Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Sapi Perah | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PEMBERIAN PAKAN UNTUK SAPI PERAH DARA

Pendampingan manajemen pakan peternak sapi perah yang digelar AINI dan KPSBU. (Foto: Istimewa)

Sapiperah dalam usia muda atau yang dikenal dengan sapi dara, kondisi tubuhnya lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi bobot tubuh. Oleh karena itu, pada periode umur tersebut berikan pakan dengan kualitas terbaik untuk membuat tulang tubuh dan organ lain berkembang secara ideal.

Hal itu disampaikan oleh Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB), Dr Hendrawan Soetanto, dalam acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (2/3/2021), yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU).

Ia menjelaskan, nutrisi yang diperoleh saat sebelum dewasa kelamin atau dalam kondisi tubuh sekitar 50% dari bobot dewasa, nutrisi tersebut akan digunakan untuk pembentukan tulang kerangka. Pertambahan berat badan (PBB) merupakan indikator terbaik apakah sapi dara terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

"Ransum sapi dara harus mengandung cukup energi, minimal 10,5 Mega Joule per kilogram berat kering, serta protein untuk mencapai target pertumbuhan," kata Hendrawan. Ia juga mengingatkan agar sapi dara harus memperoleh cukup air minum dan mineral.

Dalam hal kebutuhan nutrisi sapi perah, hal itu senantiasa berubah seiring dengan fase pertumbuhan yang dilalui, serta tingkat produksi susunya. Untuk penyusunan formulasi pakan yang diberikan, Hendrawan memberi rambu-rambu pembuatannya, yakni taksiran bobot badan ternak, status fisiologis ternak, ketersediaan bahan pakan, kualitas bahan baku pakan, termasuk ada atau tidaknya kandungan anti-nutrisi di dalamnya, kemudian jumlah pakan yang akan diramu, biaya pakan yang dapat ditoleransi, serta jarak distribusi pakan dan lama simpan pakan sebelum didistribusikan. (IN)

PENDAMPINGAN MANAJEMEN PAKAN SAPI PERAH MELALUI DARING

Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa)

Dalam acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (12/1/2021), yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran (UNPAD), Dr Ir Iman Hernaman IPU, mengatakan bahwa dalam budi daya peternakan sapi perah, pemberian konsentrat bertujuan untuk menambah nilai nutrien ransum, melengkapi nutrien ransum yang defisien, meningkatkan konsumsi ransum, kecernaan ransum, serta meningkatkan populasi mikroba rumen.

Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein, yang berasal dari kacang-kacangan. Iman menegaskan, bahan pakan untuk ternak sapi perah tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pakan. Pada Pasal 8 Ayat 4 dalam disebutkan bahwa untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Untuk pemberian konsentrat pada sapi perah tersebut, Iman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat. Komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan.

"Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen," kata Iman. (IN)

PROGRAM BANK PAKAN DORONG PENGEMBANGAN SAPI PERAH

Pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak. (Foto: Istimewa)

Penyediaan pakan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan sapi perah di Indonesia. Tantangan tersebut antara lain penggunaan rumput dengan jerami padi, aplikasi teknologi pengolahan pakan, penyediaan lahan penghasil pakan hijauan, serta konsentrat yang belum terstandar.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Prof Nahrowi, dalam pembukaan acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (29/12). Acara diselenggarakan oleh AINI dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), berlangsung pada Desember 2020 hingga April 2021.

Nahrowi mengharapkan bahwa dalam menghadapi permasalahan pakan di Indonesia yakni seputar ketahanan pakan, keamanan pakan dan aspek lingkungan, para pemangku kepentingan di bidang persusuan yakni para pelaku usaha yang tergabung dalam KPBSU, pemerintah dan akademisi ataupun peneliti dapat bersinergi memajukan industri persusuan Indonesia.

Direktur Pakan, Ditjen PKH, Drh Makmun Junaidin pada kesempatan tersebut menjelaskan tentang arah kebijakan pakan nasional yang mengacu pada dua hal utama, yakni keamanan pakan dan ketahanan pakan.

“Ketahanan pakan yakni menjamin ketersediaan pakan unggas dan pakan ruminansia, serta keamanan pakan yakni meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan yang diedarkan,” kata Makmun.

Untuk mencapai hal itu, telah dicanangkan strategi pencapaian program yakni dengan pengembangan hijauan pakan ternak, pengembangan pakan olahan dan bahan pakan, serta pengembangan mutu dan keamanan pakan. Makmun menambahkan, karakteristik penyediaan pakan untuk ruminansia adalah sebagian besar diproduksi oleh pabrik pakan skala menengah (PPSM) dan kecil atau kelompok pabrik pakan skala besar hanya 1 % dari total produksi pakan, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi.

Karena pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak, yang pada sapi perah mencapai 67%, maka pemerintah telah mendorong adanya lumbung pakan di tingkat peternak, terutama dalam menghadapi musim kering. Konsep lumbung pakan tersebut dituangkan dalam program bank pakan. 

“Ini bertujuan untuk membentuk kelembagaan usaha pakan, mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal, melakukan pengolahan, pengawetan, dan penyediaan pakan secara berkelanjutan, serta mengoptimalkan pemanfaatan peralatan dan teknologi pengolahan pakan,” tandasnya. (IN)

BINCANG BISNIS PERTANIAN ALA BANK MANDIRI


Bincang Bisnis Pertanian Bersama Bank Mandiri via Daring Zoom Meeting

Selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia hampir semua sektor pendukung ekonomi Indonesia bisa dibilang lesu. Namun begitu sektor pertanian dinilai sebagai sektor yang resisten terhadap wabah Covid-19. Hal ini terlihat dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik dimana PDB dari sektor pertanian tumbuh 16,24% pada triwulan-II 2020 (q to q) dan bahkan secara yoy, sektor pertanian tetap berkontribusi positif yakni tumbuh 2,19%. 

Melihat peluang tersebut, Bank Mandiri menggandeng Prisma mengadakan webinar bertajuk "bincang bisnis pertanian bersama bank mandiri" dengan tujuan memberikan informasi mengenai potensi bisnis pertanian kepada masyarakat.

Acara webinar tersebut berlangsung selama 4 hari berturut - turut pada 7 - 11 Desember 2020 melalui daring zoom meeting. Peluang bisnis sektor pertanian yang dibahas meliputi potensi penggilingan padi, irigasi pertanian, kios tani, dan peternakan sapi perah.

Infovet berkesempatan mengikuti webinar pada tanggal (11/12) yang lalu. Sebagai narasumber yakni Drh Totok Setyarto Direktur PT Nufeed Indonesia dan Aryawan Kepala bagian kredit mikro Kanwil 7 Bank Mandiri Jawa Tengah.

Dalam kesempatan tersebut Totok menuturkan bahwa peluang bisnis sapi perah masih menjanjikan. Hal ini dikarenakan Indonesia masih mengimpor sekitar 70-80% susu dari negara lain (Selandia Baru dan Australia). Ia juga menjabarkan mengenai 3 sektor yang dapat digarap oleh peternak atau calon pengusaha baru dalam sektor tersebut.

"Di usaha ini bisa bermain di pedet lepas sapih, dara bunting, dan sapi perah alias produsen susunya sendiri. Menurut saya ini masih berpeluang besar di Indonesia," tutur Totok.

Namun begitu menurut Totok, sektor sapi perah cukup terbebani dengan kendala berupa permodalan. Sulitnya akses permodalan menjadi kendala utama bagi para calon peternak baru untuk menjalankan bisnis ini.

Sementara itu, Aryawan mengatakan bahwa Bank Mandiri selaku salah satu program BUMN turut mendukung program pemerintah dalam membangun sektor usaha mikro khususnya yang bergerak di bidang pertanian.

"Kami mendukung program pemerintah di sektor pertanian, disini kami bertindak sebagai fasilitator bagi masyarakat yang ingin memulai usaha, khususnya yang bergerak di bidang pertanian," tutur Aryawan.

Ia juga menerangkan beberapa produk pembiayaan yang bisa digunakan oleh masyarakat. Salah satunya yakni Kredit Usaha Mikro (KUM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Mengenai limit yang dapat dibiayai untuk peternakan sapi perah, Aryawan mengatakan bahwa limit maksimal 500 Juta rupiah.

"Tergantung mau pakai produk yang mana. Ada banyak jenis, misalnya KUR Mikro, kita bisa memberi pembiayaan maksimal 50 juta tanpa jaminan, tetapi syaratnya usaha tersebut sudah mulai berjalan selama setahun," kata Aryawan.

Diskusi interaktif pun berjalan dengan dinamis dimana para peserta terlihat sangat antusias dengan banyaknya pertanyaan terkait produk pembiayaan oleh Bank Mandiri di bidang peternakan sapi perah. (CR)


TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DOMESTIK DI ERA 4.0

Industri susu di Indonesia harus selalu berinovasi memanfaatkan perkembangan teknologi. (Foto: Istimewa)

Susu adalah cairan yang berwarna putih kekuningan atau putih kebiruan yang merupakan sekresi kelenjar ambing sapi yang sedang laktasi tanpa ada penambahan atau pengurangan komponen dan belum mengalami pengolahan.

Berdasarkan daerah asal, pengelompokan sapi perah dibagi menjadi dua, yaitu sapi perah daerah sub tropis, yakni negara yang memiliki empat musim (semi, panas, dingin dan gugur). Sapi tersebut diantaranya Friesian Houlstein (FH), Jersey, Guernsey, Ayrshire dan Brown Swiss. Adapun daerah tropis adalah negara yang memiliki dua musim (kemarau dan penghujan) layaknya di Indonesia. Sapi daerah tersebut yakni Red Sindhi, Sahiwal dan PFH.

Dua kategori besar bangsa sapi perah dunia tersebut dijelaskan oleh Kepala Quality Contol & Research and Development CV Cita Nasional, Moh. Nur Ali Muslim SPt dalam Bincang Peternakan bertema “Strategi Keberlangsungan Peternakan Sapi Perah di Era Industri 4.0” pada Minggu (1/11/2020).

Acara diselenggarakan oleh KSPTP, BEM FAPET UNPAD, panitia MUNAS ISMAPETI XVI dan Indonesia Livestock Alliance (ILA) melalui aplikasi daring tersebut dilangsungkan dalam rangka menyongsong Musyawarah Nasional ISMAPETI XVI yang menurut rencana akan dilaksanakan pada 9-15 November 2020.

Dalam webinar tersebut, hadir juga narasumber penting lain, yakni Ir Raden Febri Christi, SPt MS IPM (Pengajar Fakultas Peternakan UNPAD), Septian Jasiah Wijaya (owner Waluya Wijaya Farm). Acara diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai latar belakang, baik dari kalangan akademisi, pemerintahan, serta swasta dan umum.

Dijelaskan Nur Ali Muslim, di Indonesia sapi perah yang umum dibudidayakan adalah sapi jenis Peranakan Friesien Houlstein (PFH), merupakan sapi hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yakni sapi jawa atau madura dengan sapi FH. Ciri fisik sapi PFH yakni secara penampilan menyerupai jenis sapi perah FH, produksi air susunya relatif lebih rendah daripada sapi perah FH, bentuk badannya juga lebih kecil dibandingkan sapi FH, produksi susunya berkisar 2.500-3.000 liter per masa laktasi. 

Di era industri 4.0 yang dicirikan oleh adanya penggabungan teknologi automatisasi dengan teknologi siber tersebut, membawa konsekuensi pada teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia, menjadi inovasi baru, temuan baru, teknologi baru, sistem baru dan juga peluang bisnis baru yang sangat besar.

Menghadapi hal itu, Ali mengatakan, industri pengolahan susu memiliki berbagai tantangan untuk segera berbenah. “Harus selalu berinovasi, karena jika tidak maka akan tertinggal dengan industri dan produk lain, terus mencari informasi-informasi terkait dan terkini, ketersediaan tenaga ahli menjadi hal yang diharuskan, serta mampu menggunakan media seperti Facebook dan Instgram sebagai sarana pemasaran, kemudian mampu menggunakan startup e-commerce agar produk lebih dikenal masyarakat,” kata Ali.

Sementara ditambahkan oleh Septian Jasiah, salah satu kendala juga suplai susu lokal Indonesia yang masih jauh dalam mencukupi kebutuhan nasional.

“Dari kebutuhan susu, Indonesia masih mengimpor hampir 78% sedangkan susu dari peternak sapi perah Indonesia hanya 22% saja. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang dalam sektor peternakan sapi perah maupun pengolahan produk susu,” ujar Septian.

Padahal susu merupakan produk yang memiliki nilai gizi tinggi untuk masyarakat. Peluang usahanya pun masih terbuka lebar. “Kebutuhan inilah yang menjadi salah satu peluang berbisnis di sektor pengolahan susu,” tukasnya. (IN)

BANTU PETERNAK SAPI PERAH, FFI ADAKAN PROGRAM RENOVASI KANDANG

Program Renovasi Kandang untuk membantu peternak memiliki kandang yang nyaman (Foto: INF)



PT Frisian Flag Indonesia (FFI) menjalankan program Renovasi Kandang bagi para peternak sapi perah di Lembang dan Pangalengan. Program ini untuk membantu para peternak agar memiliki kandang ideal yang nyaman dan higienis.

Akhmad Sawaldi selaku Project Manager DDP & FDOV PT Frisian Flag Indonesia mengatakan kandang yang baik dan sesuai standar adalah syarat penting bagi kenyamanan peternak dan sapi perah.

Program Renovasi Kandang bertujuan memperbaiki kandang, meningkatkan kenyamanan sapi perah, meningkatkan produktivitas ternak, serta menjadikan peternak dan kandangnya sebcagai contoh bagi peternak sapi perah lainnya," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (20/7/2020).

Dia menambahkan, peternak sapi perah mitra FFI dapat mendaftarkan kandangnya yang akan ditindaklanjuti tim dengan proses verifikasi dan seleksi. Jika seluruh persyaratan sudah terpenuhi, tim kontraktor yang ditunjuk FFI akan memulai proses administrasi dan melakukan renovasi.

Adapun bagian kandang yang mendapat perhatian dalam program ini meliputi struktur kandang, tempat pakan ternak, dan lantai kandang.

Sementara ini, sudah ada tujuh peternak dari koperasi di Lembang dan Pangalengan yang sudah direnovasi kandangnya dan menikmati manfaat dari program ini. Ke depannya FFI dan koperasi masih membuka kesempatan bagi peternak yang ingin merenovasi kandangnya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang diterapkan.

"FFI berharap Program Renovasi Kandang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan para mitra peternak sapi di Indonesia serta mendukung pencapaian target produksi susu segar nasional," kata Sawaldi.

Saat ini, sebagian besar kondisi kandang sapi perah di Indonesia belum memenuhi syarat. Selain karena faktor pengetahuan, biaya yang cukup besar membangun kandang juga menjadi tantangan peternak. (Sumber: ayobandung.com)

SAMBUT HARI SUSU SE-DUNIA BEM FKH IPB GELAR WEBINAR



Hari susu se-dunia atau World Milk Day jatuh pada tanggal 1 Juni yang lalu. Dalam menyambut event tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB (BEM FKH IPB) mengadakan webinar dengan tema "Bisnis Susu ala Dokter Hewan".

Narasumber yang dihadirkan tentunya juga orang - orang yang sudah tidak diragukan lagi kompetensinya di bidang sapi perah Indonesia. Mereka adalah Drh Deddy Fakhruddin Kurniawan dan Drh Muhammad Dwi Satrio yang juga merupakan alumnus FKH IPB.

Antusiasme peserta pun terbilang tinggi, hal ini terlihat dari jumlah yang lalu - lalang masuk ke dalam aplikasi google meeting, kurang lebih 150-an orang hadir dalam webinar tersebut. Mereka pun bukan hanya berasal dari kalangan mahasiswa, tetapi juga dosen, ASN, peternak, bahkan praktisi sapi perah.

Seminar dibuka dengan paparan dari Drh Muhammad Dwi Satriyo yang bertajuk bisnis susu ala dokter hewan. Dalam presentasi dengan durasi 30 menit, Drh Satrio membagikan pengalamannya sebagai dokter hewan, peternak, dan pengusaha di bidang persusuan. 

Menurutnya konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah ketimbang negara - negara lain di Asia Tenggara apalagi dunia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, namun menurutnya yang terpenting adalah kesejahteraan peternak sapi perah. 

"Harga susu di Indonesia rendah, jauh ketimbang di negara - negara Asia tenggara maupun dunia, oleh karenanya peternak enggan membesarkan skala usahanya. Padahal kalau kita lihat negara tetangga saja, Malaysia misalnya, harga susunya lebih tinggi dari kita, sudah begitu konumsi susu negeri Jiran dua kali bahkan tiga kali lipat lebih tinggi daripada kita," tutur Satriyo. 

Belum lagi ketika bicara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terhadap peternakan sapi perah, misalnya saja ia mencontohkan di kawasan Cisarua dekat tempat tinggalnya. Menurutnya, pemerintah harus lebih berpihak pada peternak sapi perah, supaya produksi susu bisa meningkat.

"Dulu di sini masih banyak tanah kosong, tumbuh banyak rerumputan bagus itu untuk hijauan pakan ternak ruminansia. Namun sekarang yang banyak tumbuh adalah villa - villa, lahan hijauan berkurang, jadi sulit buat kasih hijauan ke sapi, mau tidak mau peternak membeli rumput dengan harga yang kurang ekonomis, sementara harga susu segitu - segitu saja," papar Satriyo.

Satriyo juga membagikan tips beternak agar produksi susu meningkat, diantaranya dengan memberikan pakan terbaik, meningkatkan manajemen pemeliharaan, dan tetap menjaga sanitasi lingkungan dan hygiene di peternakan. Hal ini akan berpengaruh kepada produksi dan kualitas susu, karena kualitas susu juga menjadi hal yang menentukan dalam penentuan harga susu.

Sementara itu di presentasi kedua Drh Deddy Fakhruddin Kurniawan mengajak peserta untuk lebih mengubah mindset tentang persusuan di Indonesia. Ia mencontohkan bahwa di negara terbelakang, berkembang, dan negara maju mindset peternaknya berbeda.

"Kalau kita negara berkembang, pasti masih membicarakan soal peningkatan konsumsi dan produksi, sementara di negara maju sana mindset sudah berbeda, mereka bicara tentang genetik, animal welfare dan yang nomor satu adalah proud alias kebanggan terharap produk susu yang mereka hasilkan, kita kapan?," tukas Deddy.

Ia juga mengatakan bahwa di negara - negara maju, kampanye minum susu dilakukan secara masif dan terstruktur. Hal ini dilakukan karena mereka tahu betul bahwa susu juga merupakan sumber protein yang esensial bagi tubuh. 

"Konsumsi susu negeri paman Sam itu 9 - 10x lipat lebih tinggi dari negeri kita, konsumsi susu India, itu 4-5x lebih tinggi daripada Indonesia. Padahal, kalau menurut data penduduk dunia, Indonesia ini kan penduduknya paling banyak ke-4 atau ke-5 se-dunia, seharusnya konsumsinya ya nomor segitu juga," tukas Deddy.

Oleh karenanya menurut Deddy, perlu dilakukan juga kampanye masif yang terstruktur dan berkelanjutan agar masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi susu. Apalagi kalau susu yang dihasilkan berasal dari peternakan lokal, selain menyehatkan, tentunya bangga dengan produk peternak lokal, dan kita juga membantu peternak lokal kita, support our local farmer!. (CR)



GANGGUAN REPRODUKSI MERECOKI PRODUKTIVITAS SAPI PERAH

Peternakan sapi perah. (Istimewa)

Akhir tahun 2018 kemarin, penulis berkesempatan kembali berkunjung ke salah satu peternak sapi perah binaan yang berada di Situ Udik, Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Setelah lebih dari dua tahun tidak ke sana, perjalanan menuju Kavling 43 menurut penulis banyak mengalami perubahan. Kavling-kavling yang semula penuh dengan sapi perah, kini terlihat lengang dan kosong. Lalu-lalang truk pengangkut rumput dan pengangkut susu ke koperasi juga terlihat kian sepi. Sebagian kandang dibiarkan kosong dan ditumbuhi rumput-rumput liar yang terlihat bersemak semak. Selain itu, kavling rumah anak kandang juga terlihat kosong. Terbesit pertanyaan di benak penulis, apa benar beternak sapi perah di sana sudah tidak menjanjikan lagi?

Melihat fenomena tersebut penulis berbincang dengan H. Burhan pemilik Kavling 43 yang kini masih bertahan dengan populasi 50 ekor sapi perah. Dari populasi tersebut 21 ekor laktasi fase medium dan late dengan days in milk lebih dari 150 hari, sebanyak tujuh ekor calon dara umur kurang dari 15 bulan serta populasi lainnya periode kering, pedet dan sapi jantan.

Burhan bercerita bahwa pada puncak laktasi sapinya dapat mencapai produksi 20 liter per hari. Beberapa sapi mengalami kendala reproduksi yaitu susah terjadi kebuntingan, sehingga produksi susu akan turun terus-menerus secara alami. Ia mengatakan, selain karena faktor pelayanan petugas reproduksi dari koperasi yang masih harus dioptimalkan, banyaknya fenomena pendarahan 1-2 hari setelah inseminasi buatan atau yang dikenal sebagai metestrus bleeding kerap ditemukan.

Produksi susu akan berada pada puncak laktasi pada days in milk 30-120 hari yaitu pada fase peak. Produksi dapat bertahan pada puncak 1-2 bulan kemudian dengan manajemen pemeliharaan dan nutrisi yang bagus. Secara umum pada fase medium atau late dengan days in milk lebih dari 150 hari akan terjadi penurunan secara alami. Sapi dengan perfoma reproduksi baik akan terjadi perkawinan dan kebuntingan pada days in milk 90 -120 hari, sehingga masa kering kandang akan dilakukan pada days in milk 300-330 hari (fase late).

Pada days in milk ini kering kandang dapat berjalan dengan baik dan produksi susu selama tujuh bulan proses kebuntingan juga masih menguntungkan. Sebaliknya, jika kebuntingan terjadi pada fase late (days in milk lebih dari 210 hari), maka pengeringan terjadi pada days in milk 420 hari. Jika hal ini terjadi maka peternak akan mengalami kerugian, karena pada fase late produksi susu sudah tidak mampu menutupi biaya produksi. Kondisi yang lebih parah lagi, jika hingga fase late induk tidak bunting produksi susu akan berhenti atau diberhentikan dalam kondisi tidak bunting (dry off).

Kesempatan berikutnya penulis melakukan observasi ke kandang sapi perah milik Burhan. Desain kandang yang digunakan sangat minim cahaya matahari yang menyebabkan deteksi birahi dengan melihat faktor eksternal tanda birahi menjadi sulit (abang, abuh, anget, dinaiki, menaiki dan keluranya lendir bening). Masalah lainya yang ditimbulkan karena minimnya cahaya matahari adalah kurangnya asupan...

Drh Joko Susilo, M.Sc.
Medik Veteriner Muda
Balai Veteriner Lampung

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Februari 2019.

Geliat Pemasaran Susu Sapi di Rejang Lebong

Susu besar manfaatnya untuk anak-anak (Foto: Pixabay)

Strategi peternak sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dalam memasarkan susu sapi ini patut dicontoh. Guna menyerap produksi susu di Rejang Lebong, peternak dan dinas terkait menggulirkan gerakan minum susu dikalangan pelajar yang mereka namakan Gerimismas, dalam bentuk kerjasama dengan sekolah-sekolah yang ada di Rejang Lebong .

"Kita akan melakukan penjualan susu sapi perah yang sudah dikemas dengan beberapa rasa ke sekolah-sekolah, karena memang susu sangat besar manfaatnya untuk anak-anak," ungkap Plt Kabid Peternakan Dinas Peternakan dan Perikanan Rejang Lebong sekaligus Kepala Puskeswan Curup, Drh Firi Asdianto.

Seperti diberitakan bengkulu.antaranews.com, Senin (21/1/2019), saat ini produksi susu sapi perah yang dihasilkan dua kelompok di Rejang Lebong mencapi 200 liter per hari, sedangkan yang terjual perharinya baru berkisar 50 persen saja.

"Dari 200-an liter susu segar yang dihasilkan ini langsung dibeli oleh koperasi baru 80 liter per hari. Sisanya harus dijual peternak sendiri dan jika tidak laku, kan sayang kalau terbuang begitu saja," ujarnya.

Dalam memaksimalkan penjualan susu segar yang dihasilkan dua kelompok peternak sapi perah yang ada di Desa Air Bening, Kecamatan Bermani Ulu Raya dan Desa Mojorejo, Kecamatan Selupu Rejang, pihaknya juga menawarkan usaha penjualan susu segar kepada masyarakat Rejang Lebong sehingga bisa membantu pemasaran produksi susu segar dari peternak.

Kalangan warga setempat yang tertarik membantu pemasaran susu peternak tersebut akan mereka dukung sepenuhnya dengan memberikan bantuan pinjaman alat untuk penjualan susu segar, antara lain lemari pendingin untuk tempat penyimpanan susu agar tidak cepat rusak.

Alat penyimpan susu ini mereka pinjam pakaikan kepada pelaku usaha susu di daerah itu. Apabila usahanya tidak produktif lagi, maka akan mereka diambil, guna diberikan kepada penjual susu lainnya yang membutuhkan.

Selain akan meminjamkan lemari pendingin, Dinas Pertanian dan Perikanan Rejang Lebong, imbuh Firi, juga akan memberikan bantuan wadah susu (cup) maupun alat pengemasan susu yang akan dijual itu sendiri. (NDV)

Aging Population Tenaga Kerja Sapi Perah Mengancam Keberlanjutan Usaha

Sapi perah yang dibudidaya di daerah Kopeng, Kabupaten Semarang.

Kira-kira 100 meter dari Jalan Raya Solo-Semarang tepatnya di Kelurahan Doborejo, Kecamatan Argo Mulyo, Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah, penulis bersama Tim Monitoring Sapi Perah Direktorat Bibit dan Produksi menjumpai kelompok tani yang salah satu aktivitasnya beternak sapi perah.

Ada hal sangat menarik dari kelompok tani ini, yaitu semua anggota kelompoknya rata-rata berusia di atas 60-70 tahun, tampak giginya ada yang tanggal, ompong dan berambut uban. 

Dari hasil wawancara, mereka sebenarnya pekerja telaten dan memang mengabdikan untuk usaha sapi perahnya dengan memerah susu sapinya dua kali sehari dan rajin menyabit rumput hijauan pakan. Ditanya rumput apa yang dipakai, dengan lancarnya mereka sebut nama-nama rumput hijauan pakan ternak untuk pakan hijauan dan legume konsentratnya dengan sejumlah perbandingan dicampur pula dengan kulit kacang hijau, kulit kopi dan kulit singkong sebagai penambah cita rasa pakan ternaknya. 

Produksi susunya lumayan bagus, yaitu 12-13 liter per hari yang diambil secara rutin harian oleh loper koperasi susu dan dihargai Rp 4.400 per liternya, setelah melalui tes berat jenis oleh sang loper. 

Potret tenaga kerja yang menua ini sebenarnya merupakan fenomena umum ketenagakerjaan sektor pertanian kita. Semakin banyak brain drain tenaga kerja muda yang lari ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di sektor informal maupun formal. 

Efek backwash ini tentunya meninggalkan tenaga kerja pertanian di pedesaan yang semakin menua, karena sulit mencari penggantinya. Seperti kata seorang warga, Sutimah yang beranak empat, semuanya tertarik bekerja jadi kuli bangunan di perkotaan. Mereka hidup mengontrak rumah di perkotaan dan berpikir biarlah orang tua hidup tenang menggarap sawah dan sapi perahnya. Akibatnya, dalam usaha sapi perah sebagian jadi usaha penggemukan sapi dengan mengawinkan sebagian dengan sapi Limousin atau Simmental atau sapi Merah mereka menyebutnya.

Tindakan ini wajar, karena dari susu sapinya mereka memperoleh income harian dan sebagai tabungan dari usaha penggemukan sapi persilangannya. Jadi sederhana pikirannya, namun cerdas mencari solusi ditengah himpitan kemiskinan struktural yang mendera mereka. 

Kendati demikian, mereka tidak berpikir bagaimana melanjutkan usaha sapi perahnya, sementara usia mereka semakin menua. Tanpa khawatir sedikitpun lalu mereka berpikir bahwa usaha mereka akan berlanjut dengan memanggil pulang anaknya kelak, bila dia meninggal melalui kerabatnya yang sudah guyub itu.

Menurut Hasil Sakernas BPS 2017, menunjukkan bahwa memang tenaga kerja pertanian Indonesia dari tahun ke tahun termasuk peternakan, semakin menua. Data Sakernas tersebut menunjukkan bahwa usia di atas 60 tahun di ketenagakerjaan peternakan berjumlah 929.387 orang atau porsinya mencapai 22,1% dari total keseluruhan, diikuti usia 55-59 tahun 10,6% dan usia 50-54 tahun 10,2%.  Gambaran ketenagakerjaan peternakan tersebut seperti tercantum dalam diagram berikut:...

M. Chairul Arifin

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019...

Penuhi Kebutuhan Susu Masyarakat Banyumas, UPT Pembibitan Ternak Sapi Didirikan

Foto: Pixabay


Berlokasi di Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembibitan Ternak Sapi didirikan. Bupati Banyumas Achmad Husein berharap, keberadaan bibit sapi perah di UPT ini di masa mendatang dapat memenuhi kebutuhan susu bagi anak-anak sekolah di wilayahnya.

''Ketika UPT ini nantinya semakin besar, diharapkan bisa menyumbang kebutuhan protein masyarakat, khususnya anak-anak di Banyumas,'' kata dia, seperti dikutip dari laman republika.co.id.

Lebih lanjut, Achmad menuturkan pengadaan sapi perah di UPT akan dilakukan secara bertahap. Saat ini, sapi perah yang ada 10 ekor. Achmad  berharap, dalam waktu dekat bertambah sebanyak 50 ekor sapi perah, sesuai dengan kapasitas peternakan.

''Jika  sudah mulai memproduksi susu, kita akan atur secara bergantian pendistribusian susunya,'' ujarnya.

UPT yang bernaung dibawah Dinas Perikanan dan Peternakan ini dibangun di atas lahan seluas 18 hektar.

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Sugiyatno mengatakan pembangunan peternakan dilakukan secara bertahap sejak 2016 dari mulai membangun kandang, kantor, penanaman rumput gajah, serta pengadaan indukan sapi sebanyak 10 ekor.

''Tahun 2019 dan 2020, kami merencanakan mengadakan pembelian sapi masing-masing 20 ekor dan membangun kandang pedet,'' katanya.

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulistiono, mengatakan pihaknya juga akan memaksimalkan potensi yang ada di UPT Pembibitan Ternak Menggala.  “Kita juga akan memperbanyak anakan sapi di UPT dengan cara melakukan inseminasi buatan,” tutupnya. (NDV)

Kunjungan Tenaga Teknis BBPP Batu ke Dairy Farm Margo Utomo

Foto bersama para Tenaga Teknis dengan pemilik Dairy Farm Margo Utomo.

Tenaga Teknis Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu, Jawa Timur melakukan kunjungan ke peternakan sapi perah Dairy Farm Melk Born Margo Utomo Kalibaru, Banyuwangi. Ada 28 orang tenaga teknis yang ingin berbagi pengalaman dalam manajemen peternakan sapi selama 2 hari, 10-11 Oktober 2018.

Kunjungan diterima langsung oleh pemilik Dairy Farm Margo Utomo, Endang Mariana Moestadjab. Seperti dikutip dari laman timesindonesia.co.id, Endang mengisahkan bahwa Dairy Farm didirikan pada tahun 1943 oleh sang ayah H.R.M. Moestadjab.

Saat ini ada 95 ekor sapi berjenis Holstein Friesian yang ada di peternakan itu. Holstein freisian merupakan jenis sapi perah asli Eropa yang dikenal memiliki produksi harian susu terbanyak.

Manajemen peternakan yang diterapkan sangat ketat selama 24 jam sehari dengan pembagian kerja 2 shift. Untuk pemerahan susu dilakukan dua kali sehari, yakni mulai jam 7 pagi hingga jam 7 sore.

Pemerahan dilakukan dengan cara modern, yaitu dengan alat pemerah susu, bukan dengan tangan. Satu ekor sapi menghasilkan antara 15 hingga 30 liter susu per hari, dengan rata-rata 16 liter susu per hari. Saat ini dari 95 ekor sapi, ada sekitar 37 sapi yang produktif menghasilkan susu.

Pemasaran susu segar dijual ke daerah Banyuwangi, Jember hingga Bali. Sedangkan turunannya dibuat dalam bentuk Keju Mozarella. Selain dipasarkan dalam bentuk susu segar juga digunakan untuk menjamu tamu yang menginap di Margo Utomo Resort, karena sejatinya kawasan ini juga sering disebut Margo Utomo Eco Resort.

"Intinya kami benar-benar menerapkan manajemen yang baik dalam peternakan ini, sehingga susu yang dihasilkan tetap terjaga baik kualitas maupun kuantitasnya," jelas Endang. ***

Mengukur Untung-Rugi Revisi Kemitraan Persusuan

Industri sapi perah skala rakyat. (Sumber: ANTARAFOTO)

Kebijakan kemitraan antara industri pengolah susu dengan peternak sapi perah dicabut. Para peternak pun mulai was-was. Namun pemerintah pun punya alasan. Ada apa sebenarnya?

Lima tahun silam, usaha peternakan sapi perah di Indonesia sempat mengalami jatuh-bangun. Penyebabnya, serapan pasar susu hasil perahan dari para petani di sebagian wilayah di Indonesia masih rendah. Bahkan, harga susu sapi di tingkat peternak kerap mengalami penurunan drastis. Akibatnya cukup banyak peternak yang mengalami kerugian.

Berdasar data dari Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), dua tahun lalu, peternakan skala rumah tangga masih menyumbangkan 85% untuk produksi susu nasional. Namun akibat fluktuasi harga yang terlalu terjal, berdampak pada perolehan pendapatan para peternak skala kecil. Kesejahteraan para peternak pun mulai terganggu.

Untuk mendongkrak kembali kesejahteraan peternak sapi perah, tahun 2017 Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Salah satu poin penting dalam kebijakan ini adalah adanya kewajiban kemitraan Industri Pengolah Susu (IPS) dengan peternak. Beleid baru ini juga mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan upaya meningkatkan produksi susu nasional.

Namun kini, harapan para peternak untuk tetap mempertahankan tingkat kesejahteraannya mulai terusik. Pemerintah merevisi Permentan No. 26/2017 menjadi Permentan No. 33/2018. Hasil revisi kebijakan tersebut menegaskan pemerintah mencabut kembali kewajiban kemitraan IPS dengan peternak.

Ada sebagian isi dari revisi Permentan ini yang menjadi sorotan. Dalam Permentan No. 33/2018, pembelian susu sapi dari para peternak tidak menggunakan kata-kata “wajib” seperti dalam Permentan sebelumnya. Dalam Permentan No. 33/2018 juga tidak ada lagi sanksi bagi importir yang tidak membeli susu sapi lokal.

Risalah Revisi 
Apa sebenarnya musabab Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan revisi beleid ini? Sebelumnya, Kementan melakukan revisi Permentan No. 26/2017 pada akhir Juli lalu menjadi Permentan No. 30/2018. Tak sampai satu bulan setelahnya, peraturan kembali direvisi dalam Permentan No. 33/2018.

Dalam Permentan No. 30/2018, prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi. Perubahan dilakukan karena ada keberatan dari Amerika Serikat (AS) dan ancaman akan menghilangkan program GSP (Generalized System of Preference/Sistem Preferensi Umum) terhadap komoditas ekspor Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor Indonesia ke AS.

Perubahan ini diakui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita, terkait dengan aturan World Trade Organization (WTO). “Sebagai anggota (WTO), kita harus mensinergikan semua aturan dengan WTO,” tuturnya di Gedung Kementan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam peraturan lama, lanjutnya, Indonesia dinilai terlalu melindungi peternak dalam negeri. Namun, Ketut memastikan, peraturan baru tidak akan berdampak negatif untuk peternak. Terbukti dari sudah adanya 119 perusahaan industri pengolah susu (IPS) sapi yang telah mengajukan kemitraan dengan Kementan.

Jumlah tersebut terbilang kontras dengan total perusahaan yang sebelumnya menjadi mitra Kementan, yakni sekitar 24 IPS. Selain itu, masih ada komitmen integrator (pelaku bisnis industri pengolah susu) cukup baik terhadap peternak sapi perah rakyat.

Munculnya kekhawatiran di kalangan peternak saat ini dinilai wajar. Maka, di awal pemberlakuan kebijakan ini, Dirjen PKH Kementan rajin melakukan sosialiasi ke beberapa daerah. Pada 20 Agustus lalu, misalnya, telah dilakukan sosialisasi di Surabaya, Jawa Timur.

Sosialiasasi dilakukan di hadapan para peternak, kelompok peternak sapi perah, koperasi sapi perah, GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) dan  pelaku industri persusuan Jawa Timur. “Kami berharap peternak sapi perah tidak galau pasca revisi Permentan 26/2017 menjadi Permentan 33/2018 ini,” ujarnya waktu itu.

Mengagetkan Peternak
Benarkah revisi regulasi ini tidak berdampak pada tingkat kesejahteraan para peternak? Tentu saja belum terbukti dampaknya, karena perubahan kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi. Namun revisi beleid ini sudah lebih dulu memunculkan kekhawatiran dari para peternak sapi perah. Ketua APSPI, Agus Warsito, berpendapat perubahan aturan ini akan berdampak bisnis susu sapi perah makin terancam.

Pasalnya, dengan tidak adanya kewajiban tersebut harga susu sapi diperkirakan akan jatuh, namun hal itu baru berdampak pada empat hingga lima bulan ke depan. “Hari ini belum terasa dampaknya, saya proyeksi dampak ke depan luar biasa, ya empat sampai lima bulan ke depan akan kelihatan. Harga bisa jatuh tapi belum dihitung berapa karena industri bisa memainkan harga,” katanya kepada Infovet.

Menurut Agus, Permentan No. 33/2018 merupakan produk yang dibuat oleh pemerintah yang tidak melibatkan stakeholder, khususnya para petrenak sapi perah di dalam negeri. Dengan adanya pencabutan kewajiban kemitraan IPS dengan peternak, maka soal pasar susu sapi sudah diserahkan ke masing-masing peternak. Kondisi ini yang paling dikhawatirkan para peternak sapi perah di dalam negeri. “Revisi regulasi ini sangat mengagetkan kami, dan sinyalemen kami memang karena adanya tekanan dari luar,” tambahnya.

Kini, APSPI tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk tetap memperjaungkan hak para peternak lokal. Pertama, melakukan konsolidasi internal untuk menyamakan persepi yang akan diakukan. APSPI akan terus mendorong pemerintah agar menerbitkan regulasi baru pengganti Permentan No. 26/2017 yang berpihak pada peternak lokal.

Kedua, melakukan koordinasi dengan GKSI untuk mendorong agar Menteri Koordinator Perekonomian melakukan langkah konsolidasi di internal pemerintah. Poin yang akan diusulkan, menurut Agus, salah satunya agar susu sapi dimasukan sebagai produk atau barang pokok penting, sehingga adanya landasan harga pokok pembelian terendah di tingkat peternak.  

IPS Leluasa Impor Susu
Bagi kalangan pelaku IPS, revisi Permentan ini dianggap menjadi dasar kuat untuk lebih leluasa mengimpor susu sapi dari luar negeri. “IPS bisa melakukan impor susu sapi dari luar sesuai keinginan, karena tidak ada lagi kewajiban untuk kemitraan dengan peternak lokal,” ujar Heru S. Prabowo, Head Dairy Farm Greenfield Indonesia.

Greenfiled Indonesia merupakan salah satu IPS di Indonesia. Selain memiliki pabrik pengolahan susu, perusahaan ini juga memiliki peternakan sapi perah sendiri. Hasil perahan susu sapinya berlimpah.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku susu murni, selama ini Greenfield Indonesia masih dipasok dari peternakan sendiri. Justru perusahaan ini sudah mengekspor hasil produksinya ke berbagai negara. Maka itu, menurut Heru, bagi Greenfield Indonesia revisi kebijakan ini tidak berpengaruh.

“Tapi begini, Greenfield Indonesia memang merupakan industri pegolah susu yang terintegrasi dan memiliki peternakan sendiri. Tapi kami juga ingin usaha peternakan sapi perah di Indonesia juga berkembang,” ungkap Heru.

Kepada Infovet, Heru mengungkapkan, meskipun farm Greenfield Indonesia sudah berskala industri, sebenarnya efek dari Permentan No. 26/2017 sangat diharapkan. Dulu, efek penerapan Permentan No. 26/2017 cukup signifikan bagi para peternak. Salah satunya adalah beleid tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap para peternak sapi perah dalam negeri.

Permentan lama ini menjadi payung hukum agar iklim bisnis peternakan di dalam negeri menjadi kondusif. Sebab, melalui payung hukum ini impor produk susu dari luar sudah diatur sedemikain rupa melalui kemitraan, sehingga tidak merugikan peternak sapi perah lokal.

“Tapi dengan direvisinya sampai dua kali, mulai dari Permentan No. 30 kemudian direvisi lagi jadi Permentan No. 33/2018, maka “ruh” kebijakan ini sudah tidak ada lagi, karena semua kata-kata "wajib" dalam revisi Permentan yang baru dihilangkan. Harapan terwujudnya iklim usaha peternakan sapi perah yang kondusif menjadi harapan kosong,” terangnya.

Heru termasuk salah satu praktisi peternakan sapi perah yang dulu ikut terlibat dalam membidani terbitnya Permentan No. 26/2017. Ia tahu persis bagaimana sulitnya proses penyusunan beleid tersebut, dari tidak adanya aturan usaha susu sapi sampai terwujudnya aturan yang berpihak kepada para peternak sapi perah. Jadi, maklum jika ia merasa kaget dan kecewa dengan revisi Permentan ini. (Abdul Kholis)

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Beri Apresiasi Jasindo


Foto : Dok Kementan

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Ir Fini Murfiani MSi menghadiri acara penandatanganan nota kesepahaman antara PT Jasindo selaku BUMN dengan Koperasi Agro Niaga (KAN) Jabung, Sabtu (22/9/2018).

Pada kesempatan tersebut, Fini mengapresiasi langkah PT Jasindo. Selain menjadi offtaker dan avalis, PT Jasindo turut melakukan pendampingan dan pemberdayaan.

Menurutnya, program kemitraan dari BUMN ini merupakan salah satu sumber pembiayaan yang murah dengan bunga 3% dan lama pengembalian 3 tahun. Skema dengan bunga yang sama telah lama diusulkan oleh Ditjen PKH, tapi baru disetujui KUR dengan bunga 7%.

"Pemerintah memberikan apresiasi kepada PT Jasindo yang telah percaya kepada usaha peternakan dan meluncurkan Program Kemitraan BUMN kepada 50 orang peternak anggota KAN Jabung dengan total pembiayaan Rp 1 miliar. Pembiayaan ini akan digunakan untuk pembelian 50 ekor sapi perah oleh KAN Jabung," jelas Fini seperti dikutip dari laman detik.com.

Selain PT Jasindo di Jawa Timur, program kemitraan dengan peternak sapi perah juga sudah dilaksanakan oleh Sucofindo dan PT Pelindo III dengan Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan sebesar Rp 15,2 miliar untuk 24 kelompok yang beranggotakan 554 orang dan jumlah sapi yang dimiliki sebanyak 1.080 ekor.

Fini menyampaikan Kementan terus mendorong BUMN dan swasta agar bermitra dengan peternak sapi. Hal ini bertujuan agar terjadinya peningkatan skala usaha kepemilikan ternak, serta mendongkrak peningkatan populasi sapi dalam negeri.

"Untuk meningkatkan skala usaha peternak sapi perah, Kementan melalui Ditjen PKH terus mendorong semua pihak, baik swasta maupun BUMN bermitra dengan peternak," ujar Fini.

Lanjutnya, produksi susu segar nasional tahun 2017 masih rendah yaitu 922,9 ribu ton. Sampai saat ini, 79,2 persen kebutuhan susu masih diimpor dari luar negeri.

Hal tersebut, kata Fini, dikarenakan perkembangan populasi dan produktivitas sapi perah masih belum sesuai harapan. Berdasarkan data BPS tahun 2017, rumah tangga peternakan sapi perah nasional saat ini sebanyak 142 ribu, yang sebagian besar merupakan peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah di bawah 4 ekor.

Pengembangan sapi perah dengan berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain bantuan ternak, program Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting), subsidi bunga kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) dan kridit usaha rakyat (KUR), bantuan premi asuransi, dan fasilitasi pengembangan investasi dan kemitraan. ***


Dirjen PKH: Pemerintah tetap Berdayakan Peternak Sapi Perah

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita. (Foto: Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menegaskan, pemerintah tetap mengupayakan dukungan terhadap permberdayaan peternak sapi perah ihwal perubahan Permentan 26/2017 menjadi Permentan 33/2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

“Pemerintah akan terus berusaha keras dan mengupayakan agar kemitraan yang saling menguntungkan tetap berjalan dengan mengacu pada regulasi yang berlaku dengan dukungan stakeholder,” ujar Ketut, saat acara sosialisasi revisi Permentan 26/2017, di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Timur, Senin (20/8), melalui siaran persnya.

Adanya perubahan tersebut, kata dia, terjadi karena kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. “Perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, sehingga kita harus mensinergikan dengan aturan di dalamnya, terutama terkait ekspor dan impor,” jelas Ketut.

Kendati demikian, Ia pun menghimbau para pemangku kepentingan tidak ikut-ikutan galau dalam memperjuangkan nasib peternak sapi perah. “Justru kita harus semangat dan bangkit siap menghadapi era perdagangan bebas ini dengan bijak, terutama peningkatan produksi susu dalam negeri berkualitas dan berdaya saing,” ucap dia.

Kemitraan tetap Diupayakan
Adanya Permentan 33/2018 menurut Ketut, tidak menghilangkan pola kemitraan yang diklaim akan meningkatkan industri dan kesejahteraan peternak sapi perah. Pihaknya tetap mendorong kemitraan dengan regulasi yang ada.

“Kita mempunyai kesamaan satu mimpi untuk memajukan dunia peternakan Indonesia dan kita tidak perlu khawatir karena masih ada Permentan Nomor 13/2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan,” ujarnya. Artinya, dengan perubahan permentan tersebut, program kemitraan tetap akan ada dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri (SSDN).

Ia pun sangat mengapresiasi komitmen para pelaku usaha dalam membangun kemitraan bersama peternak dalam implementasi Permentan 26/2017. Sejak diundangkan 17 Juli 2017 telah masuk 102 proposal dari 120 perusahaan yang terdiri dari 30 Industri Pengolahan Susu (IPS) dan 90 importir, dengan total nilai investasi kemitraan mencapai Rp 751,7 miliar untuk periode 2018. “Hal ini membuktikan betapa besarnya dukungan, peran aktif dan partisipasi dari stakeholder dalam pengembangan persusuan nasional,” tukasnya.

Selama seminggu ke depan, pihaknya akan berkeliling dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk menemui stakeholder, baik pelaku usaha, peternak dan koperasi untuk bersinergi terkait pembangunan industri persusuan nasional.

Sementara, perwakilan dari IPS yang hadir menyampaikan bahwa mereka tetap akan berkomitmen mendukung kemitraan dengan peternak melalui pembinaan dan pengembangan industri susu, agar produktivitas dan kualitasnya terjaga. (RBS)

Industri Susu Keterbatasan, Pemerintah Ajak Kemitraan

Ternak sapi perah. (Istimewa)
Industri persusuan di Indonesia nampaknya masih terbatas oleh permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah rakyat dalam mengembangkan usaha susu segar dalam negeri (SSDN).

Menurut Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Dedi Setiadi, permasalahan yang masih kerap dihadapi peternak yakni terbatasnya modal, bibit, hingga kepemilikan lahan hijauan. Beberapa peternak, kata dia, masih kesulitan mengakses permodalan lewat perbankan untuk meningkatkan usahanya sehubungan dengan terbatasnya kepemilikan jaminan yang dipersyaratkan.

Dari keterbatasan itu, pihaknya melakukan upaya menjalin kerjasama dengan beberapa pihak bank menjadi avalis atas kredit peternak anggota koperasi dengan kredit sapi bergulir mandiri koperasi. Sementara untuk lahan hijauan, koperasi bekerjasama dengan Perum Perhutani dan PTPN.

“Sedangkan untuk menghasilkan bibit unggul dan melatih peternak menghasilkan bibit unggul beberapa koperasi salah satunya KPSBU Lembang tiap tahun mengadakan kontes ternak sapi perah,” ujar Dedi dalam acara seminar dan workshop bertajuk “Public Private Partnership dalam Peningkatan Produksi dan Konsumsi Susu Segar: Implementasi di Bidang Persusuan” di Jakarta, beberapa waktu lalu..

Kendati begitu, lanjut dia, peternak sapi perah rakyat masih memerlukan perlindungan hukum terkait dengan lahan penanaman Hijauan Pakan Ternak (HPT), setelah sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan Permentan No. 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

Dongkrak Produktivitas dan Kualitas Berbasis Kemitraan
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (P2HP), Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, Fini Murfiani, mengajak peternak sapi perah rakyat untuk ikut konsep kemitraan yang sedang dibangun pemerintah sebagai upaya peningkatan produksi dan susu sapi dalam negeri.

Ia menjelaskan, kondisi persusuan dalam negeri yang relatif minim produksi masih perlu dilakukan penambalan lewat impor. Dengan kemitraan yang terdiri dari kelompok ternak, Industri Pengolahan Susu (IPS), importir, serta bersinergi dengan stakeholder, pihaknya yakin bisa melakukan perbaikan kualitas dan produksi susu dalam negeri, populasi, teknologi dan perbaikan lembaga yang sanggup menjadi daya saing dan nilai tambah untuk penguatan pengembangan bisnis persusuan guna memperbaiki margin dan kesejahteraan peternak sapi perah rakyat.

Konsep tersebut memiliki bentuk yang saling membutuhkan, saling ketergantungan dan saling menguntungkan. IPS yang notabenenya memiliki teknologi pengolahan susu bisa memanfaatkan susu segar miliki kelompok ternak, sementara importir membantu mempromosikan kampanye minum susu dan mengedarkan susu yang mengandung SSDN. Baik IPS dan importir juga turut membantu dalam hal peningkatan produksi, penyediaan sarana produksi dan permodalan kepada kelompok ternak yang bersifat fleksibel. Dengan begitu, income peternak akan meningkat, seiring meningkatnya produksi, populasi, pemanfaatan SSDN dan sebaran pemasaran produk SSDN.

Ia pun menegaskan, kemitraan yang merupakan wujud implementasi dari Permentan No. 26/2017 sampai saat ini penilaian proposal kemitraan tahap I, II dan III telah dilaksanakan oleh Tim Analisis penyediaan dan kebutuhan susu. Jumlah proposal kemitraan yang masuk Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) sampai 23 juli 2018 sebanyak 93 proposal yang berasal dari 110 perusahaan.

“Total investasi kemitraan sebesar 751,66 M dengan rincian yaitu, pemanfaatan SSDN sebesar 665,72 M (88,57%), Gerakan Minum Susu (GMS) sebesar 8,04 M (1,07%), bantuan sarana-prasarana sebesar 38,75 M (5,15%), peningkatan produksi sebesar 8,54 M (1,14%) dan permodalan sebesar 30,61 M (4,07%),” ungkap Fini.

Adapun contoh kemitraan yakni pembangunan milk colection point, renovasi kandang, bantuan hijauan pakan/bahan baku pakan dan training, dengan bentuk kemitraan diantaranya bantuan sapi bergulir, peralatan, pakan, cooling unit, inovasi kandang, pelatihan dan penyuluhan, studi banding, pinjaman tanpa bunga/bunga rendah, pengolahan limbah, serta program minum susu.

Sejak 2013 silam, arah kebijakan pengembangan persusuan lintas K/L atau cetak biru persusuan Indonesia 2013-2015 diantaranya untuk penguatan koordinasi dan sinergitas lintas sektor, penguatan aspek legalitas sebagai payung hukum pengembangan persusuan, pengembangan wilayah produksi susu didukung infrastruktur dan insentif serta kepastian hukum, peningkatan produksi susu segar berkualitas, peningkatan konsumsi SSDN, pengembangan industri pengolahan SSDN, pengembangan pasar dan penataan tata niaga susu, pengembangan ekonomi daerah tertinggal dan wilayah perbatasan, penguatan kelembagaan dan capacity building, serta peningkatan investasi.

Pemerintah pun telah membuat roadmap pengembangan persusuan nasional sebagai berikut:
Tahun
Populasi
Produksi Susu
Total Produksi Susu
Kebutuhan Susu
Pemanfaatan SSDN
2017
544.791 ekor
12,47 liter/ekor
0,9 juta ton
4,449 juta ton
20,74%
2019
621.717 ekor
13 liter/ekor
1,1 juta ton
4,7 juta ton
23,42%
2021
772.088 ekor
15 liter/ekor
1,6 juta ton
5,02 juta ton
33,18%
2023
1.001.086 ekor
16,50 liter/ekor
2,5 juta ton
5,4 juta ton
52,64%
2025
1.334.142 ekor
16,50 liter/ekor
3,4 juta ton
5,7 juta ton
60,08%

Sumber: Seminar Direktur P2HP, Ditjen PKH, Kementan, 2018.

Manfaat Susu untuk Kesehatan

Susu sebagai salah satu alternatif pangan/minuman yang memiliki kandungan gizi tinggi sangat dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dijelaskan oleh Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof Hardinsyah, manfaat dari mengonsumsi susu terbukti berpengaruh positif terhadap pertumbuhan, terutama tinggi badan anak dan perkembangan kognitif anak. “Konsumsi susu berarti turut berperan dalam mencegah stunting dan gangguan kognitif anak,” ujar dia.

Selain itu, Rektor Universitas Sahid Jakarta ini juga menerangkan, dari penelitian Grantham-McGregor et al. 1991 di Jamaika, pemberian susu bermanfaat untuk meningkatkan skor kecerdasan anak usia di bawah dua tahun, selain sebagai asupan kalsium untuk peningkatan Body Mineral Density (BDM) sebesar 0,6-1,0% di daerah tulang pinggul (total hip) dan seluruh anggota tubuh 0,7-1,8%.

Lebih lanjut ia menjelaskan, berdasarkan penelitian gabungan (Meta-analisis) terhadap tujuh penelitian yang melibatkan 329.029 subyek orang dewasa, disimpulkan bahwa konsumsi susu rendah lemak tidak berisiko menggangu metabolik terutama penyakit kencing manis (Diabetes tipe 2).

Karena itu, mengonsumsi susu segar sesuai anjuran satu porsi sehari, khususnya saat masa kanak-kanak dalam jangka panjang berpengaruh positif pada kesehatan usia selanjutnya, seperti menurunkan resiko kegemukan, diabetes, penyakit jantung koroner dan pembuluh darah. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer