-->

PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DI INDONESIA

Potensi virus mudah mengalami mutasi. (Foto: Damian Dovarganes-Associated Press)

Avian influenza (AI) disebabkan oleh virus ssRNA yang tergolong famili Orthomyxoviridae. Virus ini dikenal mudah mengalami mutasi karena tidak memiliki mekanisme proof reading (kemampuan untuk memperbaiki kesalahan cetak materi genetik saat perbanyakan di dalam sel tubuh unggas) sehingga kesalahan cetak dapat terjadi.

Kesalahan cetak dapat berupa substitusi, delesi, dan insersi asam amino dalam materi genetik. Secara kompleks proses ini sering dikenal dengan antigenic shifting atau antigenic drifting. Perubahan materi genetik dapat berbahaya jika terjadi pada protein yang berperan penting dalam proses infeksi (protein Hemagglutinin dan Neuraminidase).

Selain potensi virus yang mudah mengalami mutasi, kontrol lalu lintas yang kurang ketat antar daerah juga sering kali berperan dalam introduksi masuknya virus baru di Indonesia. Kedua hal inilah yang berpengaruh besar dalam variasi virus AI yang beredar di Indonesia.

Secara umum AI dibagi menjadi subtipe berdasarkan protein Hemagglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Walaupun demikian karena begitu banyaknya variasi yang terjadi, kini pengklasifikasian diperkecil lagi menjadi clade dan subclade. Pada 2003, AI yang merebak di Indonesia termasuk dalam subtipe H5N1 clade 2.1. Virus ini menyebabkan mortalitas yang sangat tinggi pada ayam dan kerugian yang besar bagi peternak. Namun, virus ini belum terdeteksi lagi sejak 2019 hingga sekarang.

Pada 2012, terjadi kasus AI yang ditandai dengan infeksi pada bebek. Dimana bebek merupakan unggas yang dianggap lebih kuat daripada unggas komersil justru menjadi hospes pertama yang terinfeksi sebelum kemudian menyebar pada unggas komersil. Virus yang teridentifikasi pada tahun tersebut adalah AI subtipe H5N1 clade 2.3.2. Virus ini diduga masuk melalui introduksi dari luar Indonesia dan termasuk dalam patotipe high pathogenic avian influenza (HPAI). Sejak saat itu hingga kini, variasi dalam tingkat subclade terus terjadi.

Selanjutnya pada 2016, dunia peternakan Indonesia kembali dihebohkan dengan penyakit yang menyebabkan turunnya produksi telur dari 90% menjadi 30% hingga sering disebut sebagai penyakit 90-30. Kasus ini kemudian teridentifikasi disebabkan oleh virus AI subtipe H9N2 lineage Y280 yang merupakan virus AI low pathogenic (LPAI) dan tidak menyebabkan kematian tinggi pada ayam. Virus AI H9N2 ini menginfeksi ke dalam sel telur sehingga sel telur akan dihancurkan oleh sel kebal yang ada dalam tubuh ayam itu sendiri, hal inilah yang menyebabkan pembentukan telur terganggu yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi.

Tidak berhenti sampai di situ, pada 2022 ditemukan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2025. (SANBIO)

MENCERMATI LAGI PERKEMBANGAN AI

Virus AI telah berulang kali mengalami mutasi, menjadi tantangan bagi sektor peternakan. (Sumber: finddx)

Tahun kemarin kasus AmPV dan CRD banyak dilaporkan yang kemungkinan besar masih banyak dialami oleh para peternak sampai saat ini. Kendati demikian, peternak tetap perlu waspada dengan adanya berita outbreak Avian influenza (AI) di Selandia Baru pada Desember 2024, yang diindikasikan HPAI dengan varian H7N6.

Migrasi burung dari daerah setempat yang terjadi outbreak AI saat memasuki musim dingin dan bermigrasi ke tempat yang hangat menjadi salah satu pemicu daerah yang disinggahi akan terdampak penyakit AI. Dimana penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksius pada unggas yang bersifat zoonotik dan menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi.

Penyakit AI disebabkan oleh virus yang tergolong dalam family Orthomyxoviridae tipe A, virus influenza A diklasifikasikan berdasarkan antigenitas dari glikoprotein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) yang diekspresikan pada permukaan partikel virus. Virus AI mempunyai 18 subtipe HA dan 11 subtipe NA (Tong et al., 2012; Tong et al., 2013; Wu et al., 2014; Heider et al., 2015).

Berdasarkan patogenisitasnya, virus AI dibedakan menjadi highly pathogenic avian influenza (HPAI) menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan sering menimbulkan wabah dan low pathogenic avian influenza (LPAI) menyebabkan gejala ringan atau tidak memiliki gejala pada unggas yang terinfeksi.

Unggas dapat menunjukkan gejala klinis maupun tidak menunjukkan gejala (subklinis). Gejala-gejala seperti penurunan produksi telur, hemoragis pada permukaan serosa dan mukosa organ visceral, terutama hemoragis pada jaringan lemak koroner dan otot jantung (epikardium) dapat mengarahkan diagnosis disebabkan oleh virus AI (Swayne, 2008).

Gejala penyakit berupa penurunan produksi telur yang tidak menimbulkan kematian besar sering kali diabaikan peternak karena tidak menimbulkan kerugian ekonomis yang berarti. Meskipun demikian keberadaan peternakan tersebut dapat membahayakan bagi unggas di daerah sekitarnya karena dapat merupakan sumber penularan infeksi AI bagi ayam lainnya dan kemungkinan juga pada manusia terutama petugas kandang yang bekerja di peternakan tersebut.

Team Veterinary Representatif PT Romindo dalam tiga bulan terakhir telah menangani kasus AI sebanyak sembilan kasus. Kasus yang dilaporkan menunjukkan penurunan produksi telur tidak drastis, tetapi diikuti kematian yang terus-menerus dengan presentasi tidak besar dalam 1.000 ekor ayam terdapat kematian lima ekor. Melalui pemeriksaan di BBVet Maros dari 30 sampel yang diperiksa menunjukkan 96,6% hasil positif terhadap AI H5 clade 2.3.2.

Bagaimana mencermati kondisi di lapangan terhadap perkembangan AI sehingga peternak bisa terhindar oleh kerugian-kerugian yang diakibatkannya? Seperti diketahui bersama bahwa virus AI telah berulang kali mengalami mutasi. Hal ini tentu menjadi tantangan bersama bagi pihak yang intens berkecimpung di dunia peternakan, terutama dalam pengendalian penyakit, baik pada penerapan biosekuriti maupun program vaksinasi.

Menurut WOAH (2018), melakukan kegiatan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

PAKAN AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Mikotoksin sangat merugikan jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan maupun pakan jadi. (Sumber: poultrynews.co.uk)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Mengancam Dalam Senyap
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh di mana dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku pakan, jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia sangat tinggi. Jagung digunakan 50-60%, sedangkan kedelai bisa sampai 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi mikotoksin, tentu sangat mengkhawatirkan.

Kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak pun bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017, menunjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat (AS) terkontaminasi deoksinivalenol/DON (vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai AS terkontaminasi DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan apalagi pakan jadi, tentu sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut Tony Unandar, selaku konsultan perunggasan yang juga anggota dewan pakar ASOHI, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan.

Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk, dan pertumbuhan yang tidak merata, juga kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujarnya.

Dirinya juga mengimbau agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan, dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” jelasnya.

Manajemen Risiko Wajib Hukumnya
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Global Technical/Commercial Manager Mycotoxin Risk Management Program, Selko, Dr Swamy Haladi, bahwa mikotoksin dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025. (CR)

MIKOTOKSIN DAN ANCAMANNYA TERHADAP KESEHATAN AYAM

Aflatoksikosis akan menyebabkan memar di daerah paha (kiri), kerusakan hati (tengah), dan penurunan kualitas kerabang telur (kanan). (Foto-foto: Dok. Mensana, 2024)

Mikotoksin adalah senyawa toksik yang dihasilkan oleh jamur, seperti Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium. Jamur ini sering mengontaminasi bahan pakan seperti jagung, gandum, kedelai, dan bungkil. Dalam budi daya ayam pedaging dan petelur, cemaran mikotoksin dalam pakan menjadi perhatian serius karena dapat mengganggu kesehatan ayam dan menurunkan produktivitas.

Mikotoksin yang Sering Mengontaminasi
1. Aflatoksin 
Aflatoksin diproduksi oleh Aspergillus flavus, Aspergillus nomius, dan Aspergillus parasiticus. Di antara jenis mikotoksin, aflatoksin bersifat sangat beracun, karsinogenik, dan menyebabkan kontaminasi yang parah (Manafi, 2012).

Aflatoksikosis adalah penyakit yang terjadi ketika kadar aflatoksin dalam bahan baku pakan berada dalam level tinggi. Kondisi ini akan menyebabkan keracunan akut pada ayam dan mengancam kesehatan ayam karena kerusakan hati yang ditimbulkan.

Aflatoksikosis pada ayam pedaging ditandai dengan memar terutama di daerah paha dan kondisi ini sangat rentan terhadap ayam muda. Dari laporan penelitian juga dijelaskan bahwa ayam petelur yang berproduksi tinggi akan sangat rentan terhadap aflatoksikosis. Hal ini dikarenakan hati yang bertanggung jawab atas sintesis prekursor lipid kuning dan putih telur yang terkandung dalam telur menjadi lebih berat kerjanya. Dalam jangka pendek, pengaruh aflatoksin dengan kadar rendah hingga sedang terhadap produksi telur adalah penurunan berat telur, tetapi untuk produksi masih bisa dipertahankan.

Aflatoksikosis kronis dapat memengaruhi kekuatan kerabang telur karena laju konversi vitamin D3 (cholecalciferol) dari pakan ke bentuk metabolik aktif berkurang. Hal ini menurunkan efisiensi penyerapan kalsium karena aktivitas protein pengikat kalsium di usus berkurang. Penyerapan karbohidrat dan nutrisi lipid juga terganggu karena berkurangnya produksi amilase pankreas dan lipase. Selain itu, efek merugikan dari aflatoksin antara lain: 
 
• Performan yang buruk (penurunan produksi dan berat telur)
• Penurunan daya tetas
• Imunosupresif (peningkatan kerentanan terhadap infeksi penyakit) yang bermanifestasi sebagai septikemia dan peritonitis
• Peningkatan lemak hati dan penurunan aktivitas beberapa enzim hati
• Perubahan bobot organ
• Penurunan kadar protein serum
• Memar pada karkas dan pigmentasi yang buruk (Manafi et al., 2018)

2. T-2 Toksin
T-2 toksin termasuk dalam golongan mikotoksin tricothechenes yang paling beracun. Tricothechenes merupakan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025.

Ditulis oleh:
Nurhadi Baskoro Murdonugroho SPt & 
Drh Bayu Sulistya 
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

MUSIM BERGANTI, TOKSIN MENGINTAI

Jagung bahan baku pakan yang rentan tercemar mikotoksin. (Foto: Pixabay)

Musim penghujan tiba, kekhwatiran insan perunggasan tetap sama, mikotoksin. Senyawa tak kasat mata yang bisa mencemari bahan baku dan pakan jadi tersebut, masih menjadi ancaman dalam industri pakan.

Sebagai negara tropis dengan curah hujan cukup tinggi, berkisar di antara 2.000-3.000 mm/tahun, Indonesia merupakan negara yang cukup "nyaman" sebagai tempat hidup kapang atau jamur.

Masalahnya, jamur tersebut dapat tumbuh pada tanaman bebijian seperti jagung dan kedelai yang merupakan bahan baku pakan. Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar bebijian yang digunakan sebagai bahan pakan sangat rentan terhadap kontaminasi toksin yang dihasilkan jamur tersebut.

Faktor iklim yang dimiliki Indonesia serta kualitas manajemen dan handling di lapangan, membuat mikotoksin tidak bisa dielakkan, sehingga mengakibatkan potensi kerugian yang besar.

Sejatinya, toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh mahluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan).

Dalam industri pakan ternak sering didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di negeri ini tetapi juga di seluruh dunia.

Berbeda Macam Tetap Sama Bahayanya
Dalam industri pakan setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang sangat ditakuti mencemari bahan baku maupun pakan jadi, ketujuhnya kerap mengontaminasi dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel.

Menurut Nutrisionis BEC Feed Solution, Mega Pratiwi Saragi, masalah mikotoksin merupakan masalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025. (CR)

CEMARAN MIKOTOKSIN ANCAMAN KESEHATAN

Bahan baku pakan terkontaminasi jamur. (Foto: Istimewa)

Banyak faktor penentu untuk membuat performa perkembangan makluk hidup yang dipelihara berhasil, salah satunya usaha ternak unggas. Namun, apa saja faktor-faktor tersebut, yang tentunya relevan dengan kondisi saat ini?

Penulis mendapatkan beberapa faktor yang menentukan performa makluk hidup berkembang dengan baik, di antaranya potensi genetik berkembang optimal, adanya infeksi penyakit parasit dan virus, patogenitas bakteri, bagaimana keseimbangan mikroflora usus, sistem pencernaan yang belum berkembang optimal, temperatur dan kelembapan, tingkat stres, adanya debu, tingkat kandungan NH3 dan H2S, kepadatan, feed intake, bagaimana kualitas pakan dan air, bahan baku pakan, serta adanya pencemaran jamur dan mikotoksin.

Mikotoksin adalah toksin yang diproduksi oleh jamur seperti Fusarium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Claviceps sp, dan lain-lain. Mikotoksin merupakan hasil metabolit sekunder yang diproduksi di bawah kondisi lingkungan yang sangat mendukung dan terdapat pada hampir seluruh komoditas pertanian di seluruh dunia.

Saat ini ada ratusan jenis mikotoksin telah diidentifikasi, dimana mikotoksin mempunyai sifat kimiawi sangat stabil, tahan terhadap temperatur tinggi,  tahan terhadap penyimpanan, dan tahan terhadap kondisi prosesing. Lebih dari 25% biji-bijian seluruh dunia terkontaminasi mikotoksin.

Adapun faktor-faktor yang memicu pembentukan mikotoksin pada fase produksi tanaman biji-bijian, antara lain kondisi cuaca dari saat tanam sampai panen, adanya manifestasi insekta, kerapatan tanaman, varietas biji-bijian  yang digunakan, dan proses pemupukan. Setelah masa panen kemudian dilakukan penyimpanan dan distribusi, pembentukan mikotoksin pun masih berjalan tergantung dari berapa kadar air saat di simpan, kematangan saat dipanen, juga kondisi saat distribusi.

Diagnosis mikotoksikosis sangat sulit karena gejala klinis yang ditimbulkan sangat bervariasi.  Mikotoksikosis bisa terjadi pada konsentrasi toksin di bawah batas deteksi dan adanya “masked mycotoxin” serta efek sinergistik dari masing-masing mikotoksin. Masalah yang terkait dengan mikotoksin tergantung pada struktur mikotoksin, distribusi dan lama paparan, spesies (ruminan, monogastrik), strain, jenis kelamin, umur, status imun dan kesehatan, serta manajemen farm dan infeksi lapangan.

Berikut efek yang ditimbulkan oleh mikotoksin terhadap makluk hidup yang terpapar:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

MENCEGAH KONDISI STRES TIDAK SEMAKIN FATAL

Closed house bisa jadi salah satu solusi mencegah heat stress. (Foto: Istimewa)

Ketika heat stress menyerang, berbagai solusi diupayakan agar ayam nyaman dan produksi tetap aman. Yang jadi pertanyaan, apakah budi daya dengan sistem open house masih relate?

Pada hakikatnya stres panas adalah efek gabungan dari suhu dan kelembapan relatif udara pada ayam yang dikenal sebagai suhu efektif. Meningkatkan kelembapan udara pada suhu berapapun akan meningkatkan ketidaknyamanan ayam dan stres panas.

Peternak harus hati-hati memantau suhu dan kelembapan di lokasi mereka. Umumnya, pada siang hari, suhu meningkat, dan kelembapan relatif menurun. Metode pendinginan terbaik selama periode kelembapan rendah adalah pendinginan evaporatif (fogger, mister-pembuat kabut atau cool pad).

Sedangkan pada malam hari ketika suhu turun dan kelembapan biasanya meningkat, kelembapan tambahan yang disediakan oleh pengabut dapat meningkatkan tekanan panas. Saat kelembapan tinggi, peningkatan pergerakan udara dengan menggunakan kipas saja akan mengurangi tekanan panas di kandang terbuka.

Pergerakan udara menghasilkan efek wind chill yaitu penurunan suhu udara yang dirasakan oleh tubuh akibat adanya aliran udara. Tabel indeks tekanan panas untuk ayam petelur komersial telah dikembangkan (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Indeks heat stress ayam petelur diadaptasi dari indeks stres suhu dan kelembapan untuk ayam petelur. Xin, Hongwei dan Harmon, Jay D., “Livestock Industry Facilities and Environment: Heat Stress Indices for Livestock” (1998) Agriculture and Environment Extension Publications. Book 163, Iowa State University.

Mengetahui Aspek yang Wajib Dibenahi
Technical Education & Consultation Manager PT Medion, Drh Christina Lilis, menyatakan bahwa penyebab heat stress memang ada pengaruh dari... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

HEAT STRESS SUKSES BIKIN PERFORMA PRODUKSI KIAN TAK BERES

Ilustrasi pericarditis pada jantung. (Sumber: Ginanjar, 2024)

Lingkungan menjadi salah satu tantangan dalam menjalankan budi daya unggas. Salah dalam menyikapi dan mengaplikasikan manajemen terkait musim, akibatnya fatal. Salah satu yang kerap terjadi adalah ayam yang mengalami stres karena cuaca panas atau heat stress.

Unggas termasuk ayam tergolong hewan homoiterm (berdarah panas) dengan ciri spesifik tidak memiliki kelenjar keringat serta hampir semua bagian tubuhnya tertutup bulu. Kondisi biologis seperti ini menyebabkan ternak unggas dalam kondisi panas mengalami kesulitan membuang panas tubuhnya ke lingkungan di siang hari.

Ternak unggas yang dipelihara di daerah tropis rentan terhadap bahaya stres panas. Apabila terjadi stres, maka zona homeostasis ini akan terganggu dan tubuh akan berusaha mengembalikan kekondisi sebelum terjadi stres.

Mekanisme penghilangan panas melalui radiasi, konveksi, dan konduksi merupakan hal yang ideal tiap hari dilakukan oleh ayam. Ayam juga memiliki zona termonetral, alias suhu dimana ayam akan merasa nyaman, yakni berkisar antara 18-25° C.

Dalam kisaran suhu ini, mekanisme penghilangan panas akan berjalan dengan baik dan cukup ideal untuk mempertahankan suhu tubuh normal ayam pada kisaran 41° C. Di atas zona termonetral, efisiensi mekanisme penghilangan panas yang ideal akan berkurang. Pada titik ini, penguapan air dari saluran pernapasan menjadi mekanisme kehilangan panas utama ayam.

Penguapan satu gram air menghilangkan 540 kalori panas tubuh. Pada suhu di atas zona termonetral, ayam harus mengeluarkan energi untuk mempertahankan suhu tubuh normal dan aktivitas metabolisme. Ini mengalihkan energi dari pertumbuhan dan produksi telur, yang mengakibatkan hilangnya performa (Hy-line, 2016).

Heat stress atau stres panas adalah masalah utama yang sering dihadapi dalam budi daya ayam, baik broiler (pedaging) maupun layer (penghasil telur). Kondisi ini terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari kapasitas ayam untuk mendinginkan tubuhnya, yang dapat mengarah pada penurunan kesehatan dan produktivitas ayam.

Risiko Penurunan Performa
Sebagaimana disebutkan di atas, heat stress menyebabkan ayam menjadi turun performanya. Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Tony Unandar selaku konsultan perunggasan dan Anggota Dewan Pakar ASOHI. Selain karena perubahan musim dan faktor lingkungan lainnya, Tony menggaris bawahi perihal kenaikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

DAMPAK DAN UPAYA MEREDAM STRES PANAS PADA AYAM

Mekanisme unggas melepaskan panas. (Foto: Istimewa)

Unggas termasuk ayam petelur, pedaging, dan pejantan merupakan hewan berdarah panas (homoiterm). Pada saat dewasa unggas akan mampu mempertahankan suhu tubuhnya terhadap lingkungan. Saat suhu lingkungan tinggi, unggas akan berusaha menurunkan suhu tubuhnya, pun demikian sebaliknya saat suhu lingkungan rendah (dingin) tubuh unggas akan berusaha menaikkan suhu tubuhnya. Suhu tubuh unggas yang ideal berkisar 40,6-41,7° C.

Suhu Lingkungan Semakin Panas
Tahun 2024 secara resmi tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Ini juga menjadi tahun pertama dalam sejarah dimana suhu rata-rata bumi melampaui 1,5° C di atas tingkat praindustri (Kompas.com).

Selama tahun kemarin berbagai rekor global lainnya juga terpecahkan. Peneliti mencatat peningkatan signifikan pada kadar gas rumah kaca di atmosfer, suhu udara, serta suhu permukaan laut. Suhu rata-rata global di 2024 mencapai 15,10° C, yakni 1,6° C lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada periode referensi praindustri (1850-1900). Angka ini juga 0,72° C lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata bumi dari 1991-2020. Sejak 1967, suhu rata-rata global terus meningkat, memuncak pada rekor panas di 2024.

Bagaimana suhu di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat hasil pengamatan periode 22-29 September 2023, suhu maksimum harian di beberapa wilayah Indonesia mencapai 35-38° C pada siang hari.

Dampak Peningkatan Suhu terhadap Unggas
Unggas (ayam) adalah hewan berdarah panas yang tidak memiliki kelenjar keringat. Pada saat suhu lingkungan meningkat maka ayam akan berusaha beradaptasi dan menjaga suhu tubuhnya tetap ideal. Tentu ini membutuhkan effort besar, yang sedikit banyak berpengaruh terhadap produktivitas maupun performa ayam.

Dampak paling fatal adalah kematian (sudden death). Hal ini terjadi pada saat ayam sudah tidak bisa mempertahankan suhu tubuhnya. Saat suhu lingkungan tinggi, kelembapan tinggi, dan tidak ada pergerakan angin (kecepatan angin) maka ayam akan mengalami stres panas (heat stress). 

Upaya Unggas Mempertahankan Suhu Tubuh Ideal
Suhu yang dirasakan tubuh ayam (suhu efektif) sangat dipengaruhi suhu lingkungan, kelembapan udara, dan kecepatan angin. Ketiga faktor ini... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt 
Technical Support-Research and Development PT Mensana

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer