-->

ASPEK-ASPEK MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI PERAH

Manajemen reproduksi sapi perah mencakup aspek-aspek penting berikut ini:

Deteksi birahi (heat detection), adalah fondasi keberhasilan reproduksi. Sapi perah memiliki periode birahi yang relatif singkat (rata-rata 8-18 jam) dengan gejala yang bervariasi.

Gejala primernya sapi mau dinaiki sapi lain ("standing heat") yang merupakan indikator paling akurat. Gejala sekundernya gelisah, vulva bengkak dan merah, keluar lendir transparan dari vulva, penurunan produksi susu sementara, nafsu makan berkurang, dan saling menaiki sapi lain.

Metode deteksinya dengan observasi visual. Peternak atau pekerja harus mengamati sapi secara teratur, minimal 2-3 kali sehari (pagi, siang, sore/malam) selama 20-30 menit per sesi, terutama pada saat sapi lebih tenang.

Menggunakan alat bantu krayon/stik birahi, dioleskan di pangkal ekor, akan luntur jika sapi dinaiki. Patch deteksi birahi (pressure-activated patches), ditempelkan di punggung, akan berubah warna jika ada tekanan dari sapi lain yang menaiki.

Juga sistem otomatis (aktivitas monitor). Sensor yang dipasang di kalung atau kaki sapi yang mendeteksi peningkatan aktivitas berjalan atau berdiri sebagai indikator birahi. Ini sangat akurat dan mengurangi ketergantungan pada observasi manual.

Tingkat keterampilan inseminator, inseminator yang terampil adalah kunci sukses IB. keterampilannya meliputi pengetahuan anatomi reproduksi sapi yaitu memahami posisi rahim, serviks, dan ovarium. Teknik memasukkan semen, mampu memasukkan gun IB melalui serviks dengan lembut dan benar.

Deposisi semen yang tepat, meletakkan semen di bagian anterior korpus uteri (tubuh rahim) atau awal kornu uteri (tanduk rahim) yang ipsilateral (searah dengan ovarium yang berovulasi). Memahami cara thawing (pencairan) semen beku yang benar (suhu dan waktu yang tepat) untuk menjaga viabilitas spermatozoa. Menjaga kebersihan alat-alat inseminasi untuk mencegah infeksi.

Penentuan waktu Inseminasi Buatan (IB) yang optimal. Konsep umum yang sering digunakan adalah "AM/PM rule".

Yaitu jika sapi menunjukkan birahi di pagi hari (AM), inseminasi dilakukan pada sore hari (PM) di hari yang sama. Jika sapi menunjukkan birahi di sore hari (PM), inseminasi dilakukan pada pagi hari (AM) keesokan harinya.

Prinsipnya adalah menginseminasi sapi 10-14 jam setelah sapi pertama kali menunjukkan gejala birahi berdiri (standing heat), karena ovulasi (pelepasan sel telur) terjadi sekitar 24-32 jam setelah awal birahi.

Ada juga aspek lain yang juga penting dalam manajemen reproduksi. Pencatatan data yang akurat, penting untuk mencatat tanggal melahirkan, tanggal birahi, tanggal inseminasi, jenis semen, hasil kebuntingan, dan masalah reproduksi. Data ini digunakan untuk evaluasi performa dan pengambilan keputusan.

Pemeriksaan kebuntingan dini dilakukan 30-45 hari setelah IB melalui palpasi rektal atau USG untuk mengidentifikasi sapi yang tidak bunting sehingga dapat segera diinseminasi ulang.

Program sinkronisasi birahi digunakan untuk menginduksi birahi pada sekelompok sapi pada waktu yang bersamaan, mempermudah manajemen IB dan mengurangi ketergantungan pada deteksi birahi alami.

Pemeriksaan kesehatan reproduksi rutin dilakukan oleh dokter hewan untuk mendiagnosis dan mengobati masalah reproduksi seperti infeksi rahim, kista ovarium, atau anestrus (tidak birahi).

Manajemen periode transisi. Periode sebelum dan sesudah melahirkan (sekitar 3 minggu sebelum hingga 3 minggu setelah) sangat krusial. Nutrisi yang tepat dan minimnya stres pada periode ini sangat mempengaruhi kesehatan reproduksi pasca-melahirkan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA PERFORMA REPRODUKSI SAPI PERAH

Rendahnya performa reproduksi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seringkali gabungan dari beberapa masalah.

Nutrisi yang tidak adekuat. Energi negatif terutama di awal laktasi, sapi kekurangan energi untuk mempertahankan produksi susu dan mulai berovulasi kembali. Defisiensi mineral/vitamin yaitu kekurangan selenium, tembaga, fosfor, vitamin A, atau vitamin E dapat mengganggu fungsi ovarium dan kesuburan. Manajemen deteksi birahi yang buruk, peternak tidak dapat mendeteksi tanda-tanda birahi dengan akurat atau melewatkan waktu optimal untuk inseminasi, ini adalah penyebab umum lama kosong yang panjang.

Inseminasi yang tidak tepat. Inseminasi terlalu cepat atau terlalu lambat dari puncak birahi. Kurangnya keterampilan inseminator dalam menyimpan semen, handling, atau deposisi semen. Cekaman panas (heat stress) secara signifikan menurunkan ekspresi birahi, kualitas oosit, dan tingkat kebuntingan.

Penyakit Reproduksi:

  • Metritis/Endometritis: Infeksi rahim pasca-melahirkan yang dapat menyebabkan peradangan kronis dan mengganggu kebuntingan.
  • Ovarium Kista: Gangguan hormonal yang menyebabkan folikel tidak berovulasi atau korpus luteum tidak mengalami regresi.
  • Brucellosis, Leptospirosis, BVD: Penyakit infeksius yang dapat menyebabkan keguguran, infertilitas, atau kelahiran prematur.
  • Kondisi Tubuh yang Buruk (Body Condition Score/BCS): Sapi yang terlalu kurus atau terlalu gemuk cenderung memiliki masalah reproduksi.
  • Genetik: Beberapa sapi secara genetik memang memiliki kesuburan yang rendah.

TEKNOLOGI YANG DIGUNAKAN DALAM PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Produksi susu sapi perah modern banyak mengadopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kesehatan hewan.

Pemerahan Otomatis (Automatic Milking Systems/Robotic Milking): Robot yang dapat memerah sapi secara otomatis, mendeteksi birahi, menganalisis kualitas susu, dan memantau kesehatan sapi.

Identifikasi dan Pemantauan Sapi Otomatis: Menggunakan tag RFID (Radio Frequency Identification) atau sensor pada kalung/kaki sapi untuk memantau aktivitas, konsumsi pakan, suhu tubuh, dan pola pergerakan (indikator birahi atau penyakit).

Analisis Susu In-line: Sensor yang terintegrasi pada sistem pemerahan untuk menganalisis komponen susu (lemak, protein, laktosa), jumlah sel somatik (indikator mastitis), dan bahkan mendeteksi ketosis.

Sistem Pakan TMR (Total Mixed Ration): Penggunaan mesin pencampur pakan untuk memastikan sapi mendapatkan ransum yang homogen dan seimbang nutrisinya.

Software Manajemen Peternakan: Aplikasi komputer untuk mencatat data individu sapi (produksi susu, reproduksi, kesehatan, silsilah), menganalisis performa, dan membuat keputusan manajemen.

Ventilasi dan Pendinginan Kandang Otomatis: Sistem kipas, sprayer, atau fogger yang diatur otomatis berdasarkan suhu dan kelembaban untuk mengurangi cekaman panas pada sapi.

Teknologi reproduksi ada beberapa macam. Inseminasi Buatan (IB), metode utama untuk membiakkan sapi secara selektif. Sinkronisasi Birahi, penggunaan hormon untuk mengatur siklus estrus sapi sehingga dapat diinseminasi secara bersamaan.

Determinasi Jenis Kelamin Semen (Sexed Semen), semen yang telah diproses untuk menghasilkan anak sapi jantan atau betina sesuai keinginan. Embrio Transfer (ET), memindahkan embrio dari sapi donor unggul ke sapi resipien untuk mempercepat peningkatan genetik.

PARAMETER MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI PERAH YANG BAIK

Manajemen reproduksi yang baik sangat vital karena sapi harus beranak secara teratur untuk dapat terus memproduksi susu. Parameter kunci meliputi:

Lama Kosong (Days Open): Periode dari melahirkan hingga sapi bunting kembali. Idealnya sekitar 85-110 hari. Lama kosong yang terlalu panjang berarti sapi tidak akan mulai siklus laktasi berikutnya dalam waktu yang tepat, sehingga terjadi penurunan produksi susu kumulatif.

Service Per Conception (S/C): Jumlah inseminasi per kebuntingan. Idealnya kurang dari 2. Angka S/C yang tinggi menunjukkan masalah kesuburan atau deteksi birahi yang buruk.

Calving Interval (Interval Beranak): Waktu antara dua kelahiran berturut-turut. Idealnya sekitar 12-13 bulan (sekitar 365-400 hari). Interval yang lebih panjang menunjukkan sapi tidak bunting kembali dengan cepat.

Conception Rate (Angka Kebuntingan): Persentase sapi yang bunting dari seluruh sapi yang diinseminasi. Target yang baik adalah > 40%.

Pregnancy Rate (Angka Kebuntingan Kumulatif): Jumlah sapi yang bunting dibagi dengan jumlah sapi yang berpotensi bunting dalam periode waktu tertentu. Ini adalah indikator performa reproduksi yang komprehensif.

Detection Rate (Angka Deteksi Birahi): Persentase sapi yang birahi terdeteksi dan diinseminasi. Idealnya > 70%. Deteksi birahi yang akurat dan tepat waktu sangat penting.

Heat-to-Service Interval: Waktu dari awal birahi hingga sapi diinseminasi. Inseminasi pada waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan kebuntingan.

PENYAKIT YANG BERDAMPAK PADA PRODUKSI SUSU

Banyak penyakit yang merugikan dan berdampak pada produksi susu, seringkali diawali dengan penurunan nafsu makan dan gangguan metabolisme. Berikut contohnya.

Mastitis (radang ambing) adalah penyakit paling umum dan merugikan pada sapi perah. Infeksi pada ambing menyebabkan peradangan, nyeri, dan penurunan kualitas serta kuantitas susu. Sapi seringkali menunjukkan demam dan penurunan nafsu makan.

Ketosis merupakan gangguan metabolik yang terjadi ketika sapi tidak dapat memenuhi kebutuhan energi yang sangat tinggi di awal laktasi (peak lactation), sehingga tubuh memecah cadangan lemak. Ini menyebabkan penurunan nafsu makan yang parah, depresi, dan penurunan produksi susu.

Asidosis rumen (acidosis) terjadi akibat konsumsi pakan karbohidrat tinggi yang cepat difermentasi atau perubahan pakan yang mendadak. Menyebabkan pH rumen turun drastis, menurunkan nafsu makan, kembung, diare, dan dapat menyebabkan laminitis (radang kuku).

Displaced abomasum adalah pergeseran posisi abomasum (salah satu lambung sapi) yang sering terjadi pasca-melahirkan. Menyebabkan penurunan nafsu makan drastis, nyeri, dan penurunan produksi susu.

Milk fever (hipokalsemia) adalah kekurangan kalsium parah yang sering terjadi di sekitar periode melahirkan. Menyebabkan sapi lesu, tidak mau makan, bahkan lumpuh. Produksi susu akan sangat terpengaruh atau bahkan terhenti.

Laminitis merupakan peradangan pada lamina kuku yang menyebabkan sapi pincang. Meskipun tidak langsung mengganggu metabolisme, rasa sakit akibat laminitis membuat sapi enggan bergerak, mengurangi waktu makan, dan pada akhirnya menurunkan produksi susu.

Penyakit infeksius lainnya seperti Bovine Viral Diarrhea (BVD), Johne's Disease, Paratuberculosis, atau penyakit parasit (cacingan, koksidiosis) dapat menyebabkan penurunan nafsu makan kronis, gangguan pencernaan, dan akhirnya menurunkan produksi susu secara signifikan.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah sangat kompleks dan saling berkaitan. Genetik, pakan/nutrisi, dan manajemen kesehatan merupakan faktor-faktor utama.

Potensi genetik seekor sapi untuk memproduksi susu sangat bervariasi. Sapi dari ras-ras tertentu (misalnya Holstein, Friesian) memiliki potensi genetik yang lebih tinggi untuk produksi susu dibandingkan ras lainnya. Seleksi genetik yang tepat dan program pemuliaan dapat secara signifikan meningkatkan rata-rata produksi susu dalam suatu populasi.

Pakan dan nutrisi adalah faktor paling kritis dan seringkali menjadi pembatas produksi. Sapi perah membutuhkan asupan nutrisi yang memadai dan seimbang untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi, dan yang terpenting, produksi susu. Kualitas dan kuantitas pakan (hijauan dan konsentrat) serta ketersediaan air bersih sangat mempengaruhi. Kekurangan energi, protein, vitamin, atau mineral akan langsung menurunkan produksi susu.

Sapi yang sehat akan berproduksi optimal. Penyakit, terutama yang bersifat infeksius seperti mastitis (radang ambing), brucellosis, atau penyakit metabolik seperti asidosis atau ketosis, dapat menurunkan produksi susu secara drastis, bahkan menyebabkan produksi terhenti. Program vaksinasi, biosekuriti, dan penanganan penyakit yang cepat dan tepat sangat penting.

Selain itu juga ada faktor lingkungan, Suhu, kelembaban, dan ventilasi kandang yang tidak nyaman dapat menyebabkan cekaman panas (heat stress) yang menurunkan nafsu makan dan produksi susu. Manajemen laktasi meliputi frekuensi pemerahan, teknik pemerahan yang benar, dan waktu laktasi (puncak laktasi, akhir laktasi) juga mempengaruhi. Manajemen reproduksi bertujuan agar sapi beranak secara teratur sehingga akan memiliki siklus laktasi yang berkelanjutan.


LEBIH DARI 1.500 SAPI PERAH IMPOR DATANG LAGI

Sapi perah bunting kembali didatangkan untuk perkuat populasi dan mendukung produktivitas peternak lokal. (Foto: Istimewa)

Dalam dua hari, lebih dari 1.500 ekor sapi perah bunting kembali didatangkan dari Australia ke Indonesia untuk memperkuat populasi sapi perah dan mendukung produktivitas peternak lokal.

Sebanyak 1.088 ekor sapi perah tiba di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo, Sabtu (28/6/2025). Pemasukan ini difasilitasi PT Santosa Agrindo Lestari (Santori), anak perusahaan JAPFA, bekerja sama dengan PT Greenfields Dairy Indonesia, PT Karya Suci Pratama, PT Irfai Berkah Sejahtera, PT Arla Food, serta Koperasi Suka Makmur.

Sehari sebelumnya, 485 ekor sapi perah juga telah masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, oleh PT Kironggo Joyo. Total, dalam waktu dua hari, jumlah sapi perah impor yang masuk mencapai 1.573 ekor.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda, mengatakan bahwa langkah ini selaras dengan program pemerintah dalam mempercepat peningkatan populasi dan produksi susu nasional, khususnya melalui Program Percepatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN).

“Pemerintah menargetkan peningkatan populasi sapi perah sebanyak satu juta ekor hingga 2029. Ini adalah bagian penting dari strategi mencapai ketahanan pangan dan mendukung program Makan Bergizi Gratis,” ujar Agung dalam keterangan resminya, Sabtu (28/6/2025).

Saat ini, produksi susu segar dalam negeri baru mampu memenuhi sekitar 21% dari kebutuhan nasional yang mencapai 4,6 juta ton/tahun. Kehadiran sapi impor ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas peternak lokal dan mendorong kemandirian produksi susu di dalam negeri.

Adapun jenis sapi yang diimpor merupakan persilangan antara Holstein dan Jersey yang memiliki keunggulan genetik berupa produktivitas susu tinggi, masa laktasi panjang, interval kelahiran yang singkat, serta lebih adaptif terhadap iklim tropis Indonesia. Selain itu, ukuran tubuh yang lebih kecil dinilai sesuai untuk dikelola oleh peternak skala kecil dan menengah.

Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Imron Suandy, menegaskan bahwa seluruh sapi impor telah melalui protokol kesehatan hewan sejak sebelum pengiriman hingga tiba di Indonesia. Pemerintah memastikan hewan yang masuk dalam kondisi sehat, bebas penyakit hewan menular strategis, dan telah disertai dokumen lengkap sesuai standar internasional.

“Bersama dengan Badan Karantina Hewan, tindakan karantina dan pemeriksaan kesehatan hewan kami lakukan secara menyeluruh. Ini bagian dari komitmen menjaga kesehatan hewan sekaligus menjamin keamanan pangan asal hewan,” kata Imron.

Ia menambahkan, pengawasan juga dilakukan selama proses distribusi sapi ke para perusahaan joint shipment dan peternak mitra Greenfields di Jawa Timur.

CEO Greenfields, Akhil Chandra, menjelaskan bahwa sapi-sapi tersebut akan didistribusikan kepada 120 peternak mitra yang tersebar di Kabupaten Malang, Blitar, Pasuruan, dan Kota Batu, Jawa Timur.

“Kami juga akan menyerap seluruh hasil susu dari peternak mitra dan memberikan dukungan teknis berkelanjutan agar para peternak dapat meningkatkan produktivitas secara optimal,” katanya. (INF)

MEMPERINGATI HARI SUSU NUSANTARA, DPN SAMPAIKAN BEBERAPA USULAN

Hari Susu Nusantara diperingati setiap 1 Juni. (Foto: Istimewa)

Memperingati Hari Susu Nusantara pada 1 Juni 2025, Dewan Persusuan Nasional (DPN) melihat bahwa tujuan peringatan tersebut adalah untuk memacu perkembangan dan pertumbuan persusuan nasional berbasis peternakan sapi perah rakyat tampaknya masih sangat jauh dari yang diharapkan.

Ketua Umum DPN, Teguh Boediyana, dalam keterangan resminya pada peringatan tersebut, menyatakan bahwa ada beberapa indikator yang menyebabkan minimnya perkembangan dan pertumbuhan industri susu lokal.

Pertama, usaha peternakan sapi perah rakyat masih ditopang oleh usaha peternakan yang  tipologi usahanya sebagai sambilan. “Dalam arti, usahanya belum menjadi sebagai sumber pendapatan utama dari peternak,” sebutnya.

Kedua, usaha peternakan sapi perah rakyat sampai saat ini hanya mampu memenuhi kurang dari 20% dari kebutuhan susu nasional.

Ketiga, saat ini industri pengolahan susu dan juga usaha peternakan skala besar makin tumbuh dan berkembang sangat pesat. “Bahkan dapat dikatakan bahwa industri pengolahan susu mendominasi dan menguasai sektor persusuan nasional dan ketergantungan peternakan sapi perah rakyat pada industri pengolahan susu semakin besar,” imbuhnya.

Melihat kenyataan tersebut, pihaknya pun menyampaikan beberapa usulan kepada pemerintah, yakni meneguhkan komitmen untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah rakyat, sehingga dapat menjadi cabang utama dari para peternak dan menjadi basis kehidupan ekonomi mereka.

“Kemudian segera merealisasikan terbitnya Peraturan Presiden tentang persusuan nasional untuk menciptakan keseimbangan antara industri pengolahan susu dengan peternakan sapi perah rakyat yang berazaskan keadilan dan pemerataan kesempatan berusaha,” harapnya.

Adapun usulan lain yaitu meminta Presiden Prabowo Subianto segera merealisasikan janji politiknya untuk pembagian susu gratis bagi anak-anak sekolah yang nantinya dapat menjadi basis usaha peternakan sapi perah rakyat dan mengurangi ketergantungan pemasaran susu segar ke industri pengolahan susu. Program ini dapat menjadi pelengkap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini sudah berjalan.

Serta segera merealisasikan rencana impor 1,5 juta sapi perah untuk penambahan populasi dan peningkatan skala pemilikan sapi perah oleh peternak rakyat yang saat ini hanya memiliki sapi rata rata 2-4 ekor. (INF)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer