-->

MIKOTOKSIN, BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO

Mikotoksikosis unggas merupakan faktor pembatas tersembunyi dalam industri unggas. Penyakit ini menyebabkan kerugian tidak hanya dalam hal hilangnya performa, tetapi juga sebagai agen imunosupresif yang meningkatkan kerentanan unggas terhadap penyakit dan kematian.

Saluran pencernaan merupakan penghalang pertama terhadap bahan kimia yang tertelan, kontaminan pakan, dan racun alami. Setelah menelan pakan yang terkontaminasi mikotoksin, sel epitel usus dapat terpapar racun yang menyebabkan kerusakan usus secara langsung.



PAKAN AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Mikotoksin sangat merugikan jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan maupun pakan jadi. (Sumber: poultrynews.co.uk)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Mengancam Dalam Senyap
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh di mana dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku pakan, jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia sangat tinggi. Jagung digunakan 50-60%, sedangkan kedelai bisa sampai 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi mikotoksin, tentu sangat mengkhawatirkan.

Kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak pun bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017, menunjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat (AS) terkontaminasi deoksinivalenol/DON (vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai AS terkontaminasi DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan apalagi pakan jadi, tentu sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut Tony Unandar, selaku konsultan perunggasan yang juga anggota dewan pakar ASOHI, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan.

Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk, dan pertumbuhan yang tidak merata, juga kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujarnya.

Dirinya juga mengimbau agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan, dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” jelasnya.

Manajemen Risiko Wajib Hukumnya
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Global Technical/Commercial Manager Mycotoxin Risk Management Program, Selko, Dr Swamy Haladi, bahwa mikotoksin dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025. (CR)

CEMARAN MIKOTOKSIN ANCAMAN KESEHATAN

Bahan baku pakan terkontaminasi jamur. (Foto: Istimewa)

Banyak faktor penentu untuk membuat performa perkembangan makluk hidup yang dipelihara berhasil, salah satunya usaha ternak unggas. Namun, apa saja faktor-faktor tersebut, yang tentunya relevan dengan kondisi saat ini?

Penulis mendapatkan beberapa faktor yang menentukan performa makluk hidup berkembang dengan baik, di antaranya potensi genetik berkembang optimal, adanya infeksi penyakit parasit dan virus, patogenitas bakteri, bagaimana keseimbangan mikroflora usus, sistem pencernaan yang belum berkembang optimal, temperatur dan kelembapan, tingkat stres, adanya debu, tingkat kandungan NH3 dan H2S, kepadatan, feed intake, bagaimana kualitas pakan dan air, bahan baku pakan, serta adanya pencemaran jamur dan mikotoksin.

Mikotoksin adalah toksin yang diproduksi oleh jamur seperti Fusarium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Claviceps sp, dan lain-lain. Mikotoksin merupakan hasil metabolit sekunder yang diproduksi di bawah kondisi lingkungan yang sangat mendukung dan terdapat pada hampir seluruh komoditas pertanian di seluruh dunia.

Saat ini ada ratusan jenis mikotoksin telah diidentifikasi, dimana mikotoksin mempunyai sifat kimiawi sangat stabil, tahan terhadap temperatur tinggi,  tahan terhadap penyimpanan, dan tahan terhadap kondisi prosesing. Lebih dari 25% biji-bijian seluruh dunia terkontaminasi mikotoksin.

Adapun faktor-faktor yang memicu pembentukan mikotoksin pada fase produksi tanaman biji-bijian, antara lain kondisi cuaca dari saat tanam sampai panen, adanya manifestasi insekta, kerapatan tanaman, varietas biji-bijian  yang digunakan, dan proses pemupukan. Setelah masa panen kemudian dilakukan penyimpanan dan distribusi, pembentukan mikotoksin pun masih berjalan tergantung dari berapa kadar air saat di simpan, kematangan saat dipanen, juga kondisi saat distribusi.

Diagnosis mikotoksikosis sangat sulit karena gejala klinis yang ditimbulkan sangat bervariasi.  Mikotoksikosis bisa terjadi pada konsentrasi toksin di bawah batas deteksi dan adanya “masked mycotoxin” serta efek sinergistik dari masing-masing mikotoksin. Masalah yang terkait dengan mikotoksin tergantung pada struktur mikotoksin, distribusi dan lama paparan, spesies (ruminan, monogastrik), strain, jenis kelamin, umur, status imun dan kesehatan, serta manajemen farm dan infeksi lapangan.

Berikut efek yang ditimbulkan oleh mikotoksin terhadap makluk hidup yang terpapar:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

YEAMOS, PROFESSIONAL ENHANCED TOXIN BINDER INGREDIENT

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang terdapat pada pakan dan bahan baku pakan. Saat ini, terdapat sekitar 100 jenis mikotoksin yang diketahui mengontaminasi pakan, terutama berbagai mikotoksin yang dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus dan Fusarium, dimana bahaya utama bagi ternak dan unggas adalah aflatoksin, okratoksin, toksin fumigatus, mikotoksin trichothecene dan zearalenone. Setidaknya 25 persen biji-bijian di dunia terkontaminasi mikotoksin, sehingga menyebabkan kerugian serius bagi industri pakan, peternakan, dan kesehatan manusia.



SLUDGE BIOGAS, NILAI TAMBAH USAHA PETERNAKAN AYAM

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. (Foto: Istimewa)

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nutrisi utama yang terkandung di dalam jamur ini beragam, di antaranya karbohidrat (selulosa, hemiselulosa dan lignin), protein, lemak, mineral, dan vitamin.

Jamur tiram putih termasuk dalam komoditas pangan, dengan kandungan protein tinggi yang aman untuk dikonsumsi dan tidak beracun. Selain aman, jelasnya jamur tiram merupakan salah satu bahan makanan yang bernutrisi tinggi. Komposisi dan kandungan nutrisi lainnya antara lain bahan organik, lemak, dan serat kasar.

Di laman resmi Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkap hasil penelitian Suwito (2006), menyatakan bahwa manfaat yang dimiliki jamur tiram putih adalah sebagai antibakteri dan antitumor. Itu sebabnya jamur tiram putih banyak dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, mulai dari diabetes, lever, dan lainnya.

Proses tanam jamur tiram putih selama ini umumnya para petani hanya menggunakan media tanam berupa serbuk kayu dan serbuk kulit kelapa yang dicampur dengan pupuk. Ada juga petani jamur yang memanfaatkan pupuk kandang sebagai campuran.

Kotoran unggas, terutama ayam, kini bukan sekadar menjadi pupuk tambahan. Setelah melalui proses tertentu, limbah unggas bisa dimanfaatkan sebagai media tanam jamur tiram putih. Limbah unggas ini menjadi alternatif media tanam bagi jamur tiram. Hasilnya, jamur tiram putih tumbuh jauh lebih berkualitas dibanding menggunakan media tanam biasanya berupa serbuk kayu.

Pengolahan kotoran unggas sebagai media tanam ini sudah dilakukan melalui penelitian di Fakultas Peternakan UGM beberapa tahun lalu. Para peneliti kampus ini melakukan terobosan mengubah limbah unggas atau sludge biogas dari kotoran ayam menjadi media tanam bagi jamur tiram putih berkualitas.

Adalah Prof Dr Ambar Pertiwiningrum dari Departemen Teknologi Hasil Ternak Fapet UGM yang melakukan penelitian ini. “Kami sudah lama melakukan penelitian tentang pengolahan lain dari limbah untuk dapat menghasilkan nilai tambah bagi para petani, khusunya petani jamur,” ujarnya kepada Infovet.

Tinggi Protein
Jamur tiram putih menjadi pilihan dalam penelitian ini, mengingat tingkat konsumsi jamur di dalam negeri jumlahnya cukup besar. Hasil olahan jamur tiram putih tergolong jenis sayuran yang digemari masyarakat. Kini hasil olahannya juga makin bervariasi, bukan hanya dijadikan sayur untuk lauk, tetapi juga diolah menjadi olahan kering sebagai camilan.

Menurut Ambar, kandungan gizi jamur tiram putih cukup tinggi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, protein pada jamur tiram setiap 100 gram kandungan sebesar 27% atau lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% setiap 100 gram. “Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6% sehingga cocok untuk tubuh,” ungkapnya.

Maka itu, perlu memperoleh komposisi yang baik untuk dapat menggantikan bahan penyusun media jamur, yang selama ini digunakan para petani yakni bekatul. Menurut Ambar, limbah kandang ayam ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusun media jamur, pengganti dedak yang harganya cukup mahal dan berkompetisi untuk pakan ternak.

Temuan lain dari hasil penelitian yang dilakukan Ambar, kualitas media jamur tiram putih dengan penggunaan sludge biogas 100% bisa menjadikan hasil yang terbaik. Sebab meningkatkan kadar C-organik, kadar Nitrogen (N), kadar P (P2O5), dan kadar K (K2O). Artinya, limbah unggas kini tidak lagi menjadi sampah, tetapi justru dapat meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat.

Perlu Perlakuan Khusus 
Untuk memanfaatkan limbah ternak unggas menjadi media tanam jamur tiram putih, tidak serta merta digunakan layaknya para petani menggunakannya sebagai pupuk kandang selama ini. Ada perlakuan khusus atau proses yang dilalui agar menghasilkan media tanam dan hasil panen jamur yang bagus.

Peneliti senior ini menjelaskan, sludge ekskreta ayam yang keluar dari bak penampungan dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga teksturnya menyerupai tanah dengan kadar air sekitar 10%.

Saat penelitian dilakukan, sludge ekskreta ayam yang telah kering diambil sekitar 4.000 g, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder. Sludge ekskreta ayam yang telah halus dibungkus dengan kertas koran lalu dioven dalam suhu 55° C selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan ke tempat untuk selanjutnya disterilisasi pada suhu 121° C dengan tekanan 15 psi.

Selain membuat media jamur sebagai substitusi dedak oleh limbah biogas kotoran ayam, Ambar juga menggunakan limbah cangkang telur yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur yang lebih ramah lingkungan.

Dalam penggunaannya pada media tanam, menurut Ambar, komposisi limbah unggas dapat dilakukan tanpa penambahan dedak maupun dilakukan dengan penambahan bahan lain. “Keduanya memang berperan sebagai sumber protein pada jamur tiram pada media tanam jamur,” jelasnya.

Ia menambahkan, selama ini sludge sebagai luaran dari hasil proses pembuatan biogas masih sangat minim pemanfaatannya. Bahkan hanya menjadi tumpukan limbah buangan biogas di dekat digester, tanpa makna dan bernilai.

“Umumnya sludge digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman di lahan pekarangan atau area pertanian skala kecil. Kini, dengan pemanfaatan sludge biogas sebagai bahan substitusi dedak pada media jamur tiram putih, dapat meningkatkan nilai guna dari sludge yang dihasilkan dan nilai tambah bagi pengembangan produk jamur tiram putih. Artinya, sludge biogas kini punya value added,” kata Ambar.

Indonesia memiliki potensi sludge biogas melimpah yang dapat diolah optimal dan lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesehatan, perekonomian masyarakat, serta pelestarian lingkungan.

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama kecukupan gizi protein hewani dan juga sumber pendapatan masyarakat pedesaan. Inilah terobosan mengubah limbah menjadi bermanfaat dan bernilai.

Murah Biaya Tanam
Penggunaan sludge biogas sebagai media tanam jamur tiram putih ini memiliki nilai ekonomi yang lebih menguntungkan, jika diterapkan oleh para petani jamur. Nilai ekonomi yang dapat dihitung jika hanya dengan memanfaatkan limbah unggas ini hanya mampu mensubstitusi peran dedak sebesar 15% pada setiap media.

Jika diasumsikan harga dedak Rp 8.000/kg, maka hanya dapat dimanfaatkan hanya dalam 6-7 media dan dalam satu kali produksi, biasanya para petani jamur akan memproduksi minimalnya 500 baglog (media tanam jamur).

Menurut Ambar, jika dihitung nilai ekonominya, total biaya yang dapat dihemat jika menggunakan limbah unggas untuk pengganti dedak, maka 500 baglog dapat menghemat biaya dedak sebesar Rp 600 ribuan. “Dengan catatan 1 kilogram dedak dapat digunakan pada 6 baglog dalam berat 1 kg pada masing-masing baglog,” ujarnya.

Sedikit membedah faedah limbah unggas. Selama ini, publik umumnya mengenal kotoran ayam merupakan bahan baku penting dalam pembuatan kompos jamur dan komposter karena merupakan sumber nitrogen terbesar. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kualitas tetap konsisten dan setinggi mungkin. Namun kualitas kotoran ayam tidak begitu penting bagi peternak, baginya hanya merupakan limbah.

Mayoritas komposter menggunakan kotoran ayam kering. Jenis yang paling cocok adalah pupuk kandang dari ayam pedaging. Ini mengandung persentase kotoran yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan lain seperti serbuk gergaji.

Kandungan kalsiumnya yang tinggi dalam kotoran ayam dapat meningkatkan kesehatan tanaman secara keseluruhan. Hal itu juga sangat dapat mengurangi pembusukan ujung bunga selama musim tanam. Selain itu, kotoran ayam juga dapat mengusir banyak binatang yang menganggu tanaman seperti tupai, tikus, dan lainnya.

Dengan sebegitu banyak kandungan di limbah unggas, yang menjadi salah satu penggugah Ambar melakukan penelitian untuk dijadikan media tanam jamur tiram putih. Hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar Animal Products Technology UGM ini sudah beberapa tahun lalu dilakukan.

Sekarang, ilmu terapannya sudah dimanfaatkan oleh para petani jamur di beberapa wilayah Jawa Tengah. Meski untuk menerapkan hasil temuan ini lumayan rigit, namun untuk mencapai hasil yang maksimal dari budi daya jamur tiram putih para petani kini sudah banyak yang menikmati hasilnya. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

MELACAK GERAK-GERIK TOKSIN T-2

Jagung berjamur. (Sumber: Istimewa)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh beberapa kapang beracun dari tiga genus utama, yaitu Aspergillus, Fusarium dan Penicilium. Bersifat “ubiquitous” alias mudah ditemukan di alam bebas, sangat tahan pada suhu tinggi dan cenderung mempunyai karakter lipofilik serta sangat beracun bagi manusia ataupun hewan. Spektrum toksikologisnya sangat luas, sehingga bentuk manifestasi klinis dan patologi-anatomisnya sangat variatif, baik pada hewan secara umum, maupun pada unggas khususnya. Toksisitasnya bisa bersifat akut atau kronis, dengan bentuk gangguan bersifat karsinogenik, genotoksisitas, imunotoksisitas, mutagenisitas, maupun teratogenisitas. Selain itu, dampak sinergistik antar beberapa jenis mikotoksin sudah dibuktikan secara in-vitro maupun in-vivo oleh para ahli toksikologi. Tulisan singkat ini mencoba meneropong mikotoksin dari kelompok Trikotesen, khususnya toksin T-2 yang juga jamak ditemukan pada ayam modern.

Sekilas Mikotoksin
Di atas telah disebutkan secara biologis mikotoksin adalah senyawa toksik yang merupakan metabolit sekunder kapang Aspergillus, Fusarium dan Penicilium yang menginvasi biji-bijian ketika masih dalam fase pertumbuhan di ladang dan/atau bahan baku/pakan selama penyimpanan, terutama jika suhu dan kelembapan sangat ideal untuk pertumbuhan kapang tersebut (Shamsudeen et al., 2013).

Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2012, memperkirakan kurang lebih 25% dari makanan manusia dan hewan terkontaminasi satu atau beberapa jenis mikotoksin. Usaha-usaha untuk membuat dekontaminasi secara fisik maupun dengan adsorben kimiawi sejauh ini masih terbatas (Huwig et al., 2001; Shetty dan Jesperson, 2006).

Gambar 1: Toksisitas relatif beberapa jenis mikotoksin terhadap hewan ternak (food producing animals). Di lapangan kasus keracunan Aflatoksin-B1 (AFB1), toksin T-2 dan Okratoksin-A pada ayam modern mempunyai prevalensi cukup tinggi sepanjang tahun, baik pada level ayam bibit (parent stock) maupun ayam komersil (final stock).

Hampir sama dengan polutan lingkungan lainnya, mikotoksin sangat mengganggu kesehatan dan produktivitas hewan, unggas khususnya (Zain, 2011; Katole et al., 2013). Lebih dari 350 jenis mikotoksin sudah diidentifikasi di alam, misalnya kelompok Aflatoksin (AF), Okratoksin (OT), Fumonisin (F) dan kelompok Trikotesen (Patil, 2014).

Gambar 2: Dampak metabolik pada kasus keracunan mikotoksin umumnya sudah dimulai dari saluran cerna (gastrointestinal tract) yang ujung-ujungnya akan mengakibatkan gangguan asupan nutrisi bagi induk semang, baik makro-nutrisi maupun mikro-nutrisi. Selanjutnya, mikotoksin yang terabsorpsi dapat mengganggu atau bahkan merusak kedua organ yang berfungsi untuk detoksikasi bagi induk semang, yaitu hati dan ginjal. Bagan ini menunjukkan patogenesis dampak metabolik mikotoksin pada umumnya terhadap ayam modern tipe petelur, baik ayam bibit (grand parent ataupun parent stock) atau ayam petelur komersil, yaitu gangguan produksi telur (% hen day) serta kualitas kerabang telur.

Mengenal Kelompok Trikotesen
Trikotesen (TCT) adalah sekelompok mikotoksin yang dihasilkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (toe)

Ditulis Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

KESIAGAAN HADAPI MIKOTOKSIN DI MUSIM PENGHUJAN


Saat ini mikotoksin semakin mendapat perhatian serius dan harus diwaspadai karena mikotoksin hampir selalu ditemukan di setiap bahan baku pakan. Mikotoksin meski dalam jumlah rendah namun terus-menerus ada dalam bahan baku pakan, akan menyebabkan penurunan efisiensi produksi dan meningkatkan kepekaan ayam terhadap berbagai jenis infeksi penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh.

Mikotoksikosis merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh mikotoksin dan penyakit tersebut timbul jika unggas mengonsumsi pakan atau bahan yang mengandung mikotoksin. Berdasarkan tempat proses tumbuhnya jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Field Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa tanam di ladang/lahan pertanian (contoh: Fusarium).

2. Storage Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa penyimpanan di gudang (contoh: Aspergillus sp. dan Penicillium sp.). Pada masa tanam tanaman jagung, kandungan jamur semakin meningkat seiring pertumbuhan tanaman tersebut. Toksin yang dihasilkan jamur semakin meningkat. Pada masa penyimpanan, kandungan jamur meningkat seiring masa penyimpanan dan kondisi yang ideal bagi pertumbuhannya.

Gejala klinis mikotoksikosis biasanya tergantung dari jenis dan kadar mikotoksin. Variasi gejala klinis tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, gangguan produksi telur, gangguan daya tetas telur, gangguan pencernaan, perdarahan pada kulit, kerusakan jaringan pada paruh, rongga mulut dan gangguan akibat efek imunosupresi.

Mikotoksin akan menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.

Ditulis oleh: Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, Jakarta
Telp: 021-8300300

SEKILAS TENTANG MIKOTOKSIN

Mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti jagung untuk pakan ternak. (Foto: Thinkstock)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder produk dari kapang berfilamen, dimana dalam beberapa situasi dapat berkembang pada makanan yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp, Aspergillus sp dan Penicillium sp merupakan jenis kapang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan sering mencemari pakan ternak. Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat (Binder 2007; Zinedine & Manes 2009).

Kata mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti kapang (Yunani) dan toxicum yang mengacu pada racun (Latin). Mikotoksin tidak terlihat, tidak berbau dan tidak dapat dideteksi oleh penciuman atau rasa, tetapi dapat mengurangi kinerja produksi ternak secara signifikan (Binder 2007).

Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya. Beberapa toksin/racun jamur ini diproduksi pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%.

Beberapa jamur/fungi yang diketahui dapat menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya di peternakan adalah Aspergillus flavus (Aflatoksin B1) dan A. Ochraceus (Okratoksin), Fusarium (Zearalenone/F2, Fumonisin, DON/Dioksinivalenol/Vomitoksin, T2/Trichothecenes dan Penicillium viridicatum atau P. palitans (Okratoksin).

Beberapa jenis kapang dapat memproduksi lebih dari satu jenis mikotoksin dan beberapa mikotoksin diproduksi oleh lebih dari satu spesies kapang (Zain, 2011).  Kapang merupakan bagian normal dari mikroflora.

Ternak dapat terpapar mikotoksin setelah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (AHD-MAS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer