Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

FAO KONFIRMASI KEBERADAAN ASF DI INDONESIA

Peternak babi dihimbau untuk lebih baik menerapkan biosekuriti untuk mencegah ASF


Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa wabah demam babi Afrika atau 
African swine fever (ASF) telah dikonfirmasi menjangkiti ternak babi di Indonesia. Dalam laporan rutin di situs resminya, FAO menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian mengumumkan secara resmi terjadinya wabah tersebut di Provinsi Sumatra Utara pada Kamis pekan lalu (12/12/2019). Laporan awal menyebutkan bahwa Hog Cholera ditengarai sebagai penyebab kematian, dengan virus ASF masih dalam tahap indikasi.
Kini, dalam upaya penanggulangan ASF, FAO menyebutkan pihaknya tengah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktur Kesehatan Hewan pun disebut telah meminta rekomendasi FAO dalam hal pengendalian ASF. "Tim FAO saat ini tengah menyusun draf rekomendasi pengendalian ASF yang sesuai dengan kondisi Indonesia," tulis FAO dalam laporannya yang dikutip Bisnis, Rabu (18/12/2019).
Sementara itu, di beberapa WhatssApp Grup (WAG) juga telah beredar Keputusan Menteri Pertanian terkait mewabahnya ASF. Dalam Kepmentan yang diberi nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tersebut tertera tandatangan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, namun tidak tertera cap basah stempel Kementerian Pertanian.
Dalam usaha mengkonfirmasi Kepmentan tersebut, Infovet telah menghubungi Direktur Jenderal kesehatan Hewan I Ketut Diarmita. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dan komentar dari yang bersangkutan. (CR)



SURAT EDARAN KEMENTAN TENTANG PELARANGAN PENGGUNAAN COLISTIN PADA HEWAN

I Ketut Diarmita (Foto: Istimewa)


Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, mengeluarkan surat edaran berisikan Pelarangan Penggunaan Colistin pada Hewan. Surat edaran ini ditandatangani Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh I Ketut Diarmita MP pada 9 Desember 2019. 

Dalam surat edaran tersebut dinyatakan bahwa Colistin merupakan last drug of choice untuk penyakit infeksi saluran pencernaan dan bakterimia yang disebabkan oleh bakteri multidrugs resistence pada manusia yang dalam penggunaan secara luas berpotensi menimbulkan bakteri resisten. Colistin dalam daftar WHO masuk dalam kelompok Highest Critically Important  Antimicrobials for Human Medicine (WHO) dan dalam daftar OIE masuk kelompok Veterinary Highly Important Antimicrobial Agents (OIE).

Berdasarkan berbagai informasi dan pertimbangan ilmiah, Dirjen PKH, Kementan melarang penggunaan Colistin pada hewan (ternak maupun non-ternak) melalui berbagai rute pemberian, baik secara tunggal maupun kombinasinya.

Selasa (10/12/2019) Infovet telah mengonfirmasi ke Subdit Pengawasan Obat Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan Kementan bahwa surat edaran ini resmi. Berikut ini secara lengkap surat edaran dari Kementan perihal pelarangan Colistin.







KEMENTAN DAN BPS SEPAKATI SATU DATA PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Ilustrasi peternakan ayam (Foto: Pixabay) 



Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) menggelar sosialisasi Kebijakan dan Petunjuk Teknis Pengumpulan, Pengolahan, dan Penyajian Data Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, di Depok, Jawa Barat pada 2 hingga 4 Desember 2019.

Dalam kesempatannya, Dirjen PKH I Ketut Diarmita mengatakan, data dan informasi sangat berperan penting dalam proses pembangunan, termasuk dalam pembangunan Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Menurutnya, Kementan khususnya Ditjen PKH menyadari bahwa tantangan yang dihadapi subsektor peternakan dan kesehatan hewan ke depan cukup berat.

Berdasarkan proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) hasil SUPAS tahun 2015, penduduk Indonesia 2020 diperkirakan mencapai 269,60 juta jiwa dan pada 2035 diproyeksikan mengalami peningkatan menjadi 304,21 juta jiwa.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan akan pangan termasuk pangan asal ternak akan semakin meningkat.

"Peningkatan itu tidak hanya dari aspek kuantitas atau jumlahnya, namun termasuk juga peningkatan kualitas atau mutu pangan yang dihasilkan, serta pemenuhan persyaratan keamanan, kesehatan, dan kehalalan," ujar Ketut.

Tantangan-tantangan dalam pembangunan subsektor peternakan dan kesehatan hewan di masa yang akan datang ini lanjutnya, membutuhkan pemecahan atau solusi melalui proses perencanaan yang baik dan didukung oleh data hingga informasi yang berkualitas.

"Selain menjadi basis dalam perencanaan, data dan informasi juga menjadi ukuran keberhasilan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, seperti halnya kinerja peningkatan populasi dan produksi ternak serta kinerja pembangunan ekonomi Sub Sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan seperti PDB/PDRB, NTP/NTUP, Investasi, Ekspor-Impor, Tenaga Kerja, dan lainnya," urai Ketut.

Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, dinyatakan bahwa Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah.

Sejalan dengan kebijakan satu data Indonesia tersebut, sebelumnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam arahannya menyatakan bahwa dalam 100 hari harus bisa menyeragamkan data.

Oleh karena itu dalam 100 hari kerja, Kementan akan melakukan upaya-upaya dalam rangka mewujudkan Satu Data Pertanian yaitu Membangun Komando Strategis Pertanian tingkat Kecamatan (Konstratani), Pengembangan Agriculture War Room (AWR), dan pengakurasian data utamanya lahan dan produksi.

Menindaklanjuti hal tersebut maka Ditjen PKH bekerja sama dengan Pusdatin Kementan, BPS RI, dan Politeknik Statistika STIS melakukan revisi atas Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 798/Kpts/OT.140/F/10/2012 tentang Petunjuk Teknis (juknis) Pengumpulan dan Penyajian Data Peternakan.

Juknis baru ini akan dijadikan sebagai standar prosedur baku dalam hal Pengumpulan, Pengolahan, dan Penyajian Data Peternakan dan Kesehatan Hewan baik di pusat maupun Dinas yang Melaksanakan Fungsi Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan di provinsi maupun kabupaten/kota seluruh Indonesia yang memenuhi prinsip Satu Data Indonesia.

"Harapannya juknis ini juga dapat digunakan dalam proses pendataan ternak oleh Konstratani yang akan dibangun oleh Kementan," ungkap Habibullah. (Sumber: jpnn.com)

PEMERINTAH DORONG MAHASISWA KEMBANGKAN PETERNAKAN

Foto bersama pada kegiatan Konsolidasi Nasional Mahasiswa Peduli Pertanian Indonesia di Kementan. (Foto: Humas Ditjen PKH)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), mendorong mahasiswa berpartisfasi aktif dalam kegiatan pengembangan pertanian, termasuk peternakan. Sehingga akademisi dan peternak bisa bersinergi dalam mengembangkan sektor peternakan Indonesia.

“Kontribusi mahasiswa dapat disampaikan melalui riset-riset atau kajian ilmiah yang hasilnya dapat ditindaklanjuti pemerintah untuk meningkatkan produksi dan kualitas peternakan Indonesia,” ujar Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, melalui keterangan tertulisnya pada kegiatan Konsolidasi Nasional Mahasiswa Peduli Pertanian Indonesia di Gedung Auditorium D, Kantor Pusat Kementan, Rabu (9/10/2019).

Ia menegaskan, peserta didik harus bangga menjadi mahasiswa peternakan. Pasalnya sektor peternakan merupakan bidang yang sangat menjanjikan serta dibutuhkan masyarakat, karena berhubungan dengan pemenuhan asupan protein hewani yang terus diupayakan dan ditingkatkan.

Menurutnya, mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan mampu memberikan kontribusi terbaiknya dalam mengembangkan sektor pertanian dan peternakan melalui pemanfaatan teknologi, agar berdaya saing menjadi bangsa yang berdaulat dalam hal ketersediaan protein hewani.

“Mahasiswa-mahasiswa bidang peternakan harus mampu melakukan berbagai terobosan  dan inovasi dalam pemenuhan kebutuhan protein bangsa dari keanekaragaman sumber protein. Sebab kalian generasi milenial penerus bangsa, yang diharapkan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih maju dan tangguh,” tegasnya.

Seperti halnya yang terus diupayakan pemerintah untuk menjaga kedaulatan pangan asal hewan melalui berbagai program terobosan, yakni program upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab), pengembangan sapi Belgian Blue, Galacian Blonde dan sapi Wagyu, serta penambahan sapi indukan impor, peningkatan status kesehatan hewan melalui pengendalian penyakit, penjaminan keamanan pangan asal ternak dan melakukan pelarangan pemotongan sapi betina produktif. Sementara untuk program pendukung diantaranya skim pembiayaan, investasi dan asuransi ternak, peningkatan kualitas bibit melalui introduksi, perbaikan mutu pakan, pengendalian penyakit dan ketersediaan air.

Sementara untuk industri perunggasan, yang sedang bergejolak, pemerintah telah melakukan public hearing terhadap rancangan revisi Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaraan, Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi pada 7 Oktober 2019, dengan tujuan agar lebih tertatanya usaha perunggasan, baik layer maupun broiler.

“Pemerintah telah mendapat masukan dan koreksi dari seluruh stakeholder perunggasan, yang pada gilirannya persepsi terhadap substansi revisi Permentan tersebut dapat diterima dari berbagai aspek, sehingga diharapkan peraturan tersebut mampu menjawab dan menyelesaikan persoalan pengembangan industri ayam ras secara nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat,” tandas Ketut. (INF)

MERIAHNYA ILDEX 2019

Untuk keempat kalinya ILDEX (International Livestock, Dairy, Meat Processing and Aquaculture Exposition) digelar di Indonesia. Pameran sektor peternakan level internasional ini digelar selama tiga hari (18 s/d 20 September 2019) di Indonesia Convention Exhibition Bumi Serpong Damai (ICE BSD) Tangerang, Banten. Pameran ini terselenggara oleh kerja sama PT Permata Kreasi Media (PKM) bersama VNU Exhibitions Asia Pacific yang juga mengikutertakan Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI).

Meskipun diadakan tiap dua tahun sekali, kemeriahan tetap mewarnai ILDEX, tahun ini tema pameran manajemen limbah dan produksi untuk industri peternakan yang berkelanjutan. Widianto Dwi Surya, Dirut PT PKM mengatakan bahwa ILDEX tahun ini bisa dibilang semakin baik ketimbang sebelumnya, pasalnya dari segi teknis pengelola semakin memahami pekerjaannya dan secara non teknis penyelenggara terus mendapatkan dukungan dari seluruh stakeholders yang berkecimpung di dunia peternakan.

Widianto melanjutkan bahwa pada tahun ini 250 exhibitor dari 25 negara mejeng di ILDEX 2019. Secara persentase, jumlah exhibitor menigkat 15% dari ILDEX 2 tahun yang lalu. Dirinya berharap 10.000 pengunjung datang pada perhelatan kali ini. Peningkatan juga terlihat dari venue yang digunakan, karena secara lokasi dan segi luasan ICE BSD lebih strategis, mudah dijangkau dan hall yang digunakan juga lebih besar.

Pada kesempatan yang sama Heiko M. Stutzinger, Managing Director VNU Exhibitions Asia Pacific mengatakan bahwa dalam ILDEX kali ini terasa special karena selain dapat melihat inovasi terbaru dalam bidang peternakan, tersedia pula booth yang berisikan hewan hidup sehingga pengunjung dapat melihat langsung beberapa jenis ternak unggulan Indonesia.

Opening Ceremony ILDEX 2019

Referensi Pertumbuhan Industri Peternakan Nasional
Presiden Komisaris PT PKM Tri Hardiyanto memaparkan seperti pada ILDEX sebelumnya, di tahun ini ILDEX menjadi referensi pertumbuhan bisnis peternakan nasional. Sebagai tempat bertemunya stakeholder ILDEX diharapkan mampu menjadi fasilitator bagi pelaku industri peternakan global dalam memperkuat jejaring bisnisnya. Selain pertumbuhan bisnis, ILDEX 2019 juga menjadi referensi pertumbuhan dan kemajuan teknologi sektor peternakan yang bermuara pada kemajuan teknologi industri peternakan Indonesia. Sinergisme antara bisnis dan kemajuan teknologi peternakan diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri peternakan Indoensia agar dapat berbicara banyak dalam industri peternakan global.

Hadirnya ILDEX juga diharapkan Tri agar dapat mendorong peningkatan konsumsi protein hewani asal ternak masyarakat Indonesia. Peningkatan ini akan berdampak langsung kepada kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam menyongsong masyarakat industrial 4.0 yang terus berkembang.

“Mengusung semboyan ‘For The Locals, by The Locals’ menjadi pembeda ILDEX 2019 dengan pameran peternakan lainnya. Dari sisi tempat penyelenggaran, ICE BSD menjadi salah satu indikator bahwa ILDEX Indonesia 2019 menjadi pameran peternakan yang terus tumbuh dan menjadi magnet bagi industri peternakan nasional. Tak hanya dari sisi bisnis semata, keterlibatan asosiasi peternakan nasional sebagai penyelenggara dalam hal ini direpresentasikan oleh Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) dan asosiasi lainnya sebagai pendukung pameran menjadikan ILDEX Indonesia menjadi ‘rumah’ bagi pelaku industri peternakan nasional,” pungkas Tri lebih lanjut.

Manajemen Limbah Peternakan

Walaupun ILDEX Indonesia 2019 tetap mempertahankan fokusnya pada sektor industri rantai produksi protein hewani dengan peningkatan produksi daging, baik perunggasan (telur dan daging) , persapian, susu, pakan, kesehatan hewan, peralatan peternakan dan akuakultur, namun perlu suatu komitmen untuk memaksimalkan usaha dalam mengatasi masalah limbah di Indonesia.

Oleh itu, pada ILDEX Indonesia 2019 mengangkat tema pentingnya manajemen limbah dan produksi yang ramah lingkungan untuk keberhasilan industri peternakan yang berkelanjutan. “Keinginan pemerintah Indonesia untuk menurunkan produksi limbah sebanyak 70 % di 2025 perlu didukung oleh pengembangan teknologi dalam manajemen limbah. Hal ini merupakan alasan bahwa ILDEX Indonesia diharapkan mampu menghadirkan teknologi terkait manajemen limbah,” terangnya.

Melalui pameran ILDEX 2019 ini, lanjut Widi, diyakini akan memberikan manfaat yang luas kepada para peternak untuk berusaha dengan lebih efektif dan efisien. Berbagai inovasi dan teknologi bisa dijumpai di ILDEX Indonesia 2019, serta penerapan transformasi teknologi 4.0 di sektor peternakan yang menjadi salah satu fokus, sehingga bisnis peternakan akan mendapatkan akurasi lebih tinggi, cepat dan efisien mulai hulu sampai hilir.

Dia meyakini ILDEX Indonesia 2019 bisa menjadi ajang bertukar informasi, teknologi dan kerja sama perdagangan antar negara, menjadi ajang promosi bagi pelaku peternakan serta terjadinya kontrak penjualan yang diharapkan, mengingat pameran ini adalah pameran B to B.

INPOVA 2019
Selain Expo, pada ILDEX 2019 terdapat seminar baik yang diselenggarakan oleh asosiasi peternakan maupun perusahaan. Ada pula Penganugerahan Indonesia Poultry Veterinarian Award (INPOVA) yang digagas oleh Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI).

“Harapan kami, PT Permata Kreasi Media, selaku penyelenggara pameran bahwa melalui ILDEX Indonesia dapat melahirkan inovasi-inovasi baru di bidang pameran serta yang paling penting terjadinya kontrak penjualan yang peserta pameran harapkan,” harap Widianto.

Upacara pembukaan ILDEX Indonesia 2019 juga diisi dengan penganugerahan Indonesian Poultry Veterinary Award (Inpova 2019). Penghargaan kategori Indonesian Veterinary Poultry Scientist diraih oleh Dr drh NLP Indi Dharmayanti Msi, kategori Veterinary Poultry Business Management Award oleh drh Edy Purwoko, dan Veterinary Poultry Technical Consultant Award diraih oleh drh Baskoro Tri Caroko. (CR)

ASOHI DAN DIRKESWAN KEMBALI SOSIALISASIKAN PERMENTAN NO. 40/2019

Foto bareng pada kegiatan sosialisasi Permentan No. 40/2019 yang diselenggarakan oleh ASOHI di Serpong. (Foto: Infovet/CR)

Setelah sosialisasi perdana di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 19 Agustus 2019, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bersama Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, kembali mengadakan sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 40/2019 tentang Tatacara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian di Swiss-bell hotel Serpong, Selasa (10/9/2019).


Sekitar 150 orang peserta dari beberapa perusahaan importir dan produsen obat hewan hadir dalam acara tersebut. Ketua Panitia, Drh Forlin Tinora, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini seperti halnya pendalaman mengenai Permentan baru tersebut, utamanya di bidang perizinan usaha obat hewan.

“Mudah-mudahan dengan diadakannya acara ini peserta jadi lebih mendalami aturan baru ini dan dapat memberi masukkan kepada pemerintah apabila kiranya ada hal yang mungkin kurang berkenan,” kata Forlin yang juga menjabat Sekretaris Jenderal ASOHI.

Sementara, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, turut menyampaikan apresiasinya. “Pemerintah dan ASOHI sangat peduli akan hal ini, kalau dilihat dari antusiasme peserta saya yakin semua anggota ASOHI pastinya akan mematuhi aturan main yang berlaku di Indonesia, semoga ini menjadi kabar baik bagi dunia obat hewan kita,” tutur Ira.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, mewakili Dirkeswan mengatakan, bahwasanya Permentan ini intinya adalah mempercepat perizinan di bidang pertanian. “Obat hewan ini kan komoditas unggulan ekspor, dengan adanya Permentan baru ini diharapkan proses registrasi obat hewan dapat dilakukan lebih cepat dari yang sebelumnya. Perizinan usaha juga akan dibuat sesederhana mungkin untuk meningkatkan gairah investasi,” ujar Ria.

Sebagai pemateri utama dalam kesempatan tersebut, Ria kembali menjabarkan beberapa poin penting dalam Permentan No. 40/2019. Ia juga menyinggung bahwa sektor obat hewan merupakan yang pertama kali mengadakan kegiatan sosialisasi Permentan ini dibanding sektor lainnya. “Ini bukti bahwa kami serius dan peduli dengan industri ini. Oleh karenanya mari kita bersama-sama menjaga komitmen ini,” ungkap dia.

Pada saat sesi tanya-jawab, suasana diskusi sedikit tegang karena terjadi perdebatan sengit antara pihak pemerintah dan pelaku usaha. Namun begitu, ketegangan mampu direda dan win-win solution dapat dicapai.

Pada sesi kedua, peserta yang rata-rata berasal dari kalangan registration officer (RO) diajak berpetualang di dunia digital mengenai tatacara aplikasi pendaftaran obat hewan melalui sistem daring. Sistem ini merupakan inovasi baru yang dinilai dapat memudahkan dan mempercepat pelaku usaha obat hewan dalam melakukan registrasi produknya. (CR)

EKSPOR OBAT HEWAN SUMBANG DEVISA RP 26 TRILIUN

Ekspor industri obat hewan menjadi penyumbang devisa terbesar di sektor peternakan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat rekomendasi ekspor produk peternakan sejak 2015 sampai semester I 2019 telah menyentuh nilai Rp 38,39 triliun. Kontribusi terbesar untuk ekspor peternakan datang dari kelompok obat hewan dengan jumlah transaksi senilai Rp 26 triliun.

“Terdapat lebih dari 90 negara yang menjadi tujuan ekspor utama obat hewan buatan Tanah Air. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor antara lain Belgia, Amerika Serikat, Jepang dan Australia,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, (Dirjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita, dalam keterangan persnya, Senin (19/8/2019). 

Tingginya nilai ekspor obat hewan ini, kata Ketut, sangat menggembirakan bagi dunia usaha bidang obat hewan. Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa industri obat hewan mempunyai kontribusi besar dalam peningkatan devisa negara.

“Di era perdagangan bebas dan pesatnya perkembangan teknologi mengharuskan pemerintah semakin kreatif dengan meningkatkan produksi dan ekspor obat hewan,” katanya. 

Sejak diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2016 lalu, Kementan terus mendorong peningkatan jumlah produsen obat hewan dalam negeri. Berdasarkan data Direktorat Jenderal PKH, saat ini terdapat 61 dari 95 produsen obat hewan dalam negeri yang telah memiliki Sertifikat Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB).

Menurutnya, penerapan CPOHB dan percepatan administrasi pelayanan rekomendasi menjadi upaya yang terus didorong untuk peningkatan ekspor obat hewan. “Sertifikat CPOHB menjadi acuan bahwa obat hewan yang diproduksi terjamin mutu, keamanan dan khasiatnya, sehingga berdaya saing tinggi,” ucap dia.

Selain itu, pemerintah juga terus mendorong produsen obat hewan agar kreatif mengembangkan produk dari bahan lokal. Penggunaan bahan lokal diharapkan dapat mengurangi bahan baku obat hewan impor.

“Pelaku usaha didorong agar produk prebiotik dapat memanfaatkan bahan tanaman dan herbal, selain itu juga untuk produk immunostimulan, serta vaksin dari mikroorgamisne dan zat penambah yang ada di Indonesia,” tandasnya. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer