Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini PETERNAK PUYUH MANDIRI, MARAUP UNTUNG DARI RIBUAN BUTIR TELUR | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PETERNAK PUYUH MANDIRI, MARAUP UNTUNG DARI RIBUAN BUTIR TELUR

Menjalani usaha skala kecil ternak puyuh harus siap menghadapi risiko, oleh karena itu penerapan biosekuriti juga penting. (Foto: Dok. Infovet)

Keuntungan per butir telur puyuh memang hanya Rp 100. Tetapi dengan ribuan telur per hari, omzet bulanan usaha ternak puyuh mandiri ini cukup menggiurkan. Berani coba?

Pagi itu, hujan deras yang mengguyur kawasan Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat, baru saja reda. Namun awan masih tampak tebal dan gerimis kecil masih terasa. Di rumah kontrakan berukuran 8x12 meter, empat orang tampak sibuk menyiapkan keranjang berisi telur burung puyuh.

Ribuan butir telur berukuran mungil tersebut sudah dikemas dalam kardus-kardus kecil. Para pekerja tadi segera memindahkan keranjang-keranjang itu ke mobil yang sudah diparkir depan rumah, berpacu dengan gerimis yang masih terus turun. “Pagi ini saya mau antar dagangan ini ke pasar sekitar Kebayoran Lama dan Pal Merah,” ujar Widodo, pemilik usaha telur puyuh tersebut kepada Infovet.

Widodo adalah pelaku usaha cukup sukses di Depok untuk ukuran usaha kecil dan menengah (UKM). Memulai usaha dari sekadar menjadi pedagang di pasar, kini sudah memiliki peternakan puyuh petelur sendiri. Peternakan burung puyuhnya berada di dua tempat, yakni Kota Salatiga (Jawa Tengah) dan Madiun (Jawa Timur).

Masing-masing kandang dikelola oleh adik Widodo. Kandangnya tidak terlalu luas, dalam satu bangunan tertutup berukuran 6x12 meter persegi, menampung empat lajur kandang dan masing-masing lajur bersusun tiga. Pria ini benar-benar memaksimalkan tempat. “Satu lokasi ternak bisa mencapai 5.000 burung, kadang juga kurang dari 5.000 tergantung ada yang afkir atau tidak,” katanya.

Dari 5.000 ekor puyuh tersebut, Widodo mengaku per hari menghasilkan antara 70-80% telur. Artinya, per hari satu tempat ternaknya menghasilkan antara 3.500-4.000 butir telur puyuh. Untuk dua tempat per hari ternak puyuh miliknya menghasilkan antara 7.000-8.000 butir telur.

Seminggu sekali hasil telurnya dikirim langsung ke penampungan usaha telur puyuhnya di Depok. Widodo langsung mendistrubusikan telur-telur tersebut ke para pedagang di pasar-pasar tradisional di Jakarta dan sekitarnya. Karena tidak melalui mata rantai yang panjang dalam distribusi, keuntungan yang didapat Widodo sudah pasti besar.

“Alhamdulillah, kan saya langsung ambil dari peternakan sendiri, jadi keuntungan lebih besar kalau dibandingkan saya ambil dari pengepul telur,” ucapnya.

Sayangnya, Widodo bukan tipe entrepreneur yang menganut pola manajemen rapih. Asal masih ada untungnya, usaha ternak dan jualan telur puyuh terus ia jalani. Ia mengaku tak mau repot dengan hitungan keuangan usaha. “Yang penting kalau dijual masih ada untungnya ya saya jalan terus,” tuturnya.

Terapkan Biosekuriti
Widodo merupakan salah satu dari sekian banyak pelaku usaha peternakan yang mencoba peruntungan sebagai peternak mandiri burung puyuh skala kecil. Jika mau menelusuri ke daerah yang menjadi kantong-kantong peternakan burung puyuh yang pola usahanya sama dengan Widodo.

Berbeda dengan para pelaku usaha peternakan integrator skala besar, Widodo masih mengandalkan pakan pabrikan. Belum bisa meramu pakan sendiri. Untuk bibit, pria ini masih mencoba untuk mengembangkan sendiri. “Tapi masih bertahap, sebagian besar masih ambil dari breeder, kalau pas puyuh yang di kandang sudah saatnya diafkir,” ujarnya.

Seperti halnya usaha ternak ayam petelur, Widodo juga mendapat hasil tambahan dari usahanya. Burung-burung yang sudah memasuki masa “pensiun” bertelur alias afkir, akan dijual ke pengepul untuk pedaging puyuh. Per ekor puyuh afkir, menurut Widodo, hanya laku antara Rp 4.000-5.000. “Biasanya buat dijual daging puyuh goreng di warung tenda,” katanya.

Menjalani usaha integrator skala kecil ternak puyuh juga harus siap menghadapi risiko. Seperti halnya ayam, jika kurang cermat dalam perawatan kandang dan kesehatan burung, bisa berakibat fatal. Satu ekor saja yang terkena penyakit, bisa menular ke sebagian besar penghuni kandang. Sebab itu, biosekuriti kandang menjadi hal yang wajib dipenuhi. “Kalau sudah ada tanda-tanda terserang penyakit, biasanya langsung dipotong untuk dijadikan pedaging,” kata Widodo.

Bermodal 600 Butir
Pelaku usaha ternak burung puyuh lainnya yang sukses adalah Slamet Wuryadi. Usaha yang dijalani peternak yang berada di Sukabumi ini tergolong skala besar. Di jagat bisnis peternakan burung puyuh, nama pria yang satu ini sudah tak asing lagi. Bisa dibilang, pengusaha kelahiran Jepara, Jawa Tengah, 1971 ini, adalah maestro di bisnis burung puyuh.

Di balik kesuksesannya, Slamet memiliki kisah yang menginspirasi. Perjuangannya dalam merintis usaha peternakan unggas mini cukup berliku. Namun konsistensinya dalam dunia peternakan puyuh menjadikan ia kini telah menikmati kesuksesan sebagai pengusaha.

“Usaha saya ini bermula pada tahun 1992 awal saya hijrah ke Sukabumi. Saya percaya Sukabumi adalah daerah potensial untuk dijadikan lahan usaha agribisnis,” ujarnya kepada Infovet.

Jalan Slamet mencintai puyuh tak terlepas dari pengalamannya sendiri sejak menempuh kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Awal kariernya juga menghantarkan Slamet bekerja di korporasi peternakan, Sierad.

Titik luncur dirinya menguasai ilmu dan praktik budi daya puyuh juga didapatkan Slamet saat menjadi Manajer PT Golden Quail Farm, sebuah peternakan puyuh terbesar di Asia. Namun setelah bekerja selama 10 tahun, Slamet akhirnya memilih jalannya sendiri.

Pengalaman yang panjang menjadikan Slamet semakin matang dalam menentukan langkah, dengan bermodalkan bibit telur puyuh sebanyak 600 butir seharga Rp 175.000, ia memulai kisahnya merintis usaha ini. Hingga sekarang terbukti puyuh miliknya sudah mencapai puluhan ribu ekor lebih.

Berkembang Bertahap
Mengingat masa lalunya, Slamet menceritakan bagaimana ia memulai usahanya. Dalam menjalankan bisnisnya ia bekerja sama dengan sang istri, disaat ia tidak ada di rumah mengurusi pekerjaannya sebagai konsultan, istrinyalah yang mengurus puyuh-puyuh tersebut.

Kala itu area peternakannya masih menjadi satu dengan rumah tempat tinggal mereka. Namun kini berubah menjadi peternakan seluas 3.000 meter yang sudah terpisah dari tempat tinggalnya. Usahanya terus berkembang hingga sekarang ia sudah memiliki tiga perusahaan, yakni CV Slamet Quail Farm, PT Pondok Puyuh Indonesia dan Pondok Wirausaha CFE-SQF.

Alasan alumni IPB memilih beternak puyuh dibanding unggas lainnya adalah prospek bisnis puyuh di Indonesia sangat menjanjikan. Menurut data kebutuhan telur puyuh secara nasional mencapai 7 juta butir/hari, sedangkan produksi hanya mampu mencukupi sekitar 4 juta butir/hari.

Walaupun setiap butir telur puyuh hanya memiliki keuntungan Rp 100, tapi kini  Slamet sudah menghasilkan 300.000 butir lebih telur puyuh per hari dengan keuntungan tak kurang dari Rp 100 rupiah per butir. “Usaha ini tidak memerlukan modal besar. Saya yakin dengan nilai investasi sebanyak Rp 2.250.000 berupa 750 ekor indukan puyuh, dalam waktu 18 bulan para peternak dapat meraup omzet cukup besar,” ungkapnya.

Ada hal menarik yang menjadi prinsip pada pengusaha yang satu ini. Slamet mengaku pernah ditawari gaji sampai Rp 400 juta ketika diundang menjadi narasumber di Malaysia untuk bisa mengembangkan bisnis puyuh di “Negeri Jiran” tersebut.

“Darahku masih Merah Putih, Tulangku masih NKRI. Karenanya, saya tolak mentah-mentah ajakan tersebut. Saya justru ingin puyuh menjadi unggas keunggulan asli Indonesia, diproduksi oleh UMKM Indonesia dan dikonsumi masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Selain itu, Slamet juga terus berinovasi dalam menjalankan usahanya seperti menemukan talang pakan yang akan memperhemat pakan, sistem air minum yang efektif dan trail yang digantikan oleh adaton. Menariknya, Slamet juga mampu membuat telur puyuh beromega tinggi yang sudah teruji di laboratorium IPB dan UGM. (AK)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer