-->

PENTINGNYA KONTROL KUALITAS PAKAN

Kualitas bahan baku pakan di lapangan bisa berubah-ubah. (Foto: Shutterstock)

Pakan sangat menentukan produktivitas ternak sehingga kontrol kualitas bahan baku pakan sangat penting dilakukan peternak. Diketahui bahwa kualitas bahan baku pakan di lapangan selalu berubah-ubah tergantung wilayah, cuaca, musim, penanganan pasca panen, tempat penyimpanan, dan adanya kecurangan penambahan bahan tertentu dengan tujuan harga murah.

Jika tidak dikontrol kualitasnya, maka akan merugikan peternak. Terlebih biaya pakan mengambil porsi terbesar dalam biaya produksi peternakan. Ketika penulis melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku pakan ternak ditemukan mengandung tambahan bahan tertentu. Adanya bahan tambahan  ini akan mengakibatkan nilai nutrisi tidak sebenarnya. Contohnya bekatul atau dedak yang ditambahkan gilingan sekam. Fungsi sekam yaitu sebagai bahan pengisi atau penambah bobot dari bekatul atau dedak. Namun sayangnya sekam mengandung serat kasar yang tinggi sehingga susah dicerna ternak unggas.

Contoh lain bahan baku pakan yang juga sering dipalsukan adalah tepung ikan dan meat bone meal (MBM). Tepung ikan sering dicampur dengan urea, sedangkan MBM dicampur dengan tepung bulu. Penambahan urea maupun tepung bulu akan meningkatkan kadar protein kasar, namun urea tidak dapat dimanfaatkan tubuh ayam bahkan beracun.

Kontrol kualitas bahan baku utamanya adalah mengendalikan kandungan kualitas yang bervariasi. Variasi bahan baku di antaranya berpengaruh terhadap kandungan protein dan komposisi asam amino. Keduanya (protein dan AA) merupakan komponen nutrisi paling mahal dalam menyusun pakan unggas.

Selanjutnya adalah energi (metabolik) dan fosfor yang memberikan beban biaya termahal dalam formulasi pakan. SBM/bungkil kedelai merupakan sumber protein paling ekonomis diandalkan karena kandungan protein yang tinggi (46-48%) dan komposisi/profil asam amino konsisten. Perbedaan asal sehingga dikenal SBM Brasil, SBM Argentina, SBM USA, SBM India membuktikan variasi nyata yang ada di antara jenis bahan baku tersebut. Dalam operasional sehari-hari penerimaan SBM dari satu asal saja bisa memperlihatkan adanya perbedaan dalam kandungan nutrisinya. Adapun factor-faktor yang berkontribusi terhadap variasi tersebut bisa disebabkan cara prosesing (derajat cooking yang pada kondisi ekstrem menyebabkan under-cooked dan over-cooked).

Produk yang tiba di feedmill bisa saja berasal dari beberapa pabrik yang mempunyai cara pengolahan berbeda. Faktor lain yang tidak boleh dilupakan adalah teknik sampling, karena tekstur SBM tidaklah sangat homogen, terkadang ditemukan kontaminan hull atau patahan batang. Mengingat SBM dan jagung merupakan bahan baku sumber protein yang digunakan dalam persentase tinggi, maka perubahan kecil dalam nilai nutrisi kedua bahan baku tersebut yang tidak diantisipasi akan berdampak pada performa unggas.

Kecuali masalah-masalah di atas dalam kontrol bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan memenuhi standar kualitas, maka masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan agar pakan yang dihasilkan berkualitas baik:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN TOKSIN PADA PAKAN

Kemampuan mengetahui keberadaan mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak ayam menjadi hal yang sangat penting saat ini. (Foto: Dok. Infovet)

Toksin merupakan hasil metabolit sekunder jamur, disintesis dan dikeluarkan selama pertumbuhan jamur tertentu, pada saat di ladang (field toxin) maupun pada saat penyimpanan di gudang (storage toxin). Ketika pertumbuhan jamur berhenti, saat itu juga produksi mikotoksin berhenti, tetapi mikotoksin yang sudah terbentuk dan tersimpan tetap ada dan tidak hilang, karena merupakan bahan kimia yang stabil, tahan terhadap temperatur tinggi dan dalam proses pembuatan pakan. Bersifat residif, tertimbun dan terakumulasi, terutama pada hati, ginjal, otot dan telur terutama yolk. Pada dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya imunosupresi (gangguan pembentukan kekebalan tubuh) dan bersifat antimikrobial sehingga menimbulkan terjadinya feed passage (bentuk feses masih menyerupai bentuk pakan utuh).



Jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan tempat proses tumbuhnya, yaitu Field Fungi (contoh fusarium) dan Storage Fungi (contoh Aspergillus sp. dan Penicillium sp.).

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. Mikotoksin yang dihasilkan jamur pun semakin meningkat, hal ini didukung oleh kondisi iklim, manifestasi serangga, variasi kualitas bibit, maupun tingkat kepadatan tanaman.

Pada proses panen, pembentukan mikotoksin antara lain karena tingkat kematangan tanaman, kadar air biji tanaman dan praktik manajemen pertanian. Kemudian pada saat penyimpanan pembentukan mikotoksin dipengaruhi oleh kandungan air, serangga dan penambahan bahan pengawet. Selain itu, distribusi bahan baku pakan juga berpengaruh terhadap pembentukan mikotoksin, seperti kondisi proses saat pengapalan.



Kemampuan mengetahui keberadaan mikotoksin dalam bahan baku pakan menjadi hal yang sangat penting saat ini. Kemampuan ini wajib dimiliki semua pihak yang terlibat dalam industri perunggasan, terutama para QC (quality control) pabrik pakan dan penanggung jawab kesehatan di farm.

Analisis mikotoksin dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) biasa digunakan untuk memeriksa bahan baku pakan asal biji-bijian. Kemampuan diagnosis mikotoksikosis berdasarkan gejala klinis pada saat bedah bangkai juga harus dimiliki oleh setiap petugas lapangan. Kedua macam pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai “pisau analisa” permasalahan yang terjadi di lapangan dan dapat digunakan sebagai dasar-dasar tindakan pencegahan.

Strategi Pengendalian Toksin
• Pastikan bahan baku pakan mempunyai kualitas terbaik. Misalnya jagung dengan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021)

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021 8300300

SOLUSI LENGKAP UNTUK MENAHAN MASALAH PENCERNAAN

Perdarahan pada caecum.

Situasi penyakit di sektor peternakan ayam Indonesia saat ini tidak terlepas dari musim atau cuaca yang terjadi, seperti saat ini memasuki musim penghujan dengan curah hujan yang tinggi. Kasus-kasus penyakit pencernaan sering dilaporkan oleh tim lapangan yang secara langsung terlibat dalam penanganan kasus tersebut.

Kecuali faktor cuaca, penerapan praktik manajemen pemeliharaan juga harus terus ditingkatkan, terutama pada peternakan ayam komersial skala menengah ke bawah. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya ditemukan berbagai problem atau kasus penyakit yang terjadi pada skala tersebut.

Dari berbagai kasus penyakit yang ada di lapangan, sampai saat ini masih banyak peternak yang mengeluhkan terjadinya gangguan pencernaan pada ayamnya, sehingga menggangu produktivitas ayam yang dipelihara. Berbagai bentuk gangguan dari adanya problem atau gangguan pencernaan pada ayam dapat berupa meningkatnya konversi pakan, pertumbuhan terlambat dan tidak meratanya pertumbuhan ayam (keseragaman berat badan rendah), hingga terjadinya gangguan produksi seperti tertundanya waktu mulai produksi, pencapaian puncak produksi tidak maksimal, ketahanan lamanya puncak produksi relatif singkat, serta pola produksi yang cenderung berfluktuasi.

Saluran pencernaan sangat berpengaruh terhadap performa pertumbuhan dan produktivitas ayam. Kondisi kesehatan saluran pencernaan akan mempengaruhi proses pencernaan pakan, penyerapan nutrisi dan kekebalan terhadap kasus penyakit. Sistem pencernaan berawal dari paruh, mulut, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, usus (duodenum, jejunum, ileum), sekum, usus besar, colon dan berakhir di kloaka. Organ lain yang penting untuk pencernaan adalah hati dan pankreas. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan usus dan performanya pada unggas. Kualitas pakan dan air memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha peternakan dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan antara lain:

• Menjaga kualitas air minum
Tempat air minum harus selalu bersih dan bebas dari cemaran. Air minum yang berkualitas meliputi fisik (jernih, tidak berwarna dan tidak berbau), kimiawi (pH netral dan bebas dari unsur kimia yang berbahaya) dan biologi (bebas dari cemaran Eschericia coli, Salmonella sp. dan mikroba patogen). Memperbaiki kualitas air salah satunya dengan cara melakukan filtrasi dan klorinasi pada sumber airnya. Filtrasi dapat dilakukan dengan membuat sistem saringan bertingkat atau memasang alat filtrasi khusus. Klorinasi sebagai salah satu cara untuk dekontaminasi kuman dan beberapa logam berat yang mencemari sumber air, akan berhasil efektif bila dilakukan dengan membuat... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2020)

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM

JANGAN BOSAN DENGAN PENYAKIT PERNAPASAN

Kejadian penyakit pernapasan pada unggas cenderung meningkat selama curah hujan tinggi, kemarau panjang maupun pada saat peralihan musim. (Foto: Dok. Infovet)

Mau dan mau para peternak dihadapkan dengan kejadian penyakit pernapasan dalam setiap periode pemeliharaan, mengapa demikian? Karena infeksi pada saluran pernapasan mudah berkembang dengan didukung fluktuasi temperatur dan kelembapan tinggi yang dipengaruhi oleh iklim dan letak geografis alam Indonesia.

Ventilasi dan sirkulasi udara perkandangan yang kurang optimal karena masalah kepadatan kandang melebihi standar sehingga mempengaruhi kualitas udara dikarenakan panas dan amonia yang dihasilkan melebihi ambang batas normal. Variasi umur dalam sebuah peternakan sulit terhindarkan karena pasokan DOC yang terbatas menyebabkan adanya perbedaan distribusi kekebalan kelompok. Jarak peternakan satu dengan lainnya yang masih hanya sebatas tembok juga menjadi permasalahan tersendiri dalam mempraktekan manajemen biosekuriti yang optimal.

Kejadian penyakit pernapasan cenderung meningkat selama curah hujan tinggi, kemarau panjang maupun pada saat peralihan musim. Curah hujan dan kelembaban udara tinggi artinya kadar air dalam udara prosentasenya tinggi, diatas standard maksimal yang dipersyaratkan untuk memelihara ayam (70%). Kelembaban udara tinggi disertai dengan berkurangnya intensitas cahaya matahari akan berpengaruh terhadap kualitas litter pada broiler, breeder dan layer periode pullet yang dipelihara dengan sistem postal. Litter cenderung lebih lembap dan basah, serta kadar amonia cenderung lebih tinggi. Fluktuasi temperatur dan kelembapan tinggi berpotensi menyebabkan ayam stres. Utamanya pada ayam layer yang sedang berada pada puncak produksi. Kondisi stres ini akan menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kepekaan terhadap penyakit, khususnya penyakit pernapasan.

Sepanjang hidupnya ayam bisa mengalami berbagai serangan penyakit, salah satu target organnya adalah saluran pernapasan dan umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Mikroorganisme patogen yang sering ditemukan pada saluran pernapasan diantaranya, Mycoplasma gallisepticum, Escherichia coli, Haemophilus paragallinarum, Pasteurella multocida, Aspergillus fumigatus, Avian paramyxovirus, Corona virus dan Alpha herpesvirus (penyebab ILT).

Pada pemeliharaan anak ayam (0-2 minggu), problem pernapasan yang sering muncul biasanya Aspergillosis dan reaksi post vaksinasi. Aspergillosis ini dapat terjadi bila spora jamur Aspergillus sp. di ruang penetasan terhisap oleh DOC, atau selama transportasi maupun ketika berada dalam brooder di peternakan ayam komersial. Spora tersebut akan berkembang dan mengiritasi alat pernapasannya dan mengganggu aliran udara pernapasan, sehingga ayam mengalami sesak napas. Gangguan pernapasan dapat muncul... (Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Februari 2020)

Drh Damar
PT ROMINDO PRIMAVETCOM

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer