pun harus sama, baru hasilnya nanti dibandingkan mana pakan yang performanya lebih bagus.

“Parameternya adalah kelincinya sehat dan beranak pinak,” kata Yusuf. “Jangan cuma dari katanya tapi dibuktikan sendiri.”

Penelitian jangan dilakukan pada semua populasi, disarankan pada sebagian kecil populasi saja untuk berjaga-jaga kalau terjadi kegagalan.

Pakan terbaik yaitu yang cocok untuk kelinci dan cocok juga untuk peternak, serta diformulasikan berdasarkan referensi yang jelas. Juga sangat penting untuk memberikan pakan sesuai fase pertumbuhan.

Namun pakan hanya salah satu faktor. Menurut Yusuf rumus keberhasilan adalah Penampilan = Lingkungan + Genetik.

Jika genetik kelincinya bagus tetapi lingkungan (pakan, kandang, dan sebagainya) buruk, maka penampilan/hasil tidak sesempurna yang seharusnya. Sebaliknya, jika genetik biasa namun lingkungan bagus maka penampilan bisa bagus hasilnya. ***

Dirangkum oleh:
Nunung Dwi Verawati
Redaksi Majalah Infovet

DISEMINASIKAN TEKNOLOGI SILASE, DAUN KELAPA SAWIT DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI LUMBUNG PAKAN

Proses ensilasi daun kelapa sawit menggunakan silo dari drum plastik. (Foto-foto: Infovet/Dok. Sadarman)

Salah satu perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Itu adalah suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, serta hasil penelitian guna memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.

PkM bertujuan untuk memecahkan permasalahan nyata dalam masyarakat, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan dampak positif secara langsung kepada berbagai pihak. Kegiatan PkM dapat melibatkan berbagai bidang, salah satunya peternakan. Tujuan utama dari PkM bidang peternakan adalah mengintegrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan akademis dalam solusi nyata yang dapat meningkatkan mutu hidup peternak dan memberikan manfaat berkelanjutan melalui perbaikan usaha peternakan yang dikelolanya. Topik PkM di bidang peternakan bisa beragam, mencakup produksi ternak, nutrisi dan pakan, pengolahan hasil ternak, pemanfaatan produk samping, maupun sosial ekonomi peternakan.

Mengacu pada kondisi tersebut, dosen Program Studi Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, telah mendiseminasikan teknologi silase berbahan daun kelapa sawit, dengan tema “Peningkatan Produktivitas Ternak Melalui Penerapan Teknologi Silase Daun Kelapa Sawit dan Urea Molases Blok”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (19/1/2024) di Kelompok Tani Bina Mandiri, Desa Bina Baru, Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Ketua Pelaksana PkM, Prof Dr Hj Yendraliza, menjelaskan teknologi silase merupakan teknologi tepat guna, diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan produktivitas ternak di Desa Bina Baru.

“Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan antusiasme semua pihak yang telah turut serta dalam kegiatan ini, semoga teknologi silase dapat bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi pengembangan sektor peternakan di Desa Bina Baru. Mari kita terus berkolaborasi untuk mewujudkan usaha peternakan yang berkelanjutan dan berdaya saing,” kata Prof Yendraliza, yang juga Guru Besar UIN Suska Riau ini.

Pada kegiatan ini, panitia juga mengajak narasumber di antaranya Dewi Ananda Mucra dan Dr Anwar Efendi Harahap. Keduanya didapuk untuk menyampaikan materi yang berhubungan dengan aplikasi teknologi silase dalam pengawetan daun kelapa sawit dan urea molases blok. Pemilihan tema tersebut karena Provinsi Riau merupakan lima wilayah dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.

Informasi dari Ditjen Perkebunan (2023), luas area tanaman kelapa sawit di Indonesia mencapai 20.512.730 hektare, sementara total luas area lahan kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 2.765.892 hektare. Lahan ini dikelola oleh berbagai entitas, termasuk perkebunan rakyat dengan luas 1.789.959 hektare, perkebunan negara dengan luas 74.004 hektare, dan perkebunan swasta dengan luas 950.929 hektare. Menurut Furqaanida (2014), tingginya produksi kelapa sawit juga menyebabkan tingginya limbah yang dihasilkan, dimana sekitar 70% dari hasil panen kelapa sawit merupakan limbah, mencakup 50% batang, 20% daun, 20% akar, dan 10% buah setelah proses pemanenan. Agar produk samping tersebut berdaya guna tinggi, maka perlu diolah dahulu sebelum diberikan pada ternak.

Potensi Daun Sawit sebagai Pakan Ternak
Potensi daun sawit sebagai bahan pakan merujuk pada kemungkinan penggunaan biomassa kelapa sawit tersebut dijadikan sebagai komponen pakan ternak. Menurut Dewi Ananda Mucra, daun sawit merupakan salah satu bagian tanaman kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi untuk ternak, terutama dalam konteks industri peternakan.

Daun sawit diperoleh pada saat dilakukan pruning atau pembuangan pelepah. Sebagai hasil samping, daun sawit memiliki potensi besar dalam konteks perkebunan dan peternakan. Praktik pruning kelapa sawit melibatkan pembuangan pelepah yang tua atau tidak produktif, sehingga memberikan peluang untuk mengumpulkan daun sawit yang kaya nutrisi dan dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak.

Daun sawit mengandung berbagai nutrien yang dapat mendukung pertumbuhan dan kesehatan ternak. Menurut Hanafi (2008), kandungan nutrisi dalam daun sawit melibatkan aspek-aspek seperti protein, serat, vitamin, dan mineral. Protein dalam daun sawit menjadi komponen penting dalam menyediakan sumber asam amino untuk pertumbuhan, sementara serat membantu dalam pencernaan.

Menurut Elisabethdan Ginting (2003), daun sawit tanpa lidi mengandung bahan kering 46,2%; protein kasar 14,1%; serat kasar 21,5%; lemak 4,37%; betn 46,6%; abu 13,4%; kalsium 0,84%; fosfor 0,17%; dan energi 4,46 Mj/kg. Selain itu, keberadaan vitamin dan mineral seperti vitamin A, vitamin E, dan zat besi dalam daun sawit memberikan nilai tambah dalam aspek kesehatan dan perkembangan ternak.

Pemanfaatan potensi daun sawit sebagai pakan ternak memiliki beberapa fungsi signifikan dalam konteks perkebunan dan peternakan. Pertama, dapat menjadi alternatif pakan yang ekonomis dan berkelanjutan, membantu peternak mengurangi biaya pakan, dan meningkatkan ketersediaan pakan lokal.

Kedua, dengan memanfaatkan daun sawit sebagai pakan, limbah dari industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara lebih efisien. Selain itu, memberikan pakan yang bervariasi dapat meningkatkan kualitas dan diversifikasi pakan ternak, memberikan dampak positif terhadap produksi, dan kesehatan ternak secara keseluruhan.

Kendati demikian, pemanfaatan daun sawit tidak hanya diberikan begitu saja, melainkan perlu diolah terlebih dahulu, khususnya melalui penerapan teknologi silase. Dengan menerapkan teknologi silase, daun sawit dapat diawetkan dan diubah menjadi pakan ternak yang lebih mudah dicerna dan bernutrisi.

Ensilase Daun Kelapa Sawit
McDonald dkk. (2022), mendefinisikan ensilase sebagai bentuk metode pengawetan bahan pakan dan pakan yang melibatkan proses fermentasi anaerobik (tanpa udara). Bahan pakan dimaksud seperti rerumputan, kacang-kacangan, produk samping pertanian dan perkebunan, termasuk produk samping perikanan. Sedangkan pakan yang diensilasekan dapat berupa pakan komplit hasil dari formulasi berbagai bahan pakan yang dimiliki peternak.

Menurut Dewi Ananda Mucra, proses ensilase dilakukan dengan mengemas bahan pakan tersebut ke dalam silo atau wadah kedap udara, kemudian mengurangi kadar oksigen agar mikroorganisme yang membutuhkan oksigen tidak berkembang biak. Fermentasi anaerobik diprakarsai bakteri asam laktat, yang mengubah gula menjadi asam laktat dan menghasilkan lingkungan yang asam. Proses ini tidak hanya mengawetkan pakan, tetapi juga meningkatkan ketersediaan nutrisi dan kecernaan, membuatnya lebih cocok sebagai sumber pakan untuk ternak.

Menurut Sadarman dkk. (2023), ensilase memainkan peran penting dalam pengelolaan pakan ternak dan dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah ketersediaan pakan, terutama dalam musim kering atau ketika sumber pakan hijau terbatas. Ketika sumber pakan terbatas selama musim kering, dampak negatif terasa pada performa ternak, terutama tidak tercapainya pertambahan bobot badan harian, produksi susu yang suboptimal, hambatan pertumbuhan pedet, dan berbagai masalah lainnya.

Selain itu, situasi ini juga dapat menyebabkan penurunan kesehatan ternak secara keseluruhan, meningkatkan risiko kekurangan nutrisi, serta memengaruhi efisiensi reproduksi dan produktivitas secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi solusi dan strategi manajemen pakan yang efektif guna mengatasi tantangan ini dan memastikan kesejahteraan ternak selama periode kering. Sehingga strategi terbaik adalah menyiapkan lumbung pakan dari daun kelapa sawit melalui proses ensilase yang melibatkan fermentasi anaerobik, yang dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dan menjaga kecernaan, sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap kesehatan dan produktivitas ternak.

Urea Molases Blok: Suplementasi Pakan Terbaik untuk Ternak
Dr Anwar Efendi Harahap menyatakan bahwa pemberian silase daun sawit belum bisa menjamin kecukupan nutrisi yang dibutuhkan ternak, sehingga perlu disuplementasi dalam bentuk Urea Molases Blok (UMB). Mengacu pada Encyclopedia of Animal Science Second Edition yang ditulis Ullrey dkk. (2011), Urea Molases Blok merupakan bentuk suplemen pakan ternak yang terbuat dari campuran urea, molases, dan bahan lainnya seperti mineral dan protein. UMB biasanya diproses menjadi bentuk blok atau garam yang dapat dijilat oleh ternak.

Salah satu anggota Kelompok Tani Bina Mandiri menunjukan urea molases blok yang berhasil dibuat.

UMB berfungsi sebagai sumber tambahan protein dan energi untuk ternak, terutama pada situasi ketersediaan pakan berkualitas rendah atau terdapat kekurangan protein. Menurut Anwar, UMB dapat meningkatkan kualitas pakan dan membantu meningkatkan pertumbuhan, produktivitas, dan kesehatan ternak, sehingga UMB dapat menjadi solusi praktis untuk mendukung performa ternak, terutama dalam kondisi lingkungan pemeliharaan yang kurang mendukung dalam hal ketersediaan pakan.

Kesimpulan
UMB dan silase daun kelapa sawit, keduanya merupakan strategi yang saling melengkapi dalam konteks manajemen pakan ternak. Silase daun kelapa sawit dengan proses fermentasinya memberikan solusi efisien untuk mengawetkan dan meningkatkan ketersediaan nutrisi pada daun kelapa sawit. Seiring dengan itu, penggunaan UMB dapat menjadi tambahan yang berharga dalam meningkatkan profil nutrisi pakan, khususnya dalam penyediaan protein dan energi tambahan.

Gabungan keduanya memberikan keunggulan dalam menyediakan pakan yang seimbang, memastikan keseimbangan gizi dan energi untuk mendukung pertumbuhan, produktivitas, dan kesehatan ternak secara keseluruhan. Dengan memanfaatkan silase daun kelapa sawit sebagai sumber pakan utama dan UMB sebagai suplemen yang mudah diakses, peternak dapat merancang strategi pakan yang holistik dan berkelanjutan untuk meningkatkan performa ternak yang dipelihara. ***

Referensi:
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2023. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017 Kelapa Sawit. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Elisabeth. Jdan P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industry kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Hal. 110-120.
Furqaanida, N. 2014. Pemanfaatan Klobot Jagung sebagai Subtitusi Sumber Serat Ditinjau dari Kualitas Fisik dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit untuk Domba. Skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
McDonald, P., R. Edwards., J. Greenhalgh., C. Morgan., L. Sinclair, and R. Wilkinson. 2022. Animal Nutrition, 8thEdn. Pearson Ltd. Singapore.
Sadarman., D. Febrina., S.T. Rinaldi., Hendri., M.I. Ilyazar., Weno., A. Alfian., R.A. Nurfitriani., N. Qomariyah., A. Sukmara., E. Koswara., T.R. Prihambodo., Gholib, and A.F.M. Azmi. 2023c. The Quality of Organic Waste Market Ensiled Using Rejected Commercial Syrup as An Alternative Ruminant Livestock Feed. Animal Production: Indonesian Journal of Animal Production,25(3): 186-198.

Ditulis/dirangkum oleh:
Dr Ir Sadarman SPt MSc IPM
Dosen Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan, UIN Suska Riau,
Wartawan Infovet daerah Riau

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G. Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB University, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak, dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase, dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) di antaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tanin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa di antaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber energi. (Sumber: Hernaman, 2021)

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber protein. (Sumber: Hernaman, 2021)

Maksimum penggunaan berbagai bahan baku dalam konsentrat. (Sumber: Hernaman, 2021)

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi, pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat anti-nutrisi yang ada. Zat anti-nutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu di antaranya:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet pra-sapih (umur delapan hari sampai tiga bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19%, dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari, serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan), dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15%, dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16%, serta TDN 75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18%, dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan, serta pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak, serta mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***


Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer