Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PSPP UNIVERSITAS PAHLAWAN AJARKAN PETERNAK MEMBUAT SILASE

Pelatihan pembuatan silase yang diselenggarakan Pusat Studi dan Pengembangan Peternakan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. (Foto: Dok. Sadarman)

Saat ini pembuatan silase sudah banyak diketahui peternak. Silase disebut sebagai model pengawetan basah dari beragam bentuk bahan pakan dan/atau pakan pada kondisi yang benar-benar ketersediaannya melimpah. Disebut sebagai pengawetan basah, karena bahan pakan yang akan diawetkan harus memenuhi beragam persyaratan, salah satunya berkadar air hingga 65%.

Untuk lebih memasyarakatkan teknologi pengawetan bahan pakan dengan pembuatan silase, Pusat Studi dan Pengembangan Peternakan (PSPP) Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai menyelenggarakan pelatihan pembuatan silase. Kegiatan dilaksanakan pada akhir Februari 2021 di Desa Gerbang Sari, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau, sekaligus didukung Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) Dewan Pengurus Wilayah Riau dan Majalah Infovet.

Hadir sebagai pembicara dalam pelatihan tersebut adalah Dr Ir Sadarman beserta tim, Kepala Desa Gerbang Sari, anggota Kelompok Tani Ternak Buana dan masyarakat. Dalam penyampaiannya, Sadarman menyebutkan bahwa salah satu hal yang diperlukan dalam kegiatan memelihara ternak sapi adalah pakan, baik Hijauan Pakan Ternak (HPT) maupun pakan penguat dari konsentrat.

“Rumput adalah pakan utama bagi sapi dan pemamahbiak lainnya. Berserat kasar tinggi sehingga akan terjadi gangguan jika kebutuhan serat kasar tidak terpenuhi, minimal sekitar 13% dari bahan kering pakan yang dikonsumsinya,” kata Sadarman.

Ia menambahkan, HPT pada dasarnya berfungsi menjaga organ-organ pencernaan agar dapat bekerja lebih baik, mengenyangkan dan dapat mendorong keluarnya kelenjar pencernaan.

Berbeda dengan HPT, pakan penguat yang diberikan pada sapi dapat berperan sebagai pelengkap kekurangan nutrien penting untuk pertumbuhan dan perkembang biakan sapi, seperti protein.

“Rumput dan HPT lain minim kandungan protein, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrien sapi dan ternak ruminansia lainnya, sehingga harus diberi pakan penguat berupa konsentrat,” tambahnya.

Terkait dengan teknologi pengawetan pakan dengan silase, Sadarman menyebut bahan pakan apa saja bisa dilakukan, asalkan bahan pakan tersebut dapat memenuhi kriteria penting sebagai persyaratan untuk disilasekan.

“Kita dapat membuat silase berbahan dasar rumput atau HPT lainnya, hal yang sama juga bisa dari produk samping industri pertanian, seperti ampas tahu, ampas kecap dan lainnya, yang penting kandungan air maksimal dari masing-masing bahan maksimal 65%,” jelas alumni Program Doktoral Ilmu Nutrisi dan Pakan, IPB.

Pembuatan silase pada dasarnya bertujuan untuk mengawetkan, meningkatkan palatabilitas dan meminimalkan kehilangan nutrien bahan pakan yang disilasekan. Terkait dengan proses pembuatannya, Ketua PSPP Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai ini menyebutkan bahwa dalam pembuatan silase setidaknya ada empat hingga enam fase yang harus dilalui.

Kendati demikian, kebanyakan peternak hanya memilih empat fase saja dan ini sudah sesuai dengan prosedural dalam pembuatan silase tersebut. “Wajib dilalui empat fase saja, mulai dari fase aerob, fermentasi, stabil dan fase pemanenan, semuanya mempunyai peran masing-masing,” kata Sadarman yang juga Dosen Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan UIN Suska Riau.

Terkait dengan tata cara pembuatannya, hal pertama yang harus diperhatikan adalah materialnya. Jika rumput maka hal yang perlu dilakukan adalah mengecilkan partikel melalui pemotongan dengan ukuran 1-3 cm, lalu diangin-anginkan. Proses tersebut bertujuan untuk mendapatkan kadar air sekitar 65-70%.

Di samping itu, penambahan aditif silase juga sangat diperlukan, terutama HPT dengan kandungan karbohidrat terlarut dalam air rendah. “Perlu ditambahkan bahan lain seperti dedak halus, molase, bekatul, onggok dan lainnya, peran dari bahan-bahan ini adalah sebagai sumber energi, sedangkan untuk mempercepat perbanyakan Bakteri Asam Laktat (BAL), diperlukan inokulum, bisa dari EM4,” ucap dia. 

Terkait dengan penggunaan inokulum, dia mengatakan dapat dilakukan, hal ini karena goal dari ensilase tersebut adalah menghasilkan silase dengan pH rendah atau pH asam.

“Harapannya penurunan pH berbanding lurus dengan tingkat populasi BAL, peningkatan BAL sejalan dengan terjadinya penurunan pH, pH akan mendekati 3.50-3, ini yang disebut dengan silase dengan pH excellent,” pungkasnya.

Silase dengan pH excellent akan menunjukkan karakter dengan kualitas yang juga baik. Diantara batasan terkait dengan kualitas silase, dapat dilihat dari tingkat kehilangan bahan kering, warna, aroma, tekstur dan pertumbuhan jamur selama ensilase berlangsung. (Sadarman)

PEMBERIAN PAKAN UNTUK SAPI PERAH DARA

Pendampingan manajemen pakan peternak sapi perah yang digelar AINI dan KPSBU. (Foto: Istimewa)

Sapiperah dalam usia muda atau yang dikenal dengan sapi dara, kondisi tubuhnya lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi bobot tubuh. Oleh karena itu, pada periode umur tersebut berikan pakan dengan kualitas terbaik untuk membuat tulang tubuh dan organ lain berkembang secara ideal.

Hal itu disampaikan oleh Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB), Dr Hendrawan Soetanto, dalam acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (2/3/2021), yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU).

Ia menjelaskan, nutrisi yang diperoleh saat sebelum dewasa kelamin atau dalam kondisi tubuh sekitar 50% dari bobot dewasa, nutrisi tersebut akan digunakan untuk pembentukan tulang kerangka. Pertambahan berat badan (PBB) merupakan indikator terbaik apakah sapi dara terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

"Ransum sapi dara harus mengandung cukup energi, minimal 10,5 Mega Joule per kilogram berat kering, serta protein untuk mencapai target pertumbuhan," kata Hendrawan. Ia juga mengingatkan agar sapi dara harus memperoleh cukup air minum dan mineral.

Dalam hal kebutuhan nutrisi sapi perah, hal itu senantiasa berubah seiring dengan fase pertumbuhan yang dilalui, serta tingkat produksi susunya. Untuk penyusunan formulasi pakan yang diberikan, Hendrawan memberi rambu-rambu pembuatannya, yakni taksiran bobot badan ternak, status fisiologis ternak, ketersediaan bahan pakan, kualitas bahan baku pakan, termasuk ada atau tidaknya kandungan anti-nutrisi di dalamnya, kemudian jumlah pakan yang akan diramu, biaya pakan yang dapat ditoleransi, serta jarak distribusi pakan dan lama simpan pakan sebelum didistribusikan. (IN)

PEMAHAMAN MASYARAKAT AKAN MANFAAT AYAM DAN TELUR MASIH MINIM

Talkshow radio Heartline 100.6 FM, Selasa (2/3/2021)


Membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi telur ayam untuk kesehatan tubuh bukan perkara gampang. Butuh kesabaran dan edukasi berkelanjutan agar pemahaman besarnya manfaat dalam sebutir telur bisa diterima.

Itulah salah satu poin penting dari Heartline 100.6 FM Talkshow secara daring tentang kesehatan yang bertajuk “Mitos dan Fakta Tentang Ayam dan Telur”, Selasa, (2/3/2021). Talkshow ini merupakan bagian dari kegiatan edukasi ayam dan telur berkelanjutan yang diselenggarakan Pinsar Indonesia bekerjasama dengan GITA Organizer, didukung oleh USSEC (United State Soybean Export Council), Majalah Infovet, Radio Heartline FM  serta stakeholder peternakan lainnya.

Talkshow ini menghadirkan dua narasumber, Drh Rakhmat Nuriyanto MBA (Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner, Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) dan Dr Triza Arif Santosa SpA (Praktisi Kesehatan Anak).

“Intinya, dalam sebutir telur sangat banyak manfaatnya bagi tubuh kita. Pemahaman-pemahaman ini yang masih banyak masyarakat belum tahu,” ujar Tirza Arif Santosa.

Menurut praktisi kesehatan anak ini, daging dan telur ayam memiliki kandungan asam amino yang sangat baik untuk daya tahan tubuh, tumbuh kembang anak-anak bahkan untuk kesehatan orang dewasa.

Kandungan protein yang terdapat pada telur dan daging ayam juga sangat baik untuk menggantikan sel-sel tubuh yang sudah rusak. Telur merupakan sumber protein yang paling murah. Kandungan gizinya sangat lengkap pada sebutir telur.

Selain protein, juga tinggi asam lemak yang esensial, seperti omega tiga yang baik untuk jantung, pembuluh darah, dan pertumtuhan otak bagi bayi dan anak-anak. Ada juga vitamin A,C, dan K. cukup lengkap dalam sebutir telur.

Kandungan gizi dalam telur ayam juga sangat bagus untuk kesehatan mata bagi anak-anak dan mata orang lanjut usia agar tidak mudah terkena katarak, bahkan bisa mencegah kebutaan pada orang lanjut usia.

Menurut Tirza, masih minimnya pemahanan ini kemungkinan disebabkan masih adanya mitos- mitor yang berkembang di tengah masyarakat. Sampai saat ini masih ada saja mitos yang menyebutkan bahwa mengonsumsi telur akan menimbulkan bisulan, penyakit-penyakit lainya, dan kandungan kolesterol yang sangat tinggi.

Calon Dokter pun Diedukasi

Mitos yang bergaung cukup kuat ini menjadi salah satu penyebab orang takut mengonsumsi telur ayam. Fenomena ini juga dibenarkan oleh Drh Rakhmat Nuriyanto.

Realitanya, ketakutan masyarakat akan konsumsi telur ayam yang dianggap mengandung kolesterol tinggi itu sudah sejak lama. Hasil penelitian menyatakan, ternyata pengaruh kolesterol dalam darah kita tidak signifikan.

“Oleh karena itu, kami dari PINSAR Indonesia melakukan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan. Termasuk memberikan edukasi kepada anak-anak sekolah, melalui acara talkshow, bahkan kami pernah mengedukasi di kampus-kampus fakultas kedokteran,” ungkap Rakhmat.

Dalam talkshow yang digelar selama 60 menit tersebut, terungkap, ada survei di Indonesia yang menyebutkan anak-anak kerap alergi terhadap makanan. Dan, ternyata penyebab alergi terbesar yang terjadi pada anak-anak adalah susu sapi dan produk-produk turunannya, mencapai 76 persen. 

Sisanya, alergi disebabkan oleh makanan jenis lainnya seperti ikan, udang, dan lainya, termasuk telur ayam. Artinya, secara prosentase alergi yang ditimbulkan oleh telur ayam pada anak-anak sangatlah kecil.

“Dan, memang kadang yang dianggap penyebab alergi adalah telur. Itu karena belum adanya pemahaman yang baik di tengah masyarakat,” ujar Triza.

Untuk mensiasatinya, saat mengonsumsi perlu dipisahkan antara kuning telur dan putih telurnya. Kuning telur paling sedikit penyebab alergi pada anak-anak. Jadi, sangat disarankan agar anak-anak konsumsi kuning telurnya lebih dulu.

“Dari hasil penelitian, konsumsi telur satu butir per hari, tidak akan meningkatkan kolesterol jahat pada tubuh. Tidak ada masalah,” pungkas Dr Triza. 

Talkshow selengkapnya silakan simak di kanal Youtuber berikut ini (A. Kholis)




STRATEGI TERBAIK PENGENDALIAN TOKSIN PADA PAKAN UNGGAS

Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh jamur yang telah terbukti bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Tahun 2020 ditutup dengan kondisi curah hujan tinggi terutama di wilayah Jawa dan Sumatra. Dari pantaun BMKG, untuk Januari dan Februari 2021, akan masih didominasi curah hujan menengah dan tinggi.

Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kejadian penyakit lebih tinggi yang bukan hanya didominasi oleh penyakit viral saja, tetapi kejadian Mikotoksikosis juga mengalami tren kenaikan karena kondisi lingkungan yang lebih lembap.

Dari data yang dihimpun tim Ceva, prediksi penyakit di Januari dan Februari 2021menunjukan bahwa mikotoksikosis menduduki peringkat ketiga setelah kejadian penyakit ND dan IBD, seperti diagram di bawah ini:

Prediksi penyakit pada ternak unggas. (Sumber: Ceva)

Fenomena ancaman terhadap bahaya mikotoksin masih menjadi momok menakutkan seiring kondisi lingkungan di atas yang menunjang untuk pertumbuhan jamur yang memproduksi toksin tersebut. Imunitas atau kekebalan ayam adalah hal yang paling fundamental terkait pengendalian tantangan mikotoksin dan patogen lainnya.

Mikotoksin merupakan kontaminan alami yang memiliki dampak negatif tehadap keamanan pangan dan pakan secara global. Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh jamur yang telah terbukti bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan. Kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembapan yang tinggi, infestasi serangga, proses produksi, panen dan penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan tingginya konsentrasi mikotoksin pada bahan baku pangan/pakan yang dapat menyebabkan timbulnya wabah penyakit.

Hati yang terpapar mikotoksin. (Sumber: Istimewa)

Melihat fenomena di atas, mikotoksin perlu menjadi perhatian peternak unggas karena faktor sebagai berikut:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021.

Ditulis oleh: 
Drh Sumarno, Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia
Han, Praktisi Peternak Layer

MSD ANIMAL HEALTH MENGAKUISISI POULTRY SENSE

MSD Animal Health, telah mengumumkan telah mengakuisisi Poultry Sense yang berbasis di Exeter, Inggris. Poultry Sense mengembangkan peralatan pemantauan kesehatan dan lingkungan untuk industri unggas. Pada Maret 2019, MSD berinvestasi pada Poultry Sense, untuk mendukung perkembangannya.

Poultry Sense menyediakan teknologi bagi peternak unggas untuk terus melacak dan menganalisis kinerja kesehatan secara keseluruhan kawanan unggas. Ini memberi pengguna teknologi kemampuan untuk mengukur, membandingkan, dan merekam indikator kesehatan dan lingkungan utama yang ditangkap oleh sensor nirkabel bertenaga baterai di kandang unggas, serta untuk mengidentifikasi pola dan tren untuk memprediksi kesehatan dan kesejahteraan dan, pada akhirnya, mencegah penyakit dan meningkatkan kinerja.

Sensor khusus memungkinkan peternak untuk memantau dan menilai parameter penting dengan mengukur berat badan, penggunaan air, kelembaban, cahaya, suhu, dan karbondioksida. Oleh karena itu, para peternak dapat memperoleh wawasan tentang lingkungan kandang, serta kesehatan dan kinerja unggas. (via polutrynews.co.uk)

MEMBEBASKAN PAKAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Baku pakan harus diperhatikan kualitasnya. (Foto: Istimewa)

Toksin atau lazim disebut dengan mikotoksin dalam dunia peternakan. Permasalahan klasik ini kerap kali mengintai semua unit usaha yang bergerak di bidang perunggasan dari hulu maupun hilir.

Toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh mahluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan).

Dalam industri pakan ternak seringkali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh cendawan/kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di Negeri ini tetapi juga seluruh dunia.

Mikotoksin Selalu Menjadi Momok
Dalam dunia peternakan setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi tokoh “protagonis”, ketujuhnya seringkali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel. Peternak pun dibuat kerepotan oleh ulah mereka. Jenis toksin yang penting untuk diketahui dijabarkan pada Tabel 1 berikut: 

Tabel 1.  Ragam Jenis Mikotoksin

Jenis Toksin

Organisme Penghasil Toksin

Efek Terhadap Ternak & Manusia

Aflatoksin

Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus

Penurunan produksi, imunosupresi, bersifat karsinogen, hepatotoksik

Ochratoksin

Aspergillus ochraceus

Penurunan produksi, kerusakan saraf dan hati

Fumonisin

Fusarium spp.

Penurunan produksi, kerusakan ginjal dan hati, gangguan pernapasan

Zearalenon

Fusarium graminearum, Fusarium tricinctum, Fusarium moniliforme

Mengikat reseptor estrogen (feminisasi), menurunkan fertilitas

Ergot Alkaloid

Claviseps purpurea

Penurunan produksi pertumbuhan, penurunan produksi susu, penurunan fertilitas

Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin

Fusarium spp.

Penurunan produksi, kerusakan kulit

T-2 Toksin

Fusarium spp.

Penurunan produksi, gastroenteritis hebat

Sumber: Mulyana, 2013.


Menurut Drh Asri Rizky, dari PT Charoen Pokphand Indonesia, masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas.

“Banyak faktor yang mempengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pengolahan jagung yang salah,” tutur pria alumnus FKH Universitas Syiah Kuala.

Maksudnya adalah, di Indonesia kebanyakan petani jagung hanya mengandalkan iklim dalam mengeringkan jagungnya, dengan bantuan sinar matahari/manual biasanya petani menjemur jagung hasil panennya. Mungkin ketika musim panas hasil pengeringan akan baik, namun pada musim basah (penghujan), sinar matahari tentu tidak bisa diandalkan.

“Jika pengeringan tidak sempurna, kadar air dalam jagung akan tinggi, sehingga disukai oleh kapang. Lalu kapang akan berkembang di situ dan menghasilkan toksin,” jelas dia.

Masih masalah iklim menurut Asri, Indonesia yang beriklim tropis merupakan wadah alamiah bagi mikroba termasuk kapang dalam berkembang biak.

“Penyimpanan juga harus diperhatikan, salah dalam menyimpan jagung artinya membiarkan kapang berkembang dan meracuni bahan baku kita,” ucapnya.

Menurut data FAO 2017, sekitar 25% tanaman biji-bijian di seluruh dunia tercemar oleh mikotoksin setiap tahunnya. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tercemarnya bahan baku pakan dan pangan oleh mikotoksin berupa penurunan produksi daging dan telur unggas, penurunan produksi bahan pakan dan pangan, penurunan performa ternak, serta meningkatnya biaya kesehatan akibat mikotoksikosis pada hewan dan manusia.

Commercial Lead PT Cargill Indonesia, Drh Sudarno Wiryasentika, mengatakan bahwa bukan Indonesia saja, seluruh dunia kini dihadapkan pada problem mikotoksin yang semakin parah.

“Di Amerika dan Kanada saja kerugian akibat tercemarnya mikotoksin mencapai USD 225 miliar, bayangkan betapa merugikannya mikotoksin ini, oleh karenanya kita harus selalu waspada,” tutur Sudarno.

Tak lupa ia mengingatkan kembali bahwa sifat alamiah mikotoksin adalah tahan terhadap suhu tinggi, sehingga “awet” pada kondisi pelleting pada proses pembuatan pakan dan sangat sulit untuk dieradikasi.

Sudarno juga menilai bahwa pemerintah harus serius dalam menangani hal ini, karena tidak hanya berbahaya bagi hewan, tetapi juga bagi manusia.

“Saya ingin mengingatkan pemerintah, stakeholder, serta pihak terkait mengenai masalah ini, please jangan dianggap remeh, efeknya seperti gunung es dan berkesinambungan pada kesehatan hewan maupun manusia,” tutur pria yang pernah menjadi manajer formulasi tersebut.

Waspada Toksin Bakteri
Mikroorganisme yang dapat menghasilkan toksin bukan hanya jamur atau cendawan, beberapa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021 (CR)

PERAN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DALAM BISNIS PEMBIAKAN SAPI

Pada Sabtu (27/2/2021), PDHI Cabang Lampung bekerja sama dengan Red Meat Cattle Partnership, didukung Infovet sebagai media partner, menyelenggarakan Webinar Partnership - PDHI Cabang Lampung dengan tema “Peran Kesehatan dan Kesejahteraan Hewan dalam Bisnis Pembiakan Sapi”. Beberapa narasumber berpengalaman dihadirkan membuat acara ini sangat tinggi antusiasnya. Acara ini dimoderatori oleh Bambang Suharno, Pemimpin Umum Redaksi Majalah Infovet.

Paul Boom (Strategic Advisor Cattle Breeding Red Meat Cattle Partnership) dalam sambutannya menyampaikan bahwa pembiakan sapi brahman cross menguntungkan jika dilakukan secara profesional pengembangan breeding ke grower dan feeder. Faktor kesehatan dan kesejahteraan hewan, mendukung produktifitas ternak.

Sambutan berikutnya dari Direktur Kesehatan Hewan, Drh Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, beliau memaparkan tentang peranan kesehatan hewan dalam pembiakan sapi sangat penting, terkait produktivitas dan peningkatan populasi bibit sapi di Indonesia. Desain genetik merupakan sesuatu yang penting disupport dengan manajemen pakan dan pencegahan, penanganan kesehatan hewan. Manajemen good breeding practice harus memenuhi aspek kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan. Penerapan biosecurity, pemberian anti parasit akan membantu perkembangan reproduksi ternak. Aspek kesehatan hewan harus secara aplikatif mencakup 5 freedom ( bebas dari lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari sakit, cidera dan penyakit, bebas dari rasa takut dan tertekan, serta bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami).

Pembicara pertama Drh Nanang Purus Subendro (Ketua PDHI Cabang Lampung). Beliau juga pemilik PT Indo Prima Beef I (3500 ekor) dan II (6000 ekor) telah bermitra dengan PT Samudra Biru Langit dengan kapasitas 700 ekor, Kopkar Gunung Madu (1500 ekor), dan CV Pasa Jaya (700 ekor). Breeding memiliki high risk, low profit, membutuhkan lahan lebih luas, jenis indukan (pure/commercial breed), sarana prasarana, SDM, jenis pakan yang murah dan visible, biaya yang dibutuhkan untuk peningkatan berat badan perhari, pasar masing-masing jenis sapi yang dihasilkan, cash flow, payback periode dan IRR. 

Pemateri kedua Dr Drh Susan M Noor (Peneliti BBLitvet Bogor, Balibangtan Kemetan). Pengembangan sapi berdasarkan kaidah kesehatan hewan meliputi status penyakit hewan, pencegahan penyakit, biosecurity dan kesejahteraan hewan. Pencegahan penyakit menjadi lebih efektif daripada penanganan penyakit. Pelaksanaan biosecurity dan kesejahteraan hewan mendukung produktivitas peternakan. Contoh dampak penyakit brucellosis pada pengembangbiakan sapi meliputi abortus, stillbirth, infertilitas (gangguan reproduksi), penurunan produksi. Beberapa penyakit yang berperngaruh terhadap pengembangbiakan sapi meliputi penyakit parasit darah, septisemia epizootika, campylobacter, leptospirosis dan lainya. Penyakit hewan menular berdampak pada kesrawan, produktivitas, kesejahteraan masyarakat dan perdagangan. Pencegahan penyakit perlu melakukan pentingnya identifikasi risiko. Vaksinasi menjadi langkah efektif untuk pencegahan penyakit. 

Pembicara ketiga Drh Arief Panji (Manajer dan Animal Health PT KAL – MEDCOAGRO) menyampaikan SISKA (sistem integrasi sapi dan kelapa sawit) di PT KAL dimulai sejah 2010. Pada 2016, dengan lahan 1700 ha lahan sawit dengan populasi 520 ekor dengan supervisi dari Indonesia Australian Commercial Cattle Breeding (IACCB). Sistem rotasi grassing sapi dari satu lokasi ke lokasi yang sama membutuhkan waktu 90 hari. Kandang sapi permanen dipergunakan untuk penanganan penyakit-penyakit serius, pemeriksaan kebuntingan, pemberian obat cacing, recovery induk menyusui dan vaksinasi masal. Seluruh aktivitas perkawinan (join bull) hingga kelahiran dilakukan di area grassing. Kendala-kendala di lapangan meliputi deteksi sapi sakit, penanganan penyakit, mengisolasi sapi sakit dari koloni ke kandang permanen, penanganan distokia. Keuntungan sistem integrasi sapi sawit meliputi penyediaan produksi pakan unuk ternak, penurunan biaya penanganan gulma dan rumput liar serta tersedianya pupuk organik dari sapi ke tanaman sawit. Pada musim kemarau ketersediaan pakan ditambahkan dengan solit sawit (sludge). Beberapa kasus lapangan yang ditemukan meliputi fraktur tulang sapi yang terjebak di kubangan atau rawa, myasis, prolaspus, laminitis karena tertusuk duri sawit.

Kesempatan terakhir dimanfaatkan Dr Drh Muhammad Agil, MSc Agr (dosen Reproduksi dan Kebidanan FKG IPB). Beliau memberikan beberapa kesimpulan dari acara webinar tersebut. Beberapa hal yang disimpulkan meliputi swasembada daging/sapi hanya akan dicapai bila populasi sapi dapat memenuhi kebutuhan jumlah sapi untuk dipotong dalam 1 tahun dan berkelanjutan. Peningkatan populasi sapi hanya bisa dicapai dengan program pembiakan sapi. Pembiakan sapi merupakan usaha yang mahal, butuh modal kuat dan berkelanjutan. Profit margin pembiakan sapi masih rendah  (3-7%), sangat tergantung dari biaya pakan (70%). Peningkatan profit margin pembiakan sapi hanya diperoleh dengan pelaksanaan manajemen pemeliharaan (husbandry), reproduksi dan kesehatan yang efektif dan efisien dan adanya subsidi pemerintah. (Joko Susilo, Kontributor Lampung)

PENGENDALIAN CEMARAN METABOLIT JAMUR ATAU TOKSIN PADA PAKAN AYAM

Pada umumnya unggas yang berusia muda sangat rentan terhadap Aflatoksin dibandingkan dengan unggas yang lebih dewasa. (Foto: Jurnalpeternakan.com)

Beberapa strain jamur (kapang) dapat tumbuh pada pakan ternak, bahan baku pakan dan litter yang menghasilkan toksin/racun, yang bila termakan oleh hewan khususnya ayam dapat menyebabkan kematian. Kematian yang disebabkan racun tadi umumnya disebut sebagai kematian karena terjadinya Mikotoksikosis (keracunan dari toksin/racun yang berasal dari metabolit jamur). Metabolit jamur itu (toksin/racun) merupakan toksin yang sangat kuat bahkan ada yang mensejajarkannya dengan racun botulinum.

Beberapa tipe jamur menghasilkan toksin yang menyebabkan masalah pada peternakan, tetapi yang perlu menjadi perhatian pada industri peternakan adalah toksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, dimana racun yang dihasilkannya adalah Alfatoksin. Aspergillus flavus adalah jamur yang biasanya tumbuh pada beberapa media, khususnya tumbuh baik pada biji-bijian atau kacang-kacangan.

Pada saat ini diketahui ada empat jenis Aflatoksin ang dapat dikatakan sangat berpengaruh besar pada industri peternakan, yaitu Aflatoksin B1, B2, G1 dan G2. Dimana toksin B1 merupakan yang paling kuat dan penyebab gangguan yang tinggi pada industri peternakan.

Toksin yang berasal dari jamur ini menyebabkan berbagai gejala klinis yang sangat bervariasi dan sulit untuk dikenali. Beberapa Aflatoksin umumnya menyebabkan kematian, pertumbuhan terhambat, penurunan produksi telur, penurunan daya tetas (breeder) dan menyebabkan imunosupresif. Diagnosis sangat sulit karena lesi yang khas biasanya tidak terlihat dan mendeteksi toksin tidak meyakinkan.

Bagaimana Aflatoksin Dapat Berada pada Pakan 
Jamur dapat saja mengontaminasi dan memproduksi Aflatoksin pada saat sebelum dan sesudah panen bahan baku (biji-bijian dan kacang-kacangan), selama penyimpanan dan transportasi pakan serta di gudang penyimpanan farm. Suhu, kelembapan dan curah hujan tinggi merupakan faktor kondusif di daerah tropis dan memacu pertumbuhan jamur, sekaligus memproduksi Aflatoksin. Kandungan air yang aman pada bahan baku pakan agar tidak dapat ditumbuhi jamur dan sekaligus tidak terkontaminasi Aflatoksin adalah pada kisaran 8-12%.

Aflatoksin dihasilkan oleh bahan baku pakan terutama pada bungkil kacang tanah, tepung jagung, bungkil biji kapas dan bungkil kelapa. Pada umumnya ekstrak biji bunga matahari, ekstraksi rapeseed, bungkil kedelai dan dedak mengandung sedikit kandungan Aflatoksin.

Kerentanan Unggas Terserang Aflatoksin
Diantara unggas... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021. (MAS-AHD)

CPI KIRIM PRODUK OLAHAN PERDANANYA KE QATAR

Acara pelepasan ekspor perdana PT Charoen Pokphand Indonesia ke Qatar. (Foto: Istimewa)

PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) sukses mengekspor produk olahan perdananya ke Qatar yang secara langsung dilepas oleh Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) secara daring, Rabu (24/2/2021).

"Saya berbangga hati bahwa kita akan melepas ekspor perdana produk olahan unggas Indonesia pertama yang berhasil menembus negara Qatar dari PT Charoen Pokphand Indonesia," ujar Mentan Syahrul dalam keterangan tertulisnya.

Dijelaskan, ekspor perdana ke Qatar ini dilakukan sebanyak 3,29 ton dengan nilai Rp 220 juta dari total kontrak 21,6 ton untuk 2021 yang telah disepakati antara CPI dan pihak Qatar.

Mentan berharap, ekspor perdana ke Qatar bisa menjadi pintu masuk produk-produk olahan unggas asal Indonesia ke kawasan Timur Tengah.

Selain Qatar, adapun ekspor lanjutan ke Jepang. Pengiriman produk olahan unggas ke Jepang sebanyak 6 ton dengan nilai Rp 250 juta. Ini merupakan repeat order kesekian kalinya sejak 2018 ke PT Charoen Pokphand Indonesia.

Selain produk olahan unggas, dilakukan juga ekspor lanjutan enam kontainer pakan unggas ke Timor Leste sekitar 120.000 kg dengan nilai Rp 740 juta.

"Repeat order ini menunjukkan bahwa produk Indonesia semakin digemari. Saya juga ingin mengucapkan selamat dan apresiasi kepada PT Charoen Pokphand Indonesia atas realisasi ekspor unggas dan produknya pada 2020 sebesar 2 juta USD ke Jepang, Papua Nugini dan Timor Leste," ungkap Syahrul.

Ke depannya, ia berharap CPI bisa terus meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk siap ekspor dan menjadi memotivasi bagi pelaku usaha lain untuk tetap berupaya melakukan percepatan ekspor komoditas peternakan.

"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada PT Charoen Pokphand Indonesia dan semua pihak terkait atas dukungan terhadap upaya ekspor komoditas peternakan Indonesia," pungkasnya.

Selama masa pandemi COVID-19, seluruh dunia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi. Namun untuk urusan pangan, dunia tidak dapat menunda pemenuhannya. Oleh karena itu, kebutuhan ini perlu ditangkap sebagai peluang Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan dunia.

Berbagai komoditas peternakan Indonesia saat ini telah mampu menembus pasar global. Misalnya, daging ayam olahan, sarang burung walet, pakan ternak, obat hewan, produk susu olahan, ternak babi, kambing dan domba hidup sampai ke produk larva kering.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor komoditas peternakan periode Januari-Desember 2020, tercatat mencapai 325.442 ton dengan nilai USD 964.653.078 atau setara Rp13,5 triliun.

Catatan tersebut menunjukkan bahwa volume ekspor meningkat sebesar 14,45% dan nilai ekspor meningkat sebesar 38,89%.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019 (YoY), dimana volume mencapai 284.349 ton dengan nilai setara Rp10,4 triliun. (INF)

MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN TOKSIN PADA PAKAN

Kemampuan mengetahui keberadaan mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak ayam menjadi hal yang sangat penting saat ini. (Foto: Dok. Infovet)

Toksin merupakan hasil metabolit sekunder jamur, disintesis dan dikeluarkan selama pertumbuhan jamur tertentu, pada saat di ladang (field toxin) maupun pada saat penyimpanan di gudang (storage toxin). Ketika pertumbuhan jamur berhenti, saat itu juga produksi mikotoksin berhenti, tetapi mikotoksin yang sudah terbentuk dan tersimpan tetap ada dan tidak hilang, karena merupakan bahan kimia yang stabil, tahan terhadap temperatur tinggi dan dalam proses pembuatan pakan. Bersifat residif, tertimbun dan terakumulasi, terutama pada hati, ginjal, otot dan telur terutama yolk. Pada dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya imunosupresi (gangguan pembentukan kekebalan tubuh) dan bersifat antimikrobial sehingga menimbulkan terjadinya feed passage (bentuk feses masih menyerupai bentuk pakan utuh).



Jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan tempat proses tumbuhnya, yaitu Field Fungi (contoh fusarium) dan Storage Fungi (contoh Aspergillus sp. dan Penicillium sp.).

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. Mikotoksin yang dihasilkan jamur pun semakin meningkat, hal ini didukung oleh kondisi iklim, manifestasi serangga, variasi kualitas bibit, maupun tingkat kepadatan tanaman.

Pada proses panen, pembentukan mikotoksin antara lain karena tingkat kematangan tanaman, kadar air biji tanaman dan praktik manajemen pertanian. Kemudian pada saat penyimpanan pembentukan mikotoksin dipengaruhi oleh kandungan air, serangga dan penambahan bahan pengawet. Selain itu, distribusi bahan baku pakan juga berpengaruh terhadap pembentukan mikotoksin, seperti kondisi proses saat pengapalan.



Kemampuan mengetahui keberadaan mikotoksin dalam bahan baku pakan menjadi hal yang sangat penting saat ini. Kemampuan ini wajib dimiliki semua pihak yang terlibat dalam industri perunggasan, terutama para QC (quality control) pabrik pakan dan penanggung jawab kesehatan di farm.

Analisis mikotoksin dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) biasa digunakan untuk memeriksa bahan baku pakan asal biji-bijian. Kemampuan diagnosis mikotoksikosis berdasarkan gejala klinis pada saat bedah bangkai juga harus dimiliki oleh setiap petugas lapangan. Kedua macam pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai “pisau analisa” permasalahan yang terjadi di lapangan dan dapat digunakan sebagai dasar-dasar tindakan pencegahan.

Strategi Pengendalian Toksin
• Pastikan bahan baku pakan mempunyai kualitas terbaik. Misalnya jagung dengan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021)

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021 8300300

CP FOODS BERMITRA DENGAN UNIVERSITAS CHIANG MAI UNTUK MENGEMBANGKAN PAKAN TERNAK BERBASIS SERANGGA

CP Foods telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas Chiang Mai untuk mengembangkan protein berbasis serangga dari larva lalat tentara hitam untuk mendorong pertanian Thailand menuju pertumbuhan yang berkelanjutan.

Perjanjian, yang baru-baru ini ditandatangani oleh Clinical Professor Niwes Nantachit, MD, Presiden Universitas Chiang Mai, dan Dr Pairat Srichana, wakil presiden senior CP Foods, bertujuan untuk mengkomersialkan protein berbasis serangga yang merupakan sumber makanan alternatif berkelanjutan untuk hewan dan manusia. Ini juga menawarkan peluang ekonomi sirkular yang besar karena serangga dapat secara efisien membantu mendaur ulang limbah hayati.

Associate Professor Dr Yuthana Phimolsiripol, direktur Food Innovation and Packaging Center (FIN) di Universitas Chiang Mai, mengatakan bahwa, awalnya, universitas meneliti beberapa produk lalat tentara hitam seperti perawatan kulit dari minyak larva. Universitas telah bekerja sama dengan CP Foods untuk mengeksplorasi peluang komersial dari penelitian tersebut.

Berdasarkan MoU ini, CP Foods akan mendanai proyek tersebut dan bersama-sama mengembangkan pertanian pintar pertama untuk lalat tentara hitam di Thailand. Pilot farm ini juga akan menjadi pusat pembelajaran bagi pelajar, petani, dan masyarakat.

Pasokan Telur Menipis di Polandia Karena Krisis Flu Burung Uni Eropa

Flu burung di Eropa sekarang mendekati level seperti yang terlihat pada tahun 2016 dengan pasokan telur menyusut di Polandia, salah satu negara yang paling terpukul akibat hilangnya banyak ayam petelur, sebagai tanda bahwa virus mulai membebani industri unggas.

Flu burung, telah ditemukan di beberapa negara Eropa, membinasakan ternak dengan kerugian bagi peternak yang sudah terpukul parah oleh COVID-19.

Rusia mengatakan bahwa mereka telah mendaftarkan kasus pertama flu burung A (H5N8) yang ditularkan ke manusia dari burung pada tujuh pekerja di sebuah pabrik unggas, meningkatkan kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat bermutasi menjadi penyakit dari manusia ke manusia.

Penyakit ini cenderung dimulai pada musim gugur, dibawa oleh burung liar yang bermigrasi dalam perjalanannya dari Asia ke Eropa.

"Jumlah wabah telah melonjak bahkan lebih dari pada tahun-tahun sulit," kata Monique Eloit, kepala Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE).

Jumlah tersebut mewakili sebagian kecil dari kawanan unggas UE dan belum ada tanda-tanda kekurangan ayam.

Ada 6,4 miliar ayam yang disembelih untuk diambil dagingnya di EU-27 pada 2019, menurut statistik yang dikeluarkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

Namun, hilangnya ayam petelur telah mengurangi pasokan telur dan memberikan tekanan pada harga. Harga telur di pasar grosir di Polandia melonjak sekitar 18% hingga 20% pada akhir Januari, kata Katarzyna Gawronska, direktur Kamar Nasional Produsen Unggas dan Pakan.

Data yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa menunjukkan harga telur juga naik di beberapa negara UE lainnya, termasuk Prancis dan Jerman, meski masih lemah di negara produsen utama lainnya, Spanyol.

"Dengan mempertimbangkan kerugian unggas di Polandia dan seluruh Eropa, pasar telur baru-baru ini mengalami lonjakan harga yang tajam," kata Gawronska.

Polandia menghasilkan 648.000 ton telur pada 2019, menjadikannya produsen telur terbesar keenam di Uni Eropa, menurut data UE. (via thepoultryworld.net)

IKUTI WEBINAR PERANAN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DALAM BISNIS PEMBIAKAN SAPI

Hai Mitra Peternak…

Sejauh mana peranan penting Kesehatan dan Kesejahteraan Hewan dalam Bisnis Pembiakan Sapi dan bagaimana penerapan keduanya secara efektif dan efisien dalam bisnis ini???

Pastikan anda bergabung dalam Seminar Bersama Red Meat and Cattle Partnership (RMCP) dan PDHI Lampung dengan Narasumber kompeten baik akademisi, praktisi dan peternak sapi sukses, pada :

Hari/Tanggal : Sabtu/27 Februari 2021

Waktu : 09.00 – 11.00 WIB

Tempat : Room Zoom 

Biaya : Gratis (berSKPB 2 Point)

Segera amankan slot anda dengan mendaftar melalui Link: https://bit.ly/WebinarPDHILampung

CARA MENJADI MITRA JAPFA (CIOMAS)


Cara menjadi mitra JAPFA untuk kemitraan ayam pedaging adalah dengan melalui PT Ciomas Adisatwa, yang merupakan anak perusahaan dari PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk. Ciomas bergerak dalam bidang agribisnis, terutama mengelola kemitraan ayam pedaging (broiler) dengan para peternak rakyat.

Pola kerjasama antara perusahaan yang menyediakan Sarana Produksi Peternakan (Sapronak) di bidang ayam pedaging (broiler) yang disebut INTI dengan Peternak (Kelompok Peternak) yang disebut PLASMA yang saling menguntungkan.

Azas Kemitraan JAPFA (Ciomas):

  • Saling mempercayai
  • Saling membutuhkan
  • Saling menguntungkan
  • Dijalankan tanpa paksaan

Tujuan dan Manfaat Adanya Kemitraan:

  • Menumbuhkembangkan peternakan rakyat
  • Meningkatkan kemampuan teknis peternak
  • Efisiensi produksi
  • Meningkatkan pendapatan peternak
  • Menghidupkan perekonomian pedesaan
  • Menciptakan lapangan kerja

Keuntungan Peternak Melalukan Kemitraan:

  • Lebih menjamin kontinuitas produksi & pendapatan peternak
  • Tidak terpengaruh oleh naik turunnya harga ayam besar
  • Ada jaminan dalam pemasaran
  • Ada alih teknologi beternak
  • Ada insentif apabila performance produksi mencapai standar yang ditetapkan (misal: FCR, mortalitas, dll) & bonus pasar

Cara & Syarat Menjadi Mitra/Plasma:

  • Mengajukan permohonan menjadi PLASMA
  • Memiliki sarana perkandangan dengan ketentuan:
    Memenuhi syarat teknis (konstruksi kandang sesuai dengan petunjuk inti)
    Tidak terlalu dekat pemukiman atau terletak di kawasan yang telah ditentukan oleh pejabat pemerintah setempat
    Tersedia air dan listrik sepanjang tahun
    Sirkulasi udara cukup baik
  • Menyediakan tenaga kerja
  • Bersedia membuat perjanjian kerjasama dengan INTI

Daftar Alamat Kontak:

Kantor Pusat
Wisma Millenia Lt 3
Jl MT Haryono Kav 16
Jakarta Selatan 12810
Tlp 021 28545880

Kantor Region Banten
Jl Raya Serpong KM 7 No 11D
Ds Pakulonan Kp Baru
Tangerang Selatan
Tlp 021 5396571

Kantor Region Jabar I
Jl Raya Parung KM 24 No 32A
Ds Jampang Kec Kemang
Bogor
Tlp 0251 8610745

Kantor Region Kalimantan I
Jl Mawar No 11
Kel Komet Kec Banjarbaru Utara
Banjarbaru
Tlp 0511 47720196

Kantor Region Sumatera I
Office Park Way Halim
Jl Sultan Agung Kav I & IA
Lampung
Tlp 0721 709515

Kantor Region Bali I
Jl Kubu Gunung No 97
Dalung, Kuta Utara
Badung
Tlp 0361 8947589

Kantor Region Sulawesi I
Jl Ir Sutami Samping KM 17 Tol
Kompleks Pergudangan 88
Kel Bulurekeng Kec Biringkanaya
Makassar
Tlp 0411 556322

Kantor Region Jatim I
Jl Raya Ampeldenta No 200
Bunut Wetan, Pakis
Malang
Tlp 0341 792848

Kantor Region DIY
Jl Imogiri Barat KM 5,3 No 57
Bangunharjo, Sewon
Bantul, Yogyakarta
Tlp 0274 4396301

Kantor Region Jateng I
Dk Ngendro Ds Balon
Kec Colomadu
Kab Karanganyar
Tlp 0271 784384

(Sumber: PT Ciomas Adisatwa)

MENGUPAS TITIK KRITIS MONITORING PERFORMA BROILER MODERN BERSAMA EKO PRASETIO

Eko Prasetio saat memberi pemaparan webinar. (Foto: Dok. Infovet)

Selasa, 23 Februari 2021. Secara daring bekerja sama dengan PT Gallus Indonesia Utama (GITA), diselenggarakan Webinar Nasional “Titik Kritis Monitoring Performa Broiler Modern Pasca Pelarangan AGP” dengan narasumber tunggal commercial broiler farm consultant, Drh Eko Prasetio.

Webinar dilaksanakan dalam rangka peluncuran buku karya Eko Prasetio berjudul “Manajemen Kesehatan Broiler Modern” yang merupakan kumpulan artikel miliknya yang dimuat dalam Majalah Infovet. Buku tersebut terbit atas kerja sama dengan GITA Pustaka.

Dihadiri sekitar 95 peserta, Eko membahas secara mendalam bagaimana perkembangan broiler modern, regulasi pemerintah terkait pelarangan antibiotic growth promoter (AGP) dan titik kritis parameter performa broiler modern.

“Perkembangan broiler ini sangat tinggi dari waktu ke waktu, kenaikan produksi dagingnya sangat signifikan, sehingga menjadi bisnis yang eye catching di Asia. Saat ini pun manajemen perunggasan semakin lebih baik tiap tahunnya,” kata Eko mengawali pemaparannya.

Kendati demikian, tantangan terhadap bisnis perunggasan juga ikut meningkat, apalagi disaat kondisi pandemi COVID-19 ini.

“Kondisi pandemi membuat bisnis perunggasan terdampak menurun. Kemudian pasca pelarangan AGP juga menjadi dampak tersendiri, yang dibalik itu menuntut peternak lebih jeli dalam pemeliharaan unggas,” ungkapnya.

Lebih lanjut dijelaskan, dua tahun sejak AGP dilarang, tekanan dalam pemeliharaan unggas cukup meningkat. Kemunculan agen patogen seperti Nektorik Enteritis dan Koksidiosis cukup merepotkan peternak, selain agen infeksius lain seperti Mycoplasma, Chronic Respiratory Disease, Reovirus, Adenovirus dan lain sebagainya.

“Kita perlu montoring lebih rinci untuk memperkecil risiko serangan agen patogen. Monitoring parameter performa ayam ini menjadi sistem peringatan dini atau early warning system bagi para peternak,” ucap Eko.

Ia mengemukakan, monitor awal bisa dilakukan saat kedatangan DOC (day old chick), dengan mengevaluasi beberapa parameter, diantaranya rata-rata berat badan, keseragaman, suhu tubuh saat datang dan enam jam pasca tebar. Hal ini sekaligus untuk melihat bagaimana kualitas brooding yang diterapkan.

“Kemudian lakukan evaluasi di 24 jam pertama. Ini menjadi titik kunci pemeliharaan. Ada lima parameter yang perlu diperhatikan, yakni feed intake, suhu (°C), suhu kaki dan kepala, keterisian tembolok dan water intake. Misal apabila dilihat water intake-nya tinggi namun feed intake-nya rendah, kemungkinan ayam kepanasan, begitu sebaliknya. Jadi ada yang perlu dievaluasi juga dari penerapan brooding-nya. Jika semua parameter tadi baik, maka pemeliharaan di 24 jam pertama sudah tercapai,” jelas dia.

Langkah berikutnya, lanjut Eko, evaluasi minggu pertama mutlak harus dilakukan. Karena ini merupakan pondasi awal perkembangan tubuh unggas. Parameter berat rata-rata, feed conversion, keseragaman (tidak boleh turun dari 4%), total deplesi dan relative growth (RG) menjadi perhatian utama.

Ia mencontohkan pentingnya data RG. Data tersebut memberi manfaat untuk mengevaluasi tata laksana pemeliharaan pada saat penerimaan DOC sampai umur tujuh hari. Kemudian untuk mengevaluasi strategi pemeliharaan fase berikutnya, seperti penggunaan pemanas, pelebaran area brooding, ventilasi, manajemen sekam dan lain sebagainya, hingga berguna untuk perencanaan panen.

“Semua hal tersebut menjadi trigger kita untuk lebih teliti lagi, khususnya di fase-fase awal pemeliharaan unggas,” tukasnya.

Kata Mereka
Webinar yang dibarengi peluncuran buku “Manajemen Kesehatan Broiler Modern” karya Eko Prasetio ini, mendapat banyak apresiasi dari kalangan senior bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Peluncuran buku “Manajemen Kesehatan Broiler Modern” karya Eko Prasetio. (Foto: Dok. Infovet)

Salah satunya Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Drh M. Munawaroh.

“Saya sangat apresiasi, ilmu yang disampaikan oleh Drh Eko sangat komprehensif sekali. Buku yang diluncurkan ini sangat bagus isinya terkait manajemen kesehatan broiler modern,” kata Munawaroh.

Ungkapan senada juga disampaikan private poultry farm consultant, Tony Unandar, melalui rekaman suaranya karena berhalangan hadir.

“Yang jelas saya sungguh apresiasi kepada Pak Eko, dia mau berbagi ilmu yang bermanfaat kepada orang lain, ini menjadi awal yang sangat bagus. Selamat kepada Pak Eko yang sudah menerbitkan buku, semoga lebih maju dan berkarya lebih hebat lagi,” ungkap Tony.

Apresiasi juga datang dari Dewan Pembina GOPAN, Tri Hardiyanto, yang turut hadir dalam webinar tersebut. Ia mengatakan, saat ini manajemen pemeliharaan di lapangan harus ditingkatkan karena penggunaan AGP sudah diberhentikan, agar peternak memiliki efisiensi dalam budi daya, ternak punya ketahanan terhadap penyakit dan HPP bisa ditekan.

“Pak Eko ini sudah menuliskan apa yang sudah dia lakukan, itu yang menjadi titik pentingnya. Selamat kepada Pak Eko yang sudah menuangkan apa yang dikerjakan, semoga bermanfaat bagi orang lain. Juga kepada Majalah Infovet yang setia memberi informasi perunggasan, semoga menjadi amal baik,” kata Tri. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer