-->

PENGEMBANGAN TERNAK PERAH UNTUK PENUHI KEBUTUHAN SUSU

Webinar Risnov Ternak #4. (Foto: Dok. Infovet)

“Konsumsi Susu Meningkat, Pengembangan Ternak Perah Terhambat?”, menjadi tema yang diangkat dalam webinar Risnov Ternak #4, Kamis (27/6/2024), yang merupakan kerja sama antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Majalah Infovet.

“Tema yang diangkat sangat pas sekali dengan fakta di lapangan, dimana tantangan penyakit PMK membuat produksi dan populasi sapi perah menurun, namun permintaan susu kini meningkat sekitar 5 persen pertahun,” ujar Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Dedi Setiadi, yang menjadi pembicara.

Dari data yang ia paparkan, produksi susu pada 2022 (sebelum PMK) mencapai 1.780.000 kg/hari, perlahan menurun menjadi 1.391.000 kg/hari pada 2023, dan 1.219.652 kg/hari pada 2024, berkurang hingga 171.000 kg/hari.

Hal yang sama juga terjadi pada populasi sapi perah, dimana pada 2022 (sebelum PMK) jumlah populasi sebanyak 239.196 ekor, menjadi 226.829 ekor pada 2023, dan turun kembali menjadi 204.741 ekor di 2024, berkurang sebanyak 22.088 ekor.

Selain itu lanjut Dedi, adapun persoalan hijauan pakan ternak (HPT), hingga ketersediaan bibit unggul yang juga masih menjadi tantangan. Dijelaskan dedi dari segi pakan, terjadi kekurangan lahan penanaman HPT, ketersediaan bahan baku yang terbatas, harga bahan baku fluktuatif, sampai persaingan dengan sektor ternak lain.

“Oleh karena itu diperlukan regulasi tentang penggunan lahan Perhutani dan Perkebunan untuk penanaman HPT. Ini sudah sering saya sampaikan. Selain itu, diperlukan bibit rumput unggul dan pengelolaan HPT oleh BUMN bisa menjadi solusi,” paparnya.

Sementara dari segi bibit, terbatasnya ketersediaan bibit sapi perah berkualitas dan masalah pemotongan sapi produktif masih kerap terjadi. “Perbanyak balai pembibitan milik pemerintah dan ketersediaan semen beku bibit unggul. Atau bisa melalui kebijakan impor bibit sapi untuk penambahan populasi sapi perah berkualitas, juga penyelenggaraan kontes ternak agar semakin menggairahkan peternak dalam menghasilkan bibit sapi berkualitas,” ungkap Dedi.

Sebab menurutnya, peluang bisnis peternakan sapi perah masih cukup tinggi. Apalagi kini masyarakat mulai meningkatkan kesadaran minum susu hingga rencana program minum susu gratis dari presiden terpilih.

“Sekitar 16 juta liter susu diperlukan untuk program susu gratis, ini membutuhkan effort yang tinggi dari seluruh stakeholder. Diharapkan ini menjadi perkembangan industri sapi perah yang lebih baik,” tukasnya.

Agar kebutuhan susu secara nasional terpenuhi, BRIN juga menyoroti budi daya pengembangan kambing perah yang dinilai potensial dan lebih murah. “Budi daya kambing perah sangat potensial, karena kemampuannya beradaptasi dengan pakan lokal yang sangat bervariasi,” kata Peneliti dari BRIN, Dwi Yuliastiani. 

Dijelaskan, budi daya kambing tidak hanya mengandalkan HPT, tetapi dengan pakan lokal hasil samping tanaman pangan, buah, umbi, hingga hasil samping perkebunan bisa digunakan. “Harus tetap diperhatikan pemberiannya, karena dengan manajemen pakan yang tepat maka akan didapat produksi dan kualitas susu yang baik,” sebutnya. (RBS)

BRIN BERSAMA INFOVET GELAR WEBINAR RISNOV TERNAK #2

Webinar Risnov Ternak #2. (Foto-foto: Dok. Infovet)

“Peternak Ayam Petelur Mandiri: Harapan dan Tantangan” menjadi tema dalam webinar Risnov Ternak #2 yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Peternakan bersama Majalah Infovet, Kamis (21/3/2024).

Kegiatan tersebut bertujuan untuk berbagi informasi perkembangan riset dan inovasi bidang peternakan (risnov ternak), dengan menghadirkan narasumber di antaranya Hidayaturohman dari Jatinom Grup Blitar sekaligus Pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia. Kemudian Prof Dr Ir Arnold P. Sinurat MS (Pakar Nutrisi Unggas BRIN) dan Dr Ir Tike Sartika (Pemulia Ayam Lokal BRIN). Webinar dipandu oleh moderator Dr Hardi Julendra dari BRIN.

Para narasumber dan MC dari BRIN.

Webinar diikuti oleh 300 orang melalui zoom dan lebih dari 20 orang melalui kanal YouTube Majalah Infovet, terdiri dari kalangan peneliti, akademisi, industri pakan, obat hewan, peternak, pemerintah, serta stakeholder lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Acara diawali dengan sambutan kepala OR Pertanian dan Pangan BRIN, Dr Puji Lestari, dan Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Dr Tri Puji Priyatno.

Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Dr Tri Puji Priyatno.

Pada kesempatan tersebut, Hidayat yang membahas materi “Peternak Ayam Petelur Mandiri: Harapan dan Tantangan Menghadapi Gejolak Perunggasan” mengemukakan apa yang menjadi harapan peternak dalam menjalankan bisnisnya dan meningkatkan produktivitas ternak, salah satunya menyoal pakan seperti harga jagung dan bahan baku lainnya yang diharapkan bisa berimbang.

“Kalau jagung impor memang harganya murah, namun ongkos transportasinya cukup besar. Oleh karena itu, bahan pakan sumber energi lainnya seperti ketela, sorgum, dan sebagainya bisa dimanfaatkan,” katanya.

Pakan memang mempunyai kontribusi biaya tertinggi dalam usaha ayam petelur. Jumlah pakan/bahan pakan yang dibutuhkan terus meningkat menyebabkan harga pakan melambung. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peningkatan efisiensi. Hal itu seperti dikatakan oleh Prof Arnold.

Adapun strategi nutrisi yang ditawarkan olehnya untuk meningkatkan efisiensi (ekonomis dan teknis) di antaranya dengan menggunakan bahan pakan yang tersedia dan lebih ekonomis dengan menerapkan prinsip-prinsip formulasi pakan yang benar, menerapkan teknologi seperti penggunaan imbuhan pakan yang dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam bahan pakan, dapat menggunakan bahan pakan berserat seperti BIS lebih banyak dalam pakan.

Webinar Risnov Ternak #2.

“Kemudian dengan menggunakan salah satu produk hasil teknologi dalam negeri yang sudah dihasilkan adalah enzim BS4,” jelasnya. Enzim pemecah serat tersebut dihasilkan dengan membiakkan Eupenicilium javanicum pada substrat bungkil kelapa. Di isolasi dari biji sawit, dimaksudkan untuk meningkatkan kecernaan gizi produk ikutan industri sawit (solid, BIS).

Selain pakan, dalam meningkatkan jumlah produktivitas telur secara nasional, potensi ternak ayam lokal juga bisa dimanfaatkan. Seperti disampaikan Tike Sartika, ayam lokal dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bisa di branding sebagai telur omega tinggi, warna kuning telurnya juga lebih oranye sehingga termasuk dalam kategori pasar niche market. (INF)

Rekaman webinar dapat dilihat di YouTube Majalah Infovet berikut ini.

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer