Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ekbis | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TINGKATKAN LABA, PANGKAS RANTAI PEMASARAN DAN BANGUN RPHU MANDIRI

Semakin panjang rantai distribusi atau pemasaran, semakin besar disparitas harga di tingkat peternak dengan harga di konsumen. (Foto: Dok. Infovet)

Lima tahun mengalami kerugian, para peternak mandiri dan peternak rakyat yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Perunggasan Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (13/3).

Demikian dilansir dari nasional.kontan.co.id. Lebih lanjut disebutkan bahwa Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni, menuturkan selama lima tahun ini, perlindungan pemerintah terhadap peternak UMKN tidak ada.

“Sudah lima tahun dari 2017 sampai hari ini. Peternak kecil makin hari makin habis. Ini adalah sisa kekuatan. Kami mengadu di Komnas HAM. Semoga Komnas HAM bisa memberi jalan keluar agar kami bisa bertahan hidup di negeri sendiri. Jangan sampai jadi kacung di negeri sendiri,” kata Parjuni dalam Aksi Damai Peternak Rakyat di Komnas HAM tersebut.

Salah satu langkah mendongkrak harga di tingkat peternak dikeluarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 5/2022 pada 5 Oktober 2022. Dalam peraturan tersebut tercantum harga acuan daging ayam ras untuk konsumen sebesar Rp 36.750/kg karkas. Sementara harga acuan ayam hidup (live bird) di tingkat peternak untuk batas atas Rp 24.000/kg dan batas bawah Rp22.000/kg. Demikian informasi dari cnbcindonesia.com, Senin (13/3).

Namun, harga ayam ras pedaging per 13 Maret 2023, masih di bawah harga acuan batas bawah, yaitu Rp 20.470/kg. Hal ini menunjukkan bahwa peternak tidak memiliki posisi kuat dalam penetapan harga. Meskipun berada dalam posisi kurang diuntungkan, tak ada pilihan lain bagi peternak kecuali harus menjual ayamnya. Bahkan dalam beberapa kasus, ayam tetap harus dijual meskipun di bawah harga pokok produksi (HPP) alias jual rugi.

Oleh karena bersifat livestock, menahan ayam bukan menjadi sebuah solusi. Semakin lama dipelihara, biaya operasional pemeliharaan akan bertambah, misalnya dari penambahan biaya pakan dan perawatan.

Memahami Sistem Agribisnis Ayam Pedaging
Berbicara soal keuntungan usaha dalam sistem agribisnis ayam pedaging memang tidak bisa berdiri sendiri. Hal ini disebabkan sistem agribisnis perunggasan terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait. Dalam prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UGM, 2016 silam, dengan judul Analisis Rantai Pasok dan Distribusi Ayam Pedaging, Ratna Purwaningsih dkk. mengutip pendapat Saragih dan Tanjung yang mengatakan bahwa sistem agribisnis peternakan dapat dipetakan menjadi beberapa subsistem. Selain itu, terdapat pula beberapa kelompok mata rantai pasok di dalamnya.

Setidaknya, terdapat lima subsistem dalam sistem agribisnis ayam pedaging, yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem budi daya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa penunjang.

Subsistem agribisnis hulu (upstream off-farm) adalah bisnis pendukung usaha budi daya yang menjadi input untuk usaha produksi peternakan. Beberapa pelaku usaha dalam subsistem yaitu perusahaan penyuplai bibit (DOC), penyuplai pakan ternak, penyuplai vaksin dan obat, serta penyuplai peralatan peternakan.

Pada subsistem peternakan (on farm), terdapat tiga pelaku usaha produksi. Ketiganya yaitu perusahaan peternakan besar (company farm), peternak kemitraan atau plasma dan peternak mandiri.

Adapun yang termasuk dalam subsistem pengolahan dalam rantai pasok ayam pedaging adalah rumah pemotongan hewan unggas (RPHU). Sementara subsistem pemasaran mencakup kegiatan distribusi oleh pengepul dan penjualan pada rumah makan, pedagang pengecer dan supermarket. Pada subsistem pemasaran inilah harga ayam pada tingkat konsumen terbentuk.

Subsistem jasa penunjang sendiri terdiri dari beragam fungsi seperti fungsi regulasi oleh dinas terkait, fungsi penelitian oleh Litbang Pertanian dan Perguruan Tinggi, fungsi penyuluhan oleh penyuluh dinas maupun swasta, fungsi informasi oleh media dan komunikasi personal, fungsi pengadaan modal usaha, fungsi pasar dan beragam fungsi lainnya.

Semakin Panjang Rantai Pemasaran, Semakin Besar Disparitas Harga
Menurut Ratna Purwaningsih, pedagang perantara dalam pemasaran ayam antara lain adalah broker, bakul dan lapak. Broker merupakan bakul besar dengan omset tertentu yang mendistribusikan penjualannya pada bakul lain berdasarkan delivery order. Dengan kata lain, broker tidak menjual ayamnya dengan menggunakan transportasi sendiri. Broker menyediakan modal besar untuk membeli ayam dari peternak. Modal tersebut akan kembali setelah bakul melakukan pembayaran order pada broker dari hasil penjualan ayamnya pada lapak.

Adapun bakul adalah pedagang perantara yang mengunakan modal transportasi sendiri untuk mengambil ayam hidup dari peternak (dari kandang atau farm) atau dari broker dalam jumlah yang besar. Sementara lapak adalah pedagang akhir di pasar yang menjual ayam pedaging dalam bentuk karkas pada konsumen. Karkas merupakan bagian bagian daging ayam beserta tulangnya, tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam.

Berdasarkan observasi yang dilakukan Ratna, ada tiga skema pemasaran daging ayam. Namun, skema yang akan dibahas dalam artikel ini adalah skema yang pertama, terdiri dari lima pelaku usaha, yaitu peternak, broker, bakul, lapak (pemotong) dan konsumen. Pada skema ini, peternak menjual ayam hidup pada broker. Kemudian, broker mendistribusikan ayam hidup pada bakul. Selanjutnya, bakul akan menjual kembali ayam hidupnya ke lapak. Di lapak atau pedagang akhir di pasar, ayam akan melewati proses pemotongan dan pembersihan dari darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Hasil akhir berupa karkas dijual pada konsumen akhir.

Adapun pembentukan harga yang terjadi yaitu ayam dengan bobot hidup 1,9 kg di tingkat peternak dibeli broker dengan harga Rp 15.000/kg. Selanjutnya, broker menjual ayam tersebut kepada bakul dengan mengambil laba sebesar Rp 200/kg. Dengan begitu, bakul mendapat harga Rp 15.200/kg dari broker. Kemudian bakul menjual ayam ke lapak pemotong dengan harga Rp 16.600/kg. Terdapat selisih harga sebesar Rp 1.400/kg, dengan rincian Rp 300/kg untuk biaya kendaraan dan Rp 1.100/kg untuk laba bakul.

Di lapak pemotongan, ayam dijual kembali dalam bentuk karkas dengan harga Rp 30.000/kg. Rincian penentuan harga tersebut sebagai berikut. Pertama, penentuan harga karkas. Dengan asumsi karkas 72%, harga karkas diperoleh dari membagi harga pembelian ayam dengan persentase karkas, yaitu Rp 16.600 : 0,72. Dengan begitu, diperoleh harga karkas Rp 23.000/kg. Selanjutnya, penentuan harga akhir karkas dengan menambahkan ongkos potong sebesar Rp 1.000/kg, biaya operasional Rp 5.000/kg dan laba untuk lapak pemotongan sebesar Rp 2.000/kg. Jadi, total harga karkas ayam yang dilepas ke pembeli selanjutnya adalah Rp 30.000/kg.

Bisa dibayangkan, bagaimana jika rantai pemasarannya lebih panjang lagi? Tentu saja, harga ke konsumen akan menjadi lebih mahal. Lantas, bagaimana jika harga konsumen dibatasi dengan harga batas atas atau tertinggi? Jawabannya sangat mudah. Jika selisih harga tidak bisa menekan ke atas, ia akan menekan ke bawah. Artinya, harga di tingkat peternak akan mendapat tekanan sampai tingkat paling rendah yang bisa diperoleh pedagang.

Pangkas Rantai Pemasaran, Perbanyak RPHU
Melihat subsistem budi daya yang berada diantara input produksi dan pemasaran memang serba sulit. Di satu sisi, peternak dihadapkan dengan biaya input produksi yang bisa naik setiap saat. Sementara di sisi lain, peternak menghadapi fluktuasi harga yang terkadang membawa untung dan terkadang membuat buntung. Namun, bukan berarti masalah yang ada tanpa solusi.

Dalam presentasinya berjudul Kinerja Bisnis Pembibitan Unggas 2022 dan Prospek Bisnis 2023 di Jawa Timur, Surabaya, Rabu (14/12), Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, mengatakan bahwa solusi mengatasi persoalan harga yaitu memperpendek rantai distribusi.

Pola utama distribusi ayam ras pedaging di Jawa Timur, yaitu dari produsen ke distributor, kemudian dari distributor ke pedagang eceran dan berakhir di konsumen. Dari produsen dan distributor, ayam masih dalam keadaan hidup (live bird). Sementara pemotongan dilakukan oleh pedagang eceran dan sampai ke konsumen dalam bentuk karkas.

Terdapat juga pola lain yang lebih panjang. Pada pola ini, produsen menjual ayam hidup kepada distributor, lalu distributor ke subdistributor. Kemudian dari subdistributor ke agen, dari agen ke pedagang eceran dan berakhir di konsumen. “Harus sedekat mungkin. Kalau yang paling ideal itu dari farm menuju RPA (rumah pemotongan ayam), lalu ke konsumen,” kata Dawami.

Semakin panjang rantai distribusi atau pemasaran, semakin besar disparitas atau kesenjangan antara harga di tingkat peternak dengan harga di tingkat konsumen. Dengan memperpendek rantai pemasaran, harga di tingkat peternak pun bisa diharapkan lebih menguntungkan.

Jika kondisi ideal dapat dicapai, ada selisih harga yang bisa dinikmati para peternak. Jika awalnya harga ditingkat peternak Rp 15.000/kg, peternak bisa mendapatkan harga Rp 16.600/kg dengan laba Rp 1.100/kg. Lantas, bagaimana jika peternak membangun sendiri usaha RPHU untuk peternakannya? Ada tambahan laba lagi sebesar Rp 2.000/kg.

No Pain, No Gain
Untuk mendapatkan tambahan laba atau keuntungan tentu membutuhkan usaha yang lebih dibanding pasrah pada nasib. Artinya, peternak perlu menyadari kondisi saat ini dan segera beradaptasi dengan kompetisi yang terjadi.

Memperpendek rantai pemasaran bisa mendatangkan laba tambahan bagi peternak. Namun, keterbatasan unit RPHU dapat menjadi kendala. Kecepatan potong RPHU tentu akan berpengaruh pada jadwal panen.

Dalam presentasinya, Achmad Dawami menampilkan data hasil survei yang menunjukkan bahwa secara nasional terdapat RPHU sebanyak 316 unit. Jumlah RPHU yang beroperasi sebanyak 268 unit dan unit yang memiliki NKV sebanyak 139 unit. Berdasarkan data dari 19 RPHU, yang terdiri dari 12 perusahaan pembibit dan tujuh perusahaan lainnya diperoleh informasi kapasitas potong sebanyak 183.188 ekor/jam. Sementara kapasitas cold storage sebanyak 42.352 ton.

Untuk mengatasi kendala keterbatasan RPHU yang ada, peternak dapat mengadakan RPHU sendiri untuk usaha peternakannya. Di setiap skala usaha peternakan, tempat pemotongan ayam memungkinkan untuk dibuat. Tentu saja, dengan skala teknologi yang sesuai dengan kapasitas produksi ayam. Untuk peternakan kecil skala UKM, pemotongan dapat dilakukan manual dengan tenaga manusia. Namun, semakin besar kapasitas produksi, semakin besar pula kebutuhan alat dan teknologi yang dibutuhkan.

Apakah dengan menambah RPHU sudah cukup? Ternyata tidak. Dibutuhkan usaha lain, yaitu kegiatan pemasaran. Wajar, karena untuk mendapatkan laba lebih, peternak harus mengambil alih pekerjaan dari bakul dan lapak pemotongan.

Membangun pasar konsumen yang selama ini dilakukan lapak pemotongan atau RPHU lain, kini harus diambil alih. Peternak perlu menambah modal untuk pengadaan alat dan SDM, sekaligus menambah wawasan tentang kualitas karkas ayam yang dihasikan terkait dengan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Di samping itu, peternak juga perlu memahami model pemasaran konvensional dan digital. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya serap pasar. Semakin pendek rantai pemasaran dan distribusi, semakin besar potensi laba yang bisa diperoleh.

Every problem has a solution. You just have to be creative enough to find it,” papar Dawami menyitir perkataan dari Travis Kalanick. Setiap masalah memiliki solusi, hanya perlu cukup kreatif untuk menemukannya. Di akhir presentasinya, Dawami juga menyitir sebuah ayat dalam Al Quran, yaitu Surat Al Insyirah 5 dan 6, yang berbunyi, “Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (RA)

USAHA KULINER DAGING: BEDA GENERASI, BEDA RASA

Dalam usaha apapun, termasuk rumah makan, kepuasan pelanggan merupakan hal terpenting. (Foto: Detikcom)

Tak mudah untuk mengelola usaha kuliner berbahan daging agar pelanggan tak berpindah ke lain hati. Apalagi jika usaha tersebut merupakan warisan dari orang tua. Bagaimana cara untuk “mengikat” pelanggan agar tak pindah?

Jarum jam dinding di warung makan itu masih menunjukkan angka 5 lewat 30 menit. Namun para penikmat Nasi Grombyang di warung Pak Warso, di kawasan Pelutan, Kota Pemalang, Jawa Tengah, sudah memenuhi ruangan. Sekitar 30 menit lagi memang akan segera berkumandang Azan Magrib, tanda buka puasa.

Meski masih cukup lama, sebagian meja sudah terisi penuh dengan sajian Nasi Grombyang, lengkap dengan sate khas daging sapi berkuah. Sate ini rasanya gurih dan nikmat. Dalam satu porsi Nasi Grombyang berisi nasi dan daging sapi yang dipotong dadu, adapun tambahan sate yang akan menambah kenikmatan bersantap.

Infovet tak ketinggalan untuk berbuka puasa di sini, sembari mengenang masa-masa silam bersantap di warung ini sebelum merantau ke Jakarta. Waktu itu, warung ini masih dikelola langsung oleh pemiliknya, Pak Warso. Ia pula yang memiliki resep khusus dagangannya.

Kini Warung Nasi Grombyang Pak Warso dikelola anak-anaknya. Menurut cerita salah satu anaknya, ayahnya mendirikan warung ini sejak 1980-an. Bermula dari warung tenda, hingga akhirnya memiliki bangunan rumah makan sendiri dengan ukuran cukup luas.

Animo pembeli Nasi Grombyang di warung ini memang sekilas sama dengan dulu. Meski di sepanjang jalan raya tersebut terdapat 10 lebih warung tenda yang menjual makanan yang sama, namun Warung Nasi Grombyang Pak Warso tetap menjadi yang terlaris.

Hanya saja, olahan Nasi Grombyang Pak Warso yang sekarang di mata sebagian pelanggannya sudah berbeda rasa dengan sebelumnya. Hartono, perantauan Jakarta yang kali ini sedang mudik ke kampung halaman mengungkapkan, rasa Nasi Grombyang sekarang sudah agak berubah.

“Dari dagingnya juga sudah enggak sama seperti zamannya Pak Warso dulu. Dulu dagingnya empuk banget dan enggak ada uratnya seperti sekarang. Jadi agak alot,” tuturnya.

Infovet pun merasakan hal sama, olahan daging dalam Grombyang kali ini tidak seempuk dulu. Mungkin karena beda generasi, beda bahan baku, beda teknik mengolahnya, sehingga beda rasa.

Sayangnya, Infovet tak berkesempatan mewawancari salah satu anak pemilik warung makan ini. Mereka tampak sibuk melayani pembeli yang terus berdatangan silih berganti.

Warisan Usaha 
Menjaga rasa masakan yang diwariskan secara turun temurun bukanlah hal mudah. Meski dengan resep, alat masak dan bahan baku yang sama, namun beda tangan maka beda pula teknik mengolahnya. Alhasil, hasil masakannya juga akan berbeda.

Bisnis di produk makanan berbahan baku daging sapi maupun ayam, membutuhkan konsistensi dalam urusan rasa. Terlebih jika bisnis tersebut akan diwariskan kepada penerusnya sebagai pelanjut usaha. Konsistensi dalam pemilihan bahan, resep perpaduan bumbu dan teknik penyajian menjadi salah satu kunci menjaga pelanggan agar tak berpindah ke lain hati.

Menurut Head Chef di Hotel Royal Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, Bagus Sumargono, untuk pengolahan masakan pada generasi pertama (pemilik usaha pertama), biasanya akan menjaga mutu atau kualitas dan rasa. Dia tahu persis ukuran bahan baku dan bumbunya. Artinya dia memiliki standar dalam mengolah masakannya. Itu sebab rasa dan aromanya tidak berubah dan bahan baku juga akan terjaga, karena orientasinya adalah pembeli.

“Cuma sayangnya, hal-hal seperti itu tidak diturunkan ke generasi selanjutnya. Generasi selanjutnya juga kurang ada kemauan untuk memperdalam teknik pengolahan yang dilakukan oleh orang tuanya. Apalagi kalau usaha tersebut berbahan daging,” ujar Bagus Sumargono.

Menurut pria yang biasa disapa Chef Margo ini, pola usaha semacam ini biasanya terjadi pada rumah makan yang mengolah Indonesian food. Resep generasi pertama kurang diperhatikan. Akibatnya, begitu usaha rumah makannya beralih ke anaknya, akan terjadi perubahan produk makanannya.

Berbeda dengan rumah makan Chinese food atau rumah makan negara lainnya. Mereka sudah punya resep yang jelas, ukuran bahan baku dan bumbu-bumbu yang ditimbang secara akurat. Sehingga saat usahanya diturunkan, tetap menghasilkan produk olahan yang tetap sama dari sisi rasa, aroma dan selera.

“Kalau di Chinese food mereka biasanya sudah mempunyai kitchen modern, jadi sudah memiliki standar nutrisi, bahan baku dan bumbu diukur sedemikian rupa. Tapi kalau masakan tradisional kita umumnya hanya menggunakan feeling si pembuat masakan tersebut,” tuturnya.

Masakan daging, menurut Chef Margo, walaupun gramasinya sama tetapi kurang satu jenis bumbu atau beda teknik pengolahannya, maka hasil olahannya akan beda juga. Dari sisi bisnis, ini akan memengaruhi konsumen, terutama yang sudah menjadi pelanggan setia. Pelanggan bisa beralih ke rumah makan lain. Kesalahan lain yang umum terjadi adalah karena pemilik rumah makan generasi pertama tidak melakukan transfer skill memasak secara detail.

“Proses masak untuk menu tertentu itu ada tahapannya. Mulai dari pemilihan bahan, proses pengolahan daging, sampai terhidang di meja makan. Tidak bisa hanya mengandalkan feeling saja,” ujarnya.

Agar Tak Pindah ke Lain Hati
Dalam usaha apapun, termasuk rumah makan, kepuasan pelanggan merupakan hal terpenting. Kepuasan pelanggan berperan mendapatkan keuntungan dari usaha. Kepuasan pelanggan berpengaruh untuk kelangsungan sebuah usaha, apakah bisnis yang dibangun bisa berlangsung lama atau kandas di tengah jalan.

Dalam usaha rumah makan, apabila konsumen mendapat kepuasan dari olahan yang dinikmati, maka kemungkinan besar konsumen akan terus datang dari masa ke masa. Sebaliknya, sajian menu yang disuguhkan ke pembeli sudah “bergeser” rasa, kemungkinan besar pelanggan enggan kembali lagi.

Berikut adalah tips yang bisa dicoba para pemilik usaha rumah makan berbahan daging untuk mempertahankan pelanggan.

Pertama, jaga kualitas olahan. Jika rumah makan yang dikelola merupakan warisan usaha orang tua, satu hal paling penting dijaga adalah kualitas olahan. Kualitas olahan meliputi rasa, aroma dan porsinya. Ingat baik-baik bagaimana teknik orang tua mengolah menu. Jika orang tua sebagai pendiri usaha masih hidup, usahakan agar bisa menjadi tempat untuk bertanya.

Kedua, jika usaha masih dikelola sepenuhnya oleh orang tua sebagai pendiri. Libatkan anak sebagai calon penerus dalam pengelolaan usaha rumah makan, terutama dalam meracik bumbu dan bahan baku. Wariskan ilmu teknik memasaknya sedetail mungkin, agar si penerima waris benar-benar menguasai usaha rumah makan yang dijalani.

Ketiga, pastikan pendiri usaha membuat sistem usaha agar menjadi semacam prosedur tetap (protap) dalam menjalankan usaha. Terlebih protap pengolahan menu, sebagai jualan utamanya. Banyak rumah makan yang disebut-sebut “legendaris” tetapi kemudian bangkrut setelah dikelola generasi berikutnya, lantaran tak dibuatkan sistem usaha ketika masih menikmati masa jaya.

Keempat, berikan perhatian pelanggannya. Hal yang sering dilakukan tentang penawaran yang diberikan, bagaimana penawaran itu dapat menarik para pelanggan, namun tidak memperhatikan apa saja kebutuhan pelanggan. Berikan perhatian khusus terhadap konsumen, contohnya tanyakan bagaimana keadaan pelanggan ataupun memberikan perhatian khusus sebelum dan sesudah melakukan transaksi. Artinya, pemilik usaha rumah makan juga harus pintar-pintar dalam berkomunikasi dengan pelanggan. Latih gaya komunikasi yang “cair” dengan pelanggan agar pelanggan merasa diperhatikan.

Kelima, sesekali berikan tawaran bonus untuk loyalitas konsumen. Tak ada salahnya jika pemilik rumah makan memberikan bonus menu olahan kepada pembeli yang sudah layak disebut sebagai pelanggan. Misalnya, untuk pembelian lebih dari satu porsi menu akan mendapatkan gratis satu porsi.

Jika tips ini diterapkan, kemungkinan pelanggan setia akan pergi sangatlah kecil. (AK)

CATATAN AWAL TAHUN PERUNGGASAN 2023

Kondisi surplus daging ayam harus ada penyaluran yang tepat. (Foto: Shutterstock)

Bisnis perunggasan masih sangat menjanjikan, terlebih produk protein hewani salah satu penopang utama pembangunan SDM bangsa. Banyaknya tantangan yang tidak dapat diprediksi dan berubah cepat, juga ditambah kompetisi global mengharuskan untuk beradaptasi dalam situasi ini.

Pada peringatan Hari Gizi Nasional pada 25 Januari 2023 lalu pemerintah mengumumkan slogan “Cegah Stunting dengan Protein Hewani”. Perunggasan sangat berkontribusi besar sebagai penopang utama pembangunan SDM bangsa sekaligus berperan memberantas stunting.

Industri Broiler Meranggas
Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU ASEAN Eng, mengatakan industri broiler sedang meranggas, dimana fluktuasi harga sering menjadi persoalan. Ibarat pohon yang meranggas menggugurkan daunnya untuk beradaptasi dengan iklim.

Namun pertanyaannya mengapa unggas meranggas? Apakah karena kompetisi global dan produk impor dalam konteks ini pakan dan supporting lainnya. Atau bisa juga disebabkan kurangnya efisiensi pakan, mahalnya pakan, banyak kandang masih konvensional dan tata niaga belum ideal.

“Saya mengamati dan mencermati broiler sudah hampir satu dasawarsa persoalannya tidak bergeser dari fluktuasi harga jual live bird di kandang dan itu harganya rendah,” tutur Ali Agus pada webinar Indonesia Livestock Club 24, Minggu 19 Februari 2023.

Isu utama industri broiler adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

SUDAH SAATNYA PETERNAK MANDIRI BERTRANSFORMASI

Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. (Foto: Shutterstock)

Peternak broiler mandiri sering menghadapi berbagai permasalahan. Bagaimana caranya agar bisnis ayam pedaging bisa memberikan keuntungan yang layak dan stabil untuk mereka? Infovet mewawancara Nurul Ikhwan, peternak ayam asal Tasikmalaya, yang mempunyai ide-ide menarik untuk memperbaiki profit peternak mandiri.

Efisiensi Peternakan Mandiri, Memungkinkan?
“Efisiensi dari sisi biaya kadang kita tidak bisa mengendalikan misalnya ABK, upah, UMR. Harga yang menentukan pihak ketiga kecuali kita seperti perusahaan besar, dimana integrasi mereka sudah sempurna, sangat mampu untuk menekan itu semua,” kata Nurul Ikhwan yang kerap disapa Iwang ini.

Iwang mengatakan, solusi untuk peternak mandiri adalah dengan mengoptimalkan IP. Ada korelasi antara IP dengan FCR dan deplesi. Kuncinya adalah menekan FCR di angka 1,4, angka yang ideal dan masuk akal karena akan agak sulit jika menargetkan FCR di bawah 1,4.

Gangguan Eksternal
Peternak mandiri dihadapkan pada kemungkinan adanya gangguan eksternal. Misalnya pencurian, demo warga, binatang buas pemangsa, banjir dan lainnya. Menurut Iwang, hal tersebut bisa dicegah dengan cara sebelum membuka peternakan di sebuah kawasan dilakukan kajian keilmuan, peraturan dan sosial masyarakat.

Ada beberapa gangguan eksternal yang timbul jika tidak dilakukan kajian keilmuan. Seperti struktur lahan yang ternyata tidak cocok, transportasi sulit, termasuk daerah yang rawan banjir dan masih banyaknya binatang liar yang bisa mengganggu. “Setiap daerah mempunyai peraturan kawasan mana yang masuk area peternakan, perkebunan, pemukiman dan sebagainya,” kata Iwang.

“Ketika kita sudah memenuhi semua peraturan dan persyaratan di daerah tersebut dan sampai keluar izin, itu berarti sudah ditempuh analisis risikonya dari SKPD atau Satuan Kerja Perangkat Daerah.”

Kemudian perlu dilakukan juga kajian sosial masyarakat dengan melakukan pendekatan sebelum kandang mulai dibangun, atau bahkan sebelum tanah dibeli. Jelaskan dengan baik pada warga sekitar bagaimana dampak positif dan negatifnya dengan keberadaan peternakan untuk lingkungan mereka.

Perlu ada komitmen dengan warga tentang dampak positifnya. Bisa dengan memberikan kompensasi lingkungan, keterlibatan masyarakat sebagai tenaga kerja, sehingga sedikit banyak warga merasa ikut memiliki usaha peternakan.

Masalah eksternal tetap akan ada, namun jika pencegahannya sudah diterapkan dengan baik maka masalah yang akan datang tidak akan signifikan. Penyelesaiannya relatif mudah dan bisa didiskusikan dengan baik.

Pencatatan Keuangan
Pencatatan keuangan yang baik untuk sebuah usaha adalah hal yang wajib dilakukan. “Kami membangun sebuah usaha walaupun skalanya UMKM, pencatatan keuangan itu perlu. Solusinya merekrut yang paham accounting dan tax, serta kita pun harus mengerti tentang pembukuan meskipun tidak menguasai,” terang Iwang.

Menurutnya, jika diperlukan bisa juga memakai jasa konsultan, supaya bisa menentukan kebijakan dengan lebih baik. Untuk pencatatan bisa menggunakan Microsoft Excel yang sudah mencukupi untuk usaha peternakan mandiri.

Penyebab Penundaan Panen
Terkadang peternak terpaksa menunda panen. Iwang mengatakan, kebanyakan peternak mandiri menghasilkan dan menjual live bird. Ketika live bird dikeluarkan ke pasaran akan berlaku hukum pasar. Jika harga pasar tidak sesuai HPP, peternak bisa enggan dan menunda panen sehingga harus mengeluarkan cost tambahan.

“Kalau di atas HPP semua orang tidak akan menunda, karena pakan yang dimakan ayam ketika panen ditunda akan menambah biaya. Penundaan panen karena peternak menjualnya live bird, karena lebih gampang dijual, kalau harus memotong dulu di-add value itu perlu cost. Modal peternak terbatas, ketika besar dan kecil sama-sama keluar di situ terjadi ketidaksesuaian harga,” katanya.

Ketua Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat ini mencoba menawarkan solusi berupa skema bisnis dari bawah ke tengah. Yaitu dengan menyiapkan dulu pasarnya. Bisnis broiler adalah bisnis rantai pasok. Untuk mengurai permasalahan peternak ayam pedaging, maka peternak harus mampu menguasai rantai pasok.

Perusahaan besar sangat kuat secara finansial dan bisnisnya, karena sudah sempurna rantai pasoknya. Peternak sebelum menambah populasi seharusnya menyiapkan dulu pasarnya, jangan sampai menambah produksi per periode tapi pasarnya itu-itu saja.

Jika menguasai rantai pasok meskipun dalam skala kecil, penundaan panen bisa dihindari. Peternak bisa bergabung menjadi beberapa kelompok untuk membangun rantai pasok. Integrasinya bisa secara vertikal jika bergabung di perusahaan yang sama. Atau secara horizontal, contohnya ada peternak yang khusus pembibitan GPS, khusus pembibitan FS, khusus RPA, khusus olahan dan seterusnya, sehingga semua mendapatkan profit.

Skala integrasi tidak harus besar, farming integration secara mikro akan sangat membantu peternak. Karena itu lanjut Iwang, penting bagi peternak memiliki jaringan pertemanan dengan visi yang sama. Membangun jaringan tersebut tidak terlepas dari membangun kepercayaan, konsepnya adalah jujur, saling mendukung dan saling terbuka.

Prospek Konsumen yang Menguntungkan
“Pendapat saya ritel, hotel dan semacamnya akan bisa terganggu cash flow-nya. Saya lebih menyukai menguasai kawasan pemukiman konsumen ibu rumah tangga dan mereka tidak akan berhutang,” jelas dia.

Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. Paling tidak hilir atau end user dibentuk selama setahun, memang cukup lama merintisnya tetapi lebih aman secara cash flow bagi peternak. End user yang terbaik bagi peternak adalah yang membayar kontan tanpa tempo, contohnya ibu-ibu rumah tangga.

“Kalau bisa memotong sendiri, punya mini RPA, bisa dijadikan add value di situ. Misalnya harga ayam parting lebih mahal dari ayam utuh, harga ayam marinasi lebih mahal dari yang parting,” lanjut dia.

Jika customer ritel, peternak harus siap dengan pembayaran tempo dan akan melalui rantai pasok yang panjang. Peternak bisa berada pada putaran uang yang besar namun sebagiannya dihutang sehingga cash flow menjadi merah. Jika menjual selapis di atas end user, yaitu pengepul pun selain tempo juga bisa terjadi terlambat bayar atau bahkan gagal bayar.

Dengan memiliki mini RPA peternak sangat mungkin bisa menjual karkas eceran pada ibu-ibu rumah tangga di daerahnya. Karena harganya akan lebih murah dibanding pasar karena memotong rantai pasok. Dari sisi konsumen pun merasa lebih aman karena bisa melihat sendiri RPA tempat ayam dipotong.

“Seharusnya peternak ke arah sana. Cuma mungkin sudah terlanjur dengan pola yang lama dengan putaran-putaran cash flow merah terpaksa muter daripada ‘mati’. Mau tidak mau harus bertransformasi menjadi peternak yang memiliki visi ke depan, serta membuat role model bisnis dengan menyesuaikan pada kebutuhan konsumen plus penyesuaian dengan aturan yang ada,” tambah Iwang.

Lebih lanjut Iwang mengatakan, peternak bisa mendapatkan keuntungan lebih jika bisa menambah variasi dan nilai pada karkas yang dijualnya. Bisa dijual dalam bentuk fresh, frozen, berbumbu, bahkan dengan konsep farm to table, dimana peternak menjual produk yang langsung bisa dikonsumsi.

“Kita bisa menjiplak role model bisnis yang bagus, misalnya dari perusahaan besar tapi kita adaptasi dengan model yang mini. Jangan memperbanyak populasi tapi jualan live bird itu sudah ketinggalan zaman. Jangan lupa juga buka pasar ekspor, konsepnya mudah tapi pelaksanaannya sulit, tapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan,” pungkasnya. (NDV)

RAHASIA MURAHNYA TEPUNG TELUR INDIA

Meskipun surplus telur, kondisi ini ternyata tidak lantas membuat produk olahan telur ikut surplus. (Foto: Istimewa)

Pepatah mengatakan, “Tak ada asap, jika tak ada api.” Demikian pula dengan murahnya harga tepung telur asal India yang membuat industri makanan olahan berbahan baku telur Indonesia kesengsem. Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai impor tepung telur pada Januari-November 2022 sebesar US$9,95 juta, naik 17,97% (year on year/yoy). Sementara volumenya mencapai 1,71 ribu ton, naik 3,12% dibanding tahun sebelumnya.

Keberhasilan India memproduksi tepung telur berharga murah tak lepas dari harga telur ayamnya yang murah. Sementara harga telur yang murah disebabkan bahan baku pakan ayam di India  juga murah. Berbeda dengan bahan baku pakan di Indonesia yang paling mahal di Asia. Demikian ungkap Musbar Mesdi, Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) kepada CNBC Indonesia, Rabu (1/2). “Bahan baku impor kita mahal. Kita hanya bisa swasembada jagung, tetapi kedelai kita enggak bisa swasembada,” kata Musbar.

Ketersediaan sumber pakan utama pakan, yaitu jagung dan kedelai, membuat harga telur ayam di India stabil. Tak hanya memenuhi kebutuhan dalam negerinya, India bahkan mampu melakukan ekspor kedelai.

“India kan bisa memproduksi kedelai sendiri. Itu yang salah satunya diekspor ke Indonesia. Nah, jadi kalau India bisa swasembada kedelai, di Indonesia kita belum, belajar bagaimana caranya swasembada kedelai. Karena kebutuhan buat tahu tempe saja kita masih menggantungkan pada kedelai GMO. Sebelum 1995-1996, kita swasembada kedelai. Sekarang kok kita jadi importir kedelai terbesar di tingkat Asia,” lanjut Musbar, “Kalau (harga tepung telur) India bisa murah, karena mereka bisa swasembada kedelai. (sedangkan) Indonesia kedelainya 100% impor.”

Menimbang Peluang Dalam Keterbatasan
Mengingat umur simpan produk tepung telur yang lama, harga komoditas ini seharusnya tidak terlalu terpengaruh pada fluktuasi harga aktual telur segar. Pasalnya, distribusinya bisa diatur sesuai kondisi pasar sehingga industri tepung telur diharapkan bisa menyerap telur peternak saat kondisi surplus. Dengan begitu, harga telur bisa cenderung stabil.

Sebaliknya, pada saat harga telur cenderung tinggi, tepung telur bisa didistribusikan sesuai kebutuhan pasar sehingga industri roti dan makanan lain tak perlu menjerit akibat harga telur melangit.

Lebih jauh, Supriadi mengatakan bahwa ada beberapa strategi pengembangan industri pengolahan telur. Pertama, mendorong pembentukan sistem kemitraan dengan harga kontrak antara industri dengan peternak ayam petelur.

Kedua, perlunya fasilitas tax allowance dan investement allowance bagi industri baru dan perluasan industri pengolahan telur.

Ketiga, pemberian tax deducation sesuai PMK No. 128/2019 dan PMK No. 153/2020. Keempat, pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan dalam rangka penanaman modal industri. “Pembebasan bea masuk impor mesin dan barang bagi industri baru bisa dilakukan selama dua tahun,” katanya.

Pendapat senada juga diungkapkan Koordinator Pengolahan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNak), Ditjen PKH Kementan, Boethdy Angkasa. Selama ini, kendala membangun industri tepung telur adalah harga telur cair impor sekitar Rp 13.000-14.000/kg, sementara HPP telur dalam negeri Rp 19.000/kg.

“Ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku usaha,” katanya dilansir dari tabloidsinartani.com. “Perlu ada win-win solution, yang mana industri butuh harga telur relatif terjangkau untuk pengolahan telur dan peternak juga tidak terpaku pada HPP.”

Menurutnya, salah satu jalan agar industri pengolahan telur tumbuh yaitu bersinergi dengan peternak melalui kemitraan. Industri pengolahan telur siap menyerap telur dalam negeri sebesar 10%  dari kelebihan produksi. Selain itu, impor berbagai item olahan telur ke depan akan dibatasi seperti impor telur cair beku.

Upaya mengawali tumbuhnya industri tepung telur sudah dimulai pada acara peletakan batu pertama pembangunan pabrik tepung telur di Desa Srengat, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, pada Jumat, 13 Oktober 2022, oleh Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi. Berada di salah satu sentra produsen telur ayam ras pemasok 30% kebutuhan telur nasional, keberadaan industri telur olahan di Blitar ini diharapkan membantu menyerap kelebihan pasokan telur dari peternak. Dengan begitu, kestabilan harga telur di tingkat peternak bisa terjadi. (RA)

SIASATI SURPLUS PRODUKSI DENGAN INDUSTRI TEPUNG TELUR

Diperkirakan produksi telur ayam surplus. (Foto: Dok. Infovet)

Dengan stok awal telur ayam ras di 2023 sebanyak 43.907 ton, ditambah perkiraan produksi dalam negeri sebanyak 6,08 juta ton, diperkiraan produksi daging ayam ras dan telur ayam ras 2023 melebihi kebutuhan tahunan.

Demikian ungkap Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) dalam prognosa neraca pangan, seperti ditulis dalam nasional.kontan.co.id (13/2). Pasalnya, kebutuhan telur ayam ras tahunan 2023 hanya sekira 5,8 juta ton. Lebih lanjut disebutkan, sebagai upaya menjaga stabilitas harga telur ataupun daging ayam, Badan Pangan Nasional mendorong BUMN pangan dan juga perusahaan mitra untuk membantu menyerap jika terjadi produksi berlebih.

Bukan hal baru jika ketersediaan stok telur melimpah akan menurunkan harga jual, baik di tingkat peternak maupun konsumen. Pada kondisi ini, pedagang dan konsumen gembira, sedangkan peternak merana. Tak hanya menggerus keuntungan peternak, jatuhnya harga bisa membuat peternak gulung tikar.

Sebaliknya, ketika permintaan telur melonjak, harga telur akan terkerek naik. Terlebih pada momen spesial seperti Bulan Ramadan, Hari Raya Idul Fiti dan Nataru. Jelas, untung usaha peternak dan pedagang akan terasa “legit”, tapi giliran konsumen yang menjerit. Sektor yang paling terdampak adalah usaha kuliner berbahan telur. Begitu pula dengan produsen makanan olahan seperti produsen mie, kue dan roti. Jika harga disesuaikan dan dinaikkan, konsumen enggan. Jika harga dipertahankan, jelas keuntungannya bisa jadi setipis tisu.

Lumbung Telur, Tapi Impor Tepung Telur
Meskipun surplus telur, kondisi ini ternyata tidak lantas membuat produk olahan telur ikut surplus. Seperti ditulis dalam cnbcindonesia.com, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor produk olahan telur terus naik dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, impor tepung kuning telur dan putih telur pada 2015 sebesar 1.310,33 ton. Pada 2018, volume impor meningkat menjadi 1.785,1 ton. Sementara pada 2020, impor tepung telur mencapai 2.148 ton.

Peningkatan volume impor menunjukkan bahwa penggunaan tepung telur semakin masif. Dalam industri roti, tepung telur banyak dimanfaatkan sebagai substitusi telur segar karena kepraktisan, kemudahan pemanfaatan, serta karakternya yang sama dengan telur segar.

Dalam industri roti, telur berfungsi untuk pengembangan volume, kelembutan, struktur dan kualitas nutrisi karena kandungan proteinnya tinggi. Telur juga mampu membentuk jaringan yang kuat dan kompleks dengan gluten karena kemampuan atau daya mengikatnya.

“Bagian kuning telur mengandung lesitin dan lipid yang tinggi yang memberikan efek pelunak dan pengemulsi pada produk. Telur membantu menstabilkan emulsi, menahan gas yang dihasilkan oleh ragi dan mencegah penggabungan sel udara dalam adonan, menghasilkan tekstur yang diinginkan dan butiran remah halus,” ujar Christina Winarti, Peneliti BB Pascapanen, dilansir dari swadayaonline.com.

Tepung putih telur banyak dimanfaatkan untuk pelapis kue dan bahan pada kue yang membutuhkan daya busa tinggi dalam pembuatannya. Tepung putih telur juga banyak digunakan industri permen, membuat krim nouggat, atau sebagai bahan perekat.

Adapun tepung kuning telur banyak digunakan dalam pembuatan mayonaise, kue lapis, roti, donat dan kebutuhan lainnya. Sementara tepung telur utuh dibutuhkan dalam pembuatan kue, makanan bayi, mie telur, telur dadar, mayonaise, makanan kaleng dan beragam makanan ringan lainnya.

Dilansir dari tabloidsinartani.com, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Enny Ratnaningtyas, mendukung pengembangan industri tepung telur di Indonesia sebagai bentuk hilirisasi. “Kenapa telur harus kita olah sebagai tepung telur? Terutama untuk meningkatkan lama waktu penyimpanan, mempermudah penggunaan dan efisiensi  penyimpanan,” tuturnya.

Produksi Mudah, Tapi Terkendala
Dilihat dari kemudahan pengolahannya, bukan hal mustahil bagi pelaku usaha dalam negeri untuk terjun di industri tepung telur. Seperti diungkapkan Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Badan Litbang Pertanian, Prayudi Syamsuri, bahwa tepung telur merupakan salah satu produk olahan telur yang mudah dan tidak memerlukan teknologi yang rumit. Sebagaimana dilansir dari ekbis.sindonews.com.

“Prinsipnya adalah mengeringkan telur sampai kadar air di bawah 10%. Alat pengering bisa menggunakan pengering yang sederhana maupun pengering dengan oven, pengering tipe rak, drum dryer dan molen dryer,” tuturnya.

Dengan dibuat menjadi tepung telur, umur simpan telur bisa diperpanjang hingga satu tahun. Selain itu, penyimpanannya lebih mudah, kandungan gizi dan sifat fungsionalnya tetap terjamin, serta jangkauan pemasarannya lebih luas.

Sayangnya, kebutuhan industri roti dan makanan lain berbahan baku telur yang besar tak lantas menjadi prospek usaha yang mendapat sambutan antusias di kalangan pelaku usaha. Hingga saat ini, kebutuhan tepung telur dalam negeri dipenuhi dari impor, utamanya dari India dan Ukraina.

Bukan tanpa sebab, “nyandu impor” tepung telur ini ditengarai akibat harga telur dalam negeri yang masih tergolong mahal dan fluktuatif. Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Supriadi, mencontohkan bahwa di India sebagai negara asal impor tepung telur, harga telurnya berkisar Rp 12.300-12.400/kg. Sementara di Indonesia, harga acuan telur ayam di tingkat peternak pada Permendag No. 7/2020 sebesar Rp19.000-21.000/kg.

“Memang masalahnya di harga. Investor pasti mempertimbangkan suplai bahan baku. Apalagi di Indonesia harga telur berfluktuasi. Biasanya, mendekati hari raya Lebaran meningkat, kemudian jatuh pada akhir tahun seperti ini,” kata Supriadi dalam webinar Mengupas Peluang Industri Pengolahan Telur di Indonesia, November 2022, dilansir dari ekbis.sindonews.com.

Pendapat senada juga diungkapkan salah satu peternak Pardjuni, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Rabu (1/2). Menurutnya, membangun pabrik pengolahan tepung telur di dalam negeri masih menjadi hal yang mustahil. Hal ini disebabkan harga telur di dalam negeri masih tergolong mahal dan harganya fluktuatif.

“Seperti kemarin harganya sampai Rp 25.000 per kg. Tapi pada saat tertentu sampai Rp 15.000 per kg. Begitu telur mahal, mesin (pengolah tepung telur) itu pasti berhenti,” kata Pardjuni. (RA)

PETERNAK PUYUH MANDIRI, MARAUP UNTUNG DARI RIBUAN BUTIR TELUR

Menjalani usaha skala kecil ternak puyuh harus siap menghadapi risiko, oleh karena itu penerapan biosekuriti juga penting. (Foto: Dok. Infovet)

Keuntungan per butir telur puyuh memang hanya Rp 100. Tetapi dengan ribuan telur per hari, omzet bulanan usaha ternak puyuh mandiri ini cukup menggiurkan. Berani coba?

Pagi itu, hujan deras yang mengguyur kawasan Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat, baru saja reda. Namun awan masih tampak tebal dan gerimis kecil masih terasa. Di rumah kontrakan berukuran 8x12 meter, empat orang tampak sibuk menyiapkan keranjang berisi telur burung puyuh.

Ribuan butir telur berukuran mungil tersebut sudah dikemas dalam kardus-kardus kecil. Para pekerja tadi segera memindahkan keranjang-keranjang itu ke mobil yang sudah diparkir depan rumah, berpacu dengan gerimis yang masih terus turun. “Pagi ini saya mau antar dagangan ini ke pasar sekitar Kebayoran Lama dan Pal Merah,” ujar Widodo, pemilik usaha telur puyuh tersebut kepada Infovet.

Widodo adalah pelaku usaha cukup sukses di Depok untuk ukuran usaha kecil dan menengah (UKM). Memulai usaha dari sekadar menjadi pedagang di pasar, kini sudah memiliki peternakan puyuh petelur sendiri. Peternakan burung puyuhnya berada di dua tempat, yakni Kota Salatiga (Jawa Tengah) dan Madiun (Jawa Timur).

Masing-masing kandang dikelola oleh adik Widodo. Kandangnya tidak terlalu luas, dalam satu bangunan tertutup berukuran 6x12 meter persegi, menampung empat lajur kandang dan masing-masing lajur bersusun tiga. Pria ini benar-benar memaksimalkan tempat. “Satu lokasi ternak bisa mencapai 5.000 burung, kadang juga kurang dari 5.000 tergantung ada yang afkir atau tidak,” katanya.

Dari 5.000 ekor puyuh tersebut, Widodo mengaku per hari menghasilkan antara 70-80% telur. Artinya, per hari satu tempat ternaknya menghasilkan antara 3.500-4.000 butir telur puyuh. Untuk dua tempat per hari ternak puyuh miliknya menghasilkan antara 7.000-8.000 butir telur.

Seminggu sekali hasil telurnya dikirim langsung ke penampungan usaha telur puyuhnya di Depok. Widodo langsung mendistrubusikan telur-telur tersebut ke para pedagang di pasar-pasar tradisional di Jakarta dan sekitarnya. Karena tidak melalui mata rantai yang panjang dalam distribusi, keuntungan yang didapat Widodo sudah pasti besar.

“Alhamdulillah, kan saya langsung ambil dari peternakan sendiri, jadi keuntungan lebih besar kalau dibandingkan saya ambil dari pengepul telur,” ucapnya.

Sayangnya, Widodo bukan tipe entrepreneur yang menganut pola manajemen rapih. Asal masih ada untungnya, usaha ternak dan jualan telur puyuh terus ia jalani. Ia mengaku tak mau repot dengan hitungan keuangan usaha. “Yang penting kalau dijual masih ada untungnya ya saya jalan terus,” tuturnya.

Terapkan Biosekuriti
Widodo merupakan salah satu dari sekian banyak pelaku usaha peternakan yang mencoba peruntungan sebagai peternak mandiri burung puyuh skala kecil. Jika mau menelusuri ke daerah yang menjadi kantong-kantong peternakan burung puyuh yang pola usahanya sama dengan Widodo.

Berbeda dengan para pelaku usaha peternakan integrator skala besar, Widodo masih mengandalkan pakan pabrikan. Belum bisa meramu pakan sendiri. Untuk bibit, pria ini masih mencoba untuk mengembangkan sendiri. “Tapi masih bertahap, sebagian besar masih ambil dari breeder, kalau pas puyuh yang di kandang sudah saatnya diafkir,” ujarnya.

Seperti halnya usaha ternak ayam petelur, Widodo juga mendapat hasil tambahan dari usahanya. Burung-burung yang sudah memasuki masa “pensiun” bertelur alias afkir, akan dijual ke pengepul untuk pedaging puyuh. Per ekor puyuh afkir, menurut Widodo, hanya laku antara Rp 4.000-5.000. “Biasanya buat dijual daging puyuh goreng di warung tenda,” katanya.

Menjalani usaha integrator skala kecil ternak puyuh juga harus siap menghadapi risiko. Seperti halnya ayam, jika kurang cermat dalam perawatan kandang dan kesehatan burung, bisa berakibat fatal. Satu ekor saja yang terkena penyakit, bisa menular ke sebagian besar penghuni kandang. Sebab itu, biosekuriti kandang menjadi hal yang wajib dipenuhi. “Kalau sudah ada tanda-tanda terserang penyakit, biasanya langsung dipotong untuk dijadikan pedaging,” kata Widodo.

Bermodal 600 Butir
Pelaku usaha ternak burung puyuh lainnya yang sukses adalah Slamet Wuryadi. Usaha yang dijalani peternak yang berada di Sukabumi ini tergolong skala besar. Di jagat bisnis peternakan burung puyuh, nama pria yang satu ini sudah tak asing lagi. Bisa dibilang, pengusaha kelahiran Jepara, Jawa Tengah, 1971 ini, adalah maestro di bisnis burung puyuh.

Di balik kesuksesannya, Slamet memiliki kisah yang menginspirasi. Perjuangannya dalam merintis usaha peternakan unggas mini cukup berliku. Namun konsistensinya dalam dunia peternakan puyuh menjadikan ia kini telah menikmati kesuksesan sebagai pengusaha.

“Usaha saya ini bermula pada tahun 1992 awal saya hijrah ke Sukabumi. Saya percaya Sukabumi adalah daerah potensial untuk dijadikan lahan usaha agribisnis,” ujarnya kepada Infovet.

Jalan Slamet mencintai puyuh tak terlepas dari pengalamannya sendiri sejak menempuh kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Awal kariernya juga menghantarkan Slamet bekerja di korporasi peternakan, Sierad.

Titik luncur dirinya menguasai ilmu dan praktik budi daya puyuh juga didapatkan Slamet saat menjadi Manajer PT Golden Quail Farm, sebuah peternakan puyuh terbesar di Asia. Namun setelah bekerja selama 10 tahun, Slamet akhirnya memilih jalannya sendiri.

Pengalaman yang panjang menjadikan Slamet semakin matang dalam menentukan langkah, dengan bermodalkan bibit telur puyuh sebanyak 600 butir seharga Rp 175.000, ia memulai kisahnya merintis usaha ini. Hingga sekarang terbukti puyuh miliknya sudah mencapai puluhan ribu ekor lebih.

Berkembang Bertahap
Mengingat masa lalunya, Slamet menceritakan bagaimana ia memulai usahanya. Dalam menjalankan bisnisnya ia bekerja sama dengan sang istri, disaat ia tidak ada di rumah mengurusi pekerjaannya sebagai konsultan, istrinyalah yang mengurus puyuh-puyuh tersebut.

Kala itu area peternakannya masih menjadi satu dengan rumah tempat tinggal mereka. Namun kini berubah menjadi peternakan seluas 3.000 meter yang sudah terpisah dari tempat tinggalnya. Usahanya terus berkembang hingga sekarang ia sudah memiliki tiga perusahaan, yakni CV Slamet Quail Farm, PT Pondok Puyuh Indonesia dan Pondok Wirausaha CFE-SQF.

Alasan alumni IPB memilih beternak puyuh dibanding unggas lainnya adalah prospek bisnis puyuh di Indonesia sangat menjanjikan. Menurut data kebutuhan telur puyuh secara nasional mencapai 7 juta butir/hari, sedangkan produksi hanya mampu mencukupi sekitar 4 juta butir/hari.

Walaupun setiap butir telur puyuh hanya memiliki keuntungan Rp 100, tapi kini  Slamet sudah menghasilkan 300.000 butir lebih telur puyuh per hari dengan keuntungan tak kurang dari Rp 100 rupiah per butir. “Usaha ini tidak memerlukan modal besar. Saya yakin dengan nilai investasi sebanyak Rp 2.250.000 berupa 750 ekor indukan puyuh, dalam waktu 18 bulan para peternak dapat meraup omzet cukup besar,” ungkapnya.

Ada hal menarik yang menjadi prinsip pada pengusaha yang satu ini. Slamet mengaku pernah ditawari gaji sampai Rp 400 juta ketika diundang menjadi narasumber di Malaysia untuk bisa mengembangkan bisnis puyuh di “Negeri Jiran” tersebut.

“Darahku masih Merah Putih, Tulangku masih NKRI. Karenanya, saya tolak mentah-mentah ajakan tersebut. Saya justru ingin puyuh menjadi unggas keunggulan asli Indonesia, diproduksi oleh UMKM Indonesia dan dikonsumi masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Selain itu, Slamet juga terus berinovasi dalam menjalankan usahanya seperti menemukan talang pakan yang akan memperhemat pakan, sistem air minum yang efektif dan trail yang digantikan oleh adaton. Menariknya, Slamet juga mampu membuat telur puyuh beromega tinggi yang sudah teruji di laboratorium IPB dan UGM. (AK)

TIPS PEMELIHARAAN DAN PENGGEMUKAN DOMBA AGAR PETERNAK UNTUNG

Agar cepat gemuk maka harus memberi pakan yang terbaik, berikan domba asupan karbo yang cukup. (Foto: Istimewa)

“Teknik pemeliharaan agar domba cepat gemuk akan berkorelasi pada cara memberi dan meracik pakan yang bergizi untuk hewan,” jelas Husain Fata Mizani, peternak domba dan Manajer BUMMas Jetis Berdaya, pada webinar Desaku BerQurban: Pemeliharaan dan Penggemukan Domba, yang diselenggarakan oleh Desa Berdaya.

“Ada dua pilihan sebenarnya gemuk lemak atau gemuk daging. Yang harus dipahami adalah karbohidrat ketika masuk dalam tubuh itu akan menjadi lemak, sedangkan protein kalau masuk dalam tubuh akan diolah menjadi protein, artinya menjadi daging.”

Pakan Terbaik
Agar cepat gemuk maka harus memberi pakan yang terbaik. Berikan domba asupan karbo yang cukup tinggi. Cukup tinggi bukan berarti tinggi, karena kalau terlalu tinggi ternak akan oksidosis dan itu tidak bagus. Sedangkan kalau asupan proteinnya tinggi bisa terjadi terlalu mahal di pakan.

Jadi disarankan domba diberikan karbohidrat yang cukup banyak dan diimbangi dengan serat yang cukup. Sumber serat bisa berasal dari kangkung kering, rumput dan sumber serat lainnya.

Patokan serat diberikan sebanyak 30%, karbohidrat 40% dan protein 30%. Sebenarnya hitungan protein cukup 12-13% untuk standar domba. Husain mengatakan, dibuat 30% karena tidak menghitung secara laboratorium, maka menggunakan estimasi sederhana.

Domba yang hanya diberi rumput akan susah gemuk. Dalam tiga bulan paling bagus penambahan bobotnya berkisar 1,5-2 kg. Karena kekurangan hijauan menyebabkan nutrisinya tidak seimbang, maka jika hanya mengandalkan hijauan akan sulit mencapai target.

Salah satu sumber karbohidrat yang bisa diberikan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2023. (NDV)

BETERNAK KELINCI PEDAGING, PASARNYA DARI RESTORAN HINGGA KAMPUS

Beternak kelinci merupakan salah satu usaha ternak yang jarang ditekuni orang, namun memiliki potensi besar. (Foto: Istimewa)

Tak semua orang suka memelihara kelinci pedaging. Beragam alasannya, ada yang tak tega melihat kelinci dipotong, ada pula yang enggan mencium bau kandangnya. Namun tak sedikit orang yang senang beternak hewan yang tergolong pengerat ini. Selain mudah, keuntungan usahanya lumayan.

Salah satunya adalah Wusono, peternak kelinci pedaging dan kelinci hias dari Bantul, Yogyakarta. Berkat ketekunannya, pria yang memeiliki pengalaman sebagai pekerja migran Indonesia ini berhasil meraup keuntungan dari beternak kelinci.

Beternak kelinci merupakan salah satu usaha ternak yang jarang ditekuni orang. Lazimnya beternak hewan berkaki empat lainnya, beternak kelinci juga butuh minat tersendiri. “Sejak dulu saya memang suka sekali dengan kelinci. Saya juga termasuk orang yang suka makan daging kelinci,” tuturnya kepada Infovet.

Wusono merintis usaha ini sejak 2008, dan sekarang tergolong sukses. Di Bantul, nama Wosono cukup dikenal, apalagi sudah beberapa kali diliput media. Bahkan, pria yang tinggal di daerah Trimulyo, Kecamatan Jetis tersebut kini juga menjadi motor penggerak kelinci di Bantul dan sekitarnya.

Dalam beternak, Wusono mengaku tak menyiapkan lahan khusus untuk kelinci-kelincinya. Ia hanya memanfaatkan sisa lahan di sebelah rumahnya. Kandang kelinci tak membutuhkan lahan luas seperti kandang kambing atau sapi. Untuk urusan pakan, menurutnya, tidak terlalu sulit. “Hampir semua jenis sayuran kelinci suka,” katanya.

Saat ditanya berapa omzet usahanya dalam sebulan, ia enggan menyebutkan angka pastinya. Ia beralasan tak mau pamer penghasilan, karena khawatir akan menyinggung perasaan para peternak lainnya. Ia hanya menyebutkan, dalam sebulan Wusono mampu menjual 300-500 ekor kelinci tergantung pemesanan pembeli.

“Jadi kalau ditanya berapa omzetnya, sangat tergantung pemesanan. Tidak bisa dipatok seperti ternak ayam atau lainnya,” kata Wusono.

Menurut dia, target pasar hasil ternaknya yang dibidik selama ini adalah rumah makan yang menyediakan menu daging kelinci. Selain itu, kampus-kampus terkenal juga menjadi target pasarnya.

Kampus yang memiliki fakultas kedokteran atau jurusan biologi, memiliki laboratorium untuk praktik para mahasiswanya. Kelinci merupakan salah satu hewan yang kerap dijadikan percobaan. Karena itu ada istilah “Kelinci Percobaan”.

Tak Mulus di Awal
Perjalanan usaha ternak kelinci Wusono bermula dari “purnanya” pria ini sebagai pekerja migran Indonesia pada 2008. Sepulang dari Malaysia, ia bingung mau membuka usaha. Saat itu tak ada keterampilan khusus yang ia miliki.

Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk mencoba beternak kelinci, karena memang Wusono penghobi kelinci. Wusono kemudian memperdalam lagi ilmu teknik beternak kelinci dari beberapa temannya yang sudah lebih dulu menjalani.

“Saya sempat bingung mau usaha apa. Di situ saya punya keinginan untuk usaha kelinci setelah mengingat masa kecil saya dulu yang sering membuat orang tua kesal. Saya ingin membuat orang tua yang dulu kesal menjadi bangga dengan anaknya,” ungkap Wusono.

Sejak saat itu, Wusono mulai belajar mengenai breeding dan membesarkan kelinci. Tetapi di awal usahanya, ia justru menemui kegagalan. “Saya pun belajar bagaimana breeding, mulai dari tidak bisa menjadi bisa. Awalnya saya mengawali dengan kegagalan 100%. Kemudian di fase kedua, saya mengalami kegagalan 50%,” ucapnya.

Namun Wusono tak pernah berhenti belajar. Ia berusaha mengenalkan kelinci ke masyarakat. Caranya dengan memasarkan kelinci ke pasar-pasar tradisional. Selain itu, ia juga terus belajar mengenal kelinci lebih jauh, termasuk bagaimana memelihara hingga merawat kelinci.

Karena di pasar banyak kelinci jantan, Wusono memutar otak. Ia pun mulai menyediakan daging kelinci yang dipotong. “Biasanya yang kita potong adalah kelinci jantan atau kelinci betina yang sudah afkir. Jadi, daging-daging tersebut langsung disetorkan ke para penjual sate kelinci yang sudah menjadi langganan saya. Setiap hari saya bisa menyetor 5-10 kilogram daging kelinci,” terang dia.

Perlahan tapi pasti, usaha jual beli kelinci Wusono yang diberi nama Terminal Kelinci semakin berkembang. Pelanggan datang dari berbagai wilayah di DIY. “Saya terus berusaha mengenalkan kelinci di Kawasan Bantul dan sekitarnya. Dalam sebulan saya bisa menjual 300-500 ekor kelinci. Pengunjung yang datang ke sini setiap hari juga bisa mencapai 10-15 orang,” tukasnya.

Terminal Kelinci menawarkan berbagai jenis kelinci, diantaranya NZ, Anggora, Rex, Netherland Dwarf, Dutch, Mini Lop dan sebagainya. Wusono menjual kelinci-kelinci tersebut dengan harga variatif, mulai Rp 50 ribu hingga ratusan ribu.

Selain menjual kelinci, Wusono juga menyediakan berbagai macam kandang kelinci dan obat-obatan. Selain itu, ia juga melayani konsultasi dan edukasi, termasuk perawatan kelinci. Artinya, dengan satu core business, muncul ide-ide usaha lainnya yang dijalani Wusono.

Kebutuhan Daging dan Tips Beternak
Hingga saat ini memang tidak ada data pasti berapa kebutuhan daging kelinci secara nasional. Bisa jadi lantaran daging kelinci bukan sumber protein yang digemari banyak orang seperti daging ayam dan sapi, maka belum ada pendataan khusus.

Namun demikian, di tiap kota ada juga pemerintah daerah yang melakukan pendataan kebutuhan daging kelinci. Salah satunya adalah di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dari situs pemda setempat, tahun lalu berdasarkan data Asosoiasi Peternak Kelinci Kebumen (APKK) di bawah naungan BPP Pertanian Alian dan Dinas Distapang Kebumen, menyebutkan kebutuhan daging yang cukup banyak. Dalam daftar kebutuhannya mencapai 2.000 kg/bulannya. Dan saat itu baru bisa mencukupi 20% saja dari kebutuhan pokok yang ada.

Dengan demikian, ini bisa menjadi peluang berternak dan menambah penghasilan serta penambahan gizi tinggi. Tahun lalu harga tarikan dari asosiasi daging kelinci tersebut adalah Rp 35.000/kg kelinci hidup, Rp 60.000/kg dalam bentuk karkas dan dalam bentuk filet Rp 110.000/kg.

Secara nasional, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan), baru sebatas mengungkapkan bahwa kelinci dapat menjadi hewan ternak yang berpotensi sebagai penghasil protein hewani yang mudah diternakkan masyarakat. Kandungan protein pada daging kelinci disebut lebih tinggi dari protein hewan ternak lainnya.

Kelinci bisa menjadi alternatif sumber protein unggulan di perkotaan. Karena itu, Kementan tidak hanya fokus membangun peningkatan populasi ternak untuk memenuhi kecukupan stok daging sapi dan ayam. Namun, juga membangun dan mendorong sumber pangan dari produk hewani, salah satunya kelinci.

Nah, jika berminat untuk merebut peluang pasar kelinci, berikut adalah beberapa tips menarik yang perlu dicoba.

Pertama, pilihlah indukan kelinci yang belum pernah beranak. Terdapat beberapa jenis kelinci pedaging seperti Rex, New Zealand, ataupun Hycole. Asalnya pun ada yang impor dan lokal. Jenis Rex termasuk unggul karena bisa dijual sebagai pedaging dan juga untuk kelinci hias.

Kedua, pastikan kandang kelinci selalu bersih dari kotoran setiap paginya. Kelinci pedaging dibuatkan satu kandang untuk satu ekor. Anak kelinci di bawah tiga bulan bisa dikumpulkan 5-10 ekor di satu kandang.

Ketiga, harus rutin cek kondisi kesehatannya. Waspada dari penyakit utamanya, yaitu jamur atau gatal. Selain itu juga awasi penyakit kelinci lainnya seperti diare, flu dan kotoran berlendir. Sumber penyakit umumnya dari pakan dan kandang yang kotor. Mengobati gatal bisa dengan mengoleskan campuran bawang merah, garam, minyak dan sedikit wormectin.

Keempat, perkawinan kelinci dilakukan hanya 10-15 menit di satu kandang. Taruh kelinci betina ke kandang jantan dan bukan sebaliknya. Kemudian dalam dua minggu kehamilan sudah bisa diprediksi dengan cara meraba perutnya atau palpasi. Berilah makanan berupa pakan khusus kelinci. Jangan diberi sayuran karena berisiko kembung bahkan mencret.

Kelima, kelinci umur dua bulan sudah bisa dijual per ekor sebagai bibit. Sementara pedaging jantan akan dijual per kilo. Semoga menginspirasi. (AK)

FROZEN FOOD SOLUSI BISNIS UNGGAS PASCAPANEN

Frozen food seperti nugget ayam digemari masyarakat sejak sebelum pandemi terlebih lagi di masa pandemi. (Foto: Istimewa)

Frozen food merupakan produk makanan hasil penerapan teknologi pengawetan. Dengan cara menurunkan temperatur di bawah titik beku air, sehingga air di dalam bahan pangan diubah menjadi kristal es.

“Teknologi ini otomatis akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim. Bahkan beberapa mikroorganisme dengan teknologi frozen food ini akan mati,” kata Dr Ir Endang Sri Hartati MS, dalam webinar yang diselenggarakan Prodi Peternakan, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Lebih lanjut Endang yang menjadi dosen Prodi Peternakan UMM menjelaskan bahwa dengan menggunakan teknologi frozen food, umur simpan produk akan diperpanjang. Sehingga meminimalkan kerugian akibat kerusakan produk peternakan yang merupakan bahan makanan mudah rusak.

Teknologi pengawetan makanan dengan pembekuan juga bisa mempertahankan kualitas produk dari segi nutrisi dan organoleptik (aroma, rasa dan sebagainya). Meski demikian ada beberapa bahan pangan yang jika dibekukan kualitasnya sedikit menurun.

Hampir semua produk pangan yang mempunyai kadar air bisa dibekukan seperti daging, ayam, ikan, buah, sayur, snack dan produk olahan. Ini adalah peluang untuk menekan kerusakan dan kerugian ekonomis pascapanen.

Endang mengatakan nilai jual produk unggas dari waktu ke waktu mengalami fluktuasi terutama untuk live bird. Tentu sangat berpengaruh terutama pada peternak mandiri. Sehingga kadang mengalami kerugian cukup tinggi akibat harga panen yang sangat turun.

Untuk menghindari keterpurukan harga maka perlu ada pilihan diversifikasi usaha, sebagai perpanjangan untuk keberlanjutan usaha. Jadi tidak hanya mengandalkan budi daya.

“Di budi daya pun juga masih banyak menimbulkan permasalahan. Misalnya harga jual yang rendah pada waktu panen, atau supply melimpah sehingga harga jual turun, atau sebab-sebab lain yang membuat harga jual unggas hidup rendah terutama ayam pedaging,” papar Endang.

“Mau kita pertahankan juga butuh memberikan pakan yang cukup sehingga bisa terjadi pemborosan biaya atau kerugian dalam hal pakan.”

Karena itu dibutuhkan diversifikasi usaha atau perpanjangan lini usaha, yang mungkin dilakukan untuk ayam pedaging adalah pemotongan ayam dan diikuti dengan produk olahan ayam.

Bisa berbentuk bahan mentah misalnya fillet, atau ready to cook seperti ayam yang dimarinasi dengan bumbu tertentu, maupun ready to eat yaitu produk yang sudah dimasak matang dan bisa disantap yang mungkin perlu dipanaskan sebentar. Sehingga bisa menaikkan harga jual dan menambah keuntungan.

Peluang dan Persaingan Frozen Food
Frozen food berbasis ayam digemari masyarakat sejak sebelum pandemi terlebih lagi di masa pandemi. Konsumen menyukai kepraktisannya dan kecepatan penyajiannya, hanya perlu dikukus atau digoreng sebentar saja. Digemari oleh ibu rumah tangga yang hanya punya sedikit waktu untuk memasak.

Keunggulan lain adalah rasanya enak, aman dikonsumsi dan tahan lama disimpan. Konsumen tidak merasa rugi yang disebabkan oleh faktor kerusakan makanan. “Permintaan frozen food di masa pandemi dari yang saya baca dan lihat statistiknya itu meningkat pesat. Ada tren makanan beku sebagai stok andalan,” kata Endang.

“Masa simpan makanan yang relatif panjang ini menjadikan permintaan frozen food meningkat. Bisa saja disimpan sebulan, dua atau tiga bulan, bahkan setahun tergantung jenis produknya.”

Untuk memulai usaha frozen food bekal utamanya adalah kualitas dan inovasi. Bahan baku sangat penting, karena produk olahan terutama yang dibekukan jika bahan bakunya kurang baik akan menghasilkan produk berkualitas buruk dengan daya simpan yang pendek. Peternak mempunyai keunggulan di segi ini, karena bahan bakunya berasal dari peternak itu sendiri.

Persaingan perdagangan makanan beku cukup tinggi sehingga harus berinovasi. Agar mampu bersaing dengan berbagai brand yang sudah ada. Inovasi bisa dilakukan secara sederhana misalnya dengan menggunakan bumbu-bumbu tradisional yang selama ini menjadi ikon masakan Indonesia.

Produk frozen food yang dibuat sebaiknya mempunyai keunikan tersendiri. Kemudian terapkan branding misalnya dengan konsep makanan sehat tanpa pengawet, makanan sehat dengan pengawet alami, atau makanan sehat yang fungsional.

Target pasar harus ditetapkan sejak awal agar pembuatan produk dan pemasaran lebih tepat sasaran. Apakah menargetkan balita, anak muda, ibu rumah tangga, restoran, atau lainnya.

Endang menyarankan, “Kalau kita memulai harus punya komitmen, karena untuk memulai itu tidak semudah yang kita bayangkan, kita harus betul-betul bekerja keras.”

Untuk memasarkan produk selain mengandalkan penjualan offline, sebaiknya juga mengikuti tren online. Di manakah target konsumen banyak berkumpul? Apakah di media sosial, marketplace, atau lainnya.

Pro Kontra Makanan Beku
Ada hal-hal yang mungkin dikhawatirkan konsumen misalnya penggunaan pengawet. Memang bisa jadi ada produk yang menggunakan pengawet, namun sebenarnya dengan dilakukannya pembekuan hal itu sudah bisa mengawetkan bahan pangan.

Kemudian hilangnya vitamin tertentu, memang dalam kasus tertentu perlakukan awal sebelum pembekuan seperti pencucian, bisa mengurangi atau menghilangkan kandungan vitamin B dan C.

Konsumen juga tidak menyukai berubahnya bau dan rasa setelah produk dicairkan. Memang terjadi namun pada sebagian produk saja. Umumnya rasa dan bau tidak ada bedanya dengan produk yang belum dibekukan.

Endang juga mengangkat beberapa mitos seperti frozen food adalah makanan yang tidak sehat. Faktanya adalah nilai biologis frozen food tidak jauh berbeda dengan makanan yang belum dibekukan.

Dipercaya mencairkan (thawing) frozen food di suhu ruang adalah aman. Sebenarnya membiarkan frozen food mencair sendiri di suhu ruangan tidak aman. Karena selama prosesnya kemungkinan bakteri yang belum mati saat pembekuan akan bisa hidup kembali.

Thawing yang direkomendasikan adalah menaruh produk di dalam kulkas (refrigerator) agar mencair dengan sendirinya. Atau dengan memasukkan produk yang masih dalam kemasan ke dalam air dingin atau air mengalir.

Mitos lain adalah bolehnya mencairkan frozen food menggunakan air panas. Padahal pada waktu dimasak, pemasakannya menjadi tidak merata dan akan menimbulkan masalah pada keamanan pangan.

Banyak orang juga menganggap membekukan kembali frozen food yang sudah dicairkan tidak aman. Jika proses thawing tidak tepat memang berbahaya. Tapi apabila thawing dilakukan dengan baik tentu akan aman, walau terkadang dapat menurunkan kualitas nutrisi dan aroma.

Di akhir presentasinya Endang menekankan pentingnya pengemasan yang baik. Salah satu bentuk kerusakan dari makanan beku adalah oksidasi lemak, karenanya dibutuhkan pengemasan kedap air dan udara disamping syarat-syarat lainnya. (NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer