-->

IMPOR DISETOP, ASOSIASI MINTA DAGING LOKAL DISERAP

Pertemuan antara pemerintah dengan importir dan asosiasi untuk menjaga keberlanjutan usaha peternakan domba dan kambing rakyat. (Foto: Istimewa)

Kementerian Pertanian (Kementan) menghentikan sementara impor karkas dan daging domba dewasa atau mutton guna melindungi peternak lokal dari persaingan harga yang tidak sehat. Kebijakan ini bertujuan menjaga keberlanjutan usaha peternakan rakyat sekaligus memperkuat daya saing subsektor peternakan nasional.

“Kami stop sementara pengeluaran rekomendasi impornya agar harga daging domba impor tidak menekan peternak. Ini upaya kami melindungi peternak agar usahanya terus berjalan,” ujar Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, Jumat (29/11/2024), di Jakarta.

Pihaknya telah mengambil serangkaian langkah untuk mendukung peternak. Pada 18 November 2024, audiensi digelar bersama Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) guna menyerap aspirasi peternak. Selanjutnya, Rembuk Nasional di Boyolali pada 21 November 2024, sebagai forum penyusunan solusi bersama.

Pada 24 November 2024, inspeksi mendadak dilakukan ke-13 gudang importir untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan distribusi dan stok daging impor. Kemudian pada 26 November 2024, Kementan mewajibkan importir menandatangani surat pernyataan bermaterai yang berisi tiga poin penting, yaitu pelaporan stok secara berkala, larangan distribusi daging impor ke pelaku UMKM, dan komitmen menjaga pasar lokal.

Pada pertemuan dengan importir di Malang, Jawa Timur, 10 Desember 2024, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Agung Suganda, menegaskan pentingnya kolaborasi antara peternak dan importir. Ia meminta importir melaporkan stok secara transparan dan menyerap daging kambing serta domba lokal sesuai kebutuhan pasar.

Pertemuan lanjutan di Kantor Kementan pada 20 Desember 2024, HPDKI meminta proses penyesuaian harga dilakukan secara business-to-business (B2B) antara peternak dan importir. Asosiasi ini juga mendesak pemerintah tak memberikan izin impor baru untuk memastikan pasar lokal tetap terlindungi.

Ketua HPDKI, Yudi Guntara, mengusulkan agar importir menyerap 3.000 ekor kambing dan domba lokal dengan spesifikasi tertentu, yaitu karkas beku dari rumah pemotongan hewan (RPH) bersertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dan halal.

“Kami ingin memperkuat posisi peternak lokal dan mendorong pertumbuhan industri domba serta kambing nasional,” ujar Yudi.

Asosiasi importir (APPHI, APPDI, dan ADDI) mengharapkan Kementan mendorong kepada para importir agar mendukung penyerapan daging lokal mulai Januari 2025. Harga jual akan disesuaikan secara B2B antara peternak dan importir.

Kementan juga mempercepat harmonisasi regulasi mulai 7 Januari 2025, guna membuka kembali ekspor domba dan kambing ke Malaysia dan Brunei. Langkah ini diharapkan menyerap surplus produksi lokal sekaligus memperluas pasar internasional.

“Jika produk dalam negeri mencukupi, tidak ada alasan untuk mengimpor. Pemerintah mendukung penuh upaya meningkatkan serapan lokal dan mendorong ekspor untuk mewujudkan kemandirian pangan,” ujar Agung.

Sementara Inspektur IV Kementan, Pujo Harmadi, menyatakan bahwa semua kebijakan akan dievaluasi secara berkala. Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah optimistis memperkuat ketahanan pangan berbasis domba dan kambing lokal. Sinergi antara pemerintah, asosiasi, dan importir diyakini mampu mengurangi impor serta meningkatkan daya saing subsektor peternakan nasional. (INF)

WASPADAI PARAMPHISTOMIASIS SAAT MUSIM HUJAN

Paramphistomum sp., ditemukan pada kerongkongan kerbau yang mati karena SE (dok. kasus lapangan/istimewa)

Beberapa daerah di Indonesia pada Oktober 2024 memasuki musim penghujan. Perubahan dari musim kemarau ke penghujan bisa menimbulkan stres pada beberapa ruminansia. Stres akan memicu penurunan daya tahan tubuh ternak yang mendorong kemunculan beberapa penyakit strategis.

Wabah bisa terjadi dan muncul kembali pada beberapa penyakit strategis bila imunitasnya tidak cukup baik. Musim penghujan juga menimbulkan kelembapan tinggi pada lingkungan pemeliharaan ternak, yang menimbulkan suasana yang nyaman bagi berkembangnya agen penyakit strategis yang siap menginfeksi.

Melalui kajian beberapa ahli kesehatan hewan, pemerintah telah menetapkan beberapa penyakit strategis. Kajian atau penilaian, pembobotan beberapa aspek parameter penilaian yang telah dilakukan terhadap beberapa jenis penyakit, di antaranya seberapa sering menimbulkan wabah, penularan atau penyebarannya, aspek zoonosisnya, kerugian ekonomi yang ditimbulkannya, serta beberapa parameter penting lainnya.

Salah satu dari penyakit strategis yang ditetapkan pemerintah adalah kecacingan, yang bisa disebabkan oleh cacing nematoda, trematoda, maupun cestoda. Kecacingan pada ternak ditetapkan sebagai salah satu penyakit strategis karena bobot kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangat besar. Penurunan bobot badan, penghambatan pertumbuhan, memicu infeksi penyakit lainnya yang menimbulkan kematian.

Trematoda yang merupakan salah satu kelompok kecacingan sering menjadi perhatian saat pemeriksaan di rumah pemotongan hewan (RPH) adalah infestasi cacing hati. Di antara kelompok trematoda selain cacing hati, yang tidak kalah pentingnya adalah paramphistomiasis, yang disebabkan oleh infestasi Paramphistomum sp. Cacing dewasa jenis ini bisa ditemukan di lipatan-lipatan selaput lendir rumen dan retikulum, sedangkan yang muda bisa ditemukan pada usus halus. Parasit dewasa lebih banyak ditemukan pada rumen dari ruminansia.

Paramphistomiasis pada infestasi sedang hingga berat menyebabkan kekurusan bahkan kematian. Parasit saluran pencernaan ini mempunyai mulut pengisap yang menempel erat ke dinding mukosa usus. Melalui dua mulut pengisapnya di bagian depan dan bawah, parasit melekat erat pada mukosa usus, mengisap darah, dan menyebabkan kerusakan mukosa.

Parasit mengisap makanan dan darah, menyebabkan ternak ruminansia menjadi kurus, pucat atau anemis, lemah, dan mati. Parasit bisa menginfestasi ternak (sapi, kerbau, kambing, domba), dan satwa liar (rusa, pelanduk). Kemetian bisa terjadi pada ternak karena kekurusan, kekurangan darah, serta infeksi agen penyakit lainnya. Pada saat bedah bangkai pada ternak yang mati, bisa ditemukan adanya parasit ini dalam jumlah yang banyak dengan kondisi hidup di usus besar ternak.

Distribusi Paramphistomiasis
Paramphistomiasis merupakan parasit yang umum ditemukan pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veterner Ahli Pertama
Balai Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Purna tugas Medik Veteriner Ahli Madya
di Kota Banjarbaru

INOVASI KEKINIAN PAKAN TERNAK KAMBING FAPET UNJA

Mengolah Batang Pisang Untuk Alternatif Hijauan
(Foto  : FAPET UNJA)


Tim pengabdian Fakultas Peternakan Universitas Jambi (UNJA) mengimplementasikan teknologi pakan inovatif berupa fermentasi batang pisang sebagai alternatif hijauan untuk ternak sapi, kegiatan ini berlangsung di Desa Kota Baru, Kecamatan Geragai, Tim kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini terdiri atas Prof. Dr. Ir. Adriani, Msi., Prof. Ir.Darlis, MS.c, Ph.D, Prof. Dr.Ir. M. Afdal, MS.c. Dr. Ir Mairizal, MP. Dan Jul Andayani, SPt. MP

Prof. Dr. Ir. Adriani, Msi Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengolahan pakan fermentasi dari batang pisang cavendis yang banyak tersedia didesa Kota Baru sebagai penganti hijauan pakan, sehingga peternak tidak lagi mencari rumput setiap hari. Kegiatan ini merupakan Upaya dari perguruan tinggi dalam melakukan transfer hasil-hasil penelitian yang sudah berhasil dilakukan dan diterapkan dimasyarakat.

“Mitra yang menjadi sasaran kegiatan adalah anggota kelompok tani Suka Maju, mitra kegiatan ini memiliki 82 ekor sapi dan 37 ekor kambing, disisi lain banyak tersedia limbah batang pisang cavendis yang belum dimanfaatkan, bahkan menjadi limbah yang mencemari lingkungan disekitar perkebunan,”ujar Prof. Adriani.

Prof. Adriani juga mengatakan peternak ruminansia (sapi dan kambing) sering kesulitan mendapatkan hijauan pakan karena lahan yang ada sudah menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertanian.

“Para petani belum memanfaatkan limbah batang pisang cavendis untuk ternak ruminansia, padahal banyak tersedia dilokasi kegiatan. Potensi batang pisang cavendis di desa Kota Baru lebih dari 10 ha, kondisi ini menghasilkan batang pisang 555-666 ton permusim atau lebih kurang 8 bulan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka dilakukan diskusi dan koordinasi dengan mitra dan disepakati usulan kegiatan berupa pelatihan fermentasi batang pisang sebagai pakan ternak ruminansia untuk sapi dan kambing,”ungkap Prof. Adriani.

Prof. Adriani menambahkan bahwa pendekatan yang digunakan pada kegiatan pengabdian ini adalah partycipatory rural approach (PRA) yaitu proses pendidikan dan tranfer ilmu pengetahuan melalui cara penyuluhan, pelatihan, praktek pembuatan batang pisang fermentasi dan pemberian batang fermentasi untuk ternak sapi.

“Kegiatan pengabdian dimulai dari koordinasi dengan kelompok tani untuk menyepakati teknis kegiatan, kegiatan penyuluhan dilakukan pada kelompok tani mengenai potensi limbah untuk pakan ternak, dan proses fermentasi batang pisang cavendis. Setelah kegiatan penyuluhan, dilanjutkan dengan praktek pembuatan batang pisang fermentasi. Komposisi pakan yang dibuat terdiri atas batang pisang cavendis yang sudah dicacah sebanyak 90% ditambah dengan dedak sebanyak 10%. sebagai aktivator untuk proses fermentasi digunakan EM4 1%,”tambah Prof. Adriani.

Prof. Adriani juga menceritakan proses persiapan pakan ini dimulai dengan batang pisang tercacah terlebih dahulu dan dilakukan dengan baik lalu dilakukan pengurangan kadar air dengan cara dipress menggunakan mesin press sampai kadar air sekitar 60%. Semua bahan dimasukan kedalam drum dengan cara dipadatkan. Setelah padat dilakukan penutupan dengan rapat untuk menjaga proses fermentasi secara anaerop. Semua bahan diaduk rata, kemudian dilakukan proses fermentasi salama 15-21 hari. Setelah itui pakan batang pisang fermentasi sudah bisa diberikan kepada sapi atau kambing yang sebelumnya diangin-anginkan terlebih dahulu.

“Keuntungan dari pakan fermentasi adalah mengandung bakteri menguraikan dalam pakan, sehingga ternak dapat mencerna makanan dengan lebih mudah dan efektif., membantu meningkatkan nilai nutrisi dalam pakan dan bisa disimpan dalam waktu lama yang bisa digunakan sebagai cadangan penganti hijauan,”kata Prof. Adriani.

Kegiatan pengabdian masyarakat di kelompok tani Suka Maju berlangsung sukses, dengan partisipasi aktif dari peserta dalam penyuluhan, praktik, dan pemberian pakan fermentasi kepada ternak mereka. (INF).

UNAND LAKUKAN PEMBERDAYAAN PETERNAK KAMBING PERAH UNTUK CEGAH STUNTING

Tim Pengabdian Masyarakat Unand Memberikan Materi Kepada Peternak
(Foto : Unand)

Kabupaten Agam di Provinsi Sumatera Barat, diketahui memiliki angka stunting yang cukup tinggi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang kompleks dan berkelanjutan, salah satunya melalui upaya peningkatan gizi masyarakat.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah melalui pengembangan ternak kambing perah yang dapat menyediakan sumber susu berkualitas tinggi, serta membuka peluang ekonomi bagi peternak lokal.

Menjawab tantangan ini, Fakultas Peternakan Universitas Andalas melaksanakan program Pengabdian Kepada Masyarakat bertajuk “Pemberdayaan Kelompok Ternak Kambing Perah dalam Upaya Peningkatan Pendapatan dan Pencegahan Stunting di Nagari Sungai Pua, Kabupaten Agam”.

Program ini dipimpin oleh Dr Roni Pazla, sebagai ketua tim, dengan dukungan anggota tim yang terdiri dari El Latifa Sri Suharto, dr Rahmani Welan, Dr Arief, Dr Gusri Yanti, serta Zaitul Ikhlas.

Kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu, 18 September 2024 di Aula Kantor Wali Nagari Sungai Pua ini menghadirkan berbagai materi penting untuk mendukung keberhasilan peternakan kambing perah. Dr. Roni Pazla dari Fakultas Peternakan Unand memberikan pemaparan mengenai pentingnya pakan dan nutrisi yang optimal untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing perah.

Sementara itu, Dr. Antonius dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan tentang budidaya kambing perah yang meliputi proses recording dan seleksi, pemeliharaan intensif, hingga produksi bibit kambing berkualitas.

Program ini disambut baik oleh masyarakat setempat. Sekretaris Nagari Sungai Pua menyatakan harapannya agar program ini berkelanjutan, sedangkan Kepala Balai Penyuluh Pertanian setempat berharap agar program ini dapat menjangkau lebih banyak peternak di daerah tersebut secara merata.

Dengan adanya program ini, diharapkan potensi ekonomi masyarakat melalui peternakan kambing perah dapat meningkat, sekaligus memberikan kontribusi signifikan dalam upaya pencegahan stunting melalui penyediaan susu yang berkualitas tinggi dan bernutrisi. (INF)

MENGENAL DAMPAK PREGNANCY TOXAEMIA PADA DOMBA DAN KAMBING

Induk bunting harus mengonsumsi nutrisi yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh serta untuk menjamin perkembangan janin. (Foto: Dok. Joko)

Peternakan kambing memiliki peran penting dalam perekonomian peternak Indonesia untuk diambil daging, susu, dan breeding. Kendala penyakit dan kematian kambing-domba semakin hari semakin menunjukan tanda dan gejala bervariasi, yang terkadang belum ditemukan secara pasti penyebabnya.

Kondisi ini menimbulkan dampak kerugian ekonomi terhadap usaha peternakan di masyarakat. Kematian misterius ini banyak terjadi pada semua fase, yaitu fase cempe, fase bunting, fase laktasi, ataupun fase produksi daging.

Penyakit-penyakit misterius diduga terkait dengan agen infeksius, penyakit metabolik, penyakit yang muncul akibat perubahan kondisi lingkungan dan perubahan pakan yang ekstrem, hingga keseimbangan energi yang negatif. Semua faktor tersebut harus diamati dan didalami dengan cermat agar kejadiannya tidak selalu berulang setiap musim.

Kebuntingan merupakan harapan dan investasi pada peternakan. Induk bunting harus mengonsumsi nutrisi yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh serta untuk menjamin perkembangan janin. Kebutuhan asupan bahan kering harus diperhatikan mengingat selain untuk kebutuhan hidup utama induk, kebutuhan untuk laktasi hingga kebutuhan untuk perkembangan janin single, double, hingga triple, dan seterusnya.

Dukungan nutrisi sangat penting selama masa kebuntingan untuk menjaga kebuntingan yang sehat. Pada akhir kebuntingan, kebutuhan energi domba betina yang mengandung anak kembar dan kembar tiga masing-masing meningkat sebesar 180% dan 240%. Kesehatan induk dan janin bergantung pada asupan vitamin dan mineral yang cukup.

Asupan bahan kering untuk indukan bervariasi antara 4-6%/kg berat badan induk. Kebutuhan energi dihitung dari berat badan induk ditambah dengan asumsi berat badan cempe ketika lahir, umur kebuntingan, serta jumlah cempe yang akan dilahirkan pada periode kebuntingan tersebut.

Sebagai contoh induk dengan berat 50 kg yang diperiksa dengan ultrasonografi (USG) memiliki tiga ekor cempe yang akan dilahirkan, dengan prediksi kelahiran 3 kg, maka mulai usia kebuntingan 91-100 hari hingga kelahiran membutuhkan energi tambahan 0.6-7.6 kg/induk/hari. Tambahan energi pada umur kebuntingan, berat, dan jumlah cempe yang dilahirkan tersaji dalam tabel berikut: Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

MEMILIH SUKSES: NABUNG CEMPE ATAU MEMULAI DARI 10 INDUKAN

Usaha peternakan kambing. (Foto: Istimewa)

Ladang usaha di bidang peternakan dari dulu hingga ke depan masih tetap menjanjikan keuntungan. Selama orang masih mau konsumsi daging dan telur, usaha peternakan akan tetap ada. Asal mau bekerja keras, ulet, dan pantang menyerah, usaha sektor ini bisa dijadikan ladang rezeki yang berlimpah.

Bagi yang masih takut membuka usaha ternak ayam petelur atau pedaging broiler, karena harga sering jatuh-bangun, maka usaha ternak kambing dan domba bisa jadi pilihan.

Untuk pemula, banyak peternak yang sudah berhasil menyarankan memulainya dari ternak penggemukan. Menjadi breeder atau penyedia bibit sebaiknya dilakukan pada tahap berikutnya, karena banyak seluk-beluk dan risiko yang menghadang.

Di media sosial saat ini muncul tren istilah “Nabung Cempe”, artinya menabung anak kambing. Di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, sudah banyak masyarakat yang menjalani nabung cempe. Dengan memelihara anak kambing umur sekitar lima bulan, lalu dijual kembali setelah ternak berumur satu tahun, hasilnya cukup besar. Dengan modal 10 ekor cempe harga Rp 500 ribu/ekor, dalam waktu tiga tahun bisa jadi jutawan. Bagaimana bisa?

“Hitungan sederhananya begini. Modal saya Rp 5 juta untuk 10 ekor cempe, cari harga cempe yang rata-rata Rp 500 ribu. Dibesarkan selama enam bulan, bisa dijual Rp 1 juta per ekor dan hasilnya Rp 10 juta. Uang ini saya belikan lagi 20 ekor cempe, setelah enam bulan bisa dijual semua Rp 20 juta. Begitu seterusnya, asal uangnya terus diputar dan jangan diambil dulu, insyaallah hasilnya besar,” ujar Mardani, warga Banyuwangi yang kini sudah membuktikan nabung cempe, kepada Infovet.

Sekilas terlihat sepele, namun hitungan nabung cempe ini sangat masuk akal. Tentu saja untuk bisa mencapai hasil ratusan juta, peternak harus memiliki lahan yang cukup untuk kebutuhan kandang dan ladang rumput. Akan lebih baik jika di sekitar lokasi kandang banyak tersedia rumput liar.

Menurut Mardani, di kotanya nabung cempe sudah mulai banyak dijalani. Butuh kesabaran, keuletan, dan kerja keras untuk bisa nabung cempe yang sukses. Kedisiplinan untuk tidak menggunakan uang hasil penjualan kambing juga harus ditanamkan, agar perputaran uang tidak terganggu.

“Makanya ini akan berhasil kalau dijadikan usaha sampingan dulu. Kita harus punya penghasilan utama, biar nabung cempenya berhasil. Hambatan yang paling berat biasanya peternak tidak bisa mengelola uang, karena ada kebutuhan uang lalu dipakai,” tambahnya.

Mulai dari 10 Ekor
Untuk menjadi peternak kambing yang berhasil, tidak harus dengan modal besar. Asal ada niat untuk sukses, memulia dari 10 ekor kambing pun bisa menjadi peternak besar. Dengan memulai dari jumlah sedikit, jika terjadi kegagalan tidak akan terasa berat menanggung kerugiannya.

Secara bertahap, sembari mempelajari seluk-beluk kesehatan dan teknik beternak yang baik, maka proses berkembangnya bisa menjanjikan. Seperti yang dilakoni oleh Sudarmaji, warga Kelurahan Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta. Pria yang dikenal ulet dan pekerja keras ini tergolong sukses menjadi peternak kambing dan domba.

Ia memulai usaha ternaknya dari 10 ekor kambing pada 2017 silam. Kini jumlah kambing dan domba di el Farm miliknya sudah mencapai ratusan ekor. Jiwa kreatif pria yang akrab disapa Gojis ini terus mencuat, ketika peternakan miliknya sudah berkembang dan dikenal, ia menjadikan eL Farm bukan sekadar peternakan biasa, tapi juga sebagai wahana wisata edukasi.

Ada yang unik dari perjalanan usaha ternak yang ditekuni Gojis. Meski latar belakangnya ilmu teknik sipil, ia tertarik dengan dunia peternakan. Lingkungan sekitar kampungnya menginspirasi pria alumnus FNT Jurusaan Teknik Sipil UGM angkatan 1992 ini.

Ia baru memulai bisnisnya beternak kambing secara serius beberapa tahun lalu. Dengan perjuangannya yang gigih dan pantang menyerah, usahanya berbuah manis. “Intinya, beternak kambing itu harus ulet dan pantang menyerah, karena banyak seluk-beluk yang harus dipelajari,” ujarnya.

Prinsip Hidup Mandiri
Sebenarnya dunia Gojis tidak jauh dari dunia konstruksi. Sejak di bangku kuliah ia sangat menyukai ilmu yang dipelajarinya. Bahkan begitu diwisuda pada 1996, ia langsung merantau ke Jakarta dan diterima bekerja di Grup Ciputra.

Pada 2012, ia memutuskan balik ke kampung halaman, karena sejak awal merantau ia sudah merencanakan sebelum usia 40 tahun sudah harus balik dan hidup mandiri. Untuk menyambung hidupnya ia memulai usaha kontraktor kecil-kecilan, dengan modal tabungannya selama bekerja di Jakarta.

Beberapa tahun kemudian Gojis mulai terlibat dengan kelompok warga di desanya yang beternak kambing. Lama-lama ia sendiri ingin juga memelihara kambing secara serius, namun kendalanya saat itu ia belum punya kandang sendiri.

“Waktu itu saya juga berpikir mengenai kebutuhan pakan basah berupa rumput segar yang tidak gampang diperoleh di sini,” katanya.

Gojis kemudian sering main dan banyak belajar kepada para peternak kambing di seputaran Yogyakarta. Kesimpulannya, memelihara kambing itu tidak sulit. Ia juga jadi tahu ada solusi pakan kering untuk substitusi pakan basah yang susah diperoleh, yaitu kangkung kering bisa dibeli dari wilayah Jawa Timur dan kulit kacang ijo kering dari Grobogan.

Setelah ilmunya dirasa cukup, pada Oktober 2017 pembangunan tahap pertama kandang dimulai, di lahan 1.000 m2 milik kakak Gojis tepat di depan rumahnya yang disewanya.

“Kapasitas kandang sebenarnya cukup untuk 100 kambing, tapi karena modal terbatas saya isi 10 kambing dulu,” kenangnya.

Sejak awal Gojis memang ingin beternak kambing secara non-konvensional, sehingga kandangnya dibikin modern. Listriknya menggunakan tenaga surya. Instalasinya menggunakan 8 panel dan 6 accu, menghasilkan daya listrik 1.500 watt yang mampu mencukupi kebutuhan listrik sehari-sehari. Suatu terobosan yang sangat menghemat pengeluaran biaya operasional kandang.

Pelan-pelan Gojis mengembangkan usaha peternakannya yang diberi nama eL Farm. Dari hanya 10 kambing berkembang menjadi ratusan. Dengan kandang yang tak mampu lagi menampung jumlah kambing yang ada, perluasan kandang dilakukan secara vertikal atau dibuat bertingkat.

“Nah, karena tetap tidak mencukupi juga, saya menyewa tanah saudara seluas 400 meter persegi. Lokasinya tidak jauh dari tempat kandang pertama ke arah utara. Sekarang ada dua lokasi peternakan dengan kandang kapasitas 600 kambing dan berisi sekitar 400-an kambing dewasa dan anakan,” ungkapnya.

Dari 400-an kambing yang dimiliki Gojis tersebut terdiri dari bermacam jenis. Untuk jenis kambing ada Jawa Randu, PE (Peranakan Etawa), dan Sapera (persilangan antara kambing Saanen dan PE). Ada juga jenis domba Garut dan Merino.

Menurut Gojis, merawat kambing itu gampang termasuk merawat kesehatannya. Ia dan anak buahnya mampu menyuntik sendiri untuk mengobati cacing, anti-parasit, dan kadang-kadang antibiotik. Untuk faktor kendalanya nyaris tidak ada, kecuali untuk pengadaan anakan kambing yang sementara ini belum mencukupi dan harus mendatangkan dari daerah Jawa Barat.

Breeding & Milking 
Bisnis Gojis lewat eL Farm saat ini meliputi penggemukan kambing untuk diambil dagingnya. Pelanggannya yang rutin adalah rumah jagal dan warung-warung sate. Kalau yang sifatnya insidentil konsumen membeli kambingnya untuk akikah dan kurban.

Selain usaha penggemukan, peternak ini juga melakukan breeding dan milking. Untuk pembibitan ia menjual cempe atau anakan kambing, sedangkan untuk milking adalah menjual susu kambing yang sudah diperah. Ada juga produk sampingan yang sanggup mendulang pundi-pundi uang, yaitu menjual limbah kotoran kambing yang diolah jadi pupuk kandang.

Lelaki ini termsuk peternak cerdas, suka berpikir out of the box. Melihat kondisi kandangnya yang bagus dan bersih, serta lingkungannya dikelilingi pertanian yang subur, ia menemukan ide baru yang inovatif. Ia membuka wisata edukasi untuk anak-anak PAUD dan SD.

Anak-anak kecil tersebut diajari pengenalan pertanian dan peternakan, seperti bagaimana memberi makan ternak, memberi susu untuk bayi kambing, melihat pemerahan susu, serta pencukuran bulu domba dan lainnya. Ternyata banyak lembaga pendidikan yang tertarik untuk membawa anak didiknya ke peternakan eL Farm.

Peternak ini tampaknya memiliki hati mulia. Ia mengaku ilmu yang didapatnya saat awal memulai usahanya dulu prosesnya nyaris tanpa mengeluarkan biaya. Karena itu setelah suksespun ia juga murah hati untuk berbagi ilmu.

“Kalau ada yang ingin belajar beternak kambing dengan senang hati saya dan tim siap berbagi ilmu dan pengalaman,” pungkasnya.

Peternak ini berpesan, untuk siapapun yang ingin memulai usaha ternak, jangan takut untuk memulai dan jangan takut gagal. Kuncinya ada pada mau bekerja keras, tekun, dan pantang menyerah. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

AWAS! PENYAKIT-PENYAKIT STRATEGIS PADA KAMBING

Septic arthritis pada cempe (kiri). Diduga caprine arthritis encephalitis (tengah dan kanan). (Foto: Infovet/Joko)

Peternakan kambing menjadi salah satu usaha menarik untuk digeluti sebagai profesi peternak. Perkembangbiakan kambing yang cepat menjadi salah satu alasannya, dengan waktu kebuntingan hanya lima bulan dengan jumlah anak rata-rata perkelahiran (litter size) 1,5-2 ekor.

Dalam dunia peternakan dikenal istilah keberhasilan perfoma produksi ditentukan oleh 30% genetik dan 70% lingkungan (manajemen pemeliharaan, nutrisi, penyakit, perkandangan, marketing, dan lainya). Genetik menjadi hal yang sangat menentukan, karena dengan 30% tersebut peranannya sangat dominan. Genetik yang bagus di-support dengan lingkungan yang baik akan menghasilkan perfoma optimal. Sebaliknya, sebaik apapun manajemen pemeliharaan (lingkungan) tanpa genetik yang baik tidak akan menghasilkan produksi maksimal.

Dahulu beternak kambing hanya dengan genetik yang ada, yaitu genetik potong (kambing Kacang dan Jawarandu) dan genetik perah (Etawa atau Peranakan Etawa). Saat ini mulai ada upaya-upaya peningkatan kualitas genetik kambing dengan melakukan persilangan dengan genetik bagus, juga importasi kambing yang memiliki genetik potong (kambing Boer) dan genetik perah (Saanen, Togenburgh, Alpine, Anglo Nubian).

Kendati demikian, bayang-bayang penyakit menjadi salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap perfoma produksi peternakan kambing. Pengetahuan tentang jenis penyakit, pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit mutlak harus diketahui oleh peternak kambing. Penyakit kambing yang disebabkan oleh virus meliputi ORF (ecthyma contagiosa, peste des petits ruminants (PPR), pox, penyakit mulut dan kuku (PMK), dan caprine arthritis encephalitis/CAE). Sementara penyakit bakterial meliputi antraks, brucellosis, contagious caprine pleuro pneumonia (CCPP), mastitis, foot rot, dermathopillosis, dan listeriosis.

Adapun penyakit yang disebabkan oleh jamur di antaranya kandisiasis, kriptokokosis, ring worm, dan aspergilosis. Sedangkan serangan parasit meliputi endoparasit (berbagai cacing di saluran pencernaan), ektoparasit (scabies, caplak, tungau, kutu), dan parasit darah. Selain itu, penyakit karena protozoa (riketsia) meliputi babesiosis, koksisdiosis, theileriosis, kriptosporidiasis, anaplasmosis, dan heartwater disease. Penyakit metabolik dan gangguan nutrisi meliputi milk fever, ketosis, enterotoksemia, defisiensi kalsium, defisiensi copper, serta defisiensi vitamin B1.

Isu-isu terkini terkait penyakit pada kambing setidaknya ada lima gejala klinis yang paling banyak ditemukan. Gejala klinis tersebut meliputi kelumpuhan (gangguan alat gerak), gejala gangguan saraf/kejang, peradangan sendi, kematian mendadak, dan laporan kematian cempe. Gangguan alat gerak dan kelumpuhan merupakan dampak PMK dan PPR yang sempat ramai dibicarakan, serta yang belum banyak teridentifikasi adalah kekurangan tembaga (copper).

Sementara gejala saraf disebabkan beberapa penyakit juga belum banyak dilakukan peneguhan diagnosis laboratorium yaitu Listeria monocytogenes, CAE, heartwater disease, defisiensi vitamin A, dan trypanosomiasis. Penyakit saraf yang ditandai dengan kepala memutar satu arah biasanya disebut circling disease, yang disebabkan karena konsumsi silase yang terkontaminasi tanah yang mengandung bakteri Listeria monocytogene. Penanganan yang bisa dilakukan dengan mencegah proses silase yang langsung bersentuhan dangan tanan, serta memberikan treatment penisilin, ampisilin, atau streptomisin. Gejala radang sendi dan kematian mendadak, serta kematian cempe akan dibahas secara detail.

Keradangan pada Sendi Diduga CAE atau Septic Arthritis
Keradangan pada sendi kaki merupakan penyebab rasa sakit dan mempersulit kambing atau cempe mengakses pakan dan minum. Dua penyakit menciri pada radang persendian ini adalah CAE dan septic artrhtitis.

Septic artrhtitis atau penyakit sendi adalah infeksi pada satu atau lebih sendi yang biasanya disebabkan oleh penularan bakteri secara hematogen (penularan melalui sirkulasi darah) ke struktur sinovial cempe. Penyakit sendi ini disebabkan infeksi bakteri non-spesifik yang berasal dari… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer