-->

JELANG RAMADAN, PEMERINTAH SIAPKAN OPERASI PASAR UNTUK STABILKAN HARGA

Rapat Koordinasi Ketersediaan Bahan Pokok bersama kementerian, lembaga, dan BUMN Pangan, di Kantor Pusat Kementan. (Foto: Istimewa)

Menjelang Ramadan pemerintah siapkan langkah strategis guna memastikan ketersediaan dan stabilitas harga bahan pokok di seluruh Indonesia. Salah satu langkah utama dengan menggelar operasi pasar di berbagai daerah dalam menekan potensi lonjakan harga pangan.

”Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, kita harapkan harga bahan pokok stabil, bila perlu harganya lebih rendah daripada tahun sebelumnya,” kata Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, sekaligus Menko Pangan Ad Interim saat memimpin Rapat Koordinasi Ketersediaan Bahan Pokok bersama kementerian, lembaga, dan BUMN Pangan, di Kantor Pusat Kementerian Pertanian (Kementan), Senin (17/2/2025).

Mentan Amran mengungkapkan, pemerintah telah menyiapkan mekanisme operasi pasar, termasuk rencana volume komoditas yang didistribusikan, penentuan harga berbagai komoditas pada operasi pasar, hingga penentuan lokasi.

”Kita akan lakukan operasi pasar besar, khususnya komoditas daging, gula pasir, minyak goreng, dan seterusnya. Hari ini kita masih rapatkan dan keputusan terakhir itu pada 19 Februari 2025,” ucapnya.

Lebih lanjut disampaikan, pemerintah akan cermat dalam menentukan harga komoditas pada operasi pasar ataupun harga eceran tertinggi (HET) komoditas secara umum yang akan diumumkan pada 19 Februari 2025 nanti.

”Kita ingin di bulan suci Ramadan semua yang melaksanakan ibadah puasa tersenyum karena harga stabil. Tugas kita sebagai regulator dan pengatur kebijakan, bagaimana produsen dalam hal ini petani dan peternak tersenyum, konsumen bahagia, dan pengusaha tetap untung,” ungkapnya.

Mentan juga memastikan ketersediaan bahan pokok mencukupi jelang Ramadan. ”Beras aman, itu yang paling penting, beras aman karena ini kontribusinya kepada inflasi. Daging, bawang, insyaallah kita aman, stok aman. Intinya stok kita siapkan sekarang, kita sudah pantau, kita sudah rapat koordinasi tadi, stok aman, jumlahnya cukup,” tukasnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya, turut menyampaikan akan memberikan dukungan untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok selama Ramadan. Salah satunya koordinasi dengan Dinas Perdagangan agar kegiatan operasi pasar menjangkau lapisan masyarakat di daerah.

”Atas arahan Bapak Menteri Pertanian, kami akan langsung berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan dan PD Pasar, terutama di daerah yang mengalami indikasi kenaikan agar bisa dikendalikan dan turun operasi pasar di sana dengan komoditas yang sudah ditentukan, juga dengan titik-titik yang telah ditentukan berdasarkan laporan,” katanya. (INF)

ASOSIASI PERUNGGASAN MINTA DAGING AYAM, TELUR DAN PAKAN JANGAN KENA PPN

Daging ayam. (Foto: Istimewa)

Bocornya isu PPN (Pajak Pertambahan Nilai) terhadap bahan pokok ramai menjadi perbincangan. Banyak yang menilai hal itu semakin mencekik rakyat apalagi di tengah kondisi pandemi COVID-19 yang urung usai.

Anggota DPR RI, Singgih Januratmoko, yang juga Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), berharap produk industri perunggasan beserta penunjangnya tidak dikenai pajak.

“Karena kalau dikenakan PPN ini pasti akan terjadi kenaikan cost produksi. Mengingat kondisi sekarang saja masih jauh dari harapan teman-teman peternak. Harapan peternak untuk ayam, telur dan pakan, serta industri penunjangnya tidak dikenakan PPN,” tutur Singgih dalam webinar “Dampak RUU PPN Terhadap Industri Strategis Nasional” yang digelar Pataka, Senin (1/7/2021).

Hal senada juga disampaikan Ketua Gabungan Organisasi Peternakan Ayam Nasional (GOPAN), Herry Darmawan. “Jangankan mikirin pajak, untuk mikirin hidupnya saja peternak sudah terengah-engah. Kita saat ini tengah dibebani penurunan harga ayam, itu dulu yang harus dibenahi, apalagi ditambah isu RUU PPN ini yang belum ada tapi sudah dilempar ke publik,” kata Herry.

Kendati demikian, ia tetap memperjuangkan agar industri perunggasan beserta penunjangnya tidak tersangkut pajak. “Saya sedang perjuangkan ini. Apabila pakan ternak dan obat hewan dikenai pajak, mungkin mereka bisa bayar, tapi bayarnya pakai duit peternak yang beli. Intinya jangan sampai pemerintah membebani pajak kepada peternak,” harapnya.

Walau belum pasti PPN dikenakan ke daging dan telur ayam maupun pakan ternak, namun hal ini menjadi batu sandungan bagi peningkatan konsumsi dua protein hewani tersebut, mengingat konsumsinya di Indonesia masih sangat rendah.

Hal itu disampaikan Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami. Ia khawatir kesadaran masyarakat terhadap konsumsi protein hewani paling murah di Indonesia ini akan semakin menurun.

“Sebab saat ini edukasi terkait itu juga masih rendah. Jangan sampai kebutuhan prima ini membebani masyarakat yang akan mempermahal harganya dan memperkecil konsumsi protein hewani masyarakat,” ucap Dawami.

Kondisi itu juga menjadi perhatian Ketua Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Irawati Fari. “Kita lihat dulu kondisi masyarakat seperti apa. Contohnya ibu rumah tangga, ketika harga telur naik Rp 1.000 saja mereka pasti heboh. Karena apabila industri unggas dikenakan pajak, otomatis akan dibebani ke konsumen, dan bisa jadi akan terjadi pengurangan pembelian konsumsi protein hewani,” kata Irawati.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengemukakan bahwa RUU PPN dirancang untuk mengatur dan menata kembali ke dalam sistem agar terdata secara baik. “Tidak terbesit sedikitpun pemerintah berniat mengenakan pajak untuk masyarakat bawah,” kata Yustinus.

Ia menjelaskan, skema PPN bahan pokok nantinya diperuntukan untuk komoditas yang bukan menjadi kebutuhan masyarakat luas. “Untuk kebutuhan masyarakat terkait bahan pokok, barang esensial tidak dipungut PPN, untuk barang sekunder bisa dengan PPN final rate (1%) dan barang lainnya bisa dengan tarif lebih rendah lagi,” paparnya.

Adapun usulan pengenaan PPN diantaranya general rate (12%), lower rate/GST (5%/7%), high rate (15%-25%) dan eskpor (0%). “Untuk industri strategis bisa dikenai tarif rendah, final rate atau bahkan tidak dipungut. Dan dari 11 bahan pokok, kemungkinan daging (sapi) dan beras akan dikenakan PPN, mengingat adanya gap yang masih sangat lebar,” ucap dia.

Dua hal tersebut disampaikan Yustinus, karena kelompok menengah ke atas masih menikmati PPN 0% pada barang dan jasa tertentu, termasuk bahan pokok. Padahal daya beli dan jenis harganya berbeda. Contohnya daging sapi biasa dengan daging wagyu atau beras biasa dengan beras premium. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer