Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SLOW GROWTH: MASALAH KLASIK NAN PELIK

Ayam yang kerdil dan bobotnya tidak seragam hendaknya dipisahkan atau culling dini. (Foto: Istimewa)

Di zaman now ayam broiler memiliki performa yang sangat pesat dan cepat. Dalam waktu sebulan, broiler dapat dipanen dengan berat dua kilogram bahkan lebih. Namun adakalanya broiler mengalami kekerdilan, jika sudah begini harus berhati-hati.

Secara genetik ayam ras petelur maupun pedaging memang didesain sedemikian rupa agar menghasilkan pertumbuhan dan performa produksi yang cepat. Hal ini tentunya dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani manusia yang kian hari populasinya makin banyak.

Namun begitu, di lapangan banyak terjadi abnormalitas pertumbuhan dari ayam khususnya broiler meskipun memang banyak faktor yang melatarbelakanginya. Sudah begitu masalah pertumbuhan pada ayam broiler erat kaitannya dengan profit yang didapat. Semakin cepat broiler tumbuh besar, semakin cepat dipanen, maka akan semakin irit konsumsi pakan dan semakin kecil nilai konversi pakannya.

Satu Masalah, Seribu Akar Permasalahan
Kembali ke sumber masalah, terkait kekerdilan ini sangat sering terjadi di lapangan dan masih menjadi musuh klasik yang sering ditemui di lapangan. Dijelaskan oleh Technical Education & Consultation PT Medion, Drh Christina Lilis, bahwa sindroma kekerdilan atau Runting-Stunting Syndrome (RSS) sering terjadi pada ayam kebanyakan broiler.

“Pertumbuhannya melambat, bobot badan yang seharusnya usia sekian gram pada minggu tertentu tidak tercapai. Ini sering terjadi di farm kita, kejadiannya bisa dari minggu awal bahkan dari DOC datang. Penyebabnya juga multi-kausa, walaupun ada beberapa hal yang sifatnya infeksius,” tuturnya.

Infeksius yang dimaksud Lilis adalah keberadaan infeksi terutama dari Reovirus. Menurutnya, Reovirus merupakan salah satu virus yang umumnya diisolasi pada kejadian RSS, namun begitu faktor lain juga dapat mendukung jalannya penyakit.

Gejala klinis yang nampak dari penyakit ini secara umum tentu saja terhambatnya pertumbuhan, lebih spesifik lagi menurutnya ada abnormalitas pada pertumbuhan bulu sayap.

“Namanya helicopter disease kalau Reovirus sudah menyerang, bulu sayap premires (primer) biasanya tumbuh tidak normal, kadang patah, kadang bengkok, seperti baling-baling helikopter, makanya dinamakan penyakit helikopter,” ungkapnya.

Sementara ditambahkan Technical Service PT Japfa Comfeed Indonesia, Imam Mahmudin, kasus kekerdilan yang terjadi di lapangan sering terjadi pada broiler dan sulit dibedakan. Peternak sendiri cenderung menjadikan pakan sebagai salah satu kambing hitam kejadian ini.

“Saya sering dapat complain masalah pakan terkait dengan kasus ini, peternak sensitif sekali dengan ini. Padahal yang terjadi bukan karena pakan saja, banyak masalah lain dibalik itu,” kata Imam. Ia juga menambahkan bahwa sedianya untuk menegakkan diagnosis dari kasus kekerdilan dibutuhkan investigasi mandalam.

Mengurai Benang Kusut
Konsultan perunggasan dan Manager Hubbard Indonesia, Suryo Suryanta, menegaskan bahwa sejatinya kasus kekerdilan ini... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2021. (CR)

KETUA UMUM PB PDHI, MUHAMMAD MUNAWAROH MERAIH GELAR DOKTOR


Kasus infeksi Feline Panleukopenia Virus (FPV) pada kucing tergolong tinggi. Sehingga masih menjadi hal yang menakutkan bagi para dokter hewan dan penghobi kucing.

Sedangkan sampai saat ini Indonesia masih belum mampu memproduksi kit diagnostik baik berbasis gen ataupun protein. Vaksin pun masih tergantung dari produk impor, karenanya ketersediaannya kadang tidak stabil.

Prihatin dengan masalah tersebut, drh Muhammad Munawaroh, MM tertarik meneliti FPV dan menuangkannya dalam disertasi doktoral berjudul “Karakterisasi Fragmen Gen VP1 Pada Feline Panleukopenia Virus (FPV)”, di bawah bimbingan promotor Prof Dr Fedik Abdul Rantam, drh dan Ko-Promotor Prof Dr Aulianni’am, drh, DES.

Karena masih pandemi, Ujian Tahap Akhir atau Ujian Tahap II (Terbuka) dilaksanakan secara online pada Kamis, 21 Januari 2021. Sebagai ketua sidang adalah Prof Dr Mirni Lamid, drh, MP yang menjabat Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Hasil sidang, komisi penguji menyatakan puas atas hasil penelitian disertasi dan temuan baru yang dikemukakan oleh oleh promovendus drh Muhammad Munawaroh, MM. Oleh karena itu Munawaroh dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Doktor.

Pria yang juga menjadi Ketua Umum PB PDHI ini merupakan Doktor ke-13 lulusan Program Studi S3 Sain Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Munawaroh berharap hasil penelitiannya dapat dikembangkan sebagai pijakan awal untuk pengembangan vaksin maupun kit diagnostik yang berbasis dari isolat lokal sehingga akan tercapai kemandirian Indonesia di bidang vaksin dan kit diagnostik untuk penyakit-penyakit pada kucing.

Selain itu Munawaroh mengatakan, bahwa saat ini di Indonesia masih sangat kurang ketersediaan tenaga dokter hewan ahli bergelar Doktor. Dia berharap para dokter hewan bersedia meningkatkan kompetensi pendidikan akademik hingga jenjang S3 (Doktor).

Selamat dan sukses kepada Dr drh Muhammad Munawaroh, MM, semoga ilmunya bermanfaat dan berkah. (Via website FKH UNAIR)

VIETNAM SIAP MENJADI NEGARA PERTAMA PRODUSEN VAKSIN ASF

Vaksin ASF asal negeri Paman Ho, siap diproduksi masal


Vietnam telah menyelesaikan studi dan program percontohan vaksin untuk Demam Babi Afrika (ASF) dan diharapkan mulai produksi komersial mulai kuartal kedua tahun ini. Setelah produk vaksin ini resmi diluncurkan, Vietnam akan menjadi negara pertama di dunia yang memproduksi vaksin untuk ASF.

Navetco National Veterinary JSC (Navetco) di bawah Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam mengklaim telah menyelesaikan ujicoba vaksin percontohan pada 72 ekor babi dalam kondisi normal dengan rasio keberhasilan 100 persen!. Menurut Navetco, vaksin ASF buatannya membutuhkan waktu 14 hari untuk menunjukkan hasil dan memberikan perlindungan pada babi.

Phung Duc Tieng, Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan menyatakan bahwa vaksin yang dihasilkan oleh Navetco ini terbukti efektif karena tidak ada babi yang dinyatakan positif ASF setelah divaksin.

Vaksin dikembangkan berdasarkan gen I177L dari Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri telah mempelajari virus ini selama 10 tahun. Pada Februari tahun lalu, Vietnam meminta Amerika Serikat untuk mentransfer sampel virus ASF yang diubah secara genetik dan telah dikembangkannya untuk memfasilitasi produksi vaksin di negeri Paman Ho. Vietnam pun kemudian berencana untuk memproduksi empat batch vaksin dengan masing-masing 10.000 dosis.

Universitas Pertanian Nasional Vietnam mulai meneliti vaksin sejak Maret lalu. Sejauh ini, telah dikembangkan empat jenis vaksin, dari keempatnya salah satu jenis vaksin telah menunjukkan hasil yang menggembirakan pada 13 dari 14 ekor babi yang diuji.

Tim peneliti Akademi Ilmu Pertanian Vietnam juga telah membuat vaksin baru yang diujicobakan di tiga peternakan babi di provinsi utara Hung Yen, Ha Nam, dan Thai Binh. Dari total hewan yang divaksinasi, 16 dari 18 ekor induk babi dinyatakan dalam keadaan yang sehat setelah dua bulan, dengan beberapa induk melahirkan anak babi yang sehat. (INF/CR)

WEBINAR PELANTIKAN DEWAN PENGURUS WILAYAH ASOSIASI AHLI NUTRISI DAN PAKAN INDONESIA



Kamis, 21 Januari 2021, tepat pada pukul 13:00-16:00 WIB diselenggarakan webinar Pelantikan Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI).

Kegiatan dihadiri sebagian besar para cendikiawan ahli nutrisi dan pakan dari berbagai perguruan tinggi, peternakan dan lembaga diantaranya LIPI, BPPT dan lain sebagainya.

Mengawalai acara, Ketua AINI, Prof Dr Ir Nahrowi MSc, mengemukakan bahwa pelantikan ini bertujuan untuk mempersiapkan pengurus wilayah seluruh Indonesia menghadapi Kongres Pertama AINI pada 6 Februari 2021 mendatang dengan visi “AINI Sebagai Organisasi Terkemuka Bidang Ilmu Nutrisi dan Pakan Tropika”.

Sementara Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr Ir Nasrullah MSc, dalam sambutannya menekankan agar para peneliti nutrisi dan pakan ternak tidak hanya berkutat di laboratorium, melainkan melihat langsung kondisi dan aplikasi hasil penelitian di lapangan. Sebab ia merasa setelah menjadi Dirjen, hasil penelitiannya selama di perguruan tinggi tidak memberi perubahan kondisi peternakan di Tanah Air.

"Indonesia hingga saat ini masih tergantung pada negara lain dalam penyediaan bahan baku pakan ternak yang notabene kita memberikan dana negara yang seharusnya dinikmati rakyat, tetapi justru untuk kemakmuran negara lain. Kita masih mengimpor bahan baku berupa bungkil kedelai, MBM (Meat Bone Meal), CGM (Corn Gluten Meal), DDGS (Distillers Dried Grain with Soluble). Perlu dicari terobosan oleh AINI bekerja sama dengan para ahli pertanian, bagaimana kita memenuhi kebutuhan atau mensubsitusi bahan baku pakan ternak tersebut sehingga meminimalisir ketergantungan impor, mengingat tanah kita cukup potensial dan subur," tutur Nasrullah.

Webinar juga diisi dengan orasi dari Peneliti Muda Berprestasi dan Sekretaris Program Studi Pasca Sarjana Fakultas Peternakan IPB, Dr Ir Anuraga Jayanegara SPt MSc, tentang hasil riset terkini antara lain membahas mengenai zat antinutrisi dan metabolismenya dalam tubuh ternak. Dipanjutkan oleh Ranch Manager PT Buana Karya Bakti, Satui, Kab. Tanah Bumbu, Banjarmasin, Wahyu Darsono SPt MSi, yang membahas aplikasi IoT (Internet of Things) dalam integrasi sawit-sapi. Kemudian Ahli Nutrisi dan Pakan Ternak Ruminansia Universitas Mataram, Prof Ir Suhubdy Yasin PhD,  yang membahas tentang rangeland pastura dan pakan ternak kerbau (herbivora) di Indonesia.

Webinar diakhiri dengan pemberian sertifikat penghargaan kepada ketiga pemberi orasi, yang dilanjutkan dengan pembacaan Keputusan AINI No. 006/SK/KUN/2021 tentang Pelantikan Dewan Pengurus Wilayah AINI dengan menetapkan 19 DPW dan 14 Perwakilan Wilayah untuk membentuk DPW. (Sjamsirul Alam/INF)

PENGENDALIAN LALAT DI KANDANG AYAM

Pengendalian lalat di kandang ayam

Banyaknya lalat bisa sangat menganggu ayam dan menyebabkan ayam menjadi gelisah. Ayam bisa menjadi stres dan membuat nafsu makan mereka turun. Anak kandang tentunya juga tidak nyaman bekerja di antara lalat yang begitu banyak.

Lalat juga mendatangkan bahaya karena merupakan vektor (pembawa dan penyebar) dari banyak penyakit. Selain itu jika jumlahnya sangat banyak juga berpotensi menimbulkan konflik dengan warga yang tinggal di sekitar kandang.

Lalat tertarik datang ke kandang karena bau dari limbah buangan kandang. Contohnya pakan yang tercecer dan kotoran ayam. Apalagi jika limbah itu menumpuk banyak, akan semakin menarik datangnya lebih banyak lalat.

Jika lalat sudah datang di kandang, dia bisa berkembang biak di lingkungan kandang. Lalat berbiak di tempat yang kotor dan lembab, serta hidup dari limbah organik buangan kandang.

Lalat biasanya paling banyak di musim penghujan. Karena curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembaban meningkat sehingga jumlah lalat juga semakin banyak.

Untuk penanganannya bisa melakukan langkah-langkah berikut ini:

Buang kotoran (limbah) setiap hari kalau perlu, sehingga kebersihan lebih terjaga, bau yang menarik lalat dan limbah yang menjadi sumber hidup lalat terminimalisir.

Perhatikan dan perbaiki temperatur dan ventilasi, karena lalat suka dengan lingkungan yang hangat dan lembab.

Periksa berkala apakah ada kebocoran air di kandang, terutama di musim penghujan. Jika ada kebocoran langsung perbaiki.

Terutama di musim penghujan, periksa dan perbaiki drainase (pembuangan air) untuk menghindari terjadinya genangan, becek/lembab. Jika hujan, air harus dengan cepat mengalir keluar dari lingkungan kandang.

Minimalisir tumpahan pakan dan tumpahan air minum. Jaga kebersihan sekitar kandang.

Jika ada ayam yang mati musnahkan bangkainya segera agar tidak mengundang lalat.

Intinya adalah lalat berkaitan erat dengan kebersihan kandang. Jika hal di atas sudah dilakukan tapi lalat masih juga banyak, bisa mengkombinasikannya dengan penggunaan insektisida.

SLOW GROWTH, PERMASALAHAN KESEHATAN YANG MASIH PERLU MENDAPAT PERHATIAN

Bobot badan tidak sesuai standar pada kasus Slow Growth. (Foto: Istimewa)

Slow Growth atau pertumbuhan yang terlambat pada ayam komersil (khususnya broiler) merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian tersendiri oleh peternak. Slow Growth sendiri umumnya teramati pada saat ayam berumur 1-6 minggu, dimana pertumbuhan berat badan ayam akan berada di bawah standar. Padahal seperti diketahui bersama bahwa pencapaian bobot badan standar pada umur-umur awal merupakan indikasi bahwa ayam dalam kondisi sehat, sistem kekebalan tubuh yang dapat berkembang dengan baik dan menunjukkan potensi produksi yang menjanjikan.

Slow Growth dapat disebabkan oleh faktor infeksius dan non-infeksius. Faktor non-infeksius yang mempengaruhi terjadinya Slow Growth umumnya adalah kualitas day old chick (DOC) dan faktor manajemen pemeliharaan di umur awal. Sedangkan faktor infeksius meliputi agen infeksius yang masuk ke dalam tubuh ayam (bakteri, virus dan protozoa). 

Salah satu agen infeksi yang utama menyebabkan terjadinya Slow Growth adalah Reovirus. Virus ini merupakan virus RNA yang dapat bertahan selama 48 minggu pada suhu 37° C dan peka terhadap chloroform, pH 3, H2O2, Lysol 2% dan formalin 3%. Virus ini tidak peka terhadap ether dan dapat ditularkan secara vertikal (dari induk ke anak) maupun horizontal melalui oral atau saluran pernapasan (Kementerian Pertanian, 2014).

Reovirus dapat menyebabkan arthritis, stunting-runting syndrome, respiratory distress dan malabsorption syndrome (Hernomoadi dkk., 2001). Pada kasus awal Slow Growth dapat terlihat adanya diare di ayam. Karakteristik lain yang kemudian teramati adalah ayam menjadi lesu, pertumbuhan lambat, pigmentasi pucat (di area kulit, kaki, atau paruh), pertumbuhan bulu lambat, adanya pakan yang tidak tercerna dalam feses, bulu sayap terbalik dan menonjol keluar (helicopter disease), keseragaman berat badan yang kurang, serta feed convertion rate (FCR) yang buruk. Wahyuwardhani dkk. (2000), menyebutkan bahwa secara patologis gejala yang dapat terlihat (walaupun tidak ditemukan pada setiap kasus) adalah atropi timus, hiperemi timus, atropi pankreas, atropi bursa, proventrikulus membesar, usus berisi gas dan tipis. Secara histopatologi pankreatitis, enteritis dengan dilatasi kelenjar Lieberkuhn kripta usus halus dan atropi timus merupakan perubahan yang sangat sering ditemui pada kasus Slow Growth. Gangguan pada saluran cerna terutama usus dan proventrikulus ini yang menyebabkan makanan sulit dicerna dan diserap tubuh ayam. Gangguan pada timus dan bursa yang terjadi membuat ayam rentan terhadap serangan infeksi sekunder. Syafriati dkk. (2000), menyebutkan bahwa laju pertumbuhan atau berat badan terhambat akibat Reovirus ini dapat mencapai 23,4%. Hambatan pertumbuhan ini akan lebih parah pada kasus kombinasi dengan agen infeksi patogen lainnya.

Penanganan kasus Slow Growth membutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2021. (Adv/Sanbio Laboratories)

MENELISIK TEMBANG LAWAS “SLOW GROWTH”

Gangguan pertumbuhan alias slow growth pada ayam modern merupakan suatu problem yang multi faktor dengan masa perjalanan kasus yang tidak singkat. Oleh sebab itu, dalam menegakkan diagnosa lapangan harus mencermati data kandang alias anamnese terlebih dahulu. (Foto: Istimewa)

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Kasus gangguan pertumbuhan alias "Slow Growth" (SG) pada ayam modern seolah tak lekang oleh waktu, ibarat lagu lawas yang terus diputar.  Kemunculannya tidak saja terjadi secara berulang dan acak, tapi juga tak mudah diterawang dengan baik. Alhasil setiap ada kasus, di situ pula selalu muncul kambing hitam baru. Mengapa? Tulisan ini mencoba menelisik dimensi lain yang mungkin menjadi faktor adekuat dalam kasus Slow Growth yang terjadi di lapangan, terutama jika diteropong dari kausa non-infeksius.

Sejak kemunculannya pada tahun 1994 dalam industri perunggasan universal, para peneliti genetika dan imunofisiologi unggas terus mencari akar penyebab kasus SG. Karena banyaknya faktor penyebab, baik eksternal maupun internal dan kombinasi antar faktor penyebab itulah, maka eradikasi kasus SG pada ayam modern menjadi sulit.

Hasil survei yang dilakukan para peneliti Universitas Leuven Belgia menemukan suatu hal menarik. Ternyata pada tataran praktis tata laksana pemeliharaan ayam komersil di lapangan, rata-rata ayam baru mendapatkan pakan berkisar antara 36-72 jam pasca menetas (post-hatching) (Decuypere et al., 2001).

Lamanya waktu mendapatkan pakan pasca menetas disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Adanya “hatching window” yang terlalu lebar, artinya perbedaan “hatching time” (saat tetas) antar telur tetas yang ada sangat signifikan, sehingga umumnya waktu panen DOC (pulled chick) ditunda oleh para penanggung jawab hatchery.
2. Waktu untuk seleksi, sexing dan potong paruh alias debeaking (khusus untuk ayam petelur).
3. Waktu untuk vaksinasi awal di hatchery.
4. Waktu untuk istirahat pasca vaksinasi Mareks (berkisar > 6 jam pasca vaksinasi).
5. Waktu untuk tranportasi dari hatchery sampai ke lokasi farm komersil (variatif).

Dilain pihak, para peneliti fisiologi unggas menemukan fakta bahwa jika lebih dari 36 jam pasca menetas DOC tidak mendapatkan pakan dan air minum, maka anak ayam tersebut secara fisiologis akan mengalami cacat (efek negatif) yang sifatnya tidak bisa dikompensasi (Noy dan Sklan, 2001; Batal dan Parsons, 2002; Juul-Madsen et al., 2004).

Anak ayam tersebut akan lebih peka terhadap patogen dan mengalami gangguan pertambahan bobot badan (Geyra et al., 2001; Bigot et al., 2003; Dibner dan Richards, 2004; Dibner et al., 2008), serta mengalami gangguan pertumbuhan jaringan usus dan otot kerangka (Halevy et al., 2003; de Oliveira et al., 2008).

Perlu juga diketahui, pada proses menetas (hatching process) embrio ayam banyak menggunakan cadangan glikogen sebagai sumber energi untuk memecah kerabang telur sampai keluar dari telur (Lu et al., 2007) dan cadangan glikogen tersebut terus dikuras selama DOC belum mendapatkan akses pakan secara penuh. Jika cadangan glikogen tidak mencukupi, maka DOC akan memobilisasi protein otot untuk memenuhi kebutuhan energi tubuhnya via reaksi glukoneogenesis. Kondisi ini tentu saja akan mereduksi kecepatan pertumbuhan awal, terutama pertumbuhan hiperplasia yang jelas sangat progresif terjadi dalam minggu pertama (Vieira dan Moran,1999). Jadi tegasnya, proses-proses metabolisme dan fisiologi sebelum, saat menetas dan beberapa saat sesudah menetas sangat menentukan kualitas DOC dan juga titik awal pertumbuhan selanjutnya (Halevy et al., 2014), baik itu pada DOC broiler maupun layer.

Itulah sebabnya ketika terjadi stres yang signifikan pada titik-titik poros “proses menetas-panen DOC di hatchery-transportasi/saat tebar DOC ke dalam brooding” (hatching process-pulled chick-chick placement) ditanggapi oleh anak ayam dengan pelbagai derajat keparahan. Yang nyata tampak di lapangan adalah gangguan keseragaman (uniformity) dan gangguan pertumbuhan bobot badan yang tidak bisa dikompensasi dengan baik saat panen atau masa laying (Surai P, 2018; Halevy O, 2020).

Pertumbuhan Otot Kerangka (Fleshing)
Berbeda dengan fetus pada hewan menyusui (mamalia), embrio ayam secara mandiri bertumbuh dan berkembang di luar tubuh induknya (hewan ovipar). Oleh sebab itu, secara potensial embrio ayam jauh lebih rentan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2021. (toe)

JARINGAN FASTFOOD CINA MEMPERKENALKAN TELUR NABATI

Via ju.st

Jaringan fastfood Cina, Dicos, telah menambahkan telur berbasis tumbuhan dari JUST Egg ke dalam menunya di lebih dari 500 outlet di seluruh Cina. Outlet tersebut terletak di area Beijing, Shanghai, Guangzhou, Shenyang, Dalian, Changchun, Harbin, dan provinsi Hainan.

Ini adalah pertama kalinya restoran fastfood berskala besar menukar produk hewani dengan produk nabati di menu regulernya. Telur nabati ini telah diperkenalkan dalam menu burger, bagel sandwich, dan western breakfast plate.

Menurut JUST Egg, penambahan telur nabati di salah satu restoran paling populer di Cina tersebut menandakan meningkatnya momentum bisnis dan minat konsumen akan alternatif dari protein hewani.

JUST Egg telah tersedia di Cina sejak 2019 di toko ritel dan layanan makanan, serta di platform e-commerce seperti Tmall dan JD.com, dengan pertumbuhan tahun-ke-tahun sebesar 70%. (via poultryworld)

PETERNAKAN UNGGAS TERBESAR DI ASIA TENGGARA DIRESMIKAN DI VIETNAM

Dengan visi untuk menjadi eksportir dan produsen daging ayam terkemuka di Vietnam, kompleks peternakan dan pemrosesan ayam khusus ekspor terbesar di Asia Tenggara telah diresmikan oleh CP Foods Vietnam.

Kompleks tersebut adalah proyek pertama CP Vietnam yang mulai mengintegrasikan sepenuhnya ekspor ayam dan mempromosikan status Vietnam sebagai negara produsen makanan.

Fasilitas yang terletak di provinsi Binh Phuoc ini meliputi pabrik pakan, peternakan parent chicken, hatchery, peternakan broiler, RPA, dan pabrik pengolahan. Fasilitas tersebut memiliki modal investasi awal sebesar US $230 juta, dengan kapasitas untuk memproduksi dan mengolah hingga 100 juta ayam per tahun. Fasilitas tersebut akan menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 3.000 pekerja.

Pasar ekspor yang dituju akan mencakup Hong Kong, Laos, Kamboja, Myanmar, Jepang, Singapura, Korea Selatan, Filipina, Sri Lanka, Mongolia, dan Timur Tengah. Proyek ini diharapkan dapat mendatangkan devisa sebesar US $100 juta per tahun di tahap 1 dan US $200 juta per tahun di tahap 2.

PEDAGANG DAGING SAPI JABODETABEK MOGOK 3 HARI

Pedagang sapi Jabodetabek mogok berjualan terhitung mulai hari ini (20/1) sampai Jumat (22/1/2020). Permogokan itu dilakukan sebagai protes naik tingginya harga daging di rumah pemotongan hewan.

Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakrta, Tb Mufti Bangkit mengatakan, harga daging masih dengan kulit dan tulang Rp 95.000 per kg. Dengan biaya ekspedisi, operasional dan lain-lain akan sulit dijual kembali ke pasar, dengan harga melebihi harga eceran tertinggi pemerintah Rp 120.000.

Diperkirakan kenaikan harga ini akan terus terjadi sampai Maret atau April. Imbasnya pembelian masyarakat diprediksi akan menurun.

Penyebab kenaikan harga daging ini adalah Australia mengurangi impor sapinya ke Indonesia. Negara itu memilih mengimpor ke negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.

Mufti mengatakan,”Kami sudah layangan surat, sebagai asosiasi DKI melayangkan surat ke Kementerian Perdagangan dan Pertanian, ke Kantor Staf Presiden tertanggal 11 Januari.” Namun selang seminggu surat tersebut dikabarkan tidak mendapatkan tanggapan apapun. (Sumber Kompas.com)

SLOW GROWTH: MASALAH KLASIK TAK KUNJUNG USAI

Seleksi DOC meminimalisir Slow Growth akibat kualitas DOC buruk. (Foto: Istimewa)

Slow Growth atau Runting-Stunting Syndrome, yaitu sindroma pada ayam muda, terutama ayam pedaging, dengan berbagai derajat gangguan pertumbuhan berupa kerdil dan lambat tumbuh. Pelaporan pertama kali penyakit ini terjadi pada tahun 1940 dan menjadi lebih dikenal sejak tahun 1970-an ketika industri perunggasan mulai berkembang. Kejadian Slow Growth hingga saat ini masih belum usai dan seringkali muncul pada budi daya ayam pedaging.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Slow Growth atau pertumbuhan yang lambat pada ayam. Sampai saat ini tidak ada data akurat yang menyatakan bahwa kekerdilan dipengaruhi oleh faktor genetik dari bibit ayam. Faktor penyebab Slow Growth kebanyakan dilaporkan terkait dengan faktor praktik manajemen pemeliharaan yang bisa berasal dari lemahnya manajemen yang ada pada pembibitan, tapi lebih sering justru ditemukan karena kurang baiknya manajemen yang diterapkan pada peternakan komersial, diantaranya:

• Faktor lingkungan
- Kelembapan dan temperatur tinggi dalam kandang.
- Kualitas dan sirkulasi udara dalam kandang yang kurang memadai.
- Pencemaran amonia yang tinggi dalam kandang.

• Faktor pakan dan air 
- Feed intake dari ayam berkurang, kualitas dan keseimbangan nutrisi dalam pakan tidak sesuai dengan nilai gizi yang dibutuhkan.
- Pakan yang tercemar dengan mikotoksin, baik yang diberikan pada induk maupun pada anak ayam itu sendiri.
- Tingkat pencemaran mikroorganisme patogen dan kadar logam berat dalam air yang cukup tinggi.
- pH air yang tidak sesuai, terlalu asam atau alkalis sehingga berpengaruh pada tingkat konsumsi air minum ayam.

• Faktor perlakuan masa brooding  
- Meliputi lama waktu pemanas dan kualitas panas yang diberikan tidak sesuai dengan keadaan lingkungan (musim panas/hujan).
- Ketersediaan tempat pakan dan minum yang kurang dalam kandang, sehingga ayam jadi berebut untuk mendapatkan pakan atau minum.
- Kepadatan ayam yang cukup tinggi dalam kandang, sehingga ayam susah untuk makan dan minum.

• Faktor kualitas DOC  
- Berat badan DOC di bawah standar, seperti dihasilkan dari telur bibit muda, atau induk yang sedang terinfeksi penyakit yang mengganggu kualitas telurnya.
- Dehidrasi selama proses penetasan atau karena proses transportasi.
- Adanya infeksi penyakit seperti Omphalitis, infeksi Yolk Sac, Aspergillosis.
- Kasus mikotoksikosis yang terjadi pada induknya.

• Faktor penyakit
- Yaitu penyakit, baik yang infeksius maupun yang non-infeksius dan yang bersifat imunosupresif, seperti adanya kasus Avian Leukosis Virus-J yang menginfeksi pada breeder sehingga berpengaruh langsung pada kualitas DOC yang dihasilkan. Maupun infeksi agen penyakit seperti Reovirus, Gumboro, Chicken Anemia Virus, Koksidiosis, Kolibasillosis, Mycoplasmosis dan lain-lain.
 
Upaya Pencegahan dan Penanganan
Solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus Slow Growth adalah dengan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2021.

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264 JAKARTA
Telp: (021 8300300)

KANADA MEMBANGUN PETERNAKAN SERANGGA UNTUK MENGATASI LIMBAH MAKANAN

Program AgriInnovate Kanada telah memberikan $6 juta kepada Enterra Feed Corporation untuk membangun peternakan serangga yang dapat mengurangi limbah makanan Kanada dan menyediakan pakan ternak.

Marie-Claude Bibeau, Menteri Pertanian dan Pangan Agri, telah mengumumkan bahwa Enterra Feed Corporation menerima $6 juta dari Program AgriInnovate untuk membantu meningkatkan produksi produk yang berkelanjutan dan bergizi untuk memberi makan hewan dan membantu mencegah pembuangan makanan.

Pendanaan tersebut untuk membangun fasilitas komersial, untuk peralatan dan proses inovatif untuk meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan efisiensi. Melalui Program AgriInnovate, Enterra telah mendirikan fasilitas produksi modern di utara Calgary, Alberta di Rocky View County. Di fasilitas ini, Enterra telah memproduksi bahan pakan berbasis serangga, dengan produk untuk makanan hewan, unggas, dan burung liar yang dikirim ke seluruh Amerika Utara serta ekspansi baru-baru ini ke Uni Eropa.

Enterra telah mengembangkan metode peternakan eksklusif untuk memelihara lalat tentara hitam, spesies serangga non-invasif yang bermanfaat dengan profil nutrisi yang kaya. Enterra menggunakan limbah makanan daur ulang dari peternakan lokal, toko bahan makanan dan dari fasilitas produksi makanan untuk memberi makan serangga, yang kemudian dikeringkan dan diolah menjadi bahan pakan ternak dan pupuk untuk tanaman. Di fasilitas barunya, Enterra mampu mendaur ulang lebih dari 130 ton limbah makanan per hari. (Via thepoultrysite)

PEMERINTAH ARGENTINA MEMBATASI EKSPOR JAGUNG

Kementerian Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Argentina telah membatasi ekspor jagung hingga 30.000 ton per hari antara tanggal 1 Januari hingga 1 Maret 2021.

Tindakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kekurangan dalam negeri. Menjamin kelancaran pasokan daging babi, ayam, telur, dan susu Argentina.

Pada tanggal 30 Desember 2020, pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan ekspor jagung sepenuhnya. Tetapi setelah produsen melakukan mogok kerja selama 72 jam, kementerian melunakkan keputusannya.

Sektor perunggasan Argentina melihat dari dua sisi masalah seperti yang dijelaskan oleh Roberto Domenech, presiden Center for Poultry Processing Companies (Cepa). Dia menegaskan, selama 90 hari terakhir, sulit membeli jagung untuk memenuhi formula pakan berimbang, yang berbahan 63% jagung. Beberapa perusahaan penghasil ayam terpaksa menurunkan persentase jagung dengan hanya menggunakan antara 40% dan 45%. Di sisi lain, Domenech mengakui bahwa produsen jagung memiliki hak untuk berdagang.

Pemerintah Argentina mengijinkan ekspor 34,23 juta ton jagung selama musim 2019/20, dari jumlah yang bisa diekspor sebesar 38,50 juta ton, sekitar 89% produksi jagung. Dengan kata lain, pemerintah berusaha untuk menyediakan setidaknya 2,470 juta ton untuk konsumsi internal guna memastikan pasokan yang stabil selama bulan-bulan musim panas.

Argentina adalah pengekspor jagung terbesar ketiga di dunia. United States Department of Agriculture (USDA) memperkirakan bahwa dari panen tahun 2020/21 Argentina, 34 juta ton akan diekspor, masih di bawah AS (67,3 juta) dan Brasil (39 juta). (Via poultryworld)

DAFTAR SEGERA: WEBINAR TITIK KRITIS MONITORING PERFORMA BROILER MODERN PASCA PELARANGAN AGP

Tantangan budidaya broiler modern pasca pelarangan AGP akhir-akhir ini semakin nyata dirasakan. Goncangan kualitas DOC, tidak stabilnya kualitas pakan serta cekaman cuaca yang ekstrim perlu mendapatkan perhatian lebih. Demikian juga daya topang kandang yang mengalami penurunan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pencapaian performa.

Terkait dengan permasalahan tersebut, upaya deteksi dini terhadap adanya penurunan  performa produksi menjadi suatu hal yang sangat penting untuk lebih diperhatikan agar bisa meminimalisir kerugian. Parameter-parameter apa saja yang harus diperhatikan sebagai upaya deteksi dini?

Pastikan Anda hadir di:

Webinar Nasional: Titik Kritis Monitoring Performa Broiler Modern Pasca Pelarangan AGP

Seminar via Zoom ini akan mengupas tuntas titik kritis monitoring performa broiler modern paska pelarangan AGP.

  • Hari & tanggL: Selasa, 23 Februari 2021
  • Jam: 09.00-12.00 WIB
  • Biaya: Rp 300.000 (umum), Rp 200.000 (dosen & mahasiswa)
    Transfer rekening Bank Mandiri 126-0002074119, BCA 733-0301681 an PT Gallus Indonesia Utama

Para peserta akan mendapatkan buku serta e-sertifikat.

Link pendaftaran: http://bit.ly/formpeserta-2021

Narahubung:

Ayunil 081212272678
Mariyam 087778296375
Email gallus.marketingeo@gmail.com

ANGGOTA DPR RI SOROTI KETAHANAN PAKAN NASIONAL

Muslim dalam webinar yang membahas mengenai dampak pandemi COVID-19 bagi agribisnis peternakan. (Foto: Istimewa)

Sebanyak 60-70 % biaya produksi dalam budi daya peternakan adalah biaya pakan. Oleh karena itu, sangat perlu untuk mencari bahan pakan pengganti yang mempunyai nilai nutrisi yang setara dengan yang biasa digunakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pakan ternak sapi yaitu bahan pakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, ketersediaan bahan pakan terjamin dan selalu ada, terutama di sekitar lingkungan peternak, kualitas nutrisi bahan pakan sesuai kebutuhan ternak, tidak mudah membentuk racun dan mudah tercemar, serta harga bahan pakan tidak mahal.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Muslim SHI MM, dalam Webinar Online Nasional (Web Onas) bertajuk “Dampak Pandemi COVID-19 bagi Agribisnis Peternakan” Senin (18/1/2021). Acara diselenggarakan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) dan Indonesia Livestock Alliance (ILA), dihadiri sekitar 400 orang peserta.

Untuk mendukung hal itu, sangat diperlukan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber pakan tersedia seperti pakan yang berasal dari jenis rumput dan jenis legume, pakan yang berasal dari limbah pertanian seperti jerami, bongkol jagung, bungkil sawit, pelepah sawit, pakan yang berasal dari limbah industri seperti dedak padi, bungkil sawit, bungkil kelapa, bungkil kacang, bungkil kedelai, onggok, ampas industri tahu, ampas industri kecap. Kemudian pakan dari limbah domestik seperti makanan sisa, limbah sayur, buah dan lain sebagainya.

Untuk mewujudkan ketahanan pakan nasional, sekaligus dapat meraih nilai tambah dalam usaha peternakan, Muslim menyarankan upaya penerapan Integrated Farming System (IFS) atau sistem pertanian terintegrasi.

“IFS adalah sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas lahan,” kata Muslim. 

Ia juga mengajak para generasi milenial untuk beramai-ramai memasuki dunia peternakan untuk dapat dikelola secara lebih modern dan profesional. Muslim juga mengharapkan adanya masukan dari para generasi muda yang tergabung dalam ISMAPETI, perihal permasalahan dan tantangan peternakan di Indonesia agar dapat secara bersama-sama mendapatkan altenatif solusinya. (IN)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer