Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Pakan Ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENJAGA KEAMANAN DAN KUALITAS PAKAN

Ancaman mikotoksin dari bahan baku biji-bijian. (Foto: Istimewa)

Sebagaimana dipahami bersama bahwa pakan memegang peranan penting mendukung pertumbuhan dan produksi ternak. Oleh sebab itu, pakan yang diberikan harus senantiasa dijaga kualitasnya. Hal-hal yang berkaitan dengan manajemen pengadaan, penanganan dan penyimpanan bahan baku serta pakan jadi dan cara pemberian pakannya, memegang peran penting untuk memastikan pakan yang diberikan pada ternak tetap terjaga kualitasnya.

Di lapangan, banyak jenis bahan baku pakan yang dapat digunakan. Bahan baku pakan yang umum digunakan berasal dari tumbuhan dan produk asal hewan, baik dalam bentuk olahan maupun produk sampingannya (by products). Beberapa bahan baku yang bersifat umum digunakan dalam formulasi pakan merupakan sumber dari berbagai komponen nutrein yang dibutuhkan ternak. Dimana antara bahan baku pakan yang satu dengan yang lain saling melengkapi dan digunakan dalam komposisi ideal untuk memperoleh keseimbangan nutrisi yang dibutuhkan ternak.

Penanganan bahan baku pakan yang kurang baik, terutama bahan baku pakan asal biji-bijian seperti jagung, mulai dari panen sampai penyimpanannya, sering ada masalah terkait pencemaran mikotoksin. Pada ternak, kejadian toksikosis yang bersifat akut atau kronis dapat terjadi dari pencemaran pakan oleh toksin yang diproduksi berbagai saprophytic atau phytopathogenic jamur selama masa pertumbuhannya pada biji-bijian, jerami, rumput atau pada beberapa jenis bahan baku pakan lainnya.

Mikotoksikosis sendiri disebabkan oleh zat beracun dari hasil metabolit jamur atau fungi yang umum tumbuh dalam bahan baku atau pakan jadi. Mikotoksin akan sangat cepat dihasilkan jamur atau fungi, bila kelembapan dan temperatur lingkungan serta kadar air bahan baku atau dalam pakan, mendukung tumbuh dan berkembangnya jamur penghasil mikotoksin. Jamur penghasil mikotoksin mudah tumbuh pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C dan dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%, terutama pada bahan baku pakan asal biji-bijian.

Untuk kondisi Indonesia saat ini terutama pada saat musim hujan, masih cukup banyak ditemukan adanya jagung yang tercemar mikotoksin. Hal ini berkaitan dengan kelemahan pada sistem penanganan pasca panen. Bila panen jagung bertepatan dengan musim hujan, dimana umumnya petani hanya mengandalkan sinar matahari untuk mengeringkan jagung, membuat petani kesulitan mengeringkan jagungnya, sehingga jagung menjadi mudah ditumbuhi jamur penghasil mikotoksin.

Permasalahan yang ada di lapangan, peternak kerap… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
JL. DR SAHARJO NO. 264, JAKARTA
Tlp: 021-8300300

MENJAGA KUALITAS PAKAN

Pakan harus bisa memenuhi kebutuhan ayam untuk berproduksi dengan optimal, baik dari segi kualitas dan kuantitas. (Sumber: allaboutfeed.net)

Pakan menjadi komponen usaha peternakan sangat penting. Menduduki biaya tertinggi dalam usaha peternakan, mencapai 75-85%. Pakan yang berkualitas sangat menentukan pencapaian performa ayam yang optimal, baik pertumbuhan daging maupun produksi telur.

Pakan harus bisa memenuhi kebutuhan ayam untuk berproduksi dengan optimal, baik dari segi kualitas dan kuantitas (feed intake). Kontrol kualitas pakan harus dilakukan dengan tepat dan ketat, mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi (penggilingan sampai pencampuran) sampai pengemasan dan distribusi ke lokasi peternakan.

Kontrol Kualitas Pakan dengan Tepat dan Ketat
Pakan yang dibeli maupun yang diformulasikan sendiri (self mixing) harus melalui tahapan kontrol kualitas saat datang di kandang. Perlu adanya personel khusus yang ditugaskan untuk mengecek kualitas pakan maupun bahan baku pakan yang diterima. Kontrol kualitas yang bisa dilakukan antara lain:

• Kontrol kualitas fisik dan sensorik. Mudah dilakukan karena menggunakan panca indera. Penglihatan bisa mengidentifikasi warna, tekstur, bentuk partikel maupun adanya kontaminasi bahan lainnya. Indera pendengaran bisa mendengarkan suara biji-bijian untuk memprediksikan tingkat kekeringannya. Hidung bisa mengecek aroma dari pakan maupun bahan baku. Pengukuran bulk density (berat bahan baku atau pakan per satuan volume) juga bisa dilakukan sebagai kontrol kualitas fisik.

Agar kontrol kualitas fisik dan sensorik ini optimal, maka perlu adanya sampel pertinggal dari masing-masing bahan baku atau pakan yang digunakan sebelumnya. Tujuannya agar bisa menjadi pembanding atau standar untuk pengecekan bahan baku atau pakan yang akan diterima. Sampel pertinggal ini bisa disimpan dalam wadah plastik maupun kaca sehingga mampu menjaga kualitasnya.

• Kontrol kualitas... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

CERMAT MENENTUKAN BENTUK DAN UKURAN PAKAN AGAR PERFORMA AYAM MENINGKAT

Pengoptimalan pakan yang diberikan untuk ayam merupakan kewajiban untuk meningkatkan efisiensi dan performa ternak. (Foto: Dok. Infovet)

Bentuk dan ukuran pakan memang bukan segalanya. Namun, ukuran partikel pada pakan ayam merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan efisiensi pakan dan performa ternak.

Secara alami semua makhluk hidup, baik hewan maupun tanaman pasti membutuhkan nutrisi demi bertahan hidup dan berkembang. Dengan begitu, setiap makhluk yang hidup tentu akan mencari makanan dalam bentuk apapun untuk diambil nutrisinya.

Jenis serta bentuk makanan yang diambil berbeda-beda, mengikuti jenis pencernaan makhluk tersebut. Sebagai contoh, meskipun keduanya sama-sama omnivora, pencernaan manusia tidak dapat mencerna biji-bijian seperti halnya sistem pencernaan ayam. Begitu pula sebaliknya, ayam tidak dapat mencerna beberapa zat yang dapat dicerna manusia.

Selain memperhatikan jenis serta kandungan nutrisi dalam pakan, bentuk maupun ukuran partikel pakan juga merupakan salah satu variabel yang berpengaruh dalam perkembangan ayam, khususnya daya cerna pakan pada ayam. Beberapa contoh bentuk pakan ayam yang umum digunakan adalah mash (tepung), crumble (remahan) dan pellet (butiran). Agar pakan yang diberikan dapat menghasilkan performa yang efektif pada ayam, penting untuk memahami pengaruh bentuk dan ukuran pakan terhadap pencernaan ayam.

Memahami Sistem Pencernaan Ayam
Secara garis besar, sistem gastrointestinal atau pencernaan pada ayam terdiri dari beberapa organ dan bagian tubuh. Secara berurutan sistem pencernaan ayam terdiri dari paruh, esofagus, tembolok (crop), proventrikulus, ampela (gizzard), usus halus (duodenum), usus besar (colon) dan berakhir di kloaka. Dari kloaka, sisa makanan yang sudah tercerna dikeluarkan ke lingkungan.

Dalam proses makan, ayam akan mengambil makanan menggunakan paruhnya terlebih dahulu. Seperti pada umumnya unggas, ayam tidak memiliki mulut dan gigi seperti yang terdapat pada mamalia. Meskipun demikian, pada “mulut” ayam terdapat kelenjar yang memproduksi air liur serta enzim pencernaan, seperti amilase, yang memudahkan makanan masuk dan memulai proses awal pencernaan makanan. Setelah itu, makanan ditelan dan melewati esofagus, kemudian disalurkan menuju crop atau tembolok.

Dalam tembolok, makanan disimpan sebelum disalurkan melalui proventrikulus menuju ampela atau gizzard. Tembolok sendiri merupakan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (MFR/RA)

TERBUKTI, KOLABORASI “MAKHLUK HALUS” DAN “CAIRAN SAKTI” BISA TINGKATKAN EFISIENSI

Pemberian probiotik pada ayam meningkatkan nafsu makannya. (Foto: Istimewa)

Makanan merupakan persoalan hidup dan mati bagi semua makhluk hidup. Tidak cukup hanya “tersedia”, kualitas nutrisi yang terkandung dalam makanan pun menjadi unsur penting kedua yang menentukan keberlangsungan hidup.

Dengan mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi, makhluk hidup dapat berkembang lebih pesat dan sehat dibanding banyak makan tetapi nutrisi yang dapat diserap tubuh hanya sedikit. Logika yang sama juga berlaku untuk hewan ternak, dalam hal ini ayam dan bebek.

Pemberian suplemen pada ransum atau pakan bukan hal baru, bahkan menjadi kewajiban untuk memastikan agar unggas dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya agar tumbuh secara optimal. Selain melengkapi mikronutrisi yang dibutuhkan tubuh unggas, suplemen prebiotik dan probiotik juga dapat memberikan manfaat dengan meningkatkan kesehatan pencernaan. Dengan begitu, penyerapan nutrisi berjalan optimal dan bau kotoran dapat ditekan.

Kebutuhan Nutrisi Bebek dan Ayam Pedaging
Sebelum memutuskan menambah suplemen, peternak perlu mengetahui kadar nutrisi yang terdapat dalam pakan. Nilai atau kadar nutrisi yang paling umum dijadikan patokan dalam menentukan terpenuhinya kebutuhan nutrisi ternak adalah energi termetabolis (EM) dan protein kasar (CP). Kedua nutrisi tersebut dihitung berdasarkan jumlah dan dibandingkan terhadap jumlah pakan secara keseluruhan. Energi metabolisme pada pakan berfungsi memberi tenaga bagi tubuh unggas agar metabolisme tubuh berjalan lancar. Adapun protein berfungsi vital untuk perkembangan jaringan, organ dan daging unggas.

Dalam dunia peternakan unggas jenis pedaging, istilah grower maupun finisher tak asing didengar. Secara umum, fase grower adalah masa ketika unggas masih berusia harian hingga mencapai usia dimana organ dalamnya sudah berkembang dengan lebih sempurna. Untuk fase finisher merupakan masa terakhir pemeliharaan sebelum panen.

Sementara bagi bebek pedaging, masa starter dimulai saat bebek berusia harian atau dalam istilah lainnya yaitu DOD (day old ducks) hingga berusia sekitar 2-3 minggu. Fase ini paling krusial dalam pertumbuhan organ dalam bebek. Keterlambatan berkembang dalam fase grower akan berdampak besar pada pertumbuhan selanjutnya. Setelah melalui fase grower, bebek memasuki fase finisher, dimana organ dalam tubuh sudah lebih sempurna. Dalam fase ini perlakuan bebek lebih difokuskan pada penggemukan hingga waktu panen.

Kebutuhan nutrisi yang berbeda pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (MFR/RA)

PERUBAHAN KEBUTUHAN GIZI MENGIKUTI PERKEMBANGAN BROILER MODERN

Genetik broiler selalu berubah setiap tahunnya. (Sumber: zootecnicainternational.com)

Genetik broiler selalu berubah setiap tahunnya karena perusahaan pembibitan secara terus-menerus mengembangkan broiler agar makin baik dan efisien sesuai permintaan konsumen. Broiler modern saat ini sudah sangat berbeda dengan broiler pada 50 tahun lalu, oleh karena itu kebutuhan gizinya juga berubah mengikuti perkembangan genetika. Jadi teori nutrisi dan manajemen pemeliharaan 25 tahun lalu, termasuk rekomendasi gizi dari buku NRC (1994) sudah tidak dapat diterapkan lagi.

Perubahan Genetika Ayam
Broiler modern menjadi semakin efisien dalam mengonversi zat gizi dalam ransum menjadi daging ayam, hal ini ditunjukan dengan nilai konversi pakan (kilogram pakan menjadi kg tubuh ayam) yang semakin kecil. Kalau pada 1975 konversi pakan untuk mencapai 2 kg ayam masih 2.3, maka saat ini konversi pakan hanyalah 1.3-1.4 saja. Beberapa ahli memperkirakan bahwa suatu saat di masa mendatang, konversi pakan broiler dapat mencapai hanya 1.0.

Dari sisi berat badan, broiler saat ini tumbuh sangat cepat. Data di 2022, menunjukan bahwa berat broiler 2 kg dapat dicapat dalam umur 30 hari saja, sedangkan berat 1,2 kg hanya dicapai dalam waktu 22 hari. Dengan makin cepatnya pertumbuhan broiler, maka pemeliharaannya dalam satu tahun dapat mencapai 7-8 siklus. Perkembangan pertumbuhan broiler tidak hanya dari segi berat badan, tetapi juga dari segi komposisi karkas, dengan makin meningkatnya konsumsi daging dada terutama di negara maju, maka persentasi daging dada juga makin meningkat.

Pentingnya Periode Awal
Pertumbuhan broiler yang makin cepat akan membutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2023.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

SENYAWA BERACUN (TOXICANT) DALAM PAKAN

Senyawa aflatoksin dalam jagung tidak dihasilkan oleh tanaman jagung itu sendiri, tetapi akibat jagung ditumbuhi jamur atau kapang. (Foto: Dok. Infovet)

Sumber bahan pakan ternak umumnya diperoleh dari hasil pertanian, peternakan maupun perikanan. Bahan-bahan tersebut dihasilkan langsung dari hasil panen maupun hasil pengolahan berupa hasil samping atau limbah pertanian maupun industri pengolahannya. Karena banyak dari hasil tanaman, maka dalam bahan pakan dapat ditemukan berbagai senyawa beracun yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai toxicant.

Dalam hal ini perlu dibedakan antara toxicant dan poison, senyawa poison umumnya racun yang dapat mematikan hewan dalam jumlah kecil, tetapi toxicant merupakan senyawa yang ketika diberikan kepada ternak dapat memengaruhi pertumbuhan atau kesehatan hewan tetapi tidak sampai mematikan, kecuali over dosis. Toxicant juga dapat dikenal dengan istilah faktor antinutrisi yang menghambat kecernaan bahan pakan atau penyerapan zat-zat gizi dalam saluran pencernaan atau memberikan pengaruh negatif terhadap metabolisme tubuh.

Dalam tulisan ini dan berikutnya akan difokuskan membahas senyawa toxicant yang umum terdapat dalam bahan pakan. Informasi lebih menyeluruh dapat dibaca dalam buku yang ditulis oleh Peter R. Cheeke dari Universitas Oregon, AS atau buku sejenis lainnya.


Sumber Senyawa Beracun
Sumber beracun (toxicant) dalam bahan pakan dapat berupa senyawa alami yang dikandung dalam tanaman atau hewan, tetapi juga dapat dihasilkan sebagai pencemaran ketika bahan pakan diproduksi atau diolah. Sebagai contoh toxicant yang umum terdapat dalam kacang kedelai adalah anti-tripsin (trypsin inhibitor), senyawa aflatoksin dalam jagung tidak dihasilkan oleh tanaman jagung itu sendiri, tetapi akibat jagung ditumbuhi jamur atau kapang yang dalam pertumbuhannya menghasilkan metabolit aflatoksin.

Senyawa logam berat sering masuk ke dalam tanaman atau ikan maupun hewan, karena ditumbuhkan atau dipelihara dalam kondisi lahan/air yang mengandung logam berat di dalamnya. Sebagai contoh… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

FUNGSI LAIN MINERAL SEBAGAI ANTIMIKROBA

Pemberian mineral pada ternak yang baru lahir atau masih muda banyak memberikan manfaat. (Foto: Dok. Infovet)

Antimikroba umumnya diperoleh dari jenis antibiotik baik yang digunakan untuk pengobatan (terapeutik) maupun dalam bentuk AGP (Antibiotic Growth Promoter) yang ditambahkan dalam pakan. Dengan dilarangnya pemakaian AGP, maka banyak alternatif yang diusulkan sebagai imbuhan pakan. Berbagai bahan dalam bentuk mikroba (probiotik), maupun ekstrak tanaman (fitogenik), bahkan enzim diklaim sebagai bahan alternatif.

Disamping itu, beberapa mineral juga diperkenalkan sebagai bahan yang mempunyai sifat antibakteri, meskipun pada mulanya mineral dibutuhkan untuk tubuh ternak karena fungsinya dalam metabolisme, pertumbuhan atau fungsi organ. Dalam dekade terakhir, beberapa jenis mineral yang diperoleh dari alam maupun dari hasil sintesis, banyak dikembangkan sebagai antibakteri yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti AGP.

Bentuk dan Jenis Mineral
Berbagai bentuk dan jenis mineral dijual di pasaran dan digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak tetapi juga digunakan sebagai fungsi lainnya.

Oksida dan Garam
Penggunaan mineral sebagai antimikroba sudah banyak diketahui cukup lama, misalnya pemakaian Cu (Cuprum/Copper/tembaga) dalam mencegah perkembangan mikroba. Beberapa pabrik pakan sudah lama menambahkan tembaga sulfat (CuSO4) ke dalam pakan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan Cu sebagai sumber gizi. CuSO4.5H2O ditambahkan dalam jumlah 500 g/ton makanan atau 200 ppm Cu dalam pakan yang melebihi kebutuhan Cu untuk ayam sebesar 5-8 ppm.

Disamping Cu pada ayam, pemberian ZnO pada babi juga sudah lama dilakukan untuk mencegah babi menceret karena kontaminasi bakteri yang berpengaruh terhadap saluran pencernaan. Pemberian ZnO dalam pakan babi lepas sapih dapat mencapai 2.000-3.000 ppm untuk mencegah timbulnya anteritis akibat bakteri dan mempercepat pertumbuhan. Tetapi,  pada 2022, Uni Eropa mengeluarkan peraturan baru untuk melarang pemakaian ZnO dalam pakan babi karena pencemaran lingkungan dari kotoran babi yang banyak mengandung Zn.

Dengan perkembangan teknologi, bentuk pemberian Cu atau Zn tidak hanya dalam bentuk garam atau oksidanya, tetapi juga dimodifikasi untuk di”masuk”kan ke dalam monmorilonit atau salah satu bentuk zeolit untuk meningkatkan aktivitasnya. Penambahan mineral tersebut tidak hanya masing-masing, tetapi juga dikombinasikan keduanya ke dalam zeolit. Hasil pengujian secara in-vitro menunjukkan bahwa mineral dalam zeolit mampu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM PADA PAKAN

Usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak. (Foto: Istimewa)

Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi ternak, baik itu daging, susu maupun telur. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan oleh ternak sehingga dapat menekan biaya produksi, apalagi di saat harga bahan baku pakan makin meningkat.

Usaha meningkatkan efisiensi penggunaan pakan biasanya dilakukan dengan formulasi pakan yang optimal dan seimbang sesuai kebutuhan gizi ternak, tetapi juga dilakukan dengan proses produksi dan sistem pemberian pakan yang benar dan efisien.

Dalam kurun waktu beberapa dekade, usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak, sehingga zat gizi dalam bahan pakan lebih banyak lagi dimanfaatkan ternak dan pada akhirnya mampu mengurangi biaya produksi ternak.

Berkembangnya teknologi untuk menghasilkan enzim secara ekonomis membuka kemungkinan penggunaan berbagai enzim yang dapat dimasukkan ke dalam ransum.

Sejarah
Penggunaan enzim untuk pakan sudah 100 tahun berjalan ketika pertama kali enzim pakan dilaporkan dengan nama Protozyme pada tahun 1920. Akan tetapi penggunaan enzim belum berkembang secara komersial sampai penemuan enzim untuk meningkatkan nilai gizi barley pada 1950-1960. Pada waktu itu dilaporkan bahwa pemberian barley pada ayam menimbulkan hambatan pertumbuhan, hal itu dapat ditanggulangi dengan proses pemeletan atau diberikan enzim glukanase yang memecah beta glukan yang terdapat dalam barley.

Penemuan dan pengembangan enzim fitase diawali dengan penelitian fitat dalam serealia yang menunjukkan bahwa fosfor dalam serealia tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal akibat tidak adanya enzim yang mampu melepaskan fosfor dari fitat. Pada 1970-an berkembanglah enzim fitase yang dapat digunakan untuk pakan monogastrik, meskipun masih dalam skala kecil.

Pengembangan enzim lebih lanjut terjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer