Peternak broiler mandiri sering menghadapi berbagai permasalahan. Bagaimana caranya agar bisnis ayam pedaging bisa memberikan keuntungan yang layak dan stabil untuk mereka? Infovet mewawancara Nurul Ikhwan, peternak ayam asal Tasikmalaya, yang mempunyai ide-ide menarik untuk memperbaiki profit peternak mandiri.
Efisiensi Peternakan Mandiri, Memungkinkan?
“Efisiensi dari sisi biaya kadang kita tidak bisa mengendalikan misalnya ABK, upah, UMR. Harga yang menentukan pihak ketiga kecuali kita seperti perusahaan besar, dimana integrasi mereka sudah sempurna, sangat mampu untuk menekan itu semua,” kata Nurul Ikhwan yang kerap disapa Iwang ini.
“Efisiensi dari sisi biaya kadang kita tidak bisa mengendalikan misalnya ABK, upah, UMR. Harga yang menentukan pihak ketiga kecuali kita seperti perusahaan besar, dimana integrasi mereka sudah sempurna, sangat mampu untuk menekan itu semua,” kata Nurul Ikhwan yang kerap disapa Iwang ini.
Iwang mengatakan, solusi untuk peternak mandiri adalah dengan mengoptimalkan IP. Ada korelasi antara IP dengan FCR dan deplesi. Kuncinya adalah menekan FCR di angka 1,4, angka yang ideal dan masuk akal karena akan agak sulit jika menargetkan FCR di bawah 1,4.
Gangguan Eksternal
Peternak mandiri dihadapkan pada kemungkinan adanya gangguan eksternal. Misalnya pencurian, demo warga, binatang buas pemangsa, banjir dan lainnya. Menurut Iwang, hal tersebut bisa dicegah dengan cara sebelum membuka peternakan di sebuah kawasan dilakukan kajian keilmuan, peraturan dan sosial masyarakat.
Ada beberapa gangguan eksternal yang timbul jika tidak dilakukan kajian keilmuan. Seperti struktur lahan yang ternyata tidak cocok, transportasi sulit, termasuk daerah yang rawan banjir dan masih banyaknya binatang liar yang bisa mengganggu. “Setiap daerah mempunyai peraturan kawasan mana yang masuk area peternakan, perkebunan, pemukiman dan sebagainya,” kata Iwang.
“Ketika kita sudah memenuhi semua peraturan dan persyaratan di daerah tersebut dan sampai keluar izin, itu berarti sudah ditempuh analisis risikonya dari SKPD atau Satuan Kerja Perangkat Daerah.”
Kemudian perlu dilakukan juga kajian sosial masyarakat dengan melakukan pendekatan sebelum kandang mulai dibangun, atau bahkan sebelum tanah dibeli. Jelaskan dengan baik pada warga sekitar bagaimana dampak positif dan negatifnya dengan keberadaan peternakan untuk lingkungan mereka.
Perlu ada komitmen dengan warga tentang dampak positifnya. Bisa dengan memberikan kompensasi lingkungan, keterlibatan masyarakat sebagai tenaga kerja, sehingga sedikit banyak warga merasa ikut memiliki usaha peternakan.
Masalah eksternal tetap akan ada, namun jika pencegahannya sudah diterapkan dengan baik maka masalah yang akan datang tidak akan signifikan. Penyelesaiannya relatif mudah dan bisa didiskusikan dengan baik.
Pencatatan Keuangan
Pencatatan keuangan yang baik untuk sebuah usaha adalah hal yang wajib dilakukan. “Kami membangun sebuah usaha walaupun skalanya UMKM, pencatatan keuangan itu perlu. Solusinya merekrut yang paham accounting dan tax, serta kita pun harus mengerti tentang pembukuan meskipun tidak menguasai,” terang Iwang.
Menurutnya, jika diperlukan bisa juga memakai jasa konsultan, supaya bisa menentukan kebijakan dengan lebih baik. Untuk pencatatan bisa menggunakan Microsoft Excel yang sudah mencukupi untuk usaha peternakan mandiri.
Penyebab Penundaan Panen
Terkadang peternak terpaksa menunda panen. Iwang mengatakan, kebanyakan peternak mandiri menghasilkan dan menjual live bird. Ketika live bird dikeluarkan ke pasaran akan berlaku hukum pasar. Jika harga pasar tidak sesuai HPP, peternak bisa enggan dan menunda panen sehingga harus mengeluarkan cost tambahan.
“Kalau di atas HPP semua orang tidak akan menunda, karena pakan yang dimakan ayam ketika panen ditunda akan menambah biaya. Penundaan panen karena peternak menjualnya live bird, karena lebih gampang dijual, kalau harus memotong dulu di-add value itu perlu cost. Modal peternak terbatas, ketika besar dan kecil sama-sama keluar di situ terjadi ketidaksesuaian harga,” katanya.
Ketua Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat ini mencoba menawarkan solusi berupa skema bisnis dari bawah ke tengah. Yaitu dengan menyiapkan dulu pasarnya. Bisnis broiler adalah bisnis rantai pasok. Untuk mengurai permasalahan peternak ayam pedaging, maka peternak harus mampu menguasai rantai pasok.
Perusahaan besar sangat kuat secara finansial dan bisnisnya, karena sudah sempurna rantai pasoknya. Peternak sebelum menambah populasi seharusnya menyiapkan dulu pasarnya, jangan sampai menambah produksi per periode tapi pasarnya itu-itu saja.
Jika menguasai rantai pasok meskipun dalam skala kecil, penundaan panen bisa dihindari. Peternak bisa bergabung menjadi beberapa kelompok untuk membangun rantai pasok. Integrasinya bisa secara vertikal jika bergabung di perusahaan yang sama. Atau secara horizontal, contohnya ada peternak yang khusus pembibitan GPS, khusus pembibitan FS, khusus RPA, khusus olahan dan seterusnya, sehingga semua mendapatkan profit.
Skala integrasi tidak harus besar, farming integration secara mikro akan sangat membantu peternak. Karena itu lanjut Iwang, penting bagi peternak memiliki jaringan pertemanan dengan visi yang sama. Membangun jaringan tersebut tidak terlepas dari membangun kepercayaan, konsepnya adalah jujur, saling mendukung dan saling terbuka.
Prospek Konsumen yang Menguntungkan
“Pendapat saya ritel, hotel dan semacamnya akan bisa terganggu cash flow-nya. Saya lebih menyukai menguasai kawasan pemukiman konsumen ibu rumah tangga dan mereka tidak akan berhutang,” jelas dia.
Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. Paling tidak hilir atau end user dibentuk selama setahun, memang cukup lama merintisnya tetapi lebih aman secara cash flow bagi peternak. End user yang terbaik bagi peternak adalah yang membayar kontan tanpa tempo, contohnya ibu-ibu rumah tangga.
“Kalau bisa memotong sendiri, punya mini RPA, bisa dijadikan add value di situ. Misalnya harga ayam parting lebih mahal dari ayam utuh, harga ayam marinasi lebih mahal dari yang parting,” lanjut dia.
Jika customer ritel, peternak harus siap dengan pembayaran tempo dan akan melalui rantai pasok yang panjang. Peternak bisa berada pada putaran uang yang besar namun sebagiannya dihutang sehingga cash flow menjadi merah. Jika menjual selapis di atas end user, yaitu pengepul pun selain tempo juga bisa terjadi terlambat bayar atau bahkan gagal bayar.
Dengan memiliki mini RPA peternak sangat mungkin bisa menjual karkas eceran pada ibu-ibu rumah tangga di daerahnya. Karena harganya akan lebih murah dibanding pasar karena memotong rantai pasok. Dari sisi konsumen pun merasa lebih aman karena bisa melihat sendiri RPA tempat ayam dipotong.
“Seharusnya peternak ke arah sana. Cuma mungkin sudah terlanjur dengan pola yang lama dengan putaran-putaran cash flow merah terpaksa muter daripada ‘mati’. Mau tidak mau harus bertransformasi menjadi peternak yang memiliki visi ke depan, serta membuat role model bisnis dengan menyesuaikan pada kebutuhan konsumen plus penyesuaian dengan aturan yang ada,” tambah Iwang.
Lebih lanjut Iwang mengatakan, peternak bisa mendapatkan keuntungan lebih jika bisa menambah variasi dan nilai pada karkas yang dijualnya. Bisa dijual dalam bentuk fresh, frozen, berbumbu, bahkan dengan konsep farm to table, dimana peternak menjual produk yang langsung bisa dikonsumsi.
“Kita bisa menjiplak role model bisnis yang bagus, misalnya dari perusahaan besar tapi kita adaptasi dengan model yang mini. Jangan memperbanyak populasi tapi jualan live bird itu sudah ketinggalan zaman. Jangan lupa juga buka pasar ekspor, konsepnya mudah tapi pelaksanaannya sulit, tapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan,” pungkasnya. (NDV)
0 Comments:
Posting Komentar