Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Webinar | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PB PDHI ADAKAN SEMINAR MITIGASI WABAH LSD

Ketum PDHI bersama para pembicara seminar

Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan penyakit yang baru - baru ini mewabah di Indonesia khususnya di Provinsi Riau. Atas kekhawatiran mewabahnya LSD PB PDHI menggelar seminar nasional terkait mitigasi wabah penyakit LSD secara luring di Hotel Grand Whiz Simatupang maupun daring mellaui aplikasi Zoom Meeting pada Jum'at (1/4) yang lalu. 

Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh menyatakan keprihatinannya atas datangnya kembali penyakit baru ke Indonesia. melalui webinar ini diharapkan nantinya PDHI dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait mitigasi wabah LSD. 

"Sebagai partner pemerintah kami ingin berbuat lebih, memberikan rekomendasi bagaimana sebaiknya wabah ini ditangani. Sapi dan daging sapi sudah menjadi bagian penting negara ini, dengan adanya LSD ini juga akan berpotensi mengganggu supply dan demand daging sapi. Nah makanya hal ini harus sgera ditangani supaya tidak seperti ASF kemarin," kata Munawaroh dalam sambutannya.

Hadir sebagai narasumber yakni Drh Arif Wicaksono (Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan), Drh Tri Satya Putri Naipospos (Ketua Umum CIVAS), Prof Widya Asmara (Guru Besar FKH UGM), dan Didiek Purwanto (Ketua Umum GAPUSPINDO). 

Drh Arif Wicaksono yang menjadi narasumber pertama mengatakan bahwa hingga kini LSD yang mewabah di Riau telah menginfeksi 381 ekor sapi secara keseluruhan dan sapi yang mati akibat LSD tercatat sebanyak 3 ekor, dan yang dipotong secara terpaksa sebanyak 14 ekor. 

"Kabupaten Indragiri Hulu merupakan kabupaten yang terbanyak terinfeksi LSD, kami masih melakukan mitigasi, dan sudah melakukan vaksinasi kepada sapi - sapi yang masih belum terinfeksi. Pemerintah sendiri sudah menggelontorkan 450.000 dosis vaksin untuk melakukan vaksinasi di sana," tutur Arif.

Sementara itu Drh Tri Satya Putri Naiposos secara mendalam menjelaskan epidemiologi penyakit ini. Ia bialng bahwa LSD menyebar dari benua Afrika yang juga banyak menyerang ruminansia di sana. Penyebarannya paling banyak dikarenakan oleh kontak langsung dan juga melalui vektor serangga seperti nyamuk, lalat pengisap darah, dan caplak.

"Yang juga perlu kita cermati penyakit ini memang tidak begitu mematikan, namun tetap harus dicegah. Terlebih lagi ini merupakan penyakit eksostik di sini, makanya kita harus banyak belajar dari beberapa negara Afrika. Jangan lupakan satwa liar juga, karena satwa liar di sana (Afrika) secara serologis terdeteksi LSD, makanya kalau perlu satwa liar kita dilakukan itu uji serologis biar kita tahu juga keadaanya," tutur wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.

Sementara itu Prof Widya asmara menyatakan bahwa LSD bukanlah penyakit yang zoonotik. Ini juga sekaligus mengonfirmasi berita - berita hoax terkait LSD yang beredar di media sosial dan beberapa portal berita.

"Jadi enggak usah takut makan daging atau olahan daging, ini bukan penyakit yang zoonotik. Jadi jangan sampai masyarakat menerima berita - berita hoax mengenai LSD. Daging hewan yang terinfeksi LSD masih boleh dikonsumsi, hanya masalah etika saja," tutur Prof Widya.

Kesiapan pelaku usaha terkait wabah LSD juga dipaparkan oleh Didiek Purwanto. Menurutnya, pelaku usaha terutama feedlot sudah pasti siap dengan hal ini, namun ia menyatakan keraguannya bahwa akan kesiapan peternak mandiri.

"Saya kemarin ke Jawa Timur nanya ke peternak, mereka nggak tahu itu LSD. Di Riau sendiri bahkan saya tanya kalau peternak malah enggak takut LSD, soalnya enggak bikin sapi mati sekaligus banyak kaya penyakit Jembrana, nah ini harus dibenahi," tutur Didiek. (CR)


DE HEUS INDONESIA AJAK PETERNAK PAHAMI TATA KELOLA PEMELIHARAAN BROILER TROPIS

Jan van den Bink memaparkan materi webinar

Selasa (8/3) salah satu produsen pakan ternak yakni De Heus menggelar webinar bertajuk Tata Kelola Pemeliharaan Broiler di Daerah Tropis melalui daring Zoom Meeting. Dua narasumber yakni Jan van den Brink dan Kokot Februhadi didapuk menjadi narasumber.

Dalam presentasinya Jan van den Brink selaku Senior Specialist Poultry PT De Heus Indonesia mengatakan bahwa manajemen pemeliharaan broiler di daerah tropis dan sub tropis berbeda. Terlebih lagi di Indonesia banyak peternak yang masih melakukan budidaya secara tradisional (open housed), ini juga yang menjadi perhatian Jan.

Ia juga menyebut dalam manajemen pemeliharaan broiler ada beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti biosekuriti, pakan, kualitas air minum, brooding, dan bahkan aspek ventilasi. Jan memberi contoh misalnya pada aspek ventilasi, menurutnya ventilasi akan mempengaruhi suhu dan kelembapan yang akan mempengaruhi kenyamanan dan performa ayam.

"Kita harus tahu bahwa tidak ada angka mutlak suhu dan kelembapan untuk ayam, semua harus kita setting sedemikian rupa, dan di setiap daerah caranya akan berbeda. Oleh karenanya kita musti bertindak berdasarkan apa yang kita lihat, dengar, dan sentuh, bukan hanya berpatokan pada buku," tuturnya.

Sementara itu di waktu yang sama Kokot Februhadi selaku Poultry Training Manager PT De Heus Indonesia menitikberatkan presentasinya pada manajemen persiapan kandang sebelum chick in dan manajemen cleaning kandang pasca panen.

"Untuk urusan ini kita harus menyamakan persepsi tentang istilah istirahat kandang, soalnya yang saya dapati istilah ini maknanya berbeda - beda bagi para peternak. Sehingga jika ini saja sudah ada ketidaksamaan persepsi maka akan berbeda hasilnya juga," tutur Kokot.

Kokot lebih lanjut menjelaskan apa - apa saja yang harus dilakukan oleh peternak dalam mempersiapkan kandang menjelang chick in dan semua yang musti disiapkan oleh peternak setelah ayam dipanen sampai habis.

Sesi diskusi dan tanya jawab yang digelar pun berjalan interaktif dan solutif, para penanya dapat dengan mudah memahami penjelasan dari para narasumber. Setelahnya diadakan kuis dan pembagian doorprize bagi para peserta yang beruntung. (CR)

AVIAGEN MELUNCURKAN LITERATUR TEKNIS BERBAHASA INDONESIA


Webinar Aviagen Sekaligus Peluncuran Literatur Berbahasa Indonesia

Rabu 15 Desember 2021 yang lalu Aviagen menggelar peluncuran literatur teknis berbahasa Indonesia. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting.

Hadirnya literasi teknis berbahasa Indonesia tersebut diharapkan dapat memudahkan para customer/user dari aviagen, hal tersebut diungkapkan oleh Rafael Monleon Manajer Bisnis Aviagen Asia-Pasifik dalam sambutannya. Menurutnya Indonesia merupakan salah satu negara penting di kawasan Asia yang banyak memiliki potensi namun belum dapat memaksimalkan potensi tersebut.

"Kami sudah banyak menerjemahkan literatur dan guideline kami ke berbagai bahasa, lalu kami sadar bahwa Indonesia memiliki bahasa tersendiri dan kami rasa kami butuh untuk menerjemahkan yang kami miliki ke dalam bahasa Indonesia. Semoga ini dapat membantu para user kami di sana," tutur Rafael.

Ketua Umum GPPU Achmad Dawami dalam kesempatan yang sama juga mengatakan bahwasanya ini merupakan suatu inisatif yang baik dari Aviagen kepada para stakeholder di Indonesia. Pasalnya menurut Dawami strain ayam miliki Aviagen merupakan salah satu strain yang dominan digunakan dalam budidaya baik komersil maupun Indukan (PS, GPS).

"Ini tentu akan mempermudah kita para user, semua guideline, literatur ilmiah, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan teknis yang tersedia dalam bahasa Indonesia jelas sangat berguna dan praktis, ya mari kita manfaatkan dengan sebaik - baiknya," tutur Achmad Dawami.

Literatur Teknis Berbahasa Indonesia

Penjelasan lebih lanjut mengenai literatur yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia disampaikan oleh Manajer Transfer Teknis Global Aviagen, Dr Ting Lu. Dalam presentasinya ia menjelaskan maksud dan tujuan dari aviagen melakukan translasi bahasa berbagai literatur tersebut, dokumen apa saja yang sudah beralih bahasa, bagaimana cara mendapatkan dokumen tersebut, serta menjelaskan mengenai aplikasi Aviagen.

"Untuk mendapatkannya pengguna bisa langsung mengakses laman website kami kemudian setelah masuk dalam landing page silakan pilih wilayah dan bahasa, disitu sudah tersedia berbagai artikel dalam bahasa Indonesia," kata Dr Ting Lu.

Infovet sendiri mencoba mengakses laman website Aviagen tersebut, dimana benar di dalamnya terdapat berbagai macam literatur dan artikel teknis berbahasa Indonesia dengan berbagai macam tema dari mulai tips dan trick beternak, manajemen pakan, hingga manajemen pengendalian penyakit. Semuanya dapat diakses melalui link ini.

Berbagi Tips & Trik Meningkatkan Feed Intake

Selanjutnya sesi dilanjutkan dengan presentasi teknis terkait cara memperbaiki asupan pakan pada broiler yang dibawakan oleh Mike Block selaku Manajer layanan Teknis Aviagen. Dalam presentasi tersebut Mike menjelaskan banyak mengenai bagaimana mendorong agar ayam banyak memperoleh asupan pakan.

Menurutnya meningkatkan asupan pakan merupakan kunci keberhasilan dalam memaksimalkan potensi genetik yang dimiliki oleh ayam. Masalahnya terdapat berbagai faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam meningkatkan asupan pakan tersebut seperti ventilasi udara, pencahayaan, suhu, kelembapan, kualitas air, fase brooding, jenis dan kualitas pakan, serta tantangan penyakit.

"Di masa kini perkembangan genetik broiler sudah sangat maju berbeda dengan puluhan tahun lalu, apalagi kami Aviagen sangat concern dengan perbaikan genetik ini. Nah untuk itu dalam memaksimalkan potensi genetik, ayam harus makan, selain pakan yang berkualitas, asupan pakan dan nutrisinya pun harus cukup," tukas Mike.

Menurut Mike salah satu kunci keberhasilan dalam meningkatkan asupan pakan yakni bagaimana membuat ayam nyaman dengan lingkungannya, oleh karenanya dibutuhkan pengaturan dan setting yang tepat di dalam kandang agar memenuhi standar kenyamanan ayam dimana ayam bisa makan dan hidup dengan tenang, karena dengan begitu ayam mau makan dan potensi genetiknya termaksimalkan.

"Terutama pada saat brooding, anak ayam tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri, oleh karena itu fase ini sangat penting, kalau kita gagal memanfaatkan kesempatan di fase ini, maka kedepannya akan sulit mengejar target performa bobot standar dari broiler, makanya setting lingkungan kandang sebaik mungkin agar di fase ini semua berjalan mulus," kata Mike.

Mike juga bilang bahwasanya peternak juga harus memperhatikan tiap detail kecil di kandang dengan melakukan monitoring yang berkala pada ayam. Karena menurutnya kerap kali hal tersebut luput dilakukan sehingga performa menjadi sedikit kendor.

Diakhir sesi Mike dan Dr Ting Lu menjawab berbagai pertanyaan yang masuk kepada mereka baik terkait aspek teknis maupun non-teknis. Sesi tersebut berjalan sangat interaktif dan menyenangkan puluhan pertanyaan yang masuk dijawab dengan memuaskan. (CR)


DISKUSI VIRTUAL BIOMIN : FOKUS PADA REDUKSI PENGGUNAAN ANTIMIKROBIAL PADA PAKAN


Biomin menggelar diskusi daring secara interaktif untuk menyelesaikan permasalahan terkait

Jumat (10/12) yang lalu Biomin menggelar diskusi virtual yang bertajuk "Antimicrobial Reduction in Feed, Your Question Answered". Sebelumnya, dalam diskusi tersebut peserta undangan diminta mengirimkan pertanyaan terkait masalah peternakan terutama yang berkaitan dengan penggunaan antimikroba dalam pakan, yang kemudian dijawab oleh para expert dari Biomin.

Hadir sebagai narasumber nama - nama seperti Neil Gannon Regional Product Manager Gut Health, Maia Segura Wang dari divisi R&D Biomin, dan Lorran Gabrado selaku Global Product Manager Mycotoxin Risk Management. Acara tersebut dimoderatori oleh Michele Muccio Regional Product Manager Mycotoxin Management dari Biomin.

Dalam presentasinya yang singkat, Neil Gannon mengatakan bahwa dunia menghadapi permasalahan terkait penggunaan antimikroba yang berlebihan, khususnya di bidang peternakan. Ia menjelaskan bahwasanya residu antimikroba pada produk hewan merupakan masalah yang serius. Hal tersebut berkaitan dengan kualitas produk. Selain itu masalah lain yang ditimbulkan adalah menyebarnya bakteri yang resisten terhadap antimikroba yang menyebar melalui produk hewani yang dikonsumsi oleh manusia, 

"Dengan begitu apabila ada mikroba yang menginfeksi manusia tentunya akan menjadi sulit disembuhkan karena mikroba tersebut resisten terhadap antimikroba, ini masalah yang serius bagi peternakan kita," tutur Neil.

Meneruskan pendapat Neil, Maia Segura mengatakan bahwasanya masalah diperparah dengan performa dan produksi hewan. Menurutnya di era dimana antimikroba sudah tak lagi digunakan, tentunya performa dan produksi dari ternak harus "diakali" sedemikian rupa dan peternak maupun stakeholder yang berkecimpung harus pandai - pandai dalam meracik formulasi pakan baik secara komposisi hingga feed additive yang digunakan.

"Banyak sekali hal yang harus diganti, tadinya kita bisa menggunakan antikoksidia seperti diclazuril, atau Zinc Basitrasin untuk menjaga performa, sekarang mereka tidak dapat lagi digunakan, karenanya dibutuhkan alternatif lain pengganti sediaan tersebut agar performa tetap terjaga," tuturnya.

Sementara itu, Lorran Gabardo memaparkan akan bahaya mikotoksin ditengah isu penggunaan antimikroba tersebut. Menurutnya stakeholder banyak yang "lalai" dan terkesan mengesampingkan keberadaan mikotoksin, padahal mikotoksin dalam pakan juga dapat mempengaruhi performa ternak, bahkan mengganggu program kesehatan yang diterapkan di farm.

"Contohnya DON (Dioxynivalenol) alias vomitoksin yang dihasilkan kapang Fusarium sp. mereka terbukti dapat menghambat efektivitas program vaksinasi pada ternak unggas. Ini juga merupakan masalah yang cukup serius," tutur Lorran.

Dalam sesi tanya jawab secara live, baik Lorran, Neil, dan Maia menjawab berbagai pertanyaan dari para audience terkait mikotoksin, kesehatan saluran pencernaan, serta tips dan trik terkait pemilihan dan penggunaan feed additive pada pakan agar performa lebih maksimal (CR)


GURU BESAR FKH UGM MERAIH PENGHARGAAN BESTARI AWARD



Prof. Michael (tengah) bersama perwakilan PDHI dan Tim Qilu Pharmaceutical 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof. Dr. Drh Michael Haryadi Wibowo M.P. dinobatkan sebagai peraih penghargaan Bestari Award oleh PDHI bersama Qilu Pharmaceutical pada Sabtu (27/11) yang lalu.

Kepada Infovet ketika ditemui di Grha Dokter Hewan Indonesia yang berlokasi di jalan JOE Jakarta Selatan, Prof. Michael mengutarakan rasa syukur dan terima kasihnya atas penghargaan tersebut.

"Ini merupakan suatu hal yang istimewa dan luar biasa bagi saya, terima kasih untuk berbagai pihak yang telah memberikan support, terutama PDHI dan Qilu Pharmaceutical atas kepercayaannya kepada saya. Mudah - mudahan ini menjadi penambah motivasi saya dalam berkarya dan terus memajukan negeri ini dari sektor kesehatan hewan," tuturnya.

Prof. Michael dinilai layak mendapatkan penghargaan tersebut atas prestasi, inovasi, kreasi, dan kontribusinya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan. Hal tersebut diutarakan oleh Dr. Heriyanti O. Utoro MA, Corporate Public Relation Qilu Pharmaceutical dalam kesempatan yang sama.

"Kami Qilu Pharmaceutical peduli akan perkembangan sains dan teknologi di bidang kesehatan dan nutrisi hewan, penghargaan ini tentunya merupakan pengejawantahan hal tersebut. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Michael atas kontribusinya di bidang kesehatan hewan," kata wanita yang akrab disapa Ibu Oyen tersebut.

Ia melanjutkan bahwa Bestari Award juga memiliki filosofi tersendiri dimana makna dari kata Bestari yakni merujuk pada seseorang yang memiliki pengetahuan luas, berpendidikan baik, memilki budi pekerti yang luhur serta memiliki prakarsa, gagasan orisinal, inovatif, dan tentunya profesional. 

"Biasanya ungkapan bestari disandingkan dengan kalimat bijak bestari, yang memiliki makna cerdas dan bijaksana. Bestari ini bagi kita juga merupakan akronim yakni belajar, beramal seperti semangat matahari, dan kata Bestari pun sudah dibakukan dalam KBBI," tuturnya. 

Heryati juga menuturkan bahwasanya Bestari award nanti juga akan dianugerahkan kepada orang dari bidang lain seperti agribisnis, nutrisi ternak, bahkan bidang kebudayaan yang dinilai memiliki kriteria seperti di atas. 

Ketua Umum PB PDHI Dr. Drh Muhammad Munawaroh MM. memberikan sedikit testimonialnya terkait terpilihnya Prof. Michael sebagai peraih Bestari Award.

"Beliau merupakan salah satu orang yang berkontribusi dalam mitigasi wabah AI di Indonesia pada tahun 2003, yang sekarang sudah banyak lahir vaksin AI dari hasil mitigasi beliau. Selain itu beliau juga yang proaktif dalam meneliti bahkan menemukan beberapa penyakit unggas lainnya di tanah air seperti IB Varian, IBH, dan lainnya. Jangan juga dilupakan peran beliau dalam membantu peternak dan kontribusi beliau di dunia pendidikan, tentunya ini merupakan suatu hal yang luar biasa dan layak diapresiasi," kata Munawaroh.

Webinar Koksidiosis

Koksidiosis merupakan salah satu momok bagi peternak lantaran dapat menyebabkan hambatan dalam pencapaian performa ayam maksimal. Hingga kini koksidiosis menjadi momok menakutkan bagi peternak ayam baik broiler, layer, bahkan untuk level indukan (PS dan GPS).

Atas dasar tersebut Qilu Pharmaceutical bersama PDHI menyelenggarakan webinar dengan tema "Strategi Pengendalian Koksidiosis dan Efektivitas Antikoksidia" di hari yang sama melalui daring zoom meeting. Tercatat lebih dari 800 orang menghadiri webinar tersebut.

Bertindak sebagai keynote speaker dalam webinar tersebut yakni Dr Drh Muhammad Munawaroh MM. Pembicara yang dihadirkan pun merupakan konsultan dan juga guru besar FKH UGM yankni Prof. Charles Rangga Tabbu dan Prof. Gao Xing dari pihak Qilu Pharmaceutical Group. Webinar berdurasi lebih dari dua jam tersebut dimoderatori oleh praktisi perunggasan Drh Eko Prasetyo.

Prof. Charles memaparkan presentasinya sebanyak dua kali, dimana pada presentasi pertama beliau menjelaskan mengenai strategi pengendalian koksidiosis dan dalam presentasi kedua beliau memaparkan mengenai efektivitas sediaan antikoksidia dan aplikasinya. Sementara Prof. Gao Xing dalam presentasinya membawakan presentasi terkait pendekatan praktis dalam mengendalikan koksidia di peternakan broiler. 

Prof. Charles Rangga Tabbu memberikan materi webinar

Qilu Pharmaceutical merupakan perwakilan Qilu Pharmaceutical group di Indonesia yang merupakan salah satu produsen berbagai jenis produk Animal Health & Agricultural Solution terbesar di dunia. Dengan teknologi yang canggih dan muktahir, Qilu Pharmaceutical menghasilkan produk-produk yang berkualitas yang menguasai 50% market share Pharmaceutical dunia untuk produk Salinomycin, Monensin, Maduramicin, Ceftiofur, Apramycin, Tylosin, Tilmicosin, Neomycin dan lain-lain.

Selain itu, untuk produk Biopestisidanya juga menguasai 60% market share dunia seperti Abamectin dan Spinosad.

Dengan hadirnya Qilu Pharmaceutical di Indonesia, diharapkan dapat turut menyumbang peran dalam membangun dunia peternakan dan agrikultural Indonesia yang lebih baik. (CR)



AGAR PULLET BERKEMBANG DENGAN BAIK

Dr Seksom Attamangkune

Ayam petelur modern merupakan ternak produktivitas tinggi dengan potensi genetik yang luar biasa.  Namun sayang, beberapa peternak kurang bisa memanfaatkan potensi genetik tersebut. Sebagai ternak dengan produktivitas tinggi dan potensi genetik yang baik, diperlukan pula manajemen pemeliharaan yang maksimal.

PT Better Pharma Indonesia (Betagro Group) selaku pelaku usaha obat hewan di Indonesia mengadakan webinar terkait nutrisi pullet pada Selasa (19/10) yang lalu melalui daring zoom meeting. International Animal Business Sales Director Better Pharma Kittiphat Duklong mengatakan bahwa tujuan dari webinar tersebut yakni untuk mengedukasi para peternak terutama customer Better Pharma dalam mengaplikasikan manajemen pemeliharaan terbaik bagi ayam layernya.

Narasumber yang dihadirkan pun merupakan ahli perunggasan kelas dunia yakni Dr Seksom Attamangkune yang meraih gelar Ph.D dari Oregon State University dan diakui kepakarannya dalam nutrisi unggas.

Dalam presentasinya Dr Seksom menekankan pentingnya pengaplikasian manajemen pemeliharaan yang baik pada ternak secara keseluruhan, khususnya nutrisi. Hal tersebut karena ternak petelur modern membutuhkan pakan berkualitas yang ditunjang dengan manajemen pemeliharaan terbaik agar dapat memaksimalkan potensi genetiknya.

Ia mengatakan bahwa fase pullet merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan ayam petelur modern karena keberhasilan di fase ini akan menentukan masa depan produktivitas ayam saat fase laying.

"Ada 3 goals yang harus dicapai pada fase pullet yakni mencapai bobot badan yang standar, memiliki frame (konformitas pertulangan) yang baik, serta mengonsistenkan feed intake. Kebanyakan peternak hanya memikirkan bobot badan saja tanpa memperhatikan pertulangan, padahal ini penting," tuturnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya fase brooding untuk layer, karena dalam fase tersebut sel - sel pada ayam akan mengalami hiperplasia dimana menentukan pertumbuhan ayam di fase selanjutnya. Oleh karenanya brooding juga harus diperhatikan dan harus dimanage dengan baik.

"Fase pullet juga bergantung pada brooding, pada usia 0-6 minggu sistem digesti dan imun akan berkembang, di usia 6-12 minggu sistem muskuloskeletal dan bulu yang akan berkembang, diikuti perkembangan otot, sumsum tulang serta sistem reproduksi pada 12-18 minggu, oleh karenany persiapan yang matang harus dilakukan untuk diaplikasikan karena maksimal dalam 12 minggu perkembangan sistem skeletal harus baik," tutur Dr Seksom. (CR)


MEWASPADAI ANCAMAN BIOTOKSIN PADA AYAM

Webinar relaunch Calibrin Z. (Foto: Istimewa)

Toksin atau racun merupakan hal yang kerap didengar oleh manusia, dalam terminologi dunia peternakan toksin diidentikkan dengan mikotoksin. Pada kenyataannya, peternak belum menyadari betul bahwa toksin baik yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri menyebabkan kerugian yang berdampak negatif pada performa ternak terutama unggas.

PT Novindo Agritech Hutama selaku salah satu perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan melakukan edukasi lebih lanjut kepada masyarakat terutama peternak terkait dampak buruk toksin pada ternak. Kegiatan tersebut berupa webinar yang dilakukan pada Selasa (28/9) melalui daring zoom meeting.

Tony Unandar praktisi senior perunggaan sekaligus anggota dewan pakar ASOHI hadir sebagai narasumber utama. Dalam presentasinya Tony menjelaskan secara mendetail mengenai toksin dan dampak negatifnya pada ternak.

"Toksin tidak hanya dihasilkan oleh jamur saja (mikotoksin) tetapi juga bakteri, banyak peternak yang sering terlambat mendeteksi keberadaan toksin, dan bahkan kadang dokter hewan pun bisa "tertipu" dengan hal ini," kata Tony.

Ia menambahkan bahwa di Indonesia mindset peternak dan dokter hewan terpaku pada mikotoksin saja, sementara toksin bakterial masih luput dari perhatian. Terkait toksin bakteri, Tony menjelaskan mengenai endotoksin dan eksotoksin.

"Toksin bakteri ini bisa jadi lebih berbahaya, misalnya saja yang dihasilkan oleh C. perfringens, dimana ketika bakteri tersebut mati akibat pengobatan dengan antibiotik, toksinnya akan keluar dan memberikan dampak negatif di saluran pencernaan. Celakanya, produk pengikat toksin yang ada rerata belum banyak yang memiliki kapasitas untuk mengikat toksin bakteri ini," papar Tony.

Di sesi kedua, Dr. Kim Huang yang merupakan Regional Technical Service Manager Amlan International lebih lanjut membahas mengenai zat yang dapat mengikat berbagai jenis toksin baik dari jamur maupun bakteri.

"Sebuah unsur mineral yang bernama monmorilonite yang diaktivasi terbukti secara klinis dapat mengikat berbagai jenis toksin dari jamur maupun bakteri. Hal ini tentunya menjadi inovasi yang bagus dalam mengatasi permasalahan ini," tutur Kim Huang.

Kim juga menjelaskan bahwa mineral tersebut merupakan alternatif yang baik dalam substitusi antibiotik growth promoter yang tentunya juga ramah lingkungan. Oleh karenanya dengan penggunaan mineral tersebut, peternak tidak perlu khawatir lagi terkait performa ternaknya. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer