Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini AI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

AGAR AI TIDAK KERASAN

Wabah AI di Indonesia kini tidak hits seperti pada masa awal mewabah. Namun hal tersebut bukan berarti peternak bisa lengah terutama dalam unsur pemeliharaan ayam. (Sumber: Istimewa)

Sebagai negara dengan iklim tropis, pastilah mikroorganisme patogen kerasan tinggal di Indonesia. Bukannya tanpa daya dan upaya, berbagai cara telah dilakukan oleh seluruh stakeholder dalam mengendalikan Avian Influenza (AI) dan teman-temannya. Lalu seberapa efektifkah upaya tersebut?

Memang jika dilihat lebih lanjut persoalan wabah AI di Indonesia kini tidak hits seperti pada masa awal AI mewabah. Namun hal tersebut bukan berarti peternak bisa lengah terutama dalam unsur pemeliharaan. Semakin zaman berubah, bibit-bibit penyakit juga akan berubah menyesuaikan dirinya dalam upaya survival layaknya manusia. Oleh karenanya, upaya pencegahan perlu dilakukan secara maksimal, berkesinambungan dan konsisten.

Upaya Pencegahan AI 
Dalam mengendalikan AI, idealnya memang harus dilakukan secara menyeluruh. Stamping out dan depopulasi selektif seharusnya dilakukan, namun risikonya akan ada kerugian ekonomi dari peternak akibat depopulasi akan sangat besar, pemerintah juga pasti tidak akan mampu memberikan kompensasi. Pada saat AI mewabah 2003 lalu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 96/Kpts/PD.620/2/2004 telah menetapkan sembilan langkah strategis dalam mengendalikan AI, diantaranya: 

1. Meningkatkan biosekuriti pada semua aspek manajemen
2. Depopulasi secara selektif kelompok ayam/unggas yang terinfeksi virus AI
3. Stamping out kelompok ayam/unggas pada daerah infeksi baru
4. Vaksinasi terhadap AI
5. Kontrol lalu lintas unggas, produk asal unggas dan produk sampingannya
6. Surveilans dan penelusuran kembali
7. Mengembangkan penyadaran masyarakat
8. Re-stocking
9. Monitoring dan evaluasi

Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, mengatakan bahwa pada dasarnya pemerintah juga menerapkan konsep… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2020) (CR)

PERKEMBANGAN KASUS AI TERKINI

Penggunaan vaksin kill AI H5N1 sangat membantu memberi perlindungan dan tentu saja didukung dengan antigenic matching dari seed vaksin kill yang digunakan. (Foto: Dok. Infovet)

Akhir-akhir ini banyak diperbincangkan maraknya kasus penurunan produksi telur baik di ayam layer komersial ataupun di ayam pembibit. Banyak informasi yang bermunculan dengan merebaknya kasus tersebut dan kadangkala mengarah ke virus tertentu (H9N2 misalnya), tanpa didasari peneguhan diagnosis rinci mulai dari anamnesa, pemeriksaan gejala klinis, patologis dan didukung dengan pemeriksaan laboratorium. Untuk itu penulis akan mencoba menyegarkan kembali dengan memberikan update informasi perkembangan terkini AI (Avian influenza) yang menyebabkan gangguan produksi dan kematian tinggi di Indonesia berikut langkah-langkah diagnosisnya.

Peta kasus penyakit di wilayah Sumatra dan Jawa.

Data dari PT Ceva Animal Health yang dikumpulkan sepanjang 2019 (sampai November) menunjukkan kejadian AI pada peternakan layer komersial masih banyak terjadi di wilayah Jawa Timur. AI menduduki peringkat kedua setelah penyakit ND (Newcastle disease). Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus bagi masyarakat peternak untuk lebih waspada dan fokus dalam pengendaliannya.

Virus AI dari berbagai subtipe dapat menimbulkan penyakit dengan derajat keparahan yang berbeda, mulai dari penyakit yang menyebabkan mortalitas tinggi dengan kematian mendadak tanpa didahului gejala klinis tertentu, atau hanya menunjukan gejala ringan sampai pada bentuk penyakit yang sangat ringan atau tidak tampak secara klinis.

Penyakit AI sendiri  akhir-akhir  ini menjadi primadona dan banyak diperbincangkan, tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Pada Agustus 2017 lalu, pemberitaan tentang teridentifikasinya virus AI H5N1 di Filipina juga tidak luput menjadi perbincangan, sedangkan di Indonesia sendiri virus H9N2 lebih banyak dibicarakan porsinya dibandingkan H5N1, karena ada beberapa laporan baru mengenai teridentifikasinya virus ini di lapangan. Penyakit AI secara garis besar dikategorikan menjadi dua, yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), misal H5N1 dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI), misal H9N2.

Highly Pathogenic Avian Influenza 
Sudah lama diketahui, bahwa ayam petelur yang mendapatkan serangan virus H5N1 akan mengalami gangguan produksi telur. Variasi gejala dan tingkat kematian yang muncul pada ayam masa produksi sangat tergantung kekebalan ayam, kepadatan virus yang menantang dan kondisi umum ayam.

Virus H5N1 akhir ini didominasi dari grup clade 2.3.2.1 yang menjadi ancaman bagi ayam petelur di Indonesia. Tidak jarang gejala yang muncul hanya penurunan produksi telur tanpa ada kematian, hal ini salah satunya diakibatkan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2020)

Ditulis oleh:
Drh Sumarno, Senior Manager AHS
& Han han, praktisi peternakan layer Rehobat

AVIAN INFLUENZA, BAGAIMANA RIWAYATMU KINI?

Walau serangan AI tidak seganas dulu, namun kewaspadaan terhadapnya harus selalu dilakukan. (Sumber: Istimewa)

Tiada hari tanpa Corona, setidaknya itulah yang masih menjadi headline di media massa beberapa waktu belakangan ini. Namun begitu, Indonesia pernah beberapa kali dikejutkan dengan adanya outbreak penyakit, yakni Avian Influenza (AI). Namun kini AI terasa menguap, kemanakah ia kini?

Sejak 2003 lalu AI telah eksis di Indonesia, saat itu terjadi wabah penyakit yang menyebabkan kematian mendadak pada unggas dengan gejala klinis seperti penyakit tetelo (Newcastle Disease/ND). Sampai akhirnya kemudian didalami bahwa wabah tersebut disebabkan oleh penyakit baru bernama AI dari subtipe H5N1.

AI memiliki sejarah panjang di Indonesia, jenisnya pun juga bervariasi bukan hanya subtipe H5N1 saja. Secara perlahan tapi pasti, AI menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Awalnya mungkin hanya virus dari subtipe H5N1, kemudian ada varian clade dari H5N1, hingga kini ada juga H9N2 yang disebut-sebut sebagai low pathogenic AI, dimana awalnya wabah H9N2 terjadi pada ayam petelur dan kini H9N2 juga “doyan” menginfeksi broiler.

Tak Seganas Dulu
Divisi Technical Education & Consultation PT Medion, Drh Christina Lilis, menyatakan bahwa penyakit AI H9N2 yang dulunya ditemukan di layer, sekarang sudah ditemukan di broiler. Biasanya memasuki umur 21 hari sampai puncak produksi, penyakit H9N2 ini akan menyerang. Ia juga menegaskan, di luar negeri virus AI H9N2 ini lebih menjadi momok ketimbang H5N1.

Lebih lanjut dijelaskan bahwasanya kejadian AI di Indonesia saat ini masih ada walaupun kasusnya tidak semarak dulu pada masa awal “kejayaan” AI.

“Kami ada beberapa laporan dari tim kami, di berbagai daerah ada, cuma tidak heboh seperti dulu, dan lagi kasusnya bisa dibilang cenderung turun, namun begitu kita tetap harus waspada,” tutur Lilis.

Hal senada juga disampaikan oleh salah satu peternak layer asal Blitar, Sunarto. Ia mengatakan bahwa AI masih ada di beberapa wilayah di daerahnya. Ia mengonfirmasi bahwa beberapa titik di Blitar masih dihantui AI, baik H5N1 maupun H9N2.

“Bukan di peternakan saya, tetapi di sekitaran sini masih ada, walaupun enggak banyak. Saya tahu itu AI karena ada hasil laboratoriumnya dan kata dokter hewannya begitu,” ujar Sunarto.

Ia juga menyebut bahwa kemunculan AI dikhawatirkan akibat adanya perubahan dari musim kemarau ke penghujan. Selain itu adanya heat stress yang muncul akibat cuaca panas yang mencapai suhu 36-39 °C yang terjadi beberapa bulan lalu, sehingga memicu munculnya penyakit AI di wilayah Blitar.

Kendati demikian, Sunarto juga mengonfirmasi bahwa kasus AI yang terjadi hanya tentatif saja. Karena ketika begitu para peternak mendengar ada populasi ayam yang mati mendadak atau turun produksinya, mereka langsung… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2020) (CR)

KATA SIAPA AYAM KAMPUNG KEBAL FLU BURUNG?

Ayam kampung masih sangat diminati masyarakat. (Sumber: Istimewa)

Ayam kampung, atau biasa disebut ayam Buras (bukan ras) dan kini populer dengan ayam lokal, memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Ayam kampung juga identik dengan sistem pemeliharaan non-intensif. Dikala wabah AI (Avian influenza) atau Flu burung melanda, bagaimana seharusnya memelihara ayam kampung? Benarkah mereka kebal terhadap serangan AI?

Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tinggi, termasuk di sektor ayam asli (native chicken). Nataamijaya (2000) mencatat, terdapat 32 galur ayam lokal asli yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi ayam pedaging, petelur, petarung dan ayam hias.

Bukan hanya itu, bahkan kini ayam lokal telah menjadi perhatian pemerintah melalui Kementerian Pertanian. Melalui program Bekerja (Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera), pemerintah membagi-bagikan ayam lokal kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Dibalik segala pesonanya, ada satu hal yang menjadi sorotan, yakni mengenai kekebalan alami terhadap virus AI yang dimiliki oleh ayam lokal Indonesia, penulis mencoba menggali informasi tersebut untuk membuka cakrawala bagi masyarakat perunggasan.

Tahan AI, Mitos atau Fakta?
Sudah menjadi hal yang umum bahwa masyarakat Indonesia khusunya di pedesaan banyak memelihara ayam kampung. Pemeliharaan biasanya dilakukan dengan sistem non-intensif (diumbar tanpa diberi makan), maupun semi intensif (dikandangkan seadanya, diumbar dan diberi makan). Selain minim perawatan, alasan yang biasanya terlontar dari masyarakat adalah ayam tersebut tahan penyakit.

Berdasarkan pengalaman dari beberapa orang tetangga, serta rekan-rekan peternak ayam kampung, memang perawatan terutama program medis yang diberikan kepada ayam kampung bisa dibilang minim. Beda halnya dengan program kesehatan ayam broiler dan layer berupa vaksin, suplementasi dan lain sebagainya, ayam kampung justru kebalikannya. Mereka cukup diumbar, diberi makan yang cukup dan dipanen telur, maupun dagingnya.

Meskipun produktivitasnya rendah, ayam lokal Indonesia memiliki keunggulan tersendiri. Maeda et al. (2006), menyatakan bahwa 63% ayam lokal Indonesia tahan terhadap virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) karena memiliki frekuensi gen antivirus Mx+ yang lebih tinggi. Secara genetik, ketahanan terhadap virus, termasuk virus ND (Newcastle disease) salah satunya dikontrol oleh gen Mx.

Berdasarkan data dari Gen Bank dengan nomor akses DQ788615, berada di kromosom 1 dan bekerja mentranskripsi protein Mx yang berfungsi sebagai promotor ketahanan terhadap infeksi virus. Gen Mx dilaporkan dapat digunakan sebagai penciri genetik untuk sifat ketahanan tubuh ayam terhadap infeksi virus, seperti virus AI dan ND.

Hasil penelitian Maeda tersebut menjadi rujukan bahwa sebagian besar (63%) ayam lokal Indonesia tahan terhadap AI, lalu bagaimanakah dengan 37% lainnya? Itulah yang harus dilindungi, selain berbicara mengenai pengembangan bisnis, bicara ayam lokal juga meliputi aspek populasi yang berujung pada pelestarian plasma nutfah. Tentunya, Indonesia tidak ingin plasma nutfahnya musnah karena wabah penyakit yang seharusnya bisa dicegah.

Vaksinasi atau Tidak?
Ada perbedaan pendapat diantara kalangan pelaku bisnis dan dokter hewan praktisi perunggasan mengenai hal tersebut. Beberapa peternak pembibit ayam lokal melakukan program kesehatan, terutama vaksinasi dalam pengendalian AI, namun ada juga yang tidak melakukannya.

Jika melihat ke belakang pada 2009 lalu, saat itu dilakukan penelitian oleh CIVAS (Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies) mengenai efektivitas vaksin AI terhadap ayam kampung di Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan dengan memberikan sebanyak 58.900 dosis vaksin A1 H5N1 produk lokal, dengan setiap ayam mendapat satu dosis. Penelitian dilakukan di peternakan ayam kampung di Kecamatan Cicurug dengan sampel tak mendapat perlakuan 0,05% dari jumlah populasi (sebagai pembanding). 

Penelitian terhadap ayam kampung pedaging dilakukan pada ayam umur 10 dan 30 hari. Diperoleh hasil geometri mean titer (gmt/tolak ukur kekebalan). Pada ayam umur 10 hari nilainya mencapai 21,4 gmt dan pada ayam umur 30 hari nilainya 22,8 gmt. Dari perhitungan statistik, perbandingan nilai gmt setelah vaksinasi dan sebelum tak menunjukkan perbedaan signifikan. Kesimpulannya, vaksinasi pada ayam kampung tetap berpengaruh terhadap titer antibodi, tetapi berjalan lambat. Penelitian yang dilakukan oleh Janovie et. al. (2014) juga mengungkapkan hasil yang serupa, bahwa vaksin AI tidak efektif dilakukan pada ayam kampung.

Pemberitaan di media massa pun tidak jauh berbeda, seperti baru-baru ini yang diberitakan bahwa ada 11 ekor ayam kampung milik peternak terinfeksi AI, dua diantaranya mati. Di beberapa daerah pun juga begitu, hanya beberapa yang mati dari ratusan atau bahkan ribuan ekor ayam kampung yang terserang AI. Hal tersebut juga merupakan indikasi bahwa ayam kampung relatif tahan terhadap serangan AI. Permasalahannya adalah jika sudah bicara AI, aspek yang diperhatikan bukan hanya kesehatan hewan saja, melainkan aspek sosial, politik dan ekonomi juga pasti ikut terpengaruh.

Bayangkan jika beternak ayam yang lokasinya berdekatan dengan peternakan lain yang pernah terjadi wabah, tentunya risiko penularan semakin besar. Belum lagi harga komoditi unggas yang hampir pasti selalu turun ketika isu AI berhembus. Itulah dampak besar yang ditimbulkan AI. Jangan lupakan pula kebijakan yang diambil akibat AI, tidak akan pernah ada test and slaughter semuanya sudah pasti stamping out

Adapun beberapa peternak yang mendukung program vaksinasi pada ayam kampung dengan pemeliharaan intensif menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

Rekomendasi Program Vaksinasi Ayam Kampung
Umur Ayam (Hari)
Vaksin yang Diberikan
4 atau 7
ND (Lasota)-IB (tetes mata) atau ND (Lasota)-AI killed (Optional)
14
Vaksin Gumboro*
24
Vaksin ND Clone*
30
Vaksin Gumboro (booster)
60
Vaksin ND-Lasota (booster)
Sumber: Sumber Rejeki Farm (2015).
Ket: *) Jarak setelah vaksin Gumboro sebenarnya mengikuti kondisi ayam. Apabila ayam
belum fit jangan dipaksakan vaksin kembali. Umur 24 dipilih jenis vaksin ND Clone (bukan ND LASOTA) karena sifat ND Clone lebih soft. Harapannya vaksin Gumboro sebelumnya berhasil dan ayam tidak terlalu stres.

Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade Zulkarnain, menyatakan sikap terkait hal tersebut. Menurutnya, kejadian di tahun-tahun lalu hendaknya dijadikan pelajaran.

“Kebetulan saya mengalami itu sewaktu AI menyerang ayam kampung, saat itu kita habis-habisan. Oleh karena itu, menurut saya penting sekali untuk melakukan vaksinasi,” kata Ade.

Ia menjelaskan, sebaiknya walaupun ada bukti penelitian bahwa ayam kampung kebal flu burung, vaksinasi tetap wajib dilakukan dalam rangka antisipasi.

Hal senada juga diutarakan seorang praktisi yang lama berkecimpung di dunia ayam kampung, Drh Miftahuddin. Menurut dia, lebih baik melakukan vaksinasi dalam rangka pencegahan.

“Kita enggak tahu juga kalau di daerah kita misalnya ada kasus AI sebelumnya, terus seberapa jauh lokasi peternakan lain dari peternakan kita, kualitas udara di situ bagaimana. Kita bisa mengukur kemampuan beternak kita (sudh efisien dan intensif atau belum). Nah, maka saya sarankan tetap dilakukan itu vaksinasi sembari mengikuti biosekuritinya diterapkan,” tutur Miftahuddin.

Perlu Dipahami
Miftahuddin juga melanjutkan bahwa sejatinya vaksinasi merupakan pilihan, mau dilaksanakan atau tidak tergantung penerapan peternaknya. Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dan dipahami, diantaranya:

• Mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya tahan tubuh ayam yang diperlihara dengan memberikan asupan nutrisi yang cukup dan seimbang sesuai dengan kebutuhan.

• Mereduksi faktor-faktor stres lapangan dengan memperhatikan kondisi dalam kandang sesuai dengan kebutuhan ayam, serta melaksanakan tata pemeliharaan ayam yang “lege-artis”, misalnya dengan memberikan ventilasi yang cukup, atau memperhatikan pola pemberian pakan yang baik dan benar, sehingga keseragaman ayam akan lebih baik.

• Mengimplementasikan cukup istirahat kandang (down time), menerapkan sistem pemeliharaan ayam yang “all in-all out” dan pelaksanaan sanitasi dalam kandang, serta lingkungan kandang secara terjadwal.

• Lakukan seleksi dan culling ayam-ayam yang lemah dan/atau terlihat sakit secara ketat untuk mencegah penyakit.

• Melakukan evaluasi hasil setiap program vaksinasi dengan uji serologis secara teratur, sehingga dinamika titer masing-masing flok ayam yang ada dapat dimonitor secara ketat dari waktu ke waktu (membuat baseline titer). ***

Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

CORONA BELUM SELESAI, KINI AI MENGINTAI


AI Kembali Merebak di Hunan, Tiongkok

Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin inilah kalimat yang cocok menggambarkan keadaan Tiongkok. Belum selesai permasalahan yang diakibatkan Corona Virus, Negeri tirai bambu kembali alami "serangan mendadak" oleh AI. Pemerintah China melaporkan penyebaran virus flu burung H5N1 di sebuah peternakan di kota Shaoyang, provinsi Hunan, kantor berita Reuters melaporkan. Laporan tersebut mengatakan bahwa peternakan yang terinfeksi AI tadi memiliki 7.850 ayam, 4.500 di antaranya mati karena AI. Otoritas setempat kemudian melakukan pemusnahan 17.828 unggas menyusul penyebaran virus flu burung tersebut.

"Penyebaran ini ditemukan di sebuah peternakan di distrik Shuangqing, kota Shaoyang. Peternakan tersebut memiliki 7.850 ayam dan 4.500 di antaranya telah mati karena tertular virus. Pemerintah setempat telah membunuh 17.828 unggas menyusul penyebaran virus," kata Kementerian Pertanian dan Pedesaan dalam sebuah pernyataan resmi seperti dilaporkan South China Morning Post. Sejauh ini, belum ada kasus penularan ke manusia.

Penyebaran virus H5N1 ini terjadi di tengah upaya pemerintah China menghadang penyebaran virus corona yang mematikan. Infeksi virus corona telah menyebabkan kematian lebih dari 300 orang di China hingga hari Minggu. Virus corona juga telah menginfeksi setidaknya 14.000 orang.

Virus H5N1, atau dikenal sebagai virus flu burung, menyebabkan gangguan pernafasan pada burung atau unggas dan dapat menular ke manusia. Virus ini pertama dideteksi pada 1996 di China. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), virus flu burung mungkin saja menular dari manusia ke manusia, meski sulit.

Sejak 2003 hingga 2019, WHO melaporkan total 861 kasus penularan virus flu burung pada manusia di dunia, 455 di antaranya meninggal. Di China, 53 kasus penularan ke manusia telah dilaporkan sepanjang 16 tahun terakhir, 31 di antaranya meninggal dunia. (CR)


LUNCURKAN VAKSIN, MENTAN MINTA BISA INTERVENSI DUNIA

Mentan Syahrul dalam kegiatan Launching Inovasi Teknologi Kesehatan Unggas Veteriner di BB Litvet Bogor. (Foto: Humas Kementan)

Dalam rangka Launching Inovasi Teknologi Kesehatan Unggas Veteriner, di Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet), Kementerian Pertanian (Kementan), Bogor, Kamis (5/12), Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menyatakan keinginannya untuk mengembangkan inovasi dan teknologi vaksin unggas yang dapat dimanfaatkan berbagai pihak dari dalam maupun luar negeri.

“Saya berharap kita dapat mengintervensi dunia, jadi tidak hanya memanfaatkan vaksin dari luar, tetapi mampu menciptakan vaksin sendiri untuk dapat dimanfaatkan negara lain dalam meningkatkan kesehatan unggas, sehingga populasi dan produksi akan lebih baik,“ kata Mentan Syahrul dalam siaran persnya.

Ia menyebut, program Kementan dalam bidang peternakan yakni pengembangan dan peningkatan populasi ternak unggas, salah satunya ayam kampung terus digalakkan. “Tentunya kita berharap populasi ternak semakin berkembang, namun akselerasi dan perkembangan yang cepat juga rentan terhadap berbagai hama, virus dan penyakit, untuk itu kita harus dapat mengantisipasinya,“ jelas dia.

Ia juga menambahkan, melalui inovasi dan teknologi BB Litvet dipercaya dapat mengantisipasi masalah dan tantangan terkait kesehatan hewan, mengingat ancaman virus global saat ini semakin meningkat. 

“Kita perlu melakukan penelitian dan riset terhadap segala permasalahan kesehatan hewan, para ahli peneliti dan dokter hewan kita hebat dan tidak kalah dengan negara lain,” ucap Mentan Syahrul.

Dalam kegiatan tersebut, BB Litvet meluncurkan beberapa vaksin untuk unggas, diantaranya vaksin AI (Avian influenza) bivalen, vaksin AI kombinasi HPAI (High Pathogenic Avian Influenza) dan LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza), vaksin ND GTT 11 dan teknologi diagnosa kit ELISA DIVA yang digunakan untuk membedakan hasil vaksinasi dan infeksi AI.

“Nantinya vaksin kita juga terbuka untuk para pengusaha dan investor yang ingin berinvestasi, kalau perlu kita lakukan diplomasi perdagangan dengan negara lain terhadap vaksin yang kita miliki,“ pungkasnya. (INF)

KAMPANYE KESEHATAN HEWAN MELALUI SENI

Kementerian Pertanian, FAO dan USAID berkolaborasi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan hewan, zoonosis dan biosekuriti. Kali ini mereka juga menggandeng pekerja seni teater. 

Tiga dari empat penyakit baru ditularkan dari hewan kepada manusia. Hal ini membuat Kementerian Pertanian, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan USAID mengadakan pertunjukan teater yang mengisahkan bagaimana kehidupan hewan dan manusia sesungguhnya saling terkait secara dinamis, ibarat "frenemies" – kawan tapi lawan.

Tiga lembaga ini ingin meningkatkan kesadaran publik tentang kemungkinan penularan penyakit dari hewan ke manusia. Hewan memainkan berbagai peran dalam kehidupan manusia sebagai peliharaan, sumber protein, dan pendukung kehidupan manusia dalam pertanian dan peternakan. Kelompok teater anak muda Indonesia, Teater Pandora beserta aktris Rachel Amanda ikut serta dalam kolaborasi ini.

“Penyakit hewan sering kali dilupakan sebagai sumber penyakit manusia. Kita membutuhkan kesadaran dan dukungan publik yang lebih besar untuk mengendalikan penyakit hewan agar tidak menginfeksi manusia serta mengganggu produksi pangan dari sektor peternakan,” kata I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian dalam sambutan pembukaan yang dibacakan oleh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH (12/7).

Dalam mendukung agenda pemerintah meningkatkan kesadaran publik, Stephen Rudgard, Perwakilan FAO di Indonesia menyatakan, “Kami senang dapat mempersembahkan prestasi Kementerian Pertanian dan FAO untuk memperkuat ketahanan pangan dengan meningkatkan kesehatan hewan melalui panggung teater. Teater dapat mendidik sekaligus menghibur masyarakat.”

Pertunujukan Teater, Salah Satu Media Dalam Mengampanyekan Kesehatan Hewan Kepada Masyarakat
(Foto : CR)


Bertempat di AtAmerica, Pusat Kebudayaan Amerika di Jakarta, hampir 300 penonton umum disambut oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Ms. Heather Variava. “Tahun ini menandai peringatan 70 tahun hubungan diplomatik AS-Indonesia. Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), bangga menjadi mitra pilihan dalam memperkuat kapasitas Indonesia mengendalikan dan mencegah penyakit sebagai bagian dari komitmen kedua negara terhadap Agenda Keamanan Kesehatan Global,” kata Variava.

Selain itu, Rachel Amanda, aktris yang berkolaborasi dengan kelompok teater kaum muda, Teater Pandora mengungkapkan kegembiraannya untuk berkolaborasi dalam pertunjukan teater pertama yang diangkat dari proyek PBB di Indonesia.

“Kolaborasi ini mengasah kekuatan kreativitas kami sebagai seniman muda untuk mempromosikan kesadaran tentang masalah kesehatan yang memengaruhi kehidupan sehari-hari kita,” kata Amanda yang berperan sebagai putri Pak Sun, seorang peternak yang berhasil bangkit dari wabah flu burung.

Pentas teater ini menceritakan ketiga anak Pak Sun yang memutuskan antara melanjutkan atau menutup peternakan ayahnya. Bagi mereka, peternakan sudah ketinggalan zaman dibandingkan dengan kehidupan perkotaan. Tetapi mereka takjub melihat bagaimana bantuan teknis dari program Emerging Pandemic Threats (EPT-2) kerjasama Kementerian Pertanian, FAO, dan USAID telah meningkatkan kesehatan hewan ternak secara signifikan, sehingga membuat bisnis pertanian lebih menguntungkan.

MENJAGA SALURAN PERNAPASAN

Brooding sukses, pernapasan beres. (Istimewa)

Penyakit pada sistem pernapasan unggas bisa dibilang ngeri-ngeri sedap. Selain menunjukkan gejala klinis yang serupa dan kadang tidak spesifik, daya bunuhnya juga luar biasa. Jangan lupakan juga penyakit zoonotik seperti AI (Avian Influenza) yang juga menyerang sistem pernapasan.

Ayam modern memang banyak memiliki kelebihan, terutama dari segi performa produksi dan kecepatan pertumbuhan. Namun begitu, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ayam modern cenderung lebih mudah stres yang berdampak pada turunnya performa, bahkan berujung kematian.

Bicara saluran pernapasan, sistem ini merupakan sistem terbuka yang berhubungan langsung dengan dunia luar layaknya saluran pencernaan. Jadi, sistem pernapasan juga merupakan pintu masuk bagi agen-agen penyakit dari luar tubuh ayam. 

Kenyamanan Ayam
Fokus dalam menanggulangi dan mencegah penyakit pada saluran pernapasan utamanya adalah menciptakan supply kualitas udara yang baik dan berkelanjutan. Oleh karenanya, beberapa titik kritis harus diperhatikan agar sistem ventilasi di kandang maksimal dan membuat ayam nyaman di dalamnya.

Hal pertama yang perlu diperhatikan yakni konstruksi kandang. Kandang yang apik dengan kualitas udara yang baik akan membuat penghuninya bernapas dengan nyaman. Di masa kini, bisa dibilang kandang closed house adalah sebuah keniscayaan, namun karena berbagai macam alasan, mayoritas peternak Indonesia masih mengadopsi “madzhab” kandang terbuka (open house) dengan tipe postal maupun panggung. 

Kedua tipe kandang terbuka tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, namun begitu konstruksi kandang harus disesuaikan dengan keadaan lokasi dan modal yang dimiliki. Prinsip pembuatan kandang adalah kuat/kokoh, murah dan dapat memberikan kenyamanan pada ayam. Kekuatan kandang harus diperhitungkan dalam pembuatan kandang karena berkenaan dengan keselamatan ayam dan pekerja kandang. Oleh karena itu, konstruksi kandang tidak boleh sembrono dan “setengah-setengah”.

Kandang harus kuat terhadap terpaan angin dan mampu menahan beban ayam. Untuk itu, perlu diperhatikan konstruksinya agar kokoh dan tidak mudah ambruk. Disamping kuat, pembangunan kadang diusahakan murah, tetapi bukan murahan. Artinya, membangun kandang hendaknya menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat tanpa mengurangi kekuatan kandang.

Sales Representative PT Big Dutchman Indonesia, Arfiyan Sudarjat, mengatakan, memang perubahan iklim dan cuaca sekarang sangat ekstrem, apalagi di negara-negara tropis seperti Indonesia, keadaan ini akan menyebabkan ayam menjadi stres, karenanya closed house menjadi sebuah solusi dalam menjaga kualitas udara dalam kandang.

“Kenyataannya memang seperti itu, namun karena faktor biaya (utamanya) orang jadi enggan bikin closed house, padahal closed house adalah investasi yang menjanjikan dan dapat digunakan jangka panjang. Kalau murah atau mahalnya itu tergantung peternak mau yang sederhana atau yang kompleks,” kata Arfiyan.

Ia tidak menyalahkan mindset masyarakat dan peternak yang masih menganut sistem kandang terbuka, tetapi lebih menyarankan kepada mereka agar lebih ketat dalam manajemen pemeliharaan, utamanya biosekuriti, selain juga memperhatikan... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi Juni 2019.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer