-->

ASOSIASI HOLESTEIN INDONESIA HADIR DI WORLD DAIRY EXPO 2025

Rochadi Tawaf (paling kiri) bersama Linsey Worden (CEO US Holstein), dan Sarah Sarbecker (Director Sales and Market Development US Holstein), serta Arya Wicaksana (Sekjen AHI) dan Iman Karmawan (Bendahara AHI). (Foto: Dok. Rochadi)

Usai menggelar Kongres Nasional pertama Asosiasi Holestein Indonesia (AHI) pada 10 September 2025, dan launching-nya saat pembukaan ILDEX Indonesia 2025, pada 17-19 September 2025, di ICE BSD City, Tangerang, AHI berangkat ke Medison Wisconsin untuk menghadiri World Dairy Expo, 30 September-3 Oktober 2025 atas undangan ST Genetic, suatu perusahaan penghasil semen beku dan embrio transfer terbesar di USA.

Kesempatan ini dimanfaatkan untuk memperkenalkan AHI secara lebih meluas kepada asosiasi sejenis di dunia. Pasalnya, event World Dairy Expo yang diselenggarakan sejak 1967, telah menjadi kiblat perkembangan peternakan sapi perah dunia.

Expo tersebut setiap tahun dihadiri sekitar 60 negara di dunia. Selain kontes ternak, pameran ini juga menyelenggarakan seminar para ahli dan juga pameran produk dan sarana peternakan sapi perah.

Pada kesempatan ini, AHI mengikuti berbagai kegiatan di antaranya melihat persiapan kontes ternak. Sapi-sapi peserta kontes rata-rata berproduksi sekitar 50-60 liter/hari/ekor. Selain itu, mengikuti farm tour ketiga peternakan sapi perah, yakni Geno Source Farm, yang memiliki populasi 5.000 ekor sapi laktasi dengan rataan produksi 43 liter/ekor yang diperah dengan routers milking parlor robotic.

Kemudian ke peternakan Morman Dairy Farm yang memiliki 1.000 ekor sapi laktasi, rataan produksinya 50 liter/ekor/hari. Menggunakan individual robotic milking facility. Serta kunjungan ke Farnear Holstein Farm yang memiliki 600 ekor sapi laktasi dengan rataan produksi 43 liter/ekor/hari, menggunakan individual robotic miliking facility.

Selain itu, AHI juga mengikuti seminar tentang Introducing The Genetic Tools dengan topik-topik terkait Calculating Milking Speed PTAs Using Sensor Data; Genetic Tools for Healthier Calves, hingga Improving The Wheels On The Car-Hoof Health and Mobility.

Salah satu yang juga menjadi tujuan utama hadirnya AHI di expo ini adalah bertemu dengan Presiden Nasional Asosiasi Animal Breeder US (NAAB), Jay L. Weiker, untuk membicarakan rencana kerja sama dalam membentuk sapi Holstein Indonesia berkaitan dengan prosedur dan pencatatan dalam sistem produksi dan breeding.

Hal serupa juga dilakukan dengan pertemuan bersama CEO US Holstein, Linsey Worden, untuk membahas rencana kerja sama riset dan pengembangan organisasi dan penelitian tentang sapi Holstein Indonesia.

Dua pertemuan tersebut membicarakan sejarah US Holstein ke Indonesia pada 1989, berdirinya AHI September 2025, kerja sama membentuk sapi Holstein Indonesia, rencana kegiatan jangka pendek (seminar), hingga pengajuan proposal kegiatan kerja sama pada 2026 mendatang.

Pada kesempatan emas ini, peternak sapi perah di Indonesia harus banyak belajar seiring dengan perkembangan teknologi, seperti sistem Internet of Thing (IOT) dan robotik, digitalisasi manajemen pemeliharan dan sistem pola breeding yang akan menghasilkan bibit sapi perah yang berkualitas.

Selanjutnya,  AHI akan menjalin kerja sama tekonologi dan peningkatan SDM anggotanya untuk belajar di US Holstein. Kerja sama diharapkan dapat segera terwujud dalam rangka membantu pemerintah mempercepat peningkatan produksi susu nasional dan kesejahteraan peternak sapi perah. (Rochadi Tawaf-Direktur Utama AHI/INF) 

KONGRES NASIONAL PERTAMA ASOSIASI HOLSTEIN INDONESIA

AHI kembali berdiri, laksanakan kongres nasional. (Foto: Istimewa)

Bandung (10/9/2025), dalam upaya peningkatan produksi SSDN dan terbentuknya bangsa sapi Holstein, Asosiasi Holstein Indonesia (AHI) kembali berdiri dengan melaksanakan kongres untuk mengupayakan peningkatan produksi dan produktivitas susu dalam negeri.

Sebab pada cetak biru persusuan nasional, target konsumsi susu dalam negeri pada 2026 akan terpenuhi sekitar 60%, dengan asumsi kemampuan produktivitas sapi perah sekitar 20 liter/hari, konsumsi susu meningkat menjadi 30 liter/kapita/tahun, populasi sapi perah menjadi 1,8 juta ekor, dan populasi betina laktasi menjadi 50% dari populasi betina produktif.

“Namun, saat ini konsumsi susu nasional baru mencapai 16,5 kg/kapita, kemampuan rata-rata produksi sekitar 14 liter/ekor/hari, dan populasinya berkisar 485.809 ekor. Pada saat ini ternyata kontribusi produksi SSDN belum beranjak sesuai target yang dibuat, bahkan cenderung menurun dari base line 22%, masih di bawah 20% untuk memenuhi kebutuhan nasional,” tulis Sekretaris AHI, Arya Wicaksana, dalam keterangan resminya.

Menurut data Kementerian Perindustrian (2022), kebutuhan susu dalam enam tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata 6% per tahun, sedangkan produksi SSDN hanya tumbuh 1% saja.

“Artinya, diprediksi akan terjadi kesenjangan yang semakin melebar antara produksi SSDN dengan importasi susu jika tidak dilakukan intervensi peningkatan produksi dan produktivitasnya,” tambahnya.

Melihat fenomena itu, didukung iklim usaha dan kebijakan pemerintah, tokoh inisiator Dr Ir Rochadi Tawaf MS sebagai akademisi, Ir Iman Karmawan MM sebagai praktisi, dan Arya Wicaksana SE sebagai peternak, menginisiasi kembali berdirinya AHI.

Pada 1989, PPSKI pernah bekerja sama dengan US Holstein membentuk AHI, demikian pula Dinas Peternakan Jawa Barat bekerja sama dengan JICA Jepang membentuk IDHIA (1997-2002). Namun kegiatan tersebut terhenti aktivitasnya, sehingga lembaga ini harus dihidupkan kembali. Karena memiliki tujuan mulia yaitu melakukan standarisasi produksi dan meningkatkan mutu genetik sapi perah Holstein yang sesuai kondisi ekosistem iklim dan budaya Indonesia.

Dijelaskan, dalam rangka merealisasikan tujuannya, AHI bekerja sama dengan perusahaan peternakan sapi perah skala menengah dan besar, yang memiliki kelompok peternak binaan. Kerja sama ini produknya berupa sapi-sapi bakalan hasil inovasi teknologi rekayasa genetik.

“AHI dan perusahaan peternakan sapi perah merupakan mitra balai perbibitan sapi perah milik pemerintah. Adapun tugas pokok dan fungsi AHI yaitu mengawal, mengembangkan dan melakukan standariasi, serta sertifikasi sapi perah Holstein Indonesia dalam bentuk bibit sebar kepada peternak,” imbuh dia.

Kongres AHI bertajuk “Membentuk Sapi Perah Holstein Indonesia untuk Membangun Persusuan Nasional”, dilaksanakan di Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat.

Dihadiri peserta sebanyak 55 orang yang terdiri dari pendiri AHI, peternak dan perusahaan sapi perah, koperasi susu, perguruan tinggi, lembaga perbibitan pemerintah, dinas-dinas peternakan, asosiasi peternakan, mahasiswa, dan pemangku kepentingan lainnya.

Dalam kongres tersebut ditetapkan tata tertib dan agenda kongres pertama AHI, penandatanganan akta pendirian, menetapkan AD/ART, dan menetapkan program kerja, sekaligus membentuk dan melantik pengurus AHI periode 2025-2029: Dr Ir Rochadi Tawaf MS (Direktur Utama), Arya Wicaksana SE (Sekretaris), Ir Iman Karmawam MM (Bendahara), Afghan SPt (Direktur Pelaksana). Dewan Pengawas: Teguh Boediyana (Ketua), Drh Desi, Dedi Setiadi, dan Aun Gunawan (Anggota). (INF)

DAFTAR SEKARANG! SEMINAR SEPUTAR SAPI PERAH, TINGKATKAN GIZI MASYARAKAT


Kegiatan ini kolaborasi antara Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta didukung oleh Majalah Infovet, bertajuk “Akselerasi Usaha Sapi Perah, Tingkatkan Gizi Masyarakat”.

Kegiatan ini sangat cocok diikuti oleh para peternak sapi, akademisi/peneliti, pelaku usaha, konsultan, dan pemerintah, untuk menambah wawasan persapiperahan Tanah Air.

Catat tanggal dan waktunya:
• Senin, 29 September 2025

• Pukul 09:00-13:00 WIB (Hybrid)
Offline: Innovation Convention Center (ICC) BRIN, Cibinong, Bogor
Online: Zoom

Pembicara:
Keynote Speaker: Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr Drh Agung Suganda MSc

• Prof Budi Tangendjaja: Pengembangan Usaha Sapi Perah Berkelanjutan melalui Optimalisasi Pakan

• Dr Drh Kurnia Achyadi MS: Manajemen Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Pasca Out Break Penyakit Mulut dan Kuku

• Dadang Suryana (Direktur PT Sumber Citarasa Alam): Kiat Sukses Pengembangan Usaha Sapi Perah Hulu Hilir

• Dr. Santiananda Arta Asmarasari Spt MSi (Peneliti BRIN): Pemanfaatan Teknologi Seleksi Berbasis Marka Molekuler untuk Perbaikan Genetik Sapi Perah

Investasi: FREE
Offline: 100 orang
Zoom: 500 orang

Kesempatan terbatas, daftar sekarang!
https://bit.ly/SeminarSAPI_ASOHI

Informasi lebih lanjut, hubungi:
0877-7829-6375 (Mariyam)

Scan barcode di sudut kiri bawah flyer 

ASPEK-ASPEK MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI PERAH

Manajemen reproduksi sapi perah mencakup aspek-aspek penting berikut ini:

Deteksi birahi (heat detection), adalah fondasi keberhasilan reproduksi. Sapi perah memiliki periode birahi yang relatif singkat (rata-rata 8-18 jam) dengan gejala yang bervariasi.

Gejala primernya sapi mau dinaiki sapi lain ("standing heat") yang merupakan indikator paling akurat. Gejala sekundernya gelisah, vulva bengkak dan merah, keluar lendir transparan dari vulva, penurunan produksi susu sementara, nafsu makan berkurang, dan saling menaiki sapi lain.

Metode deteksinya dengan observasi visual. Peternak atau pekerja harus mengamati sapi secara teratur, minimal 2-3 kali sehari (pagi, siang, sore/malam) selama 20-30 menit per sesi, terutama pada saat sapi lebih tenang.

Menggunakan alat bantu krayon/stik birahi, dioleskan di pangkal ekor, akan luntur jika sapi dinaiki. Patch deteksi birahi (pressure-activated patches), ditempelkan di punggung, akan berubah warna jika ada tekanan dari sapi lain yang menaiki.

Juga sistem otomatis (aktivitas monitor). Sensor yang dipasang di kalung atau kaki sapi yang mendeteksi peningkatan aktivitas berjalan atau berdiri sebagai indikator birahi. Ini sangat akurat dan mengurangi ketergantungan pada observasi manual.

Tingkat keterampilan inseminator, inseminator yang terampil adalah kunci sukses IB. keterampilannya meliputi pengetahuan anatomi reproduksi sapi yaitu memahami posisi rahim, serviks, dan ovarium. Teknik memasukkan semen, mampu memasukkan gun IB melalui serviks dengan lembut dan benar.

Deposisi semen yang tepat, meletakkan semen di bagian anterior korpus uteri (tubuh rahim) atau awal kornu uteri (tanduk rahim) yang ipsilateral (searah dengan ovarium yang berovulasi). Memahami cara thawing (pencairan) semen beku yang benar (suhu dan waktu yang tepat) untuk menjaga viabilitas spermatozoa. Menjaga kebersihan alat-alat inseminasi untuk mencegah infeksi.

Penentuan waktu Inseminasi Buatan (IB) yang optimal. Konsep umum yang sering digunakan adalah "AM/PM rule".

Yaitu jika sapi menunjukkan birahi di pagi hari (AM), inseminasi dilakukan pada sore hari (PM) di hari yang sama. Jika sapi menunjukkan birahi di sore hari (PM), inseminasi dilakukan pada pagi hari (AM) keesokan harinya.

Prinsipnya adalah menginseminasi sapi 10-14 jam setelah sapi pertama kali menunjukkan gejala birahi berdiri (standing heat), karena ovulasi (pelepasan sel telur) terjadi sekitar 24-32 jam setelah awal birahi.

Ada juga aspek lain yang juga penting dalam manajemen reproduksi. Pencatatan data yang akurat, penting untuk mencatat tanggal melahirkan, tanggal birahi, tanggal inseminasi, jenis semen, hasil kebuntingan, dan masalah reproduksi. Data ini digunakan untuk evaluasi performa dan pengambilan keputusan.

Pemeriksaan kebuntingan dini dilakukan 30-45 hari setelah IB melalui palpasi rektal atau USG untuk mengidentifikasi sapi yang tidak bunting sehingga dapat segera diinseminasi ulang.

Program sinkronisasi birahi digunakan untuk menginduksi birahi pada sekelompok sapi pada waktu yang bersamaan, mempermudah manajemen IB dan mengurangi ketergantungan pada deteksi birahi alami.

Pemeriksaan kesehatan reproduksi rutin dilakukan oleh dokter hewan untuk mendiagnosis dan mengobati masalah reproduksi seperti infeksi rahim, kista ovarium, atau anestrus (tidak birahi).

Manajemen periode transisi. Periode sebelum dan sesudah melahirkan (sekitar 3 minggu sebelum hingga 3 minggu setelah) sangat krusial. Nutrisi yang tepat dan minimnya stres pada periode ini sangat mempengaruhi kesehatan reproduksi pasca-melahirkan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA PERFORMA REPRODUKSI SAPI PERAH

Rendahnya performa reproduksi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seringkali gabungan dari beberapa masalah.

Nutrisi yang tidak adekuat. Energi negatif terutama di awal laktasi, sapi kekurangan energi untuk mempertahankan produksi susu dan mulai berovulasi kembali. Defisiensi mineral/vitamin yaitu kekurangan selenium, tembaga, fosfor, vitamin A, atau vitamin E dapat mengganggu fungsi ovarium dan kesuburan. Manajemen deteksi birahi yang buruk, peternak tidak dapat mendeteksi tanda-tanda birahi dengan akurat atau melewatkan waktu optimal untuk inseminasi, ini adalah penyebab umum lama kosong yang panjang.

Inseminasi yang tidak tepat. Inseminasi terlalu cepat atau terlalu lambat dari puncak birahi. Kurangnya keterampilan inseminator dalam menyimpan semen, handling, atau deposisi semen. Cekaman panas (heat stress) secara signifikan menurunkan ekspresi birahi, kualitas oosit, dan tingkat kebuntingan.

Penyakit Reproduksi:

  • Metritis/Endometritis: Infeksi rahim pasca-melahirkan yang dapat menyebabkan peradangan kronis dan mengganggu kebuntingan.
  • Ovarium Kista: Gangguan hormonal yang menyebabkan folikel tidak berovulasi atau korpus luteum tidak mengalami regresi.
  • Brucellosis, Leptospirosis, BVD: Penyakit infeksius yang dapat menyebabkan keguguran, infertilitas, atau kelahiran prematur.
  • Kondisi Tubuh yang Buruk (Body Condition Score/BCS): Sapi yang terlalu kurus atau terlalu gemuk cenderung memiliki masalah reproduksi.
  • Genetik: Beberapa sapi secara genetik memang memiliki kesuburan yang rendah.

TEKNOLOGI YANG DIGUNAKAN DALAM PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Produksi susu sapi perah modern banyak mengadopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kesehatan hewan.

Pemerahan Otomatis (Automatic Milking Systems/Robotic Milking): Robot yang dapat memerah sapi secara otomatis, mendeteksi birahi, menganalisis kualitas susu, dan memantau kesehatan sapi.

Identifikasi dan Pemantauan Sapi Otomatis: Menggunakan tag RFID (Radio Frequency Identification) atau sensor pada kalung/kaki sapi untuk memantau aktivitas, konsumsi pakan, suhu tubuh, dan pola pergerakan (indikator birahi atau penyakit).

Analisis Susu In-line: Sensor yang terintegrasi pada sistem pemerahan untuk menganalisis komponen susu (lemak, protein, laktosa), jumlah sel somatik (indikator mastitis), dan bahkan mendeteksi ketosis.

Sistem Pakan TMR (Total Mixed Ration): Penggunaan mesin pencampur pakan untuk memastikan sapi mendapatkan ransum yang homogen dan seimbang nutrisinya.

Software Manajemen Peternakan: Aplikasi komputer untuk mencatat data individu sapi (produksi susu, reproduksi, kesehatan, silsilah), menganalisis performa, dan membuat keputusan manajemen.

Ventilasi dan Pendinginan Kandang Otomatis: Sistem kipas, sprayer, atau fogger yang diatur otomatis berdasarkan suhu dan kelembaban untuk mengurangi cekaman panas pada sapi.

Teknologi reproduksi ada beberapa macam. Inseminasi Buatan (IB), metode utama untuk membiakkan sapi secara selektif. Sinkronisasi Birahi, penggunaan hormon untuk mengatur siklus estrus sapi sehingga dapat diinseminasi secara bersamaan.

Determinasi Jenis Kelamin Semen (Sexed Semen), semen yang telah diproses untuk menghasilkan anak sapi jantan atau betina sesuai keinginan. Embrio Transfer (ET), memindahkan embrio dari sapi donor unggul ke sapi resipien untuk mempercepat peningkatan genetik.

PARAMETER MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI PERAH YANG BAIK

Manajemen reproduksi yang baik sangat vital karena sapi harus beranak secara teratur untuk dapat terus memproduksi susu. Parameter kunci meliputi:

Lama Kosong (Days Open): Periode dari melahirkan hingga sapi bunting kembali. Idealnya sekitar 85-110 hari. Lama kosong yang terlalu panjang berarti sapi tidak akan mulai siklus laktasi berikutnya dalam waktu yang tepat, sehingga terjadi penurunan produksi susu kumulatif.

Service Per Conception (S/C): Jumlah inseminasi per kebuntingan. Idealnya kurang dari 2. Angka S/C yang tinggi menunjukkan masalah kesuburan atau deteksi birahi yang buruk.

Calving Interval (Interval Beranak): Waktu antara dua kelahiran berturut-turut. Idealnya sekitar 12-13 bulan (sekitar 365-400 hari). Interval yang lebih panjang menunjukkan sapi tidak bunting kembali dengan cepat.

Conception Rate (Angka Kebuntingan): Persentase sapi yang bunting dari seluruh sapi yang diinseminasi. Target yang baik adalah > 40%.

Pregnancy Rate (Angka Kebuntingan Kumulatif): Jumlah sapi yang bunting dibagi dengan jumlah sapi yang berpotensi bunting dalam periode waktu tertentu. Ini adalah indikator performa reproduksi yang komprehensif.

Detection Rate (Angka Deteksi Birahi): Persentase sapi yang birahi terdeteksi dan diinseminasi. Idealnya > 70%. Deteksi birahi yang akurat dan tepat waktu sangat penting.

Heat-to-Service Interval: Waktu dari awal birahi hingga sapi diinseminasi. Inseminasi pada waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan kebuntingan.

PENYAKIT YANG BERDAMPAK PADA PRODUKSI SUSU

Banyak penyakit yang merugikan dan berdampak pada produksi susu, seringkali diawali dengan penurunan nafsu makan dan gangguan metabolisme. Berikut contohnya.

Mastitis (radang ambing) adalah penyakit paling umum dan merugikan pada sapi perah. Infeksi pada ambing menyebabkan peradangan, nyeri, dan penurunan kualitas serta kuantitas susu. Sapi seringkali menunjukkan demam dan penurunan nafsu makan.

Ketosis merupakan gangguan metabolik yang terjadi ketika sapi tidak dapat memenuhi kebutuhan energi yang sangat tinggi di awal laktasi (peak lactation), sehingga tubuh memecah cadangan lemak. Ini menyebabkan penurunan nafsu makan yang parah, depresi, dan penurunan produksi susu.

Asidosis rumen (acidosis) terjadi akibat konsumsi pakan karbohidrat tinggi yang cepat difermentasi atau perubahan pakan yang mendadak. Menyebabkan pH rumen turun drastis, menurunkan nafsu makan, kembung, diare, dan dapat menyebabkan laminitis (radang kuku).

Displaced abomasum adalah pergeseran posisi abomasum (salah satu lambung sapi) yang sering terjadi pasca-melahirkan. Menyebabkan penurunan nafsu makan drastis, nyeri, dan penurunan produksi susu.

Milk fever (hipokalsemia) adalah kekurangan kalsium parah yang sering terjadi di sekitar periode melahirkan. Menyebabkan sapi lesu, tidak mau makan, bahkan lumpuh. Produksi susu akan sangat terpengaruh atau bahkan terhenti.

Laminitis merupakan peradangan pada lamina kuku yang menyebabkan sapi pincang. Meskipun tidak langsung mengganggu metabolisme, rasa sakit akibat laminitis membuat sapi enggan bergerak, mengurangi waktu makan, dan pada akhirnya menurunkan produksi susu.

Penyakit infeksius lainnya seperti Bovine Viral Diarrhea (BVD), Johne's Disease, Paratuberculosis, atau penyakit parasit (cacingan, koksidiosis) dapat menyebabkan penurunan nafsu makan kronis, gangguan pencernaan, dan akhirnya menurunkan produksi susu secara signifikan.

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer