Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Waspada African Swine Fever



Biosekuriti kandang harus ditingkatkan guna mencegah babi terserang penyakit (Foto: Pinterest)

Pernyataan resmi dicetuskan FAO selaku Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 28 Agustus 2018. Dalam pernyataan tersebut, FAO menanggapi situasi darurat wabah African Swine Fever (ASF) di China berpotensi menjadi ancaman dan menyebar ke negara-negara Asia lainnya

FAO mendesak kolaborasi regional termasuk pemantauan dan langkah-langkah kesiapan yang lebih kuat. Lebih lanjut FAO menjelaskan bahwa wabah ASF di China serta deteksi kasus baru di daerah-daerah yang berjarak lebih dari seribu kilometer di wilayah dalam negeri China, dapat berarti virus babi yang mematikan ini dapat dan berpotensi menyebar ke negara-negara Asia lainnya kapan saja.

Mengutip dari halaman resmi Facebook Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Jumat (7/9/2018), ASF pertama kali dideskripsikan tahun 1921. Sebaran penyakit ada di 28 negara-negara Afrika Sub-Sahara. Selain itu, pernah menjadi masalah besar yang menimpa di Eropa Tengah dan Eropa Timur.

Tahun 2018, ASF diketahui merebak di China dan menimbulkan kecemasan. ASF merupakan penyakit yang disebabkan virus dan dapat menulari babi baik yang liar maupun domestik. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk menanggulangi ASF.

Ketua Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), Sauland Sinaga, dihubungi Infovet kemarin (6/9/2018) menanggapi. “Indonesia harus mewaspadai ASF ini. Kebijakan impor perlu dicermati untuk produk hewan atau olahan,” ungkapnya.

Imbuh dia, AMI telah melakukan sosialisasi di kalangan peternak untuk lebih meningkatkan biosekuriti di kandang babi. “Biosekuriti atau manajemen kebersihan kandang babi harus diperhatikan. Sanitasi kandang dilakukan secara berkala menggunakan desinfektan,” tegasnya. (NDV)


Segera Dibuka Peternakan Apung Pertama di Dunia

Konsep peternakan apung di Kota Rotterdam yang rencananya dibuka November tahun ini (Foto: NBCNews)


Seperti apa bayangan kita, menyaksikan tempat pemerahan sapi di atas lautan? Kira-kira sapi-sapi itu akan mabuk lauk tidak ya?

Rupanya perusahaan Belanda sedang mengembangkan peternakan sapi perah lepas pantai. Tempat pemerahan sapi ini dibangun di atas beton apung di lepas pantai Rotterdam. Tempat ini berada sekitar 80 kilometer di baratdaya kota Amsterdam.

Bersumber dari kompas.com yang melansir dari NBCNews, peternakan tersebut diklaim sebagai peternakan apung pertama di dunia. Peternakan terapung ini dapat memproduksi susu dan yogurt di dekat pusat kota Rotterdam dan menempati lahan tak terpakai.

Rencananya, peternakan ini akan dibuka pada musim gugur tahun ini. Sapi-sapi ini akan mulai menempati ruang peternakan pada November mendatang. Pada bulan Desember, peternakan ini akan mulai memproduksi 200 galon susu dan yogurt per hari.

Peternakan apung saat ini masih dalam tahap konstruksi (Foto: NBCNews)

Konsep peternakan apung ini juga bisa diadopsi kota-kota lain. Bukan hanya sebagai peternakan, konsep ini bisa pula diadopsi menjadi lahan pertanian apung. Peternakan ini mampu menampung 40 sapi jenis Meuse-Rhine-Issel. Jenis sapi ini terkenal karena memiliki usia panjang dan kuat dari segi kesehatan dibanding jenis lainnya.

Selain memproduksi bahan makanan, tempat ini juga menyediakan pupuk dari kotoran sapi. Kotoran tersebut dikumpulkan dengan menggunakan robot. Sapi-sapi di peternakan ini akan dikumpulkan di lantai kedua. Lantai ini akan berfungsi khusus sebagai kandang sapi. Sapi-sapi tersebut akan diperah secara otomatis oleh robot. Sementara lantai atasnya merupakan kebun penuh rumput dan tanaman sebagai bahan pakan sapi di peternakan. Pada lantai paling bawah terdapat tempat pengolahan dan pengepakan produk susu.

Meski sudah mendapatkan pakan dari peternakan, ternak-ternak tersebut juga bisa keluar untuk merumput di daerah terdekat. Bangunan peternakan ini akan ditambatkan ke dasar pelabuhan, sehingga tetap stabil saat cuaca badai.

 "Kami menanyakan pada dokter hewan di Utrecht apakah sapi-sapi tersebut akan mabuk laut buruk saat badai, tetapi mereka menyatakan tidak," ungkap Minke van Wingerden, Ketua Proyek pembangunan peternakan ini.

Kendati demikian, tidak semua orang nyaman dengan konsep peternakan terapung ini. Weslynne Ashton , seorang profesor manajemen lingkungan keberlanjutan dari Institute of Technology in Chicago mengatakan memindahkan peternakan di atas air merupakan tindakan yang ambisius.

Dia menambahkan, peternakan ini malah bisa mencemari lingkungan air sekitarnya. Selain itu, transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil peternakan ke kota bisa dialokasikan untuk hal lain. "Kami mencoba berbagai eksperimen untuk menemukan solusi terbaik dalam memberi bahan makanan bagi populasi masyarakat kota yang terus tumbuh secara berkelanjutan," ungkap Ashton. **



Mengenal Mesin Pengering Jagung

Statis corn dryer. (Sumber: www.dryerchina.comproductcorn-dryer)

Secara garis besar ada dua jenis pengering jagung utama. Salah satunya adalah pengering jagung aliran yang konkuren/bersamaan/sejalan, sedangkan jenis yang lain adalah pengering jagung dengan aliran campuran. Menurut garis lintang yang berbeda, pengguna harus memilih pengering jagung yang berbeda. Sebagai contoh, pengering aliran campuran cocok untuk biji-bijian kering dan tanaman penghasil minyak dengan lebih sedikit uap air di zona tropis. Sebaliknya, pengering konkuren lebih dapat diterapkan untuk mengeringkan bahan baku bijian tersebut dengan kelembaban yang lebih tinggi di zona beriklim sedang dan zona beriklim dingin.


Ruang lingkup pada aplikasi terhadap Jagung, prinsip kerja bagian penting pertama dari pengering jagung adalah tanur pemanas. Jenisnya seperti pengering dengan tungku pembakaran batu bara, tungku pembakaran bahan bakar, tungku pembakaran gas alam, dan pengering dengan tungku pembakaran bio-fuel. Fungsi utama dari tungku ini adalah untuk pengering dengan udara panas sebagai media pengeringan.

Bagian terpenting lainnya dari Corn Dryer (pengering jagung) adalah mesin pengering itu sendiri. Komponen internalnya terutama terdiri dari intake udara.

Dalam seluruh proses pengeringan biji-bijian mentah, pertama-tama akan mengisi wadah pengeringan dengan bijian, kemudian ledakan panas yang dihasilkan oleh tungku akan melalui intake udara dan memasuki bagian dalam mesin. Jagung mengalir perlahan dari atas ke bawah oleh adanya gravitasi. Sementara itu aliran udara panas secara berlapis menyelimuti jagung. Dalam proses ini, panas dipindahkan dari udara ke bahan biji-bijian untuk menaikkan suhu guna membuat uap air di dalam bahan bijian menguap ke udara dan menjadi udara bebas yang kemudian dibuang melalui cerobong kotak bersudut. Jika suhu di dalam pengering melebihi 150°C, atau suhu jagung lebih dari 60°C, kualitas jagung akan sangat terpengaruh.

Pengering jagung antara lain ada yang menggunakan teknologi proses pengeringan suhu tinggi dan pengeringan suhu rendah multi-level segmen, yakni proses sebelum pengeringan terlebih dahulu jagung masuk ke bagian pendinginan dalam suhu penyimpanan untuk kemudian dilakukan sortasi guna memastikan kualitas jagung yang homogen, sehingga dalam pengeringan akan menghemat energi dan membuat tingkat kerusakan jagung menjadi minimal, yakni 3% atau kurang.

Model dan Proses Pengeringan Jagung
Jika ditilik dari kapasitas kinerjanya, maka ada beberapa model corn dryer yang mampu menghasilkan produk bijian kering dari 100 ton per hari hingga model pengering yang mampu berproduksi 1.000 ton per hari.

Tingkat persentase pengeringan yang dihasilkan pun dapat bervariasi antara 5-25%, dengan pemanasan medium pada emperatur semburan panas yang dihasilkan antara 65-160°C.

Saat mengeringkan biji jagung, penting untuk diingat bahwa retakan dan patahan pada jagung dapat menyebabkan banyak masalah, baik dalam penyimpanan maupun pemrosesan. Masalah utama yang terjadi dari pengeringan suhu tinggi dan kemudian pendinginan yang cepat dari butir jagung adalah stress-cracking. Stres-retak adalah ketika patahan terjadi di endosperm jagung. Kernel (inti bijian) yang retak-retak sering menyerap air terlalu cepat, sehingga lebih cenderung menjadi rusak dan semakin rentan terhadap kerusakan akibat serangan serangga dan jamur selama penyimpanan kering. Untuk mengurangi jumlah biji-bijian yang hilang karena stress-cracking itu, perusahaan mesin pengering telah mengembangkan pengering jagung dengan metode pengeringan khusus untuk menjaga suhu pada level sedang dengan pendinginannya yang lambat.

Prototipe Mobile Corn Dryer
Pada kasus Mesin Pengering Jagung yang dikembangkan atas kerjasama Kementrian Pertanian (Kementan) dengan PT Charoen Phokphan Indonesia (CPI) berupa prototipe Mobile Corn Dryer menjadi tambahan inovasi pada mesin pengering jagung yang memiliki kemampuan mobilitas yang tinggi, karena dapat beroperasi langsung jemput bola di tempat lahan produksi pertanian. Tentu unit pengering jagung model ini sangat membantu dan mempermudah petani jagung pada saat pasca panen. Dan hasil inovasi Mobile Corn Dryer karya anak bangsa ini juga telah dikembangkan fungsi dan kapasitasnya serta telah resmi dilakukan pelepasan perdana di Pusat Informasi Agribisnis (PIA), Kementan baru-baru ini.

Mobile corn dryer. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kehadiran Mobile Corn Dryer dapat disebut sebagai sistem jemput bola yang diharapkan menjadi solusi persoalan jagung, khususnya saat pasca panen raya yang sering mengalami kendala. Pada klausal kerjasama itu diinformasikan, bahwa unit Mobile Corn Dryer tersebut menjadi hak penuh Kementan dalam memodifikasi dan memperbanyak unit yang nantinya berkonsentrasi di sentra-sentra jagung seluruh Indonesia secara mobile. Tugas CPI adalah membantu menyerap hasil panen jika ada kelebihan jagung petani, sehingga dapat menepis kekhawatiran akan kualitas jagung yang buruk dan gagal saat pasca panen, serta tidak terserap.
(DS)

Kapan dan Bagaimana Transfer Pullet ke Kandang Produksi

Alat ukur panjang kaki dengan jangka sorong.

Bila dicermati pada budidaya ayam petelur alias pullet maka pemeliharaannya terbagi dalam beberapa tahapan, sejak masih DOC (Day Old Chick) hingga ayam pada tahapan tumbuh-kembang menjadi ayam dara siap produksi hingga dewasa. Sejak ayam petelur ini baru menetas berumur harian (DOC) dari tempat penetasan (hatchery) kemudian dipelihara peternak melalui tahapan pemeliharaan Starter-Grower-Layer.

Langsung pada pokok bahasan, ketika anak ayam petelur ini sudah berumur dara, yakni berusia lebih-kurang 12-14 pekan, maka saatnya tiba pullet harus dipindahkan dari kandang peremajaan ke kandang produksi.

Model kandang pada peremajaan ayam layer bisa menggunakan tipe kandang terbuka (open house) maupun model kandang tertutup (closed house). Sedangkan jika ditinjau dari model lantai kandangnya, maka ada tiga tipe lantai yang biasa digunakan peternak, yakni model/tipe postal (litter), tipe panggung (slat) dan tipe sangkar (cage).

Masing-masing tipe dan model kandang tersebut, bisa menggunakan tempat minum dan tempat pakan manual dan atau otomatis. Tentu saja masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Namun fokusnya adalah pada waktu paling tepat untuk pemindahan ayam dara ini ke kandang produksi.

Kapan ke Kandang Produksi
Dari ukuran anatomi kaki ayam, transfer pullet ke kandang produksi saat yang tepat adalah ketika panjang kakinya (shank) sudah mencapai 100 mm. Biasanya saat ayam mencapai umur 12, 13 atau 14 minggu, bergantung pada masing-masing performance yang bisa dicapai oleh peternak. Tapi jika pencapaian panjang kaki 100 mm (10 cm) semakin cepat, maka hal ini sebagai tanda baik kualitas pullet-nya.


Apabila panjang kaki belum mencapai 100 mm, artinya pertumbuhan anatominya belum mencapai titik maksimum. Belum dewasa tubuh. Pada kondisi seperti ini tidak boleh dipaksakan naik ke kandang produksi, karena ada resiko jangka panjangnya dapat terjadi nantinya banyak layer yang akan menjadi lumpuh (fatiq cage = lelah kandang).


Resiko lain jika panjang kaki belum 100 mm adalah pullet akan sulit untuk menjangkau air minum, terutama air minum dengan nipple. Bagi ayam, sedikit minum, sedikit makan atau tidak minum dan tidak makan akan berakhir pada kematian.

Sehingga transfer pullet jika telah memenuhi syarat anatomi terkait panjang kaki/shank pada usia ayam 12 atau 13 minggu bisa saja dilakukan, namun pemindahan ke kandang produksi pada ayam umur 15 pekan sepertinya lebih ideal. Memang jika bisa lebih dini pemindahan kandang produksi, keuntungannya masa adaptasi ayam sebelum produksi cukup lama.

Alat ukur panjang kaki khusus.

Bagaimana Seharusnya Pemindahan Pullet

Pemindahan alias transfer pullet pada umur 15 minggu lebih dianjurkan, karena selain sudah dewasa tubuh, program vaksinasinya juga sudah komplit sampai vaksin ND+IB+EDS killed.

Namun apabila pada umur 15 minggu panjang kaki ayam dara itu belum mencapai 100 mm sebaiknya tidak dipaksakan pindah kandang. Dan ini merupakan kasus dalam budidaya ayam petelur yang menjadi problem serius. Artinya pada ayam layer dengan usia itu tidak tercapai target panjang shank-nya bisa divonis lambat tumbuh alias terjadi stunting (kerdil).


Seyogyanya pullet ditransfer pada umur 15 minggu + 1 hari (106 hari), tidak lebih. Karena layer modern, awal produksinya cenderung maju, yaitu produksi rata-rata mingguan (Hen Week = HW) 5% bisa dicapai pada umur 18-19 minggu. Pada hal setelah dipindahkan perlu waktu adaptasi di kandang produksi 2-3 minggu pertama.

Kapan saat terbaik pemindahan ayam dara itu? Sebaiknya transfer pullet dilakukan pada sore sampai malam hari, tujuannya untuk menghindari tambahan stres akibat udara panas selain dampak kontak fisik selama pemindahan.


Untuk itu pastikan kondisi pullet sehat karena saat proses pemindahan menyebabkan ayam stres relatif berat. Maka bila ayam masih dalam kondisi kurang fit atau bahkan sakit, harus disembuhkan terlebih dahulu di kandang peremajaan.

Ada catatan yang wajib hukumnya dilakuakan sebelum melakukan pemindahan pullet, yaitu pada H-4, pullet terlebih dahulu diterapi anti-endo parasit (cacing) dan anti-ekto parasit (kutu, gurem) satu hari sebelumnya dan lakukan pengobatan dengan preparat (sediaan) obat anti-parasit per oral. Dosisnya bisa mengikuti petunjuk dari pabrikan pembuatnya. Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan antibiotika spektrum pencernaan dan pernapasan selama tiga hari untuk membersihkan pernapasan dan pencernaannya. Tujuannya agar pullet yang ditransfer ke kandang produksi tidak membawa penyakit.

Catatan berikutnya, untuk pemindahan sebaiknya saat mengisi pullet ke dalam keranjang plastik (boks) tidak melebihi kapasitas. Misal box berkapasitas 20 kg maka isilah dengan 15 ekor pullet saja yang bobotnya rata-rata 1,3 kg/ekor. Boks diisi pullet dahulu semua di tempat yang teduh di dalam kandang, baru dinaikkan ke atas truk yang dinding sampingnya dibuka sebagian atau seluruhnya (bak terbuka) supaya tidak panas dan ada ventilasi udara.

Sesampainya di tujuan, kemudian turunkan semua boks isi pullet itu di tempat yang teduh atau ke dalam kandang, baru kemudian pullet dimasukkan ke sangkar (cage) produksi. Prinsipnya, pullet jangan dibiarkan kepanasan di atas truk, baik saat mau berangkat mau pun saat tiba di tujuan kandang produksi.

Kandang produksi hendaknya sudah disiapkan air minum yang telah ditambah multi-vitamin plus elektrolit (anti-stres), selama 3 hari, berturut-turut. Di kandang produksi ini pula hendaknya disiapkan pakan standar developer, bisa ditambah pakan broiler starter 20% untuk keperluan seminggu. Tujuannya untuk segera memulihkan penurunan bobot badan selama proses transfer dan masa adaptasi. Pada pekan kedua di kandang produksi, pakan broiler starter, dosisnya dikurangi, tinggal 10%. Dan pada minggu ketiga, tinggal 5%. Pada minggu keempat sudah tanpa tambahan pakan broiler starter.

Di dalam kandang produksi jangan sampai lupa untuk menyalakan lampu, yakni: Pada hari pertama, lampu dihidupkan mulai pukul 18:00 sampai dengan pukul 06:00 waktu setempat (12 jam). Kemudian pada hari kedua, terang lampu pada kandang produksi mulai pukul 18:00 sampai pukul 24:00 saja pada waktu setempat (6 jam). Dan hari ketiga lampu menyala mulai pukul 18:00-21:00 waktu setempat (3 jam). Pada hari ke empat tanpa penyinaran tambahan. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat masa adaptasi terhadap lingkungan baru.

Bila pullet berasal dari kandang dimana air minumnya tidak menggunakan nipple, yaitu pakai galon manual atau otomatis model “bel” (bell drinker), pindah ke kandang produksi yang air minumnya pakai talang (pipa PVC belah), tidak ada masalah dengan proses minumnya ayam. Namun bila di kandang produksi air minumnya memakai nipple, maka wajib untuk mengajari, memberitahu dan menunjukkan ke ayam di mana ayam tersebut bisa minum. Caranya nipple harus ditutul-tutul atau dipencet-pencet tiap jam supaya air minum keluar dari nipple dan ayam segera tahu dimana sumber air minumnya. Pembelajaran dan pengenalan air minum via nipple biasanya perlu waktu 3-7 hari pertama saja.

Pengalaman yang pernah penulis lakukan saat pertama kali menggunakan nipple drinker pada tahun 1994 di Pare Kediri, Jawa Timur, yakni dengan melakukan pengukuran intake air minum ayam yang keluar dari tandon di kandang menuju pipa nipple. Hasilnya, pada hari pertama water intake hanya 25%, hari kedua 50% dan pada hari ketiga 75% dari yang seharusnya. Padahal water intake saat pullet, seharusnya setara 2,0 kali dari feed intake-nya. 

Setelah tujuh hari masa pengenalan cara minum dari nipple, barulah pullet bisa minum via nipple dengan baik. Di kandang produksi bila air minumnya pakai nipple, maka upayakan agar ayam segera bisa minum banyak, karena jika tidak demikian ada resiko bobot badannya jadi turun drastis dibanding sebelum ditransfer. Maka dari itu, perhatikan benar soal minumnya ayam dara tersebut setelah di kandang produksi yang menggunakan air minum model nipple. Persoalan intake air minum ini harus ditangani secara baik, karena penanganan makannya ayam akan jauh lebih mudah mengelolanya. ***

Drh Djarot Winarno
Penulis adalah pelaku bisnis dan konsultan
budidaya ternak unggas (ayam), domba-kambing dan sapi.
Tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur

Peternak Ayam di Ciamis Kosongkan Kandang

Harga jual ayam dibawah harga kesetimbangan atau BEP ( Foto: Antara)


Sudah satu bulan atau satu kali siklus panen, Asep Nana (50) tidak memasukkan bibit ayam ke kandang. Peternak ayam di wilayah Cipaku ini mengambil tindakan tersebut untuk mengurangi kerugian ayam yang lebih besar.

Seperti diberitakan oleh laman pikiranrakyat.com, sebagian peternak di  wilayah Tatar Galuh Ciamis terpaksa menunda memasukkan bibit ayam ke kandang. Pantauan di wilayah Cipaku, hari ini Selasa (4/9/2018), setidaknya ada dua peternak yang sejak satu siklus musim panen sekitar satu bulan tidak memasukkan bibit ayam ke dalam kandang. Meski dikosongkan, peternak tetap merawat kandang ayam.

Hal itu terlihat dari peralatan seperti tempat pakan atau ransum serta tempat air yang ditata rapih dan bersih. Beberapa peralatan lainnya yang digunakan untuk pemanas juga dijajarkan di luar kandang. Selain itu kondisi lantai yang masih berupa tanah juga terlihat bersih dan kering.

Dedi, peternak ayam yang tinggal tidak jauh dari kandang ayam milik Asep mengemukakan hal serupa. Saat ini dia juga memilih belum memasukkan bibit ayam ke dalam kandang, dengan alasan menunggu kondisi kembali stabil. 

Sekretaris Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, Otong Bustomi mengatakan saat ini peternak ayam tengah merugi. Alasannya harga jual ayam dibawah harga kesetimbangan atau break even point (BEP).

“Harga atau biaya operasional lebih tinggi dibandingkan harga jual, otomatis peternak rugi. Pertanyannya sampai kapan kondisi ini akan berakhir atau sampai kapan kemampuan peternak bertahan,” ujarnya. ***


Jadilah Konsumen Ayam Beku yang Baik

Ayam beku. (Sumber: laman PT Karya Pangan Sejahtera)

((Proses pembekuan daging ayam hanya akan menurunkan kualitas kandungan gizi antara 5-10%. Namun, jika daging ayam beku langsung dipanaskan akan menurunkan kandungan gizi antara 20-30%, bahkan bisa sampai 40%.))

Ini fakta yang terjadi di masyarakat, pada awal Agustus lalu. Dua orang ibu rumah tangga sedikit ‘berdebat’ saat membeli daging ayam untuk menu jelang akhir pekan di Pasar Depok Jaya, Depok, Jawa Barat. Terjadi pendapat yang paradoks antara dua wanita itu dalam memilih daging ayam, pilih daging ayam segar atau daging ayam beku.

Sutinah (32 th), warga Perumnas Pancoran, Depok, memilih daging ayam beku, karena harga lebih murah dibanding dengan daging ayam segar. Ia membandingkan, harga daging ayam segar di Pasar Depok Jaya saat itu Rp 39.000 per ekor, sedangkan daging ayam beku hanya Rp 36.500 per ekor, dengan ukuran tak jauh beda.

Sementara Lina (41 th), juga warga Perumnas Pancoran, tetangga Sutinah, lebih memilih daging ayam segar, dengan alasan dagingnya lebih berkualitas dibandingkan dengan daging ayam beku. Bagi ibu rumah tangga ini, selisih harga Rp 3.000 tak dipersoalkan, asalkan ia mendapat kualitas belanjaan yang lebih baik.

Bagi sebagian kaum ibu rumah tangga, selisih harga Rp 1.000 atau Rp 2.000 memang kadang jadi persoalan. Namun bagi sebagian lagi, alasan kualitas kadang mengalahkan selisih harga.

Persoalan dua daging ayam yang berbeda ‘kutub’ (kutub beku dan kutub segar) ini seringkali menjadi perdebatan di masyarakat. Menurut Prof Dr Ir Ali Khomsan, Ahli Gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat, sebenarnya proses yang merusak gizi pada pengolahan daging ayam beku terjadi dalam proses pemanasan, bukan pada saat proses pembekuan.

Proses pembekuan memang dapat mengubah kandungan gizi, namun tidak banyak. Jika pada proses pemanasan bisa merusak kandungan gizi antara 20-30%, bahkan bisa mencapai 40%, pada proses pembekuan hanya sekitar 5-10%.

Ia berpendapat, pembelian ayam beku itu adalah untuk ketersediaan dalam masa-masa tertentu, di saat orang mengalami kesulitan. Misalnya, dia tidak bisa belanja setiap hari, maka daging ayam beku menjadi pilihan untuk ketersediaan. “Tapi bagi orang yang memiliki banyak waktu, membeli daging ayam segar tentu menjadi pilihan utama, karena gizinya masih tetap dan tidak banyak mengalami perubahan. Jadi, beli ayam beku atau segar itu pilihan saja,” ujarnya.

Minimnya Edukasi 
Masih banyaknya anggapan masyarakat bahwa daging ayam beku memiliki kualitas lebih rendah memang tak bisa disalahkan. Bisa jadi ini karena masih minimnya edukasi massal terhadap masyarakat oleh para produsen daging ayam beku. Maka, perlu adanya pencerahan yang lebih, yakni edukasi produsen atau distributor daging ayam beku kepada konsumen perlu digalakkan.

Sebagai informasi, proses daging ayam segar adalah hasil pemotongan yang fresh dari supplier ayam. Misalnya, pukul 06:00 pagi dipotong, langsung tersaji di lapak penjualan. Namun, setelah empat jam kemudian daging sudah terlihat berwarna hijau dan mulai membusuk.

“Salah satu cara mengawetkannya adalah dengan dibekukan. Semua daging hewan yang sudah dipotong dan tidak terkecuali ayam, dagingnya harus dipertahankan dengan rantai dingin, di bawah empat derajat celcius,” ujar Ahli Gizi Universitas Gadjahmada (UGM), Dr Ir Edi Suryanto.

Menurutnya, daging ayam segar yang tanpa pengawet dengan daging ayam beku sama sehatnya. Memang ada kemungkinan daging ayam beku tak bebas dari bakteri maupun kuman, karena ayam tidak langsung diolah atau karena sebab lain. Tetapi, selama penanganannya baik, maka bakteri dan kuman tidak akan bertambah.

Penanganannya bisa berupa daging yang dikemas dengan baik pada suhu konstan, serta tidak terpapar suhu di atas 10°C, sebab jika di atas suhu tersebut akan menjadikan kuman dan bakteri mulai tumbuh dan berkembang. Maka, bisa dibayangkan bagaimana daging ayam segar yang dijajakan hingga berjam-jam terbuka di pasar tradisional. Jika sudah sampai sore daging kelihatan masih segar, maka perlu diwaspadai.

Kualitas daging ayam beku juga sangat dipengaruhi oleh perlakuan dalam penyimpanannya. Kembali menurut Ali Khomsan, ayam beku yang sudah dicairkan sebaiknya segera diolah, jangan dibekukan kembali. “Ini yang tidak diperkenankan, karena kualitasnya tidak bagus lagi,” ujarnya.

Karena itu, ia menyarankan, agar mencairkan daging ayam beku sesuai takaran kebutuhan, untuk menghindari pengulangan pembekuan di freezer.

Pasar ayam beku. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)

Cairkan dengan Benar
Lantas bagaimana perlakuan daging ayam beku yang baik? Menurut Ali Khomasan, sudah pasti harus ada perlakuan beda dalam mengolah daging ayam beku, sebelum sampai ke meja makan. Pemilihan daging ayam segar atau daging beku, sangat tergantung pada waktu pengolahan. Jika memang akan langsung diolah dan dikonsumsi pada hari itu juga, maka daging segar menjadi pilihan yang baik.

Akan tetapi saat ini, berbelanja tak hanya dilakukan setiap hari, namun juga mingguan atau bahkan bulanan. Karena itu, daging ayam beku bisa menjadi pilihan.

Berapa lama daging ayam dapat disimpan dalam kondisi beku? Sebuah artikel di laman PT Karya Pangan Sejahtera, distributor daging ayam beku di Bogor, Jawa Barat, menyebutkan, daging ayam beku memiliki waktu penggunaan. Untuk daging ayam beku utuh dalam kondisi mentah dapat disimpan hingga 12 bulan, sedangkan potongan daging ayam beku mentah dapat disimpan sekitar sembilan bulan.

Untuk menjaga kandungan vitamin dan rasa dari daging ayam beku, perhatikan pula cara penyimpanannya. Disarankan untuk menyimpan daging ayam beku pada suhu  di bawah nol derajat celsius, yakni sekitar -15°C sebelum dicairkan dan diolah.

Membekukan daging ayam atau membeli daging ayam beku memang efektif untuk menjaganya tetap awet. Namun, perlu diperhatikan cara mencairkannya agar tetap aman saat dikonsumsi.

Ali Khomsan menyarankan, proses pencairan daging ayam beku dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, bisa disimpan di ruang suhu kamar, maka daging beku akan kembali menjadi daging segar untuk siap diolah. Kedua, ada juga mencairkan daging beku dengan cara direndam di dalam air biasa, sehingga lama-kelamaan bekuan es-nya akan mencair.

Selama ini, masih ada masyarakat yang melakukan pencairan daging ayam beku langsung dengan merendam atau menyiramkan air panas. Memang, cara ini mempercepat waktu melelehkan bekuan es pada daging. Namun, cara ini sangat tidak disarankan. “Sebaiknya pencairan daging beku tidak dengan merendam pada air panas, karena performa dan tekstur dagingnya menjadi beda. Pencairan yang baik ya bertahap, melalui rendaman air biasa atau di ruang suhu kamar,” pungkasnya.

Jika pencairan dilakukan dengan cara memanaskan daging beku, maka akan merusak performa dan tekstur daging ayam. Selain itu, kandungan gizi pada daging akan mengalami  penuruann drastis. (Abdul Kholis)

Hasil Audit GPS, Produksi Karkas Broiler 2018 Surplus

(Dari kiri): Ketua Tim Audit Trioso, Dirkeswan Fadjar Sumping, Dirjen PKH Ketut Diarmita dan Dirbit Sugiono, saat menyampaikan hasil audit GPS broiler di kantor Kementan,
Kamis (30/8). (Foto: Infovet/Ridwan)

Jakarta (30/08), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, menyampaikan kondisi produksi daging (karkas) ayam ras broiler tahun 2018 aman bahkan surplus.

Ia menjelaskan, berdasarkan realisasi produksi DOC FS broiler Januari-Juni 2018 dan potensi produksi Juli-Desember 2018 (dari impor GPS broiler tahun 2016, 2017 dan 2018) adalah sebanyak 3.156.732.462 ekor dengan rataan perbulan sebanyak 263.061.042 ekor (62.633.581 ekor/minggu). Potensi produksi karkas tahun 2018 berdasarkan realisasi produksi DOC (Januari-Juni 2018) dan potensi (Juli-Desember 2018) sebanyak 3.382.311 ton dengan rataan perbulan sebanyak 27.586 ton.

Lebih lanjut, proyeksi kebutuhan karkas tahun 2018 sebanyak 3.051.276 ton, dengan rataan kebutuhan per bulan sebanyak 254.273 ton. Sehingga berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan tersebut, Ketut menyebut, kondisi daging ayam nasional masih mengalami surplus pada 2018, dengan potensi kelebihan produksi sebanyak 331.035 ton (rataan per bulan sebanyak 27.586 ton).

Menurutnya, data produksi tersebut diperkuat dengan hasil audit GPS broiler yang dilakukan oleh Tim Audit Populasi Ayam Ras yang telah dilaksanakan pada 18 Mei-20 Juli 2018. Dari hasil verifikasi terhadap SAR (Self Assesment Report) telah diperoleh data populasi GPS D-line (799.158 ekor) dari 14 perusahaan pembibitan. Sedangkan jumlah total C-line ayam ras GPS (111.984 ekor), D-line umur 1-24 minggu (316.217 ekor),  D-line umur 25 minggu-afkir (482.941 ekor), C-line umur 1-24 minggu (55.792 ekor) dan C-line umur 25 minggu-afkir (56.192 ekor).

Berdasarkan validasi akhir pada 7 Agustus 2018 (setelah mengeluarkan ayam GPS afkir, memasukkan realisasi impor DOC GPS dan deplesi ayam GPS berkisar antara 0,01-0,03% per minggu berdasarkan strain), maka total populasi GPS ayam ras broiler sebagai berikut, jumlah total D-line ayam ras GPS (763.075 ekor), C-line ayam ras GPS (123.180 ekor), D-line umur 1-24 minggu (214.335 ekor), D-line umur 25 minggu-afkir (548.740 ekor), C-line umur 1-24 minggu (54.438 ekor) dan C-line umur 25 minggu-afkir (68.742 ekor).
“Hasil audit dilaksanakan oleh tim independen yang beranggotakan akademisi dan praktisi,” kata Ketut.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Audit Populasi GPS Broiler, Dr Drh Trioso Purnawarman, memaparkan, audit dilaksanakan pada seluruh perusahaan pembibitan GPS broiler sebanyak 14 perusahaan, diantaranya PT Charoen Pokphand Jaya Farm, PT Japfa Comfeed Indonesia, PT Bibit Indonesia, Cheil Jedang-Patriot Intan Abadi (CJ-PIA), PT Wonokoyo Jaya Corporindo, PT Taat Indah Bersinar, PT Hybro Indonesia, PT Expravet Nasuba, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV Missouri, PT Reza Perkasa, PT Karya Indah Pertiwi, PT Satwa Borneo Jaya dan PT Berdikari (Persero), dengan jumlah farm GPS sebanyak 37 unit dengan kandang yang terisi sebanyak 237 unit dari total kandang sebanyak 289 unit (82%).

Sebaran farm GPS broiler berada di tujuh provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Kalimantan Barat, dengan strain GPS broiler yang terdiri dari Cobb, Ross, Indian River dan Hubbard.

Trioso menyebutkan, mekanisme pelaksanaan audit dibagi atas dua tahap, yakni pertama Desk Review dengan mengisi form/borang SAR dan kedua Outside Review dengan melakukan verifikasi dan observasi di lapangan terhadap populasi GPS broiler, manajemen pemeliharaan, penetasan, kesehatan dan biosekuriti. Kemudian Tim melakukan evaluasi, valuasi dan rekomendasi hasil audit secara kompehensif.

“Verifikasi dan observasi jumlah populasi GPS broiler berdasarkan laporan harian kandang (LHK) dan laporan mingguan (weekly report), kemudian jumlah peralatan feeder dan drinker space, nest box dan lampu, serta jumlah GPS broiler pada saat vaksinasi terakhir (dihitung satu per satu sesuai dengan dosis vaksin),” ujar Trioso.

Selain itu, tim juga melakukan verifikasi dan observasi manajemen pemeliharaan, penetasan dan kesehatan meliputi ventilasi udara, kualitas air minum dan pakan, deplesi (kematian dan afkir) jantan dan betina, program vaksinasi dan titer antibodi, bobot badan dan keseragaman jantan dan betina, kepadatan per meter persegi, manajemen litter, rasio jantan dengan betina, lighting program, produksi (egg mass) dan hatching egg, fertility, hatchebility (setting dan hatching report), DOC per hen house (HH) dan serta distribusi DOC PS.

“Juga dilakukan verifikasi dan observasi biosekuriti program berupa penerapan higiene karyawan dan tamu, sanitasi dan desinfeksi, isolasi dan karantina, serta lalu lintas (orang, pakan, ayam dan peralatan),” tukasnya. (INF)

Domba Batur Kebanggaan Banjarnegara

Domba batur. (Sumber: Istimewa)

Indonesia negeri yang sangat kaya akan plasma nutfah berbagai sumber hayati termasuk hewan, antara lain Domba Batur nama lain “Domas” yang dikembangkan masyarakat Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnagara, Jawa Tengah, secara turun menurun sejak 1984 silam.

Domba Batur merupakan hasil persilangan antara domba lokal Ekor Tipis (Indonesia) dengan domba Suffolk (Inggris) dan domba Texel (Belanda). Menurut catatan Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Banjarnegara, populasi jenis domba ini dilaporkan menurun 50% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Kini jumlahnya hanya sekitar 8.000 ekor saja.

Menyadari terjadinya penurunan populasi domba Batur, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), bersama masyarakat peternakan menggelar Festival Ternak Domba Batur dalam rangkaian acara Dieng Culture Festival 2018, pada 3-5 Agustus 2018 lalu.

I Ketut Diarmita selaku Dirjen PKH, pada kontes yang dilaksanakan di lapangan Soeharto Withlem Dieng Kulon, Banjarnegara, Sabtu (4/8), menyatakan, domba Batur salah satu Sumber Daya Genetik (SDG) yang menjadi aset besar Indonesia. “Menjadi tugas kita semua untuk menjaga dan melestarikannya, serta mengupayakan pengembangannya,” kata Ketut saat itu.

Ia pun menjelaskan, untuk melestarikan domba Batur dan sebagai perlindungan hukum terhadap plasma nutfah Indonesia, pemerintah melalui Kementan telah menetapkan domba Batur sebagai rumpun atau galur ternak melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2916/2011 tertanggal 17 Juni 2011.

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, pada acara Festival Ternak Domba Batur di Dieng. (Foto: Humas Ditjen PKH)

Problem Pengembangan
Problem yang dihadapi peternak dalam pengembangan domba Batur di Banjarnegara dan sekitarnya adalah Pertama, penjualan dan pemotongan yang tak terkendali, sehingga menurunkan populasi. Kedua, terjadinya inbreeding yang menjadi timbulnya penurunan kualitas. Ketiga, penyediaan pakan hijauan berkualitas terbatas. Keempat, ancaman penyakit.

Semua problem tersebut perlu segera diatasi dengan melakukan sinergi antara peternak dengan instansi pemerintah baik pusat dan daerah (Balai Besar Pengembangan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTUHPT) dan Balai Besar Veteriner Wates.

Keunggulan Domba Batur
Domba Batur memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan populasinya, emgingat nilai ekonomis yang besar dari daging dan wollnya. Domba Batur memberikan kontribusi pendapatan (income) bagi rumah tangga peternak, karena selain fungsinya sebagai penyedia protein hewani, juga berperan dalam penyediaan pupuk kandang untuk budidaya pertanian.

Domba Batur juga lebih dikenal sebagai hewan peliharaan para penghobi, dimana bayi domba Batur yang berbulu lebat usia 3-4 bulan mampu mencapai harga juataan rupiah. Sedangkan yang dewasa dengan performa baik mampu mencapai harga puluhan juta rupiah.

Salah satu peternak domba Batur setempat, Abdoni, pernah menjual domba Batur seharga Rp 23 juta. Domba Batur memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan, sehingga cocok dipelihara di daerah beriklim dingin sesuai dengan bulunya yang tebal.

Karakteristik Domba Batur
Adapun ciri-ciri domba Batur hasil persilangan ini memang cukup menarik dan berhasil meningkatkan keunggulan domba lokal, seperti pada tabel berikut:


Demikianlah sekilas tentang domba Batur yang menjadi ikon masyarakat peternak Banjarnegara, yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan berbagai stakeholder peternakan, khususnya peternak domba agar terhindar dari kepunahan. (SA)

Waspadai Gangguan Reproduksi pada Ayam

Ayam petelur. (Foto: Infovet/Bams)

Ternak ayam adalah “pabrik telur dan anak ayam” dimana untuk memproduksinya harus melalui proses terpadu dalam tubuh ayam, mulai diproduksinya spermatozoa pada testis ayam jantan dan diproduksinya ovum (sel telur) pada ovarium ayam betina. Ovum ini akan terus bertumbuh kembang dalam organ reproduksi ayam betina dan melalui tahap-tahap proses seperti pada Tabel 1 berikut.


Proses pembentukan telur berlangsung selama 23-26 jam, yaitu dari proses pembentukan kuning telur (yolk) hingga terbentuknya telur yang siap di keluarkan dari tubuh. Telur yang tidak dibuahi melalui perkawinan (sexual intercourse) bersifat infertil (tidak dibuahi), sehingga tidak dapat ditetaskan menjadi anak ayam (DOC), tetapi telur yang dibuahi bisa bersifat fertil dan ini dapat dilihat melalui cara peneropongan (candling) dan telur dapat ditetaskan.

Perkawinan antara ayam pejantan dan induk betina akan menimbulkan fertilisasi, yaitu bertemunya spermatozoid (bibit jantan) dan ovum (bibit betina) hingga terjadi proses pembuahan. Proses ini dimulai dari perpindahan sperma ke dalam organ reproduksi ayam betina (vagina), lalu sperma bergerak menuju infundibulum (bagian atas saluran reproduksi), dimana dibutuhkan waktu 30 menit. Selanjutnya, 15 menit kemudian terjadi proses ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium), dimana sperma bergerak menuju inti sel ovum (pronucleus) dan berakhir dengan terjadinya fertilisasi.

Komposisi Kimiawi Telur
Untuk mendapatkan telur ayam normal perlu mengetahui komposisi kimiawinya, agar dapat diberilkan perlakuan-perlakuan untuk memenuhi kebutuhan tubuh ayam untuk hidup pokok dan produksi telur.

Setelah di keluarkan dari tubuh ayam, telur ayam yang normal memiliki komposisi kimiawi seperti pada Tabel 2 berikut.


Berbagai Gangguan Reproduksi
Gangguan reproduksi bisa terjadi, baik dari dalam tubuh ayam (internal) maupun dari luar tubuh ayam itu sendiri (eksternal).
A. Gangguan internal, antara lain:

   1. Penyakit Egg Drop Syndrome ’76 yang merupakan penyakit infeksius organ reproduksi pada ayam di masa bertelur dengan ciri-ciri penurunan produksi telur, kegagalan mencapai puncak produksi, deformasi bentuk telur dan gangguan pigmentasi kerabang telur tanpa ayam menunjukkan gejala-gejala klinis.

   2. Penyakit Infectious Bronchitis (IB), yang mengakibatkan produksi telur yang rendah dalam jangka waktu lama, kualitas kerabang telur yang rendah, bentuk telur yang abnormal dan warna kerabang telur yang pucat serta tipis. Alat dan saluran reproduksi bisa mengalami rusak parah sehingga ayam petelur tidak mampu menghasilkan telur disebabkan terjadinya kerusakan permanen pada ovarium dan saluran telur lainnya akibat serangan IB semasa anak ayam berumur kurang dari dua minggu.

   3. Penyakit Newcastle Disease (ND), penyakit virus yang mengakibatkan produksi telur menurun drastis, kualitas telur menurun (kerabang telur kasar, tipis dan lembek, fertilitas dan daya tetas menurun).

   4. Bibit ayam, ayam yang berasal dari induk dan pejantan yang secara genetik kurang baik akan memiliki saluran reproduksi yang kurang baik pula sehingga produksi telur dan anak ayam yang dihasilkan akan rendah kualitas dan kualitasnya.

   5. Sex Error dan Sexing Error, kelainan seks atau kesalahan sexing baik pada jantan maupun betina akan mengakibatkan produksi telur, fertilitas dan daya tetas yang diharapkan tidak tercapai, oleh karena itu ayam yang cenderung memiliki sexing error harus segera diafkir dari kelompoknya.

   6. Umur ayam, ayam muda yang mengawali bertelur akan menghasilkan telur yang kecil dibawah standar, maka perlu seleksi telur sebelum melangkah ke tahap penetasan. Demikian pula ayam yang terlalu tua dan sudah saatnya “pensiun”, organ reproduksinya menurun fungsinya yang berakibat telur terlalu besar, fertilitas dan daya tetas menurun.

B. Gangguan eksternal, antara lain berupa:

   1. Stres lingkungan, berupa perubahan cuaca/iklim yang drastis dari suhu panas ke dingin atau sebaliknya, musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya yang mengakibatkan produksi telur, fertilitas dan daya tetas menurun. Solusi mengatasi hal ini salah satunya dengan pemberian obat anti-stres dan penggunaan kandang tertutup (closed house). Stres juga dapat terjadi karena penangkapan/pemindahan ayam yang kasar, perubahan kandang, pakan dan pendengaran yang mendadak seperti kebisingan. Perubahan penglihatan/warna peralatan/petugas kandang juga dapat mengundang stres ayam.

   2. Rendahnya kualitas dan kuantitas pakan, dimana pakan sangat berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas produksi telur karena komposisi telur dibentuk dari zat gizi (nutrient) dari pakan yang dikonsumsi ayam. Standar komposisi pakan untuk tiap periode umur ayam (starter, grower, pre-layer, layer) sudah ditentukan sesuai dengan jenis, strain ayam petelur yang bersangkutan, disamping mempengaruhi proses reproduksi. Kelalaian pemberian pakan akan berdampak buruh dan panjang pada sistem reproduksi dan produksi.

   3. Kualitas dan kuantitas air minum, 80% dari tubuh ayam terdiri dari air dimana air berfungsi sebagai media transportasi zat makanan ke segenap sel-sel tubuh disamping media penetralisir suhu tubuh dan pembuang sisa makanan yang tidak dicerna, serta menetralisir zat beracun. Oleh karena itu, pemberian air minum yang terlambat, tidak mencukupi disertai kualitas yang rendah akan berdampak luas pada produksi telur dan reproduksi ayam.

   4. Pencahayaan (lighting), fungsi program pencahayaan pada pemeliharaan ayam petelur/bibit ialah untuk meningkatkan pertumbuhan, mengontrol sexual maturity (kedewasaan) dan mencapai bobot badan standar pada produksi telur 5%. Stimulasi lampu pada kandang open house (kandang terbuka) dimulai pada saat bobot badan ayam mencapai 1.250 gram dengan penambahan cahaya dua jam, kemudian ditingkatkan tiap ½ jam/minggu hingga 16 jam atau 16,5 jam dengan intesitas 40 lux. Hal ini bertujuan mencegah keterlambatan sexual maturity. Pada daerah beriklim panas dianjurkan pencahayaan pada pagi hari (subuh) yang sejuk untuk meningkatkan konsumsi pakan, tetapi penambahan cahaya tidak boleh sebelum produksi telur 5%, juga disarankan penambahan cahaya pada tengah malam selama dua jam untuk meningkatkan konsumsi pakan. Bila hal tersebut tidak dilakukan dengan serius, maka kemungkinan besar gangguan produksi dan reproduksi akan muncul.

   5. Ratio jantan dan induk betina, untuk memperoleh tingkat fertilitas dan daya tetas (hatchability) yang diharapkan, perbandingan pejantan dan induk betina perlu ideal yaitu delapan ekor pejantan unggul per-100 ekor induk betina, terutama untuk usaha pembibitan (breeding).

Demikianlah sekilas tentang gangguan reproduksi dan produksi yang perlu diwaspadai dalam mengelola usaha ayam petelur/bibit. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan. (SA)

Peneliti Bblitvet Presentasi Makalah Trypanosomosis di Kantor OIE Paris

April H Wardhana saat menyampaikan presentasi makalahnya (Foto: Istimewa)

Peneliti  Balai Besar Penelitian Veteriner (Bblitvet), April H Wardhana SKH MSi PhD mewakili Indonesia dalam pertemuan jejaring internasional Non-Tsetse Transmitted Animal Trypanosomosis (NTTAT) yang ke-4 diselenggarakan pada 29 Juni 2018 di kantor OIE di Paris. Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, pertemuan tahun ini dilanjutkan dengan kegiatan menuju laboratorium rujukan Trypanosomosis pada tanggal 2-6 Juli 2018 di Montpellier, Perancis.

Agenda utama pertemuan ini adalah membahas dua Trypanosomosis yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi (Surra) dan Trypanosoma equiperdum (Dourine). Dalam pertemuan tersebut, April berkesempatan memaparkan presentasi tentang dua wabah Surra yang terjadi pada tahun 2010-2012 di Pulau Sumba dan tahun 2013-2014 di Provinsi Banten.

Kedua wabah tersebut memiliki sejarah yang berbeda sehingga jumlah kematian ternak yang ditimbulkan akibat infeksi T. evansi juga berbeda. Terjadinya wabah Surra di Sumba perlu mendapat penanganan yang serius, sehingga Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) memasukkan Surra kembali ke dalam daftar Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS).

“Ketika pemaparan, saya memperoleh perhatian yang cukup besar dari para peserta dengan banyaknya pertanyaan yang diberikan. Apresiasi juga diberikan oleh para peneliti terkait informasi kronologis terjadi wabah yang runut dan strategi pengobatan Surra yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia,” ungkap April kepada Infovet pekan lalu.

Lebih lanjut, April menerangkan pertemuan di Montpellier juga membahas potensi Trypanosomosis pada hewan sebagai zoonosis baru. Berdasarkan literatur, dugaan sebagai zoonosis pernah dipublikasikan pada tahun 1903 di India, namun hal tersebut tidak banyak menarik perhatian.

Ketika kejadian Surra pada tahun 2004 yang mengifeksi peternak sapi di India, membuat para peneliti mulai menganalisis hingga ke aras molekular. Saat itu diketahui bahwa peternak yang terjangkit Surra tidak memiliki Apolipoprotein 1 (Apo L1) di dalam darahnya, sehingga parasit mampu berkembang biak di dalam darah.

Protein ini bersifat trypanolitik (membunuh Trypanosoma dalam darah manusia normal). Ketika itu, para peneliti sepakat bahwa Apo L1 adalah kunci faktor yang menjawab mengapa manusia dapat terinfeksi Trypanosoma dari hewan.

Pendapat tersebut kurang tepat setelah terjadinya kasus Surra yang menginfeksi wanita di Vietnam pada tahun 2015. Wanita tersebut memiliki Apo L1 norma ldalam darahnya, tetapi parasit ini masih mampu berkembang biak dalam tubuhnya. Disamping T. evansi, spesies lainnya yang menginfeksi manusia adalah T. lewisi. Parasit ini banyak ditemukan pada tikus, termasuk tikus rumah.

Selanjutnya, para peneliti Trypanosoma di dunia membuat jejaring internasional yang diberi nama Network on Atypical Human Infection by Animal Trypanosomes (NAHIAT). Jejaring ini dikoordinasi oleh Institute of Research for Development (IRD) dan Center for International Collaboration on Agricultural Research for Development (CIRAD) yang didukung oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Office International de Epizooties (OIE), World Health Organization (WHO) dan beberapa lembaga penelitian internasional dan universitas lainnya.

Para peneliti dari berbagai negara 
NAHIAT memiliki tugas untuk mengumpulkan informasi dan melaporkan kasus trypanosomiasis pada manusia yang diinfeksi oleh Trypanosoma pada hewan seperti T. evansi dan T. lewisi, termasuk memberikan rekomendasi langkah-langkah yang harus dilakukan agar kasus ini tidak tersebar lebih meluas.

Menurut April, OIE menyediakan dana cukup besar untuk negara-negara anggota dalam rangka melakukan kegiatan penelitian terkait pengembangan metode deteksi dan pengobatan. Topik kegiatan penelitian difokuskan pada Surra dan Dourine dengan melibatkan beberapa anggota jejaring internasional NTTAT.

“Proposal penelitian dirancang oleh beberapa anggota dan harus diselesaikan pada Agustus 2018, sehingga diharapkan kegiatan penelitian dapat dilakukan tahun 2019,” pungkasnya. (NDV)

Meramu Pakan Burung Puyuh

Ternak puyuh kini mulai banyak dilirik sebagai wahana bisnis menjanjikan. (Foto: Istimewa)

Pembangunan peternakan unggas masa kini dan masa mendatang dalam menghadapi ekonomi global dituntut harus memiliki daya saing untuk meningkatkan pangsa pasar nasional dan internasional. Jenis ternak unggas yang sudah dibudidayakan secara intensif dan komersial mengarah ke sistem industrialisasi seperti ayam ras baik pedaging maupun petelur. Ternak unggas lain yang kini dilirik sebagai “wahana bisnis” ialah peternakan burung puyuh.

Wawasan untuk mencapai masa depan peternakan burung puyuh yang berdaya saing bertumpu pada wirausaha kreatif dan inovatif, bahwa preferensi konsumen yang berkembang merupakan blue print dari diferensiasi teknologi pembibitan (breeding), teknologi budidaya, teknologi pakan, teknologi pengolahan dan lain sebagainya. Selain itu, untuk membangun daya saing yang berkesinambungan, dibutuhkan empat ranah inovasi, yakni inovasi rekayasa genetik, bioteknologi nutrisi dan pakan, teknologi pengolahan, serta bisnis/manajemen. Arah pembangunan peternakan burung puyuh ke depan, tidak hanya sebatas kegiatan budidaya (on farm) namun perlu diperluas menjadi sistem agribisnis (DR Rahmat Rukmana dkk. 2017).

Usaha budidaya burung puyuh perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak, perusahaan peternakan dan masyarakat. Di Indonesia, burung puyuh masih diusahakan sebagai penghasil telur dan daging, dimana usaha budidaya burung puyuh didominasi oleh peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan tradisional. Saat ini, pemeliharaan burung puyuh di Tanah Air untuk pembibitan dan budidaya di masyarakat belum dapat dibedakan. Pembibit pada umumnya menetaskan telur dari induk yang biasa digunakan untuk produksi budidaya, dimana seleksi telur hanya terbatas pada penampilan, bobot, ketebalan kerabang, bentuk dan warna telur.

Industri pembibitan burung puyuh merupakan salah satu alternatif yang memiliki prospek pasar cukup baik, mengingat permintaan bibit burung puyuh (DOQ) petelur cukup tinggi, ini berkaitan dengan potensi dan arah pengembangan wirausaha burung puyuh secara makro dalam upaya Ketahanan Pangan Nasional dan kemandirian usaha untuk menghasilkan salah satu pangan berprotein hewani.

Populasi Burung Puyuh
Populasi burung puyuh di Indonesia berdasarkan Statistik Peternakan 2015 dan 2016, seperti pada Tabel 1. berikut:

Tabel 1. Populasi Burung Puyuh di Indonesia
Tahun
Populasi (ekor)
Nasional
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
2014-2015
502.579
3.995.114
2.770.908
12.692.213
2015-2016
756.978
4.669.378
2.931.450
13.781.918
Sumber: Statistik Peternakan 2015 & 2016, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar.

Dari Tabel 1. di atas, tampak bahwa populasi ternak puyuh terjadi peningkatan yang cukup membanggakan secara nasional, sedang wilayah yang paling berkembang adalah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kendati demikian, arah pemasaran terfokus dan tertuju ke Jabodetabek selain kota besar setempat, mengingat wilayah tersebut perkembangan bisnis kuliner dan industri pariwisatanya sangat cepat.

Meramu Pakan Puyuh

Pakan merupakan hal sangat penting dalam usaha peternakan puyuh, selain faktor bibit dan manajemen pemeliharaan. Pakan sebagaimana hewan ternak lainnya berfungsi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi (telur atau daging). Oleh karena itu, zat gizi dalam pakan  harus mencukupi, diantaranya energi metabolis, air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, kalsium, fosfor dan asam amino lysine, methionin, cystin. Pada Tabel 2. berikut disajikan mutu pakan untuk puyuh:

Tabel 2. Standard Mutu Pakan Puyuh
Kandungan Nutrisi
Starter
Grower
Layer
Energi metabolis (Kkal/kg)
2.800
2.800
2.800
Air (maks) (%)
14
14
14
Protein kasar (min) (%)
20
20
20-22
Lemak kasar (maks) (%)
7
7
7
Serat kasar (maks) (%)
6,5
7
7
Abu (%)
8
8
14
Kalsium (%)
0,9-1,2
0,9-1,2
2,5-3,5
Fosfor tersedia (%)
0,4
0,4
0,4
Aflatoksin (maks) Ppb**
40
40
40
Asam Amino
·         Lysine (min) (%)
1,10
0,8
-
·         Methionine (min) (%)
0,40
0,35
0,90
·         Methionine + Cystine (min) (%)
0,60
0,50
0,4-0,6
Sumber: Permentan No. 33/Permentan/OT.140/2/2014.
Keterangan: **) Ppb = part per billion.

Selain standar mutu pakan puyuh saja, perlu juga mengetahui kebutuhan nutrisi bagi burung puyuh dan aplikasinya di kandang agar usaha berhasil sesuai yang diharapkan. Menurut Rangkuti & Wuryadi (2011), pakan burung puyuh masa starter adalah pakan yang diberikan pada masa pertumbuhan, yaitu mulai dari DOQ (umur sehari) sampai siap bertelur, sedangkan pakan masa layer diberikan pada saat puyuh mulai bertelur sampai diafkir (umur delapan bulan). Pada Tabel 3. berikut disajikan kebutuhan nutrisi burung puyuh:

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh
Kandungan Pakan
Masa
Starter
Layer
Energi metabolis Kkal/kg (min)
2.800
2.900
Air (maks) (%)
12
14
Protein kasar (min) (%)
21-23
22
Lemak kasar (maks) (%)
4-8
3,96
Serat kasar (maks) (%)
4
6
Abu (maks) (%)
8
10
Kalsium (%)
0,9-1,2
3,25-4
Fosfor (%)
0,76-1
0,6
Sumber: Wuryadi (2011).

Berbagai Formula Pakan Puyuh
Untuk peternakan burung puyuh baik pembibitan, petelur maupun pedaging, perlu disesuaikan dengan kondisi ketersediaan bahan baku secara kontinyu. Bila tidak tersedia secara lengkap atau terdapat kesulitan dalam penyediaan bahan baku, sebaiknya peternak

mencampur sendiri (self mixing) antara bahan baku utama (jagung, bekatul) dengan pakan ayam/itik pabrikan. Berikut disajikan pilihan ramuan/formula pakan puyuh:

Tabel 4. Formula Pakan Puyuh (I)
Bahan Pakan
Jumlah (Kg)
Jagung giling
50
Bekatul
10
Konsentrat pabrikan itik petelur
25
Konsentrat pabrikan ayam pedaging
14
Albend-Mix (PT ISSU Medika Veterindo)
1
Total
100
Sumber: DR H. Rahmat Rukmana dkk (2017).

Kandungan nutrisi Formula Pakan Puyuh (I) tersebut adalah energi metabolis 3.130 Kkal/kg, air (maks) 13%, protein kasar 18,3%, lemak kasar (maks) 4,6%, serat kasar 3,7%, abu (min) 2,7%, kalsium (min) 3,3%, fosfor (min) 0,7%, lysine (maks) 0,4% dan methionin (min) 0,2%.

Tabel 5. Formula Pakan Puyuh (II)
Bahan Pakan
Jumlah (kg)
Pakan ayam layer pabrikan
80
Pakan broiler starter pabrikan
19
Albend-Mix (PT ISSU Medika Veterindo)
1
Total
100
Sumber: DR H. Rahmat Rukmana dkk (2017).

Kandungan nutrisi Formula Pakan Puyuh (II) tersebut adalah energi metabolis 2.725 Kkal/kg, air (maks) 12%, protein kasar (maks) 18,5%, lemak kasar (maks) 4,6%, serat kasar 5,9%, abu (min) 10%, kalsium (min) 3,1%, fosfor (min) 0,7%, lysine (maks) 0,9% dan methionine (min) 0,9%.

Pemberian Pakan Puyuh

Pemberian pakan puyuh perlu disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak puyuh tersebut, dengan tujuan mengefisienkan penggunaan pakan. Pada Tabel 6. berikut disajikan jumlah pemberian pakan menurut umur puyuh:

Tabel 6. Jumlah Pemberian Pakan Menurut Umur pada Puyuh
Umur Puyuh
Jumlah Pemberian Pakan (gr)
2-7 hari (minggu pertama)
3,6
8-14 hari (minggu kedua)
6,8
15-21 hari (minggu ketiga)
8,9
22-28 hari (minggu keempat)
10,8
29-35 hari (minggu kelima)
15,0
Umur selanjutnya
20,0

Sumber: DR H. Rahmat Rukmana dkk (2017).

Pemberian pakan untuk anak puyuh (DOQ) dua kali per hari, yaitu pada pagi dan siang hari masing-masing setengah jatah, sedangkan untuk puyuh remaja (growing) dan dewasa (laying) cukup diberikan satu kali (pagi hari).

Demikianlah sekilas tentang pentingnya pemberian pakan untuk ternak puyuh, dalam rangka pengembangan industri puyuh di Indonesia, semoga bermanfaat. ***

Ir. Sjamsirul Alam
Penulis praktisi perunggasan,
alumni Fapet Unpad

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer