Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Inclusion Body Hepatitis | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HEPATITIS VIRAL MENULAR PADA BROILER

Gejala klinis awal ditemukan pada broiler tinja encer, putih kekuningan sedikit kehijauan. (Sumber: Istimewa)

Kerusakan organ hati merupakan salah satu akibat serangan penyakit viral yang cepat menular dan mematikan pada unggas. Selain hati, kerusakan jaringan juga terjadi pada organ penting lainnya seperti ginjal dan jantung. Kematian yang bersifat epidemik akan terjadi dengan cepat pada kawanan ayam terutama broiler. Penyakit ini menyebar cepat ke seluruh dunia dan banyak dilaporkan terjadi oleh para peneliti.

Kondabatulla G. (2000), menyampaikan bahwa penyakit dengan perubahan patologi berupa hepatitis pada ayam telah terjadi mulai 1994 dengan istilah lokal “Angara Disease”, di India dikenal dengan sebutan “Leechy Disease” (Govida dan Satyanarayana, 1994).

Pada wabah yang terjadi di Brasil, Mettifogo (2014), mengidentifikasi dengan PCR bahwa penyebabnya adalah Fowl Adenovirus (FAdV) grup I dan penyebab serangkaian wabah pada broiler di Brasil, yang ditandai dengan terjadinya pembengkakan dan kekuningan pada hati ayam serta penumpukan cairan pada perikardium. FAdV grup I menyebabkan timbulnya penyakit yang disebut dengan Inclusion Body Hepatitis (IBH) yang juga menyebabkan Hidropericardium Syndrome (HPS).

Munuswamy P. et al., (2014), melaporkan wabah HPS oleh FAdV pada broiler di Ultar Pradesh dan Srinagar, India, dengan kematian 10-15% pada broiler umur 3-5 minggu. Panigrahi S. et al., (2016), melaporkan bahwa kematian bisa mencapai kisaran 20-80% pada broiler. Kasus di Libanon pada broiler juga dilaporkan oleh Shaib H. et al., (2017), dengan mortalitas 53,3% dan hasil identifikasi serta analisa filogenik ternyata penyebab virusnya FAdV strain D dan serotipe 11 dan memiliki kemiripan 100% dengan virus di Iran.

Gejala klinis
Performa broiler yang terinfeksi biasanya akan tampak jelek, banyak yang kecil dan kematian yang memuncak tiap harinya, terjadi kondisi epidemik. Seringkali penyakit ini tidak berdiri sendiri, pada broiler yang terserang FAdV bisa juga adanya infeksi virus lainnya seperti Chicken Anemia Virus (CAV) atau Infectious Bursal Disease (IBD). Klinis oleh agen virus lain bisa muncul di kandang. Adanya infeksi CAV, penyebab kekerdilan pada ayam serta anemia telah dilaporkan oleh Revajova V. et al., pada 2017.

Gejala klinis yang bisa dikenali pada ayam di kandang yang terserang FAdV berupa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2021.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi (Medik Veteriner Ahli Madya) &
Ratna Loventa Sulaxono (Medik Veteriner Ahli Pertama)

DUET MAUT AI & IBH PENGHANCUR MASA DEPAN PETERNAK

Ayam layer dengan gejala jengger kebiruan yang  terinfeksi virus H5N1 clade 2.3.2.1. (Istimewa)

Avian influenza (AI) dan Inclusion body hepatitis (IBH) merupakan penyakit fenomenal di tahun 2018 dan diperkirakan masih menjadi momok di tahun-tahun berikutnya. Bagaimana tidak, peternak zaman now dibuat frustrasi dengan kehadiran penyakit tersebut dan seolah-olah peternak justru semakin “teledor” dalam mengelola ayam karena sifat penyakit yang sulit dikendalikan dan menyerang semua tipe kandang, baik kandang terbuka (open house) maupun tertutup (closed house).

Perkembangan penyakit AI sejak ditemukan pertama kali di Indonesia pada 2002 sangat pesat, dan baru-baru ini ditemukan jenis terbaru Low Pathogenic Avian Influenza (H9N2) yang menjadi menjadi ancaman terbesar peternak layer dengan penurunan produksi 90% menjadi 40%. Demikian juga dengan IBH, sejak ditemukan di Indonesia pada 2017 penyakit ini kini telah tersebar ke seluruh Indonesia dengan tingkat mortalitas rata-rata 10-80%.

Avian Influenza
Penyakit ini masih menjadi primadona dan banyak diperbincangkan, tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Agustus 2017 lalu, pemberitaan tentang teridentifikasinya virus AI H5N1 di Filipina juga tidak luput menjadi perbincangan, sedangkan di Indonesia H9N2 lebih banyak dibicarakan porsinya dibandingkan H5N1 karena ada beberapa laporan baru mengenai teridentifikasinya virus ini di lapangan.

Penyakit AI secara garis besar dikategorikan menjadi dua, yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), misal H5N1 dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI), misal H9N2. 

• HPAI
Sudah lama diketahui bahwa ayam petelur yang mendapatkan serangan virus H5N1 akan mengalami gangguan produksi telur dengan atau tanpa kematian. Variasi gejala dan tingkat kematian yang muncul pada ayam masa produksi sangat tergantung kekebalan ayam, kepadatan virus yang menantang dan kondisi umum ayam.

Virus H5N1 yang akhir ini didominasi clade 2.3.2.1 juga masih menjadi ancaman bagi ayam petelur. Tidak jarang gejala yang muncul hanya penurunan produksi telur tanpa ada kematian, hal ini salah-satunya diakibatkan perlindungan dari program vaksinasi hanya melindungi dari kematian tetapi tidak terhadap penurunan produksi.

Untuk mendapatkan perlindungan yang bagus terhadap tantangan H5N1 di masa produksi, tingkat dan keseragaman kekebalan juga penting. Penggunaan vaksin kill AI H5N1 sangat membantu perlindungannya dan tentu saja didukung dengan antigenic matching dari bibit vaksin yang digunakan.

• LPAI
Salah-satu virus AI yang digolongkan LPAI antara lain H9N2, virus ini pertama kali dilaporkan di kalkun yang mengalami gangguan pernafasan ringan tahun 1966 silam. Di dunia, virus H9N2 dibagi menjadi dua garis keturunan utama, yaitu North America dan Eurasian, sedangkan Eurasian dibagi menjadi tiga, yaitu G1-like, Y280-like dan Y439-like.

Sifat virus ini mayoritas bereplikasi di sel epitel pernafasan dan pencernaan yang bersifat lokal dikarenakan cleveage site yang monobasic. Hal ini yang menyebabkan penyebaran virus... 

Drh Sumarno
Head of AHS Central & Outer Island PT Sierad Produce, Tbk


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Februari 2019.

Kasus Penyakit Penting di Tahun 2018

Salah satu penyakit CRD kompleks yang diikuti oleh infeksi E. Coli.

Fenomena kejadian penyakit di tahun 2018 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini dilatarberlakangi juga oleh kondisi challenge penyakit yang tinggi disebabkan bibit penyakit yang semakin berkembang dan kompleks. Penyakit kekinian seperti Inclusion body hepatitis (IBH) mejadi catatan spesial dimana penyakit ini secara valid dan terbukti menyerang pada umumnya ayam broiler dengan diagnosa final melalui histopatologi.

Berdasarkan pengalaman penulis, disini kami akan membagikan beberapa kasus penyakit paling penting dan sering terjadi di tahun 2018 baik yang menimpa ayam broiler maupun layer.

Chronic Respiratory Diseases (CRD)
Mycoplasmosis terutama yang disebabkan oleh Mycoplasma Gallisepticum (MG) merupakan ancaman yang nyata dan sangat berperan dalam gangguan sistem pernapasan ini. Kuman MG yang menempel di silia sel pernafasan akan mengeluarkan endotoksin kemudian melemahkan sistem mukosiliaris. Sumber kontaminasi MG di broiler farm terutama dari burung liar, mobilitas pekerja kandang, kendaraan yang terkontaminasi serta DOC yang terkontaminasi akibat infeksi vertikal dari induknya. Sejatinya Mycoplasma mudah mati dalam lingkungan dengan temperatur tinggi, kadar oksigen yang tinggi, kelembaban yang relatif rendah, dan hampir semua jenis desinfektan mampu membunuhnya. Tetapi kondisi ventilasi kandang yang jelek akan mengakibatkan kelembaban udara dan kadar amonia dalam kandang akan meningkat dan konsekuensinya adalah tekanan oksigen akan menurun. Hal ini yang menyebabkan Mycoplasma yang sudah berada di permukaan sel pernafasan akan berkembang biak dengan cepat dan menggangu sistem mukosiliaris sehingga rentan akan munculnya infeksi sekunder.

Kontrol yang paling tepat untuk meminimalkan munculnya kasus pernafasan yang dipicu oleh MG adalah melalui kedisiplinan pelaksanaan program sanitasi, pemilihan DOC yang minim kontaminasi MG dan didukung dengan pengaturan ventilasi atau tatalaksana kandang yang berhubungan dengan kecukupan oksigen di kandang. Program kontrol di broiler dengan antibiotik khusus untuk MG merupakan pilihan terakhir dan program sebaiknya didasarkan dengan melihat status MG di DOC yang diterima pada saat kedatangan. Untuk memudahkan kontrol, sangat disarankan memilih DOC yang induknya sudah divaksin dengan vaksin MG live.

Infectious Bronchitis
Dari berbagai faktor di atas, ada beberapa faktor pencetus utama yang sering dijumpai dan menyebabkan integritas sistem kekebalan mukosiliaris ini terganggu antara lain kadar amonia dan debu yang berlebih, infeksi kuman Mycoplasma terutama Mycoplasma Gallisepticum, infeksi virus Infectious Bronchitis dan reaksi pasca vaksin pernafasan seperti ND dan IB live.

Inclusion Body Hepatitis (IBH)
IBH menjadi momok yang menakutkan bagi para peternak, hakekat penyakit ini mirip dengan IBD tetapi lebih hebat dampaknya terhadap mortalitas dan perubahan organ kekebalan tubuh. Kematian yang disebabkan oleh IBH bisa terjadi lebih awal di umur 15 hari dan dapat diperparah oleh kondisi ventilasi yang buruk. Manifestasi fase dini IBH biasanya ada pembengkakan ringan organ...


Drh Sumarno
Manager AHS, PT Sierad Produce, TBK


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Desember 2018.

DINAMIKA PENYAKIT AYAM RAS 2018

Pada 2019 kasus IBH masih perlu dicermati selain penyakit-penyakit viral lain pada unggas. (Sumber: Google)

Sepanjang 2018 bagi para praktisi dan ahli kesehatan hewan merupakan tahun tantangan “The Year of Challenge” yang sangat menyita banyak waktu, pikiran, keahlian, keterampilan dan kerjasama dengan berbagai pilar perunggasan Indonesia dalam strategi pengendaliannya. Tiga hal pokok tantangan utamanya adalah tidak diperbolehkannya lagi penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) pada pakan, munculnya penyakit baru Avian Influenza (AI) strain H9N2 dan merebaknya penyakit Inclusion Body Hepatitis (IBH) yang sudah lama ditemukan di Indonesia tetapi "hibernasi" dan epidemiologinya tidak termonitor secara seksama.

Merebaknya wabah AI-H9N2 pada peternakan  ayam petelur di Indonesia menjadi topik utama pembicaraan para ahli kesehatan hewan. Industri perunggasan terguncang karena bukan hanya turunnya produksi telur yang fenomenal, bahkan menjadi “Icon” yang disebut sebagai penyakit 90/40 yang gejalanya berupa penurunan produksi telur pada saat puncak produksi yaitu ketika mencapai sekitar 90% dan terjun bebas produksi telurnya menjadi hanya 40% ketika terserang penyakit, tetapi juga karena virus AI-H9N2 merupakan virus donor bagi virus AI yang lain, sehingga dapat terbentuk strain virus baru yang lebih ganas. Berbagai Institusi bekerja sama untuk menangani penyakit ini, bahkan juga kerjasama Internasional dengan beberapanegara yang memiliki masalah serupa serta badan-badan internasional yang terkait dengan masalah ini seperti FAO, OIE dan WHO.

Di 2018 juga mencatat kejadian penting dengan banyak ditemukannya kasus penyakit IBH yang umumnya menyerang ayam broiler. Penyakit yang sudah lama “hibernasi” ini marak pada peternakan ayam broiler muda dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit, bahkan menyebabkan angka kematian hingga 50% karena masuknya infeksi sekunder. Penanggulangan masalah penyakit ini menjadi pekerjaan rumah yang terasa berat bagi para konsultan kesehatan hewan karena belum adanya vaksin yang tersedia. Pihak yang berwenang dalam pengambilan kebijakan pengendaliannya belum dapat teryakinkan bahwa IBH merupakan penyakit yang serius, sehingga pengadaan vaksin dari luar negeri bukan merupakan prioritas, apalagi IBH bukan merupakan penyakit zoonosis.

Permasalahan dunia perunggasan di Indonesia mulai tahun 2018 ini juga menjadi semakin kompleks karena tidak siapnya industri dan stakeholder lainnya ketika AGP tidak diperbolehkan lagi digunakan dalam pakan unggas. Untuk masalah ini bukan hanya tantangan bagi para Nutrisionist, tetapi juga  kompetensi Dokter Hewan yang juga dituntut untuk semakin dalam memahami kompleksitas kesehatan ternak, karena pencabutan AGP berdampak pada kualitas kesehatan unggas. Para peternak melaporkan bahwa ayam menjadi sangat rentan terhadap serangan penyakit, berat badan tidak dapat mencapai standar, tingginya angka kematian, dan afkir ayam kerdil meningkat. Situasi ini tidak hanya menjadi masalah kesehatan hewan semata, tetapi juga menjadi masalah ketersediaan pangan dan keamanannya bagi masyarakat, karena turunnya tingkat produksi dan meningkatnya distribusi ayam sakit sehingga kuman penyakit semakin tersebar ke lingkungan sekitar.

Pendekatan kesehatan hewan memerlukan langkah preventif praproduksi, kendali produksi yang komprehensif, serta biosekuriti yang mengikuti rantai distribusi mulai dari pembibit, distributor, kelompok peternak hingga ke tingkat budi daya akhir. Oleh karena itu, sejalan dengan platform kesehatan unggas, maka mata rantai pencegahan dan biosekuriti menjadi penjaga pintu utama dalam pencegahan penyebaran penyakit unggas.

Langkah pengendalian suatu penyakit memerlukan panduan terpadu yang dimulai dari penetapan keberadaan suatu penyakit di suatu daerah, atau masih bebasnya suatu daerah dari satu penyakit menular, kemudian diikuti dengan penetapan...

Drh Dedi Kusmanagandi, MM
Kontributor Infovet, Praktisi Bisnis Obat Hewan


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Desember 2018.

Menghindari Serangan IBH (Inclusion Body Hepatitis) di Farm Broiler

Pemeliharaan broiler prosesnya sangat cepat. Untuk mencapai finish dengan normal
diperlukan kondisi fit sejak kedatangan DOC di farm, yang tidak hanya berpedoman pada
kondisi fisik secara kasat mata, melainkan kualitas DOC secara internal quality.
(Foto: Ridwan)

Oleh: Suryo Suryanta
Konsultan Manajemen Ayam

Lagi-lagi kasus gangguan kesehatan menyeruak di lapangan yang mengakibatkan kerugian yang signifikan karena kematian ayam dengan kisaran 5-65%, sehingga konversi pakan menjadi membengkak. Kasus IBH menjadi pelik karena gejala infeksinya agak sulit dibedakan dengan kasus Gumboro (IBD), meskipun disebutkan bahwa kontaminasi IBH dapat terdeteksi sejak dini saat penerimaan DOC bila terjadi kontaminasi di breeder ataupun di hatchery, ditulis Drh Eko Prasetio, Infovet edisi Februari 2018.

Kejadian infeksi IBH muncul setelah ayam sudah mulai besar (800 gr) atau di umur sekitar 18 hari dengan meningkat kematiannya. Yang paling repot kejadian tidak terdeteksi, namun kematian tinggi saat pelaksanaan panen, baik kematian saat penangkapan hingga saat  ayam sudah di kendaraan. Berikut tanda-tanda IBH yang terjadi di lapangan dari (kontributor Dokter Hewan yang aktif di lapangan):

Gambar: Dok. Pribadi
Contoh kasus di lapangan, pada flok yang terdiri dari tiga kandang, hanya satu kadang yang mengalami serangan IBH tersebut yang diikuti dengan gejala ND dan colli, sehingga kematian menjadi meningkat tajam hingga 20%. Meskipun yang terkena hanya satu kandang, namun memberikan kerugian secara total menyeret kandang lain yang performance-nya normal. Tentunya kondisi ini merugikan bagi peternak broiler, meskipun harga livebird tinggi tetap tidak memberi keuntungan, hanya mampu mengurangi tingkat kerugian yang dialami peternak.

Meskipun tingkat morbiditas kasus IBH ini tidak meluas atau dapat disebutkan hanya spot-spot, namun kejadian ini seolah menjadi trauma bagi peternak atau “down mental”, karena mereka ragu-ragu untuk melakukan chick-in lagi, karena khawatir akan terserang kasus IBH kembali. Mereka sadar masih belum dapat mengatasi secara preventif apalagi mengatasi setelah terjadi wabah. Oleh karena itu, perlu dituntaskan mengenai kasus IBH ini untuk menghindarkan dari farm, sehingga mendorong semangat para peternak untuk kembali berusaha.

Budidaya Broiler seperti Lomba Lari Sprint
Pemeliharaan broiler hanya sampai 30-35 hari dengan bobot panen mencapai 1,6-2,2 kg, bahkan tidak sedikit yang dipanen pada umur 22-25 hari dengan bobot 0,9-1,2 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan broiler adalah proses yang sangat cepat ibarat lomba lari sprint. Untuk mencapai finish dengan kecepatan normal diperlukan kondisi yang fit sejak kedatangan DOC di farm. Kondisi yang fit sampai sekarang masih berpedoman hanya pada kondisi fisik yang kasat mata, seperti tidak cacat, berat DOC, kekeringan, warna bulu dan kelincahan. Tentu sudah perlu diarahkan pada pedoman kualitas DOC secara internal quality, yaitu dari aspek kecukupan nutrisi penyusunnya, serta memastikan bebas kontaminasi dari induk, baik bebas salmonella, bebas jamur atau fungus, bebas bakterisidal, seperti colli dan pseudomonas dan bebas kontaminasi yang bersifat virusidal.

Mengapa DOC harus full nutrisi, karena jumlah sel dasar dan kekebalan tubuh terstruktur oleh nutrisi yang akan menjadi pondasi dasar untuk pertumbuhan dan pembentukan organ kekebalan. Dengan pertumbuhan broiler yang cepat, maka harus diimbangi dengan perkembangan organ kekebalan yang cepat pula, sehingga jumlah sel dasar penyusunnya harus dalam jumlah yang ideal.

Sebagai ilustrasi sederhana ayam breeder 32 minggu dengan standar berat HE 60 gram, sehingga akan memiliki variasi berat DOC 35-47 gram, selanjutnya pada umur 40 minggu akan memiliki standar berat HE sudah 65 gram, sehingga berat DOC akan bervariasi dari 40-52 gram, artinya pada umur 40 minggu harus sudah tak lagi ditemukan berat DOC di bawah 40 gram. Namun kondisi yang dihadapi di lapangan belum tentu bisa terwujud dengan baik, sehingga masih dijumpai berat DOC di bawah 40 gram meskipun umur induk sudah di atas 40 minggu.

Apakah yang Mengganggu Nutrisi Telur Tetas (HE)
Ada anomali gangguan yang sangat riskan pada breeder broiler, yaitu jatuhnya telur ke perut ayam, disebut anomali karena kejadian yang tidak mudah dideteksi secara dini, namun hanya bisa diketahui dari akibatnya. Kejadian ini pun bisa diketemukan karena ada faktor lain yang involve yaitu bila ada kontaminasi bakteri, sehingga muncul yang disebut Egg Peritonitis dengan kejadian mortalitas yang tinggi. Lebih lanjut disebut anomali karena kejadian telur jatuh atau bisa disebut internal laying disebakan oleh yang disebut Erratic Oviposition And Defective Egg Syndrome (EODES), yaitu terjadi ketika ayam memiliki terlalu banya folikel ovarium yang besar, sehingga akan banyak kejadian double yolk dan prolapsus. Kejadian EODES karena terjadi stimulasi cahaya dini pada ayam ayam yang underweight atau yang juga overweight, sehingga cara preventif mengatasi EODES hanya dengan menunda stimulasi cahaya pada ayam pullet yang underweight, serta menghindari ayam yang overweight.

Gambar: Dok. Pribadi
Kejadian telur jatuh ke perut juga akan aman karena akan diserap kembali ke tubuh ayam sejauh bila tidak ada kontaminasi bakteri. Namun bila muncul gangguan Toksikasi, yaitu adanya toksin yang masuk meracuni atau  terjadi akumulasi toksin di dalam tubuh ayam. Toksikasi menyebabakan daya tahan tubuh menurun (imunosupresi), maka salmonella ataupun colli di dalam tubuh akan mengalami replikasi dan mampu mengintervensi tubuh ayam. Proses replikasi menjadi berkepanjangan bila ada kuning telur ada di perut ayam karena menjadi tempat tinggal dan berkembangbiak.

Kondisi ini akan menjadi problem yang berkepanjangan karena tidak akan mudah diatasi dengan perkembangbiakkan bakteri di perut ayam. Kondisi inilah yang menjadi “biang bertunas” ke telur tetas yang dihasilkan ayam tersebut, sehingga menjadi HE yang terkontaminasi bakteri colli dan salmonella. Meskipun secara jumlah telur yang tertunas tidak banyak namun seperti menyimpan “bom waktu” yang sewaktu-waktu bisa meledak saat proses inkubasi, sehingga menjadi spreading atau penyebaran yang meluas pada telur yang embrionya sudah berkembang, serta waktu yang krusial di hatcher pada saat telur piping atau ayam sudah siap menetas dengan mulai paru DOC keluar dari cagkang, maka DOC akan menghirup kontaminan colli maupun salmonella ke saluran pernapasan dan pencernakan DOC tersebut.

Resiko Berganda dan Solusi
Dengan adanya telur jatuh ke perut dan terkontaminasi bakteri maka menjadi simpanan kontaminan yang siap bertunas di telur yang diproduksi pada ayam tersebut. Meskipun semua ini menjadi potensial yang aman bila tidak ada “si pemantik api” yaitu toksin. Dengan adanya toksin menyebabkan gizzard errotion dan usus juga terjadi enteritis maka penyerapan nutrisi menjadi menurun, akibatnya nutrisi penyusun dalam telur menjadi tidak optimal.

Dapat disimpulkan bahwa akibat Toksikasi di breeder akan menyebabkan kematian tinggi, menyebabkan kontaminasi telur tetas, sehingga hatchability turun dengan kualitas DOC juga menurun. Selanjutnya DOC yang dihasilkan juga memiliki nutrisi yang kurang, serta memungkinkan tertunas atau terkontaminasi bakteri colli dan salmonella sehingga culling juga tinggi.

Dengan DOC yang seperti ini tentu pertumbuhan juga kurang optimal, serta pertumbuhan organ kekebalan juga tidak maksimal yang akan mudah terserang oleh bakteri maupun virus. Kondisi broiler farm yang terwabah IBH muncul tanda gizzard errotion, artinya juga terjadi munculnya IBH oleh adanya Toksikasi. Dengan adanya Toksikasi maka penyerapan nutrisi menjadi kurang maksimal, serta terjadi penurunan daya tahan tubuh yang akan memunculkan outbreak IBH.

Perlu digaris-bawahi bahwa kronologis munculnya kasus IBH di farm broiler bukan IBH-nya diturunkan dari induk breeder, namun diawali dengan kontaminasi bakteri dan salmonella pada DOC, serta komposisi nutrisi penyusunnya yang kurang sempurna, sehingga daya tahan tubuh DOC menjadi rendah. Selanjutnya DOC yang lemah ini menjadi rentan untuk masuknya outbreak IBH. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara kronologis munculnya IBH dipicu oleh pengaruh toksin yang melanda di induk breeder, serta di farm broiler-nya. Oleh karena itu, hanya satu solusi yang harus dilakukan secara simultan di farm breeder dan farm broiler dengan menjinakkan toksin melalui Detoksikasi.

Detoksikasi
Mengambil istilah dari proses perawatan kesehatan untuk manusia, Detoksikasi merupakan proses menurunkan toksisitas pada tubuh ayam, sehingga mampu menetralisir efek toksisitas dari toksin yang mampu mengondisikan gizzard menjadi lebih baik, vili-vili usus sempurna, serta organ hati memiliki tingkat kekenyalan yang normal.

Dengan kondisi organ dalam yang sempurna ini mampu mendorong pertumbuhan sel-sel telur atau ovum dan ovarium juga sempurna. Hasil dari penerapan Detoksikasi yang sudah konsisten mampu memberikan pengaruh yang baik pada performance produksi, sehingga HD di breeder akan dimudahkan mencapai produksi HD 88-90%, serta berkelanjutan pada broiler yang dimulai dari kualitas DOC yang baik hingga bisa disebut zero komplen, serta memiliki performa broiler yang terbebas dari kasus IBH. ***

Gambar: Dok. Pribadi

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer