-->

MEWASPADAI MODUS JAHAT PENJUALAN “DAGING SAPI” (PALSU)

Modus jahat oknum pengoplos daging sapi dengan daging babi untuk mencari keuntungan dengan cara menipu konsumennya. (Foto: RRI)

Modus kejahatan penjualan daging babi hutan yang “disulap” menjadi rupa daging sapi, hampir setiap waktu terjadi. Para pelaku memanfaatkan momen perayaan hari besar keagamaan untuk menjalankan aksinya. Apa saja modusnya?

Bulan suci Ramadan 1446 Hijriah sebentar lagi tiba. Momen yang paling dinanti umat Islam seluruh dunia. Menu olahan daging biasanya menjadi menu favorit pada momen tersebut. Jelang bulan yang suci ini, terkadang ada saja orang yang secara sengaja mencari keuntungan dengan cara yang jahat. Dan, pola ini seolah terus terjadi setiap tahun.

Simak saja kejadian yang belum lama terjadi di salah satu kota di Sumatra. Sebuah rumah yang berlokasi di tak jauh dari Pos Ronda, di wilayah Way Kanan, Provinsi Lampung, tiba-tiba didatangi sejumlah personel kepolisian bersenjata. Waktu masih menunjukkan pukul 10 malam lebih beberapa menit. Sekitar lima polisi berpakaian preman langsung merangsek ke sebuah rumah yang sudah diintai sebelumnya.

Tak ada perlawanan dari penghuni rumah, saat para polisi memasuki rumah tersebut. Mereka tak menyangka rumahnya didatangi polisi secara tiba-tiba. Setelah menginterogasi penghuni rumah, polisi kemudian menggeledah seisi rumah dan pekarangan belakang rumah tersebut.

Hasilnya, sejumlah drum plastik berukuran besar dan ember plastik bekas cat tembok segera diamankan. Drum dan ember tersebut berisi daging segar yang tampaknya siap dijual esok hari. Usai menyita sejumlah barang bukti, dua orang penghuni rumah tersebut juga digiring ke mobil polisi. Kedua pelaku masing-masing yakni BJ (55) dan AA (21) yang merupakan bapak dan anak, warga Way Kanan.

“Kedua tersangka terindikasi jaringan penjual daging babi hutan alias celeng di Lampung Timur dengan cara mengakui sebagai daging sapi dan dijual di bawah harga pasar,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lampung Timur Ajun Komisaris Polisi (AKP) Faria Arista kepada wartawan, saat itu.

Penangkapan dua orang ini terjadi beberapa bulan lalu, namun masih ada kekhawatiran masyarakat bahwa kasus seperti itu akan terulang. Mungkin karena kasusnya berkaitan dengan daging yang sering dikonsumsi, maka rasa was-was pun selalu membayangi.

Lelaku jahat para pedagang nakal masih saja membayangi konsumen daging sapi di pasaran. Hingga sekarang masih saja ada orang yang mengelabuhi pembeli dengan cara yang merugikan. Mereka bukan hanya melakukan pengoplosan daging sapi dengan daging babi hutan, tetapi juga mengubah daging babi agar tampak seperti daging sapi.

Modus Para Pelaku
Dari kasus ini, kepolisian mengungkap sejumlah modus para pedagang daging babi hutan itu untuk menarik minat dan menipu konsumennya. Kepada polisi, pelaku menyebutkan sejumlah modus jahat yang dilakukan. Ini menjadi alarm bagi masyarakat, khususnya umat Islam.

Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir Edi Suryanto,  menyebut peristiwa pencampuran daging sapi dengan daging babi hutan yang berulang-ulang merupakan tindakan kriminal.

“Harus ada tindakan pencegahan sesuai dengan UU PK No. 8 tahun 1999, UU Pangan No. 18 tahun 2012,  dan UURI No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH),” ujarnya kepada Infovet.

UU JPH menyatakan bahwa untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.

Ada sejumlah modus yang dilakukan oleh para pelaku untuk mengoplos daging sapi dan daging babi hutan. Modus pertama, mengoplos daging sapi dengan daging celeng ke dalam satu kotak, lalu dimasukan ke dalam tempat pendingin. Untuk mengelabuhi petugas, bagian luar dari kotak penyimpanan itu diberi label daging impor.

Modus kedua, menyamarkan daging babi hutan sebagai daging sapi dengan cara menyiram daging celeng dengan darah sapi. Dengan begitu, sekilas daging celeng itu menjadi mirip daging sapi. Warnanya lebih kemerahan.

Modus ketiga, pelaku menawarkan daging dengan harga jauh di bawah harga pasaran. Jika harga daging sapi di pasar sekitar Rp 120.000/kg, maka para pelaku menjual dagangan mereka di bawah Rp 100.000/kg.

Para pelaku tak hanya menjual langsung di pasar atau pinggir jalan. Namun mereka menawarkannya melalui media sosial. Pelaku akan mengirimkan video palsu kepada calon konsumen. Konsumen ditunjukkan video pemotongan sapi agar lebih meyakinkan. Video itu di-download dari sumber lain lalu dikirimkan ke calon konsumen.

Para konsumen terkadang mudah terkecoh mengingat saat jelang bulan Puasa dan Lebaran, menyiapkan hidangan daging menjadi momen yang istimewa. Dengan tawaran harga di bawah harga pasaran, orang mudah tergiur.

Gunakan Boraks
Ada juga modus lain yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan penjualan daging ini. Masih segar dalam ingatan publik kejadian dua tahun lalu di Bandung. Aparat kepolisian Polresta Bandung berhasil mengungkap dan mengamankan empat pelaku pengedar daging babi yang diolah menyerupai daging sapi di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Dalam melakukan aksinya para pelaku menggunakan boraks agar daging babi hutan menyerupai daging sapi. Diolah kemudian menyerupai daging sapi dan dijual seharga daging sapi. Pada saat dijual di pasar, para pelaku menyebut daging itu sebagai daging sapi. Ternyata dengan menggunakan boraks, warna daging babi yang asalnya pucat menjadi lebih merah menyerupai daging sapi.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 91 A jo Pasal 58 Ayat 6 UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Pasal 62 Ayat 1 jo Pasal 8 Ayat 1 UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam pasal tersebut secara tegas disebutkan, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

Pedagang Harus Jujur
Dari banyaknya penangkapan oleh aparat kepolisian dalam kasus ini, muncul pertanyaan dari publik, apakah tidak boleh menjual daging babi?

Menurut Edi Suryanto, penjualan daging babi tentu saja boleh. Tetapi pedagang harus jujur. Merujuk aturan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) produk makanan boleh diberikan izin edar jika memberikan label gambar babi.

Hal itu diatur Pasal 6 Ayat 2 yang berbunyi, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bahwa produk makanan dan minuman yang bersumber, mengandung, atau berasal dari babi, dapat diberikan izin edar dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan.

Berdasarkan Pasal 8 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 28/2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, khususnya penanganan daging babi tertulis bahwa pangan mengandung babi dipajang pada tempat khusus, terpisah dari pangan lain yang tidak mengandung babi.

Pada tempat pemajangan sebaiknya ada tulisan dan peringatan “PANGAN MENGANDUNG BABI” dengan gambar babi dalam kotak dengan garis tepi berwarna merah di atas dasar putih sehingga mudah dibaca dan terlihat jelas.

Persyaratan label makanan juga harus mencantumkan logo dan tulisan “MENGANDUNG BABI” dalam kotak dengan garis tepi berwarna merah di atas dasar putih pada label kemasan (untuk produk terkemas) dan showcase.

Yang jelas, sebagai konsumen juga harus jeli dan cerdas. Jangan gampang tergiur dengan tawaran harga daging murah. Dari hasil obrolan Infovet dengan pedagang daging di Pasar Parung, Bogor, untuk membedakan daging babi dan daging sapi, tidak terlalu sulit. Daging sapi memiliki serat lebih kasar dibanding daging babi. Ciri lainnya, bagian bawah daging babi terdapat semacam kulit berwarna putih dan berminyak. Sementara daging sapi tidak berlemak seperti daging babi.

Peran dari aparat kepolisian juga dibutuhkan. Untuk menghindari ini biasanya aparat Kepolisian akan mengimbau masyarakat sebaiknya membeli daging sapi pada pedagang yang biasa berjualan daging sehari-hari. Hindari membeli daging pada pedagang daging dadakan yang berjualan di pinggir jalan.

Edi Suryanto juga mengingatkan kepada masyarakat mengingat bulan Ramadan sudah dekat, harus lebih hati-hati dan jeli dalam berbelanja daging. “Jangan mudah tergiur dengan penawaran harga murah oleh pedagang. Kalau ada pedagang yang menawarkan dengan harga murah atau di bawah harga rata-rata pasaran, pembeli harus curiga. Kalau memungkinkan pastikan apakah itu benar-benar daging sapi atau bukan,” pungkasnya. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet Daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis
Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

MENGENAL "PIG HOTEL", PETERNAKAN BABI SUPER MODERN DI NEGERI TIRAI BAMBU

Tampak Luar "Pig Hotel" Terbesar di China

Daging babi merupakan jenis daging konsumsi populer di China. Demi memproduksi daging babi lebih modern, para peternak China membangun hotel khusus para babi yang dilengkapi teknologi canggih!.

Jika di Indonesia ayam adalah daging konsumsi paling populer, berbeda dengan di China dimana masyarakatnya suka mengonsumsi daging babi. Sayangnya produksi daging babi di sana sempat dilanda masalah akibat wabah Demam Babi Afrika (ASF).

Banyak babi ternak terinfeksi hingga mati akibat wabah ini. Para peternak lantas mencari cara menciptakan peternakan babi yang lebih aman dan bertahan untuk jangka waktu lama.

Mereka tak ragu menginvestasikan miliaran dollar demi membuat fasilitas pemeliharaan babi canggih dan modern. Sebutannya 'pig hotels' atau 'hotel babi' yang tampak seperti hotel komersial untuk manusia pada umumnya.

Tadinya hotel babi dibuat hanya tingkat 2 atau 3 lantai, tapi kini ada yang 10 lantai! Di hotel babi ini ada puluhan ribu babi yang diternakkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga China.

Mengutip Oddity Central (22/8), akhir Agustus 2022, Zhongxin Kaiwei Modern Farming, sebuah perusahaan swasta di Hubei, bahkan akan menyelesaikan sebuah hotel babi setinggi 26 lantai. Hotel babi ini disebut-sebut sebagai peternakan modern terbesar di dunia.

Berlokasi di kota Ezhou, hotel babi ini terdiri dari 2 bangunan besar seluas 400 ribu meter persegi. Hotel babi bakal dilengkapi mesin pemberi pakan otomatis, sistem penyaringan udara, dan desinfektan udara canggih.

Tak hanya itu, Zhongxin Kaiwei Modern Farming juga menerapkan sistem pengolahan limbah berbasis biogas. Nantinya kotoran babi akan didaur ulang menjadi energi bersih yang bisa dipakai untuk pembangkit tenaga listrik atau pemanas.

Hotel babi terbesar di China ini harapannya bisa menghasilkan 54.000 ton daging babi per tahun dari 600 ribu babi yang dipelihara.

Tampak Dalam Hotel Babi Terbesar di China

Sebenarnya peternakan babi canggih seperti konsep hotel babi ini sudah lebih dulu hadir di Eropa. Beberapa masih beroperasi hingga kini, tapi tak sedikit juga yang akhirnya ditutup karena masalah manajemen maupun penolakan dari publik.

Hanya saja, hotel babi yang ada di Eropa tidak pernah ada yang tingginya lebih dari 3 lantai. Sementara hotel babi di China membawa model peternakan modern ini jauh ke 'tingkat' yang lebih tinggi.

Sampai tahun 2019, peternakan babi seperti ini sebenarnya ilegal di China, tapi ketika wabah flu babi Afrika melanda, semua berubah. Saat itu harga daging babi konsumsi melambung tinggi.

Pemerintah China akhirnya mencabut larangan operasional hotel babi. Harapannya dapat memenuhi permintaan daging babi konsumsi di pasaran. Sejak itulah semakin banyak hotel babi muncul di seluruh negeri.

"Dibandingkan dengan peternakan babi tradisional, ini menghemat lahan dan lebih ramah lingkungan. Sistem peternakan ini menghemat energi dan sumber daya" klaim salah satu investor hotel babi.

Tetapi rupanya model peternakan hotel babi ini tetap kontroversial. Selain kekhawatiran tentang kualitas hidup babi yang amat buruk, para ahli menyatakan keprihatinannya tentang biosekuriti hotel babi.

Zheng Zhicheng, direktur urusan masyarakat dari konglomerat pertanian New Hope Group, mengatakan bahwa wabah flu babi Afrika pada akhirnya di hotel babi dapat membawa kerugian besar. Hal ini lantaran wabah akan lebih sulit untuk dikendalikan.


MARAK PRODUK ILEGAL, KEMENTAN-PEMDA PERKUAT PENGAWASAN

Sempat heboh peredaran daging babi yang dipalsukan menjadi daging sapi. (Dok. Shutterstock)

Kementerian Pertanian mengajak dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, untuk memperkuat pengawasan dan pembinaan pelaku usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan menjual pangan asal hewan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, di Jakarta (13/5/2020), saat diminta menanggapi pemberitaan beredarnya daging celeng di Kabupaten Bandung dan juga telur infertil di beberapa daerah.

“Untuk mengantisipasi potensi penyimpangan peredaran produk hewan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat, Kementan telah menerbitkan Surat Edaran Dirjen PKH Nomor: 0534/SE/TU.020/F5/04/2020 tentang penjaminan penyediaan produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal pada bulan Ramadan dan Idul Fitri 1441 Hijriah dan pada masa pandemi COVID-19,” ujar Ketut. 

Menurutnya, Ramadan dan Idul Fitri tahun ini terasa berbeda, karena dalam waktu yang sama masyarakat dihadapkan dengan pandemi COVID-19. Kebutuhan pangan asal hewan di masyarakat  perlu terus dijaga, mengingat kebutuhan sumber protein bagi masyarakat sangat penting untuk menjaga stamina dan kebutuhan daya tahan tubuh.

Terkait temuan daging babi yang dipalsukan dan dijual sebagai daging sapi di Bandung, Ketut menyampaikan bahwa proses hukum sedang berjalan. Saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan Ditreskrim Polresta Bandung.

“Kami apresiasi kepolisian secara cepat mengungkap penyimpangan ini. Saya ingatkan pelaku usaha, praktik pemalsuan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 10 miliar menurut  UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," tegasnya.

Sementara adanya peredaran telur infertil, Ketut menegaskan Peraturan Menteri Pertanian No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, secara tegas mengatur bahwa pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi, dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi. 

Ia mengingatkan berhati-hati dalam memilih produk hewan untuk konsumsi keluarga. Jangan mudah tergiur harga murah dan sebaiknya membeli produk hewan di tempat penjualan (ritel) yang terdaftar, diakui dan tersertifikasi oleh pemerintah daerah setempat.

“Kita lakukan pengawasan keamanan produk hewan ini dengan memperkuat kerjasama dan koordinasi bersama aparat penegakan hukum,” pungkasnya. (INF)

POLISI LIBAS KOMPLOTAN PEMALSU DAGING SAPI

Barang bukti daging sapi palsu, diamankan aparat

Kejahatan pemalsuan daging kembali mengegerkan Bandung, Jawa Barat. Kejahatan ini berhasil diungkap oleh personel Polresta Bandung, dimana mereka mengamankan empat pelaku pengedar daging babi yang menyulapnya menjadi daging sapi.

Kronologi penangkapan berawal dari pihak Polresta Bandung yang mendapat laporan dari masyarakat bahwa di sekitar Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, ada aktivitas penjualan daging babi. Menindaklanjuti laporan tersebut, aparat Polresta Bandung langsung melakukan penyelidikan, dan benar saja, saat di tempat kejadian perkara (TKP) polisi mendapati tersangka sedang melakukan aktivitas "penyulapan" daging babi menjadi daging sapi.

Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan mengatakan empat pelaku tersebut mengolah daging babi hingga menyerupai daging sapi dengan menggunakan boraks. 

"Jadi secara fisik, daging babi ini lebih pucat, tapi kalau daging sapi ini lebih merah, jadi proses (boraks) daging babi ini menjadi lebih mirip, lebih merah seperti daging sapi," kata Hendra, Senin (11/5).

Sejauh ini, kata Hendra, mereka sudah melakukan aksinya selama kurang lebih satu tahun. Selama aksi itu, menurut Hendra sudah ada sebanyak 63 ton daging babi menyerupai daging sapi yang beredar di masyarakat. Dari kasus tersebut, polisi telah mengamankan total 600 kilogram daging babi. 500 kilogram di antaranya yang diamankan dari freezer dan 100 kilogram sisanya diamankan dari para pengecer.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 91 A jo Pasal 58 Ayat 6 UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, serta Pasal 62 Ayat 1 jo Pasal 8 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer