Kamis (19/12/2024), Webinar Risnov Ternak kembali diselenggarakan atas kerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Infovet. Pada kesempatan ini, webinar mengupas bagaimana kinerja industri perunggasan 2024 dan strategi inovasinya ke depan.
“Tahun 2024 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi sektor peternakan, khususnya perunggasan. Situasi stagnasi ekonomi di sektor ini ditandai dengan produksi pakan dan pasar obat hewan yang relatif tidak mengalami peningkatan, serta kebijakan pengendalian produksi akibat oversupply masih berlangsung,” ujar Pemimpin Redaksi Majalah Infovet, Ir Bambang Suharno, dalam sambutannya.
Beragam tantangan seperti oversupply, supply-demand yang tidak seimbang, gejolak harga live bird, pakan, dan lain sebagainya masih mendera sub sektor perunggasan, padahal industri tersebut memberikan kontribusi cukup besar terhadap ketahanan pangan di Indonesia.
Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkular BRIN, Prof Dr Nyak Ilham, mengemukakan akar masalah dari oversupply ini karena adanya over estimasi konsumsi yang membuat impor GPS berlebih sehingga menyebabkan banyaknya telur tetas yang diproduksi. Dari sisi pakan, penggunaan bahan pakan impor akibat tidak stabilnya ketersediaan jagung lokal serta belum maksimalnya pemanfaatan sumber bahan pakan alternatif menjadi suatu keniscayaan.
Oleh karena itu lanjut Nyak Ilham, diperlukan beberapa rekomendasi, di antaranya riset bahan pakan lokal dengan harga murah, perhitungan kebutuhan GPS secara transparan, perlunya kebijakan mendukung daya saing melibatkan peternak kemitraan, peralihan kandang dari sistem open ke closed house, hingga meningkatkan peran Wastukan dan Wasbinak.
Pada kesempatan yang sama, Research Analyst Danareksa Sekuritas, Pengamat Perusahaan Publik Peternakan, Victor Stefano, juga membeberkan kondisi di 2024 yang masih terjadi beberapa gejolak dari sisi harga dan kestabilan pakan.
Walau dilanda gejolak, kinerja emiten perunggasan seperti Charoen Pokphand, Japfa, dan Malindo selama sembilan bulan pertama masih berjalan baik karena pemangkasan mandiri yang dilakukan perusahaan untuk menjaga tingkat profit mereka.
“Untuk di 2025 kita prediksi ada cukup ruang, karena diperkirakan oversupply akan turun karena adanya penurunan kuota GPS sebesar 15%. Kemudian adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga diharapkan dapat mengambil kelebihan supply sehingga terjadi keseimbangan,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari SP MSi PhD, yang mengharapkan di tahun depan industri perunggasan bisa meminimalisir risiko dari tantangan yang ada dengan lebih baik.
“Tahun depan kita bisa memaksimalkan mitigasi yang lebih baik dalam menghadapi tantangan, kita optimalkan lagi sekaligus memanfaatkan peluang yang ada, salah satunya dari adanya program MBG, dimana kita harus bekerja sama untuk mendukung keberlanjutan usaha dan meningkatkan perekonomian nasional,” katanya. (RBS)