Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Penyakit Unggas | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BEGINI PREDIKSI PENYAKIT UNGGAS 2023 MENURUT CEVA

Live Streaming Ceva Animal Health Indonesia


Dinamika penyakit unggas di Indonesia sangat menarik untuk dicermati. Pola penyakit yang berulang, membuat berbagai pihak tertarik untuk memprediksinya. Namun begitu, tidak bisa sembarangan dalam memprediksi dinamika penyakit unggas, perlu digunakan pendekatan tertentu dan pengumpulan data yang apik agar dapat memprediksinya. 

Salah satu perusahaan kesehatan hewan yang rutin memprediksi penyakit unggas yakni PT Ceva Animal Health Indonesia. Mereka mencoba memprediksi penyakit unggas pada 2023 yang dipublikasikan melalui bincang - bincang live streaming via instagram @cevaindonesia pada Kamis (7/9).

Acara tersebut dipandu oleh Adhysta Prahaswari selaku Marketing Eksekutif PT Ceva Animal Health Indonesia. Bertindak selaku narasumber yakni Drh Fauzi Iskandar, Veterinary Service Manager PT Ceva Animal Health Indonesia. 

Dalam bincang - bincang selama 60 menit tersebut Fauzi menjabarkan mengenai prediksi penyakit unggas yang sedang trend di tahun 2023. Bukan tanpa dasar, Ceva memprediksi berdasarkan data yang timnya kumpulkan di lapangan dengan menggunakan pendekatan epidemiologi veteriner.

"Kami berkiblat pada Ceva Global, dimana disitu ada program yang namanya GPS (Global Protections Services). Bentuk dari program tersebut yakni awareness, monitoring, dan troubleshooting. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk servis kami kepada para customer Ceva dan sudah kami lakukan sejak 2018," tutur Fauzi.

Dirinya melanjutkan bahwa berdasarkan data yang dikumpulkan dan teruji di laboratorium baik secara patologi anatomis dan serologis setidaknya ada 5 penyakit unggas yang mendominasi di Indonesia setidaknya sejak Januari - Agustus 2023. Kelima penyakit tersebut yakni Infectious Bronchitis, Newcastle Disease (ND), Low Pathogenic AI (LPAI/H9), Infectious Bursal Disease (Gumboro), dan High Pathogenic AI (HPAI/H5). 

Berbagai faktor dapat melatarbelakangi mengapa kasus penyakit tersebut masih sering terjadi di lapangan, diantaranya kesalahan manajemen pemeliharaan, kondisi iklim panas dan elnino yang meyebabkan heat stress yang kemudian berujung imunosupresif, hingga kurang efektifnya program vaksinasi di lapangan. 

Oleh karena itu peternak, praktisi kesehatan hewan, dan semua stakeholder disarankan agar lebih meningkatkan aplikasi biosekuriti, memperbaiki manajemen pemeliharaan, serta menjalankan program vaksinasi dengan produk vaksin berkualitas (CR).

MEWASPADAI PENYAKIT UNGGAS DI TAHUN 2023


Webinar Penyakit Unggas 2023


Keberadaan penyakit atau agen penyebab penyakit pada peternakan ayam merupakan suatu hambatan yang harus dilalui dalam usaha budidaya ayam. Sebisa mungkin penyakit harus dapat dicegah dan diminimalisir kejadiannya agar usaha budidaya dapat berlangsung dengan baik, sehingga performa ayam maksimal. 

Sebuah webinar digelar oleh Poultry Indonesia dengan tema “Prediksi Penyakit Unggas 2023”, pada (18/1) lalu, tujuannya yakni untuk memberikan gambaran kepada publik mengenai penyakit pada unggas. Selain itu hal ini juga sebagai early warning bagi para peternak bahwasanya masalah gangguan kesehatan yang mengganggu kegiatan budi daya masyarakat masih menjadi ancaman nyata, sekaligus memberikan gambaran langkah–langkah yang bisa diambil oleh para peternak untuk meminimalisir kerugian akibat gangguan kesehatan tersebut.
Andi Ricki Rosali, mantan duta ayam dan telur selaku peternak layer dan broiler, memaparkan pengalamannya mengenai kejadian penyakit unggas yang terjadi di lapangan selama tahun 2022. Beberapa penyakit yang seringkali ditemukan pada peternakan broiler miliknya adalah Tetelo (Newcastle Disease), Gumboro (Infectious Bursal Disease), Avian Influenza (AI), dan Coryza (Snot). Sedangkan penyakit yang seringkali ia temukan pada peternakan layernya adalah Infectious Bronchitis, Tetelo, Egg Drop Syndrome, dan Coryza.
“Saya sebagai peternak, yang bisa dilakukan yakni tindakan preventif sebelum penyakit-penyakit tersebut masuk ke farm. Lokasi farm yang berdekatan dengan farm lain serta riwayat adanya penyakit di area tersebut juga membuat ayam rentan. Jadi biasanya, kami lakukan sanitasi, seperti desinfeksi, clearing area, steril area, dan penyediaan baju ganti untuk menjaga performa dan kesehatan ternak itu sendiri. Ditambah dengan mulitivitamin dan ditunjang dengan nutrisi yang cukup,” terangnya.
Andi tidak lupa menekankan mengenai pentingnya memperhatikan area peternakan dan zona biosekuritinya. Dirinya percaya jika dalam menghadapi penyakit dibutuhkan kemampuan manajemen yang baik.
Dalam kesempatan yang sama, drh Fauzi Iskandar, selaku Veterinary Services Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, mengatakan bahwa tantangan peternakan di Indonesia masih didominasi oleh kepadatan antar kandang yang tinggi, kepadatan flok yang tinggi, dan kandang yang menerapkan prinsip multi age pada layer. Berdasarkan data Diseases Surveillance oleh Ceva, penyakit yang akan muncul di tahun 2023 adalah Newcastle Disease, Infectious Bronchitis, Infectious Bursal Diseases, Inclusion Body Hepatitis, dan Avian Influenza. Meski begitu, Fauzi mengatakan bahwa ND masih menjadi musuh utama.
“Tetelo atau Newcastle Disease (ND) masih menjadi fokus kami bersama. Ditemukan pada tahun 1926 di Indonesia, jelas saja Indonesia menjadi negara endemis atau high-risk untuk penyakit Tetelo. Dengan penyebarannya yang luas, sedikit sekali negara yang bebas dari penyakit ini. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi serta menjalankan biosekuriti yang baik dan konsisten di peternakan,” pungkasnya.
Pemateri ketiga yakni Prof I Wayan Teguh Wibawan selaku Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University. Dirinya mengatakan bahwa penyakit pada unggas yang menjadi langganan yakni penyakit saluran pernapasan dan pencernaan. Wayan mengatakan bahwa pemeliharaan ternak unggas ditopang oleh 3 pilar, yakni bibit, pakan, dan manajemen, termasuk manajemen pemeliharaan dan penyakit di dalamnya.
“Dalam manajemen kesehatan, keseimbangan nutrisi atau kualitas pakan sangat menentukan performa ayam, sehingga saya tekankan jangan terlalu berkompromi dengan kualitas pakan. Stres intrinsik, seperti ayam yang tumbuh cepat, dan stres ekstrinsik dari vaksinasi, kepadatan, suhu, kelembaban, amoniak, dll), juga memiliki dampaknya sendiri,” ujarnya.
Dalam manajemen penyakit, peran vaksin tentu sangat penting. Namun, penggunaanya perlu diperhatikan agar pembentukan antibodi optimal. Imunostimulan, berupa vitamin dan lain sebagainya, juga dapat diberikan untuk mengurangi pengaruh stress intrinsik pada ayam modern yang tumbuh sangat cepat.
“Penentu utama khasiat vaksin ditentukan oleh kecocokan epitope-epitope vaksin yang digunakan dengan epitope virus lapangan. Hal ini dapat diketahui melalui uji serologis dan diperkuat dengan uji molecular biology (squenzing) dan uji tantang.  Selain itu, preparasi vaksin dan ketepatan pelaksanaan, seperti handling vaksin, dosis, program vaksinasi, dll, juga menentukan efektivitas vaksin,” jelasnya. (CR)

REVIEW PENYAKIT UNGGAS 2022 DAN PREDIKSINYA DI 2023

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya. (Sumber: thehumaneleague)

Memasuki akhir 2022, merupakan momen yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat untuk merefleksikan apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, serta menyusun rencana ke depan agar lebih baik. Tidak terkecuali para peternak ayam yang sebaiknya juga melakukan evaluasi program pemeliharaan satu tahun ini dan menyusun rencana target pemeliharaan tahun depan yang diharapkan lebih baik.

Dalam membangun bisnis peternakan unggas, diperlukan kerja keras dan meminimalkan kesalahan. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi. Tujuan evaluasi untuk meninjau ulang semua kegiatan yang telah dilakukan dan hasil yang telah dicapai. Dalam menjalankan usaha, evaluasi merupakan proses pengukuran efektivitas strategi yang digunakan sebagai alat menganalisis situasi program berikutnya.

Selama tahun ini, banyak laporan dari para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, bahwa kasus ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), SHS (Swollen Head Syndrome), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis, kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di hampir seluruh wilayah.

Namun sebelum lebih jauh membahas penyakit-penyakit di atas, akan lebih baik jika mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan imunosupresi pada ayam, karena faktor ini sangat erat kaitannya dengan kejadian penyakit pada ayam.

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya yang menyebabkan komplikasi/kompleks. Penyakit primer yang dimaksud adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah tantangan agen penyakit yang tidak dapat diatasi sistem pertahanan tubuh ayam. Sedangkan penyakit sekunder yang dimaksudkan adalah penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam, sehingga memudahkan terjadinya infeksi agen penyakit lain atau imunosupresi.

Imunosupresi merupakan kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen-agen penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh, sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan produksi.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

EVALUASI PENYAKIT UNGGAS, LEUKOSITOZOONOSIS YANG ON-OFF

Insekta, khususnya nyamuk Culicoides sp. merupakan vektor biologis dari parasit leukositozoon. Oleh sebab itu, tanpa memberantas vektornya secara tuntas kasus leukositozoonosis akan terus berulang.

Oleh: Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Fenomena mencegah ledakan kasus infeksius Leukositozoonosis pada peternakan ayam modern ibarat memadamkan nyala api dalam sekam, tidak pernah tuntas. Ledakan kasus sering berulang dan mendadak, tapi secara epidemiologis prevalensinya sporadik. Dalam evaluasi penyakit setiap tahun penyakit malaria ayam selalu hadir, tetapi tidak dalam urutan atas. Tulisan singkat ini mencoba menelaahnya dari kisi-kisi ilmiah yang dilengkapi dengan pengalaman lapang seorang praktisi.

Di alam kasus leukositozoonosis hanya terjadi pada bangsa burung, khususnya pada ordo Anseriformes (unggas air seperti angsa dan itik) dan Galliformes (ayam dan kalkun). Mirip seperti pada kasus berak darah ayam (koksidiosis), agen penyebab termasuk mikroorganisme sel tunggal yang komplit (protozoa) dan mempunyai spesifisitas yang tinggi terhadap induk semang, oleh sebab itu kasus leukositozoonosis umumnya terjadi secara sporadik dan bukan merupakan suatu isu penting bagi kesehatan masyarakat (tidak bersifat zoonosis). Sebagai contoh, Leucocytozoon simondi dan L. anseris menyerang angsa dan itik, sedangkan L. caulleryi dan L. sabrezi menyerang ayam.

Agen penyebab dapat menyerang sel-sel darah, baik sel darah merah (eritrosit) ataupun sel darah putih (leukosit) dan jaringan tubuh lain induk semang, terutama jaringan tubuh yang kaya akan kapiler darah seperti hati, ginjal, paru-paru, limpa, usus dan jaringan otak. Oleh sebab itu, kelainan patologik umumnya sangat mudah dijumpai pada jaringan-jaringan tersebut.

Tabel 1: Taksonomi Agen Penyebab Leukositozoonosis pada Ayam

Filum

Apicomplexa

Kelas

Sporozoa

Ordo

Eucoccidiida

Sub-ordo

Haemospororina

Famili

Plasmodiidae

Sub-famili

Leucocytozoidae

Genus

Leucocytozoon

Spesies

L. caulleryi


L. sabrezi


Siklus hidup agen penyebab tergolong rumit dan terdiri dari tiga fase yang dapat berlangsung selama 3-4 minggu, yaitu:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (toe)

LET'S SPEAK POULTRY INDONESIA SUKSES DIGELAR

Foto Bersama Para Peserta


PT Boehringer Ingelheim Indonesia mengadakan perhelatan akbar bernama Let's Speak Poultry Indonesia di Swissotel Pantai Indah Kapuk pada 6 - 7 Desember 2022 yang lalu. Acara seminar tersebut bertemakan "What You Do At The Hatchery Matters : Establishing A strong Immune Foundation".

Peter O. Martinez selaku Animal Health Director PT Boehringer Animal Health Indonesia mengungkapkan kegembiraannya dalam sambutannya terkait dihelatnya acara tersebut. Ia juga memahami betapa sulitnya industri perunggasan Indonesia kini, terutama dari segi ekonomi dan juga tentu dari sisi teknis yang berupa tantangan penyakit.

"Kami paham betul akan tantangan ini, namun begitu bukan berarti kita harus menyerah dan lengah dalam proteksi penyakit. Kami siap menjadi partner terbaik anda, dan tentu saja kami akan selalu hadir memberikan solusi dengan produk yang bernilai tinggi, dan menghubungkan para praktisi perunggasan agar tetap produktif ditengah berbagai tantangan," kata Peter.

Potret Perunggasan Lokal dan Global

Bicara perunggasan juga pasti terkait dengan ekonomi, sekelumit tren industri perunggasan Indonesia di tahun ini dipresentasikan oleh Drh Meytha Tiaranita Brand Manager Livestock PT Boehringer Ingelheim Indonesia. 

Berdasarkan data yang didapatnya, perunggasan Indonesia di tahun 2022 masih mengalami over supply ayam hidup. Meskipun begitu ini masih bisa menjadi keunggulan bagi Indonesia karena ada kekhawatiran krisi pangan yang akan melanda dunia.

Selain itu menurutnya, perunggasan Indonesia kedepannya harus terus berkolaborasi dan bersinergi antar stakeholder agar tetap berkembang kearah yang positif. 

"Beberapa waktu yang lalu kita sempat mengekspor produk ke Singapura, ini bisa diteruskan asal kita konsisten menjaga kualitas produk, efisien dalam cost, dan terjadi sinergitas yang baik antara seluruh stakholder yang berkecimpung di dalamnya, nah disini kami akan senantiasa membantu dalam aspek memaksimalkan performa di sisi hulu," tutur Meytha.

Hal yang hampir serupa disampaikan oleh Bernadette Borha Head of Poultry ASEAN, South Korea, Australia, and New Zealand. Ia menyampaikan bahwa kenaikan permintaan daging ayam merupakan yang tertinggi dibanding komoditas protein hewani lainnya. 

"Banyak faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, namun yang penting untuk dipehatikan adalah efisiensi dan cost. Karena sebanyak apapun produksinya, jika tidak diimbangi dengan efisiensi dan cost, produk akan kalah bersaing dengan kompetitor lainnya," tukas dia.

Bernadette juga mengatakan bahwa daging dan telur ayam merupakan sumber protein hewani dengan harga paling murah di pasaran. Pertumbuhannya juga sangat cepat ketimbang komoditi lainnya, dimana benua Asia memiliki potensi menjadi produsen terbaik dari komoditas ini. Sehingga ini sangat menjanjikan bagi negara - negara produsen daging dan telur ayam untuk bersaing di pasar global dalam memenuhi kebutuhan protein hewani.

Pentingnya Performa Sistem Kekebalan Ayam

Bukan hanya masalah ekonomi, acara tersebut juga membahas masalah teknis. Bukan kaleng - kaleng, materi teknis salah satunya dibawakan oleh konsultan perunggasan, Tony Unandar. Dalam presentasinya Tony mengingatkan kepada para peserta akan pentingnya peran sistem imun ayam agar memiliki performa yang maksimal.

Ia mengatakan bahwa sejatinya sistem imun ayam didapat dari antibodi maternal yang ditransfer oleh indukan melalui telur. Hal ini tentu berfungsi agar anak ayam terlindungi dari mikroba patogen pada 1 - 2 minggu pertana kehidupannya. Namun begitu, setelah anibodi maternal habis, maka disitulah sistem kekebalan ayam akan diuji dari berbagai macam jenis patogen. 

Tony kemudian menyinggung masalah vaksinasi pada ayam, dimana hal tersebut merupakan upaya manusia dalam membantu menggertak sistem imun ayam agar bekerja lebih maksimal. Dan tentunya waktu pemberian vaksin harus diperhatikan agar tidak terjadi immunity gap sehinga terjadi kegagalan vaksinasi. 

"Vaksin ini adalah upaya memberikan kekebalan pada ayam dari patogen, dan sebaiknya diberikan sedini mungkin. Jadi pemilihan vaksinasi di hatchery dibanding vaksinasi di kandang merupakan salah satu langkah terbaik, apalagi ditakutkan terjadinya immunity gap dimana potensi infeksi sangat besar," tutur dia.

Menurutnya melakukan vaksinasi di hatchery akan lebih memberikan perlindungan lebih baik karena lebih memberikan perlindungan pada ayam. Upaya tersebut sudah terbukti dapat meningkatkan jumlah dan kinerja dari sel dendritik dalam tubuh ayam, sehingga sistem kekebalan tubuh ayam bekerja lebih maksimal dalam menangkal patogen dari luar.

"Tentunya dengan syarat kualitas vaksin yang baik, teknis vaksin yang benar, serta waktu vaksin yang tepat, bila dilakukan dengan benar, maka performa sistem imun tubuh ayam akan lebih baik karena jumlah sel dendritik yang berperan melindungi ayam dari patogen tercukupi sehingga performa sistem kebalnya maksimal," tutur dia.

Mencegah Penyakit Infeksius Pada Ayam

Setelah diajak memahami lebih lanjut mengenai sistem imun ayam, Dr Stephane Lemiere selaku salah satun anggota EBVS (European Board Veterinary Specialization) yang juga peneliti di Boehringer Ingelheim berbicara mengenai penyakit unggas yang menyerang sistem kekebalan. 

Menurutnya penyakit causa virus seperti Infectious Bursal Disease (IBD) dan Marek merupakan momok bagi breeding farm di seluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan imunosupresi yang dapat ditimbulkan dari kedua virus tersebut.

Selain kedua penyakit tersebut Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis juga kerap mampir di peternakan - peternakan ayam Indonesia. Kesemuanya tentunya membutuhkan penanganan khusus, terutama dari sisi pencegahan, karena penyakit viral tidak ada obatnya.

Oleh karenanya teknik vaksinasi serta vaksin yang berkualitas dibutuhkan dalam pencegahan kesemua penyakit tersebut. Dalam presentasinya Dr Stephane pun juga memaparkan bahwa biosekuriti memegang peranan penting dalam mencegah penyebaran penyakit infeksius (CR).



AGAR SENANTIASA AMAN DI TIAP TAHUN

Siap siaga dalam menghadapi penyakit unggas. (Foto: Dok. Infovet)

Menghadapi tahun 2022, seharusnya pelaku budi daya perunggasan lebih aware dengan penyakit apa yang akan datang serta dapat mengantisipasinya. Karena penyakit merupakan salah satu tantangan yang pasti.

Jika bicara prediksi, tentunya tidak akan 100% akurat. Semua tergantung pada yang “di atas”. Namun begitu, tidak ada salahnya memperkirakan dan sedikit “meramal” apa yang akan terjadi di tahun depan, sambil mengambil ancang-ancang agar lebih siap.

Jangan Lengah dengan Penyakit Kambuhan
Konsultan senior perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mengemukakan selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih yang itu-itu saja walau berbeda musim.

“Kalau bisa dibilang kita masih berkutat dengan yang lama dan monoton, serta faktor yang sangat urgent untuk diperbaiki adalah pola pemeliharaan dari peternak kita,” tutur Tony.

Jika tidak ada upaya perbaikan sesegera mungkin, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang, tetapi tingkat keparahannya maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

“Saya beri contoh sederhana, pernah lihat panen di kandang semuanya langsung diangkut? Tidak kan, jangankan di peternakan kecil, yang besar juga ada begitu. Padahal bagusnya kan all in all out. Lalu kira-kira berapa persen peternakan di Indonesia yang biosekuritinya baik? Mayoritas jelek atau baik biosekuritinya? Saya tanya begitu saja kita langsung tersenyum kecut,” katanya kepada Infovet.

Tony berujar bahwa sebaik-baiknya obat baru yang ditemukan dan riset di bidang penyakit hewan, serta secanggih teknologi berkembang, bila tidak dibarengi... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021. (CR)

SWOLLEN HEAD SYNDROME DAN CARA PENGENDALIANNYA

I Wayan Teguh Wibawa

PT Intervet Indonesia/MSD Animal Health dan PT SHS International, didukung oleh Majalah Infovet dan GITA EO, menyelenggarakan webinar Mengenal Penyakit Swollen Head Syndrome dan Cara Mengatasinya, pada Rabu 15 September 2021.

Diikuti 300 peserta dari berbagai kalangan usaha perunggasan, dan stakeholder perunggasan, webinar ini dipandu oleh moderator Drh Aulia Reza Pradipta, Technical Support Poultry Business Unit MSD Animal Health Indonesia.

Sebagai narasumber pertama adalah Prof Dr Drh I Wayan Teguh Wibawan, MS, pakar dari FKH IPB, yang membawakan materi Swollen Head Syndrome dan Cara Pengendalian.

Penyebab penyakit swollen head syndrome adalah avian metapneumovirus. Infeksi oleh virus tersebut akan menyebabkan cairan radang yang bersifat cair. “Tujuan cairan ini adalah untuk mengeluarkan material-material virus yang menginfeksi,” kata I Wayan. “Namun cairan radang ini mengakibatkan ketidaknyamanan bagi ayam dan juga merupakan bahan berbiak bagi bakteri penginfeksi sekunder dan hal ini memperparah gejala penyakit.”

Swollen head syndrome menyebabkan pembengkakan di seluruh area kepala. Yaitu di intramandibular, intrakutan, dan intrasinovial.

Swollen head syndrome

Avian metapneumovirus menyerang sel-sel saluran pernapasan dan saluran reproduksi. Hal ini membawa dampak yang serius terhadap integritas saluran pernapasan dan produktivitas ayam.

Infeksi avian metapenumovirus yang disertai dengan infeksi sekunder juga bisa mengakibatkan gangguan pernapasan, penurunan feed intake, stres, penurunan produktivitas, peningkatan kepekaan terhadap penyakit pernapasan lain, dan kegagalan respon tubuh ayam terhadap vaksin.

Swollen head syndrome dapat dicegah dengan penerapan biosekuriti dan vaksinasi. Vaksinasi diperlukan karena tidak semua penyakit dapat dicegah hanya dengan tindakan biosekuriti, khususnya yang penyebarannya bersifat aerosol (lewat udara). Untuk penyakit seperti ini vaksinasi memegang peran yang utama.

Vaksin menjadi pilihan pertama karena dapat menginduksi antibodi, yang bisa berperan secara lokal di mukosa (port of entry penyakit) maupun berperan sistemik. Vaksin juga dapat menginduksi sel Tc yang membersihkan virus dari sel-sel yang terinfeksi.

Vaksin yang digunakan bisa vaksin aktif atau vaksin inaktif. Vaksin aktif merangsang timbulnya kekebalan lokal di permukaan mukosa, berperan Imunoglobulin A, berespon cepat meskipun masa kerja antibodi tidak lama. Vaksin aktif juga menginduksi kerja cellular mediated immunity, yakni mekanisme clearence virus yang menginfeksi sel.

Sedangkan vaksin inaktif (killed vaccine) menginduksi antibodi sirkulatif, humoral mediated immunity, yang bertugas menahan infeksi ketika virus masih ada di luar sel.

Untuk bakteri infeksi sekunder yang sering menyertai dan memperparah gejala penyakit SHS, dapat ditangani dengan pengobatan antibiotik.

Aulia Reza Pradipta dan Marwan Nasution

Selanjutnya, narasumber kedua Drh Marwan Nasution, Technical Manager Poultry Business Unit MSD Animal Health, mempresentasikan produk vaksin dari MSD Animal Health untuk pencegahan penyakit swollen head syndrome. Yaitu Rhino CV dan RT Inact.(NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer