-->

Waspada Parasit, Sebelum Kerugian Membelit

Infestasi kutu pada ayam.
((Kata parasit seringkali didengar dalam kehidupan sehari-hari, tentunya dengan konotasi yang selalu negatif. Pada kenyataannya memang begitu, organisme parasit memang selalu merugikan inang yang ditumpanginya, baik pada manusia maupun hewan.))

Dalam kamus biologi, paarasit merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut makhluk hidup yang hidupnya tergantung pada makhluk hidup lain. Kata parasit berasal dari bahasa Yunani ‘Parasitos’ yang artinya di samping makanan (para = di samping/di sisi, dan sitos = makanan).

Parasit hidup dengan menempel dan menghisap nutrisi dari makhluk hidup yang ditempelinya. Makhluk hidup yang ditempeli oleh parasit disebut dengan istilah inang. Secara umum, keberadaan parasit pada suatu inang akan merugikan dan menurunkan produktivitas inang. Karena selain menumpang tempat tinggal, parasit juga mendapatkan nutrisi dan sari makanan dari tubuh inang. Hal seperti ini akan menyebabkan tubuh inang mengalami mal nutrisi yang akan mempengaruhi metabolisme tubuhnya.

Dalam ilmu kesehatan hewan, parasit identik dengan organisme penyebab penyakit pada hewan. Sebagian penyakit yang menyerang hewan disebabkan oleh parasit yang hidup dan berkembang biak dalam tubuhnya. Dalam istilah “perparasitan” digunakan dua istilah, yakni infeksi dan infestasi. Perbedaannya, istilah infeksi adalah ketika sejumlah kecil dari suatu parasit dapat menimbulkan respon seluler atau imunologi tubuh maupun kerusakan pada inang, dan istilah infestasi mulai digunakan ketika sejumlah kecil parasit tidak dapat menimbulkan kerusakan pada inang, atau dengan kata lain sejumlah besar parasit yang dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh inang.

Kutu ayam Menopon gallinae.
Serangan Luar-Dalam
Digolongkan dari tempat hidupnya, ada dua jenis parasit yakni parasit yang hidup di luar tubuh inang (ektoparasit) dan parasit yang hidup di dalam dalam tubuh inangnya (endoparasit). Keduanya tentunya sama-sama merugikan apabila menyerang inangnya, dalam hal ini hewan ternak.

Berbicara mengenai ektoparasit, Prof Upik Kesumawati dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB angkat bicara. Menurutnya, beberapa jenis arthtropoda merupakan ektopasarit yang penting dan berperan atas kerugian berupa penurunan produktivitas pada ayam. “Kita ambil contoh misalnya kutu ayam dari spesies Menopon gallinae yang biasa menjadi ektoparasit pada ayam, mulanya satu atau dua, namun lama kelamaan si kutu akan berkembangbiak dan menghisap darah dalam jumlah besar pada si ayam tadi,” ujar Upik.

Ia menjelaskan, dengan keberadaan dan aktivitas kutu di tubuh inangnya, membuat inang akan menjadi tidak nyaman. Gigitan dari kutu menyebabkan rasa gatal yang amat sangat. Selain itu, kutu juga mengisap darah dari si inangnya. “Selain stres akibat tidak nyaman, nutrisi dari inang juga otomatis terhisap, hal ini tentunya menjadikan produktivitas menurun dan imunitas juga turun akibat stres,” jelasnya.

Ektoprasit lain yang kerap ditemukan juga pada ayam misalnya tungau dari spesies Megninia sp. dan Knemidokoptes sp. Kedua ektoparasit tersebut memang tidak menghisap darah seperti halnya kutu, namun tungau memakan sel-sel kulit pada ayam dan dapat menggali terowongan di bawah kulit si ayam. Aktivitas menggali terowongan tersebut menyebabkan rasa gatal dan nyeri pada ayam, serta mengakibatkan kerusakan kulit yang biasa disebut kaki berkapur (scaly leg). “Dampaknya akan sama seperti infestasi kutu tadi, ayam akan stres sehingga imunitasnya turun, mudah terserang penyakit infeksius lainnya,” ucap dia... (CR)


Selengkapnya baca Majalah infovet edisi Juli 2018.

Pasca Bebas AGP Tetapi Belum Bebas Kutu Frangky

Dampak kerugian kehadiran kutu franky. (Sumber: Tony Unandar)
Permasalahan  kutu kandang (frangky) sebagai hama penggangu peternakan ayam faktanya dijumpai disemua kalangan peternak. Baik pada budidaya dengan kandang open house ataupun closed house, bahkan pada area budidaya di pegunungan maupun daerah pantai. Samar-samar kerugian usaha pun tergerogoti hama pengganggu itu. Bebas AGP dan biosekuriti ketat belum membebaskan kandang dari hama kutu frangky.

Budidaya ayam tanpa AGP (Antibiotic Growth Promoter) telah efektif berlaku sejak 1 Januari 2018, implementasi nyata dari regulasi pemerintah seputar pelarangan penggunaan AGP yang di campur dalam pakan, secara formal sudah termaktub secara lengkap dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Kriteria obat hewan yang dilarang tercantum dalam pasal 15 ayat 1. Kebijakan tersebut sesuai dengan amanat UU No. 18/2009 juncto UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Seiring dengan adanya regulasi tersebut, maka semua peternak berbenah diri. Tidak hanya sekedar mencari alternatif pengganti AGP seperti probiotik, prebiotik, acidifier, penggunaan tambahan enzim, penggunaan berbagai macam penggunaan sediaan herbal/produk fitogenik (essensial oil) dicampur dengan beberapa asam organik, bahkan pelaksanaan tingkat biosekuriti di farm pun harus semakin ekstra ketat (bahkan sejak awal kosong kandang sampai pencucian kandang, hingga masa budidaya ayam berakhir).

Tidak hanya itu, bagi peternak yang sudah bisa menutup kerugian usahanya dengan harga daging ayam berada di atas HPP (Harga Pokok Produksi) dan mempunyai tabungan lebih, tidak jarang mereka berbondong-bondong memodifikasi kandangnya.

Bagi kalangan peternak yang memiliki kandang terbuka yang terbatas keuntungan usahanya, mereka malakukan berbagai macam upaya untuk memodifikasi kandangnya, yakni dari penggunaan tambahan kipas, plafonisasi atap, penggunaan waring untuk meminimalisir kepadatan semu, serta dampak buruk adanya cekaman cuaca ekstrim panas, bahkan penggunaan misting (partikel air kabut yang dihasilkan oleh spuyer lembut dengan pompa bertekanan). Di sisi lain para peternak yang mempunyai anggaran yang cukup, tidak tanggung-tanggung langsung menyulap kandangnya dari open house menjadi semi closed house (tunel), bahkan langsung ke full closed house dengan evaporative cooling system.

Hama Pengganggu 
Namun di sisi lain, ada aspek pencetus penyakit terselubung yang banyak dilupakan oleh para peternak. Apakah itu? Permasalahan  kutu kandang (frangky) sebagai hama penggangu peternakan ayam.

Di peternakan ayam, hama pengganggu berasal dari kelompok Arthropoda. Hama ini sering disebut dengan istilah ektoparasit. Secara umum berdasarkan sifatnya, ada dua jenis ektoparasit:

1. Obligat, adalah hama yang selalu berada bersama inangnya. Menghabiskan seluruh siklus hidup pada bulu dan rambut inangnya. Contohnya kutu penghisap (Anoplura).
2. Fakultatif, adalah hama yang sebagian besar hidupnya berada di luar inangnya. Ektoparasit yang bersifat fakultatif akan datang dan mengganggu inangnya pada saat makan atau menghisap darah ketika diperlukan. Contohnya kutu busuk, kutu frangky. 

Kutu kandang frangky (dark beetle) termasuk dalam kelas insekta (serangga), yang masih tergolong kumbang, namun masyarakat mengenalnya sebagai kutu frangky. Karakter hidupnya berkelompok dalam jumlah yang banyak terutama di tempat-tempat yang lembab dalam area kandang ayam. Tempat hidup favoritnya ada di litter/manur (di sekam yang terdapat pakan ayam dan kotoran ayam), gudang pakan dan sering bersembunyi pada lantai kandang yang berlubang ataupun tiang kandang yang keropos...


Drh Eko Prasetio
Private Commercial Broiler Farm Consultant


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi juli 2018.

Upaya Pemerintah Turunkan Harga Telur

Mentan Amran saat meninjau OP telur ayam di Toko Tani Indonesia. (Foto: Ridwan)
Kementerian Pertanian menggelar operasi pasar (OP) telur ayam di 50 titik, yang digelar di 43 pasar di kawasan Jabodetabek. Telur dijual dengan harga Rp 19.500 per kg.

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, yang melepas langsung 100 ton telur ayam di Toko Tani Indonesia menyatakan, operasi pasar ini merupakan salah satu cara menstabilkan harga telur ayam di tingkat konsumen yang melonjak mencapai Rp 30.000 per kg.

“Satu minggu terakhir ada kenaikan. Tapi belum seminggu harga sudah turun. Memang disvaritasnya 60 persen. Kita ingin buat pedagang untung, peternak dan kosumen bisa nyaman, semua sejahtera,” ujar Amran, Kamis (19/7).

Ia menyebut, OP akan terus dilakukan sampai harga telur stabil di tingkat konsumen. “Kita guyur terus-menerus ke pasar, jika sudah stabil dan aman kita rem agar tidak mengganggu peternak kecil,” ucapnya.

Ia pun menghimbau peternak bisa meningkatkan produksi untuk mengantisipasi melonjaknya harga. “Kalau demand meningkat, supply-nya kita tambah. Intinya kita harus menambah produksi,” imbuhnya.

Kegiatan yang melibatkan peternak ini juga digelar di beberapa kota besar di Indonesia. Menurut Atung salah satu peternak petelur Pinsar Indonesia yang ikut berpartisipasi menyebut, saat itu penurunan harga telur sudah terjadi di beberapa daerah.

“Di wilayah timur dan tengah harga sudah 19 ribu per kg, di Jakarta sudah 21 ribu lebih lah per kg. Perlahan mulai turun. Kalau dieceran harga 25-26 ribu per kg masih normal lah, karena mereka belinya pas harga lagi tinggi. 2-4 hari ke depan akan turun,” kata Atung saat ditemui Infovet.

Ia menilai, penyebab terjadinya kenaikan harga telur karena faktor libur panjang pasca lebaran dan banyaknya hajatan. “Demand-nya jadi meningkat, walau dikit-dikit jadi banyak juga semua,” tukasnya. 

Diwaktu yang sama, pantauan Infovet mengenai info harga telur melalui website Pinsar Indonesia. (RBS)


Wilayah Jabotabek dan Banten
Harga (Rp per kg)
Kamis, 19 Juli 2018
Minggu, 22 Juli 2018
Serang
22.000-22.500
22.500-22.700
Tangerang
23.000
23.000
Jakarta
22.500-23.000
22.500-23.000
Bogor
23.000
23.000
Cianjur
23.000
23.000
Sukabumi
23.000
23.000
Bekasi
23.000-24.000
23.000
Bandung
22.300
22.800
Tasikmalya
23.000
23.000
Cirebon
21.500
21.500
Kuningan
21.500
21.500

Sumber: Info harga telur Pinsar Indonesia, 2018.

Menaik dan Menukik, Sama Salahnya



Daging ayam ras dan telur ayam ras termasuk volatile food. Di pasar, harga bahan pangan ini fluktuatif. Dalam waktu singkat, bisa menaik dan menukik. Dinamika naik-turunnya bukan dalam hitungan minggu, bisa harian, bahkan hitungan jam. Pagi harganya masih baik, sorenya bisa saja tertukik.

Begitu pula sebaliknya. Pada momen-momen tertentu, menjelang Lebaran misalnya. Harga yang tadinya rendah atau wajar-wajar saja, bisa melonjak naik. Kenaikan harga yang fantastis itu membuat napas konsumen seolah-olah tercekik. Dan menjadikan banyak pihak terjangkiti penyakit panik.

Dalam konferensi pers di kantornya, Senin (4/6), Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), mengingatkan pemerintah agar mewaspadai kenaikan harga daging ayam dan telur ayam menjelang Idul Fitri tahun ini. Menurut pantauan BPS, komoditas yang harganya naik signifikan sehingga memberikan kontribusi inflasi tinggi adalah daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar dan bawang merah.

Merujuk pada data inflasi Mei 2018 sebesar 0,21%, kenaikan harga daging ayam memberikan andil 0,07% terhadap besaran inflasi bulan tersebut. Sedangkan naiknya harga telur ayam berkontribusi 0,06%. Andil kenaikan harga ikan segar dan bawang merah pada inflasi Mei itu masing-masing 0,03% dan 0,02%.

Pergerakan harga daging ayam ras dan telur ayam ras di pasar, memang perlu diantisipasi. Seperti halnya Lebaran tahun-tahun sebelumnya, demand terhadap kedua komoditas tersebut biasanya akan terus meningkat hingga Idul Fitri tiba. Ujung-ujungnya, jumlah duit yang di keluarkan untuk membeli kedua komoditas kaya zat gizi ini bertambah banyak. Akibat dari harga yang melonjak naik.

Kepanikan Musiman

Kenaikan harga bahan pangan pokok dan penting menjelang Idul Fitri, biasanya memang menimbulkan nuansa panik. Kepanikan musiman. Padahal, pola dan trend-nya selalu berulang dan sama. Namun, respon terhadap kejadian itu yang beraneka ragamnya. Bahkan, tak jarang timbul silang pendapat.

Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), salah satu penyebab naiknya harga beberapa komoditas pangan itu adalah lambannya pemerintah dalam merespon peningkatan permintaan pasar. Komisioner KPPU, Kodrat Wibowo, menyatakan, kenaikan beberapa komoditas pangan bukan karena praktik persaingan tidak sehat, tapi kekurangan suplai.

Kenaikan harga tersebut lebih disebabkan lambannya respon pemerintah dan suplai dari produsen dalam menanggapi kenaikan permintaan konsumen menghadapi Ramadan dan Lebaran, ungkap Komisioner KPPU itu di kantornya yang berlokasi di jalan Ir. Juanda, Jakarta.

Saat dilakukan penelusuran lapangan, beberapa penjual daging ayam ras di pasar-pasar sejumlah kota besar menyampaikan keluhan. Pasokan daging ayam ras tidak optimal, pasokannya menurun. Tentu saja, berimbas pada meningkatnya harga.

Ketika dikejar dengan pertanyaan kenapa demikian. Para penjual daging ayam ras itu menjawab, tidak tahu persis mengapa pasokan daging ayam ras berkurang. Pengepul yang memasok komoditas daging ayam ras juga tidak memberikan penjelasan.

Operasi Pasar

Menyikapi dan menyiasati naiknya harga daging ayam ras, Kementerian Perdagangan akan menggelontorkan daging ayam ras beku. Caranya dengan melakukan Operasi Pasar (OP) di daerah-daerah. Keputusan itu disampaikan oleh Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita. Mendag RI menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Kesiapan dan Pengamanan Hari Raya di Mabes Polri, Selasa (5/6).

Menindaklanjuti keputusan tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, melakukan OP daging ayam ras. Pelaksanaannya selama seminggu (5-12 Juni) di Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan Bangkalan. Selain itu, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur juga mengadakan pasar murah produk peternakan 5-6 Juni di Surabaya.

OP merupakan katub pengaman instan guna menetralisir peningkatan harga daging ayam ras di pasar. Untuk jangka menengah dan panjang, harus dilakukan perbaikan pola distribusi (pemerataan dan peningkatan konsumsi). Juga wajib dilaksanakan pembenahan manajemen stok (kuantitas dan kualitas produksi). Ketiga program tersebut harus dirancang secara sistematis, terpadu dan berkelanjutan.

Namun sayangnya, berdasarkan pengamatan dan pengalaman, program yang selalu dilaksanakan adalah OP. Menjelang Ramadan dan Lebaran (juga hari-hari besar Keagamaan lainnya). Dari tahun ke tahun yang dilakukan OP, OP dan OP lagi. Padahal pelaksanaan OP ibaratnya tindakan pemadam kebakaran.
Memang terlihat ada efek serta hasilnya, dan itu tercatat sebagai suatu prestasi dalam rangka menstabilkan harga bahan pangan pokok dan penting. Namun, sadarkah bahwa hal itu merupakan prestasi sesaat. Prestasi yang bukan sebagai solusi guna mengatasi akar permasalahannya.

Sudah saatnya bagi segenap pemangku kepentingan (khususnya bidang perunggasan) untuk merapatkan barisan dan bersatu-padu. Mari duduk bersama guna menyusun konsep dan strategi program penstabilan harga produk perunggasan. Tentu saja konsep/program yang komprehensif dan berjangka panjang, bukan yang sesaat dan singkat.

Bila tidak memiliki konsep/program penstabilan harga yang komprehensif dan berjangka panjang, maka tahun depan dan ke depannya kita akan terkejut dan terheran-heran kembali. Kepanikan, kehebohan dan kegaduhan akibat fluktuasi harga berjangkit lagi. Harga menaik salah, menukik pun salah.

Dewan Pakar Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia,
tinggal di Surabaya

Refleksi Majalah Infovet Edisi Juli 2018

Masih ada Jalan Menghadapi Ancaman Impor




“Daging Impor Asal Brazil akan Gempur Pasar Indonesia”, demikian sebuah judul artikel di sebuah media cetak nasional awal Mei lalu yang beredar di kalangan usaha dan stakeholder peternakan. Judul artikel ini menjadi bahan perbincangan hangat karena pembaca tergiring ke arah opini bahwa sebentar lagi mimpi buruk masuknya daging ayam Brazil akan menjadi kenyataan.

Beberapa grup media sosial mendiskusikan topik ini. Ada yang menuduh pemerintah  (Kementan dengan Kemendag) tidak kompak, ada yang menganggap pemerintah tidak lihai berdiplomasi di WTO, ada juga yang menuduh pemerintah sengaja membuka impor untuk tujuan tertentu, ada pula yang menginformasikan bahwa pemerintah sudah berusaha optimal menghambat masuknya impor daging ayam asal Brazil.

Untunglah di tengah kesimpang-siuran informasi ini, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Drh I Ketut Diarmita, segera menyebarkan rilis berita yang menegaskan bahwa saat ini Indonesia tidak akan melakukan impor daging ayam dari Brazil.

Dirjen PKH bukan hanya menyatakan tidak berniat melakukan impor, namun juga menjelaskan beberapa langkah yang telah dilakukan sebagai langkah nyata “pembelaan” terhadap perunggasan nasional.

Langkah yang dijelaskan Ketut antara lain bahwa tanggal 12 Februari 2018 telah dilakukan pertemuan antara Menteri Pertanian RI dengan Tim Kementerian Pertanian Brazil untuk membicarakan peluang peningkatan hubungan bilateral khususnya di sektor pertanian dan peternakan melalui kerangka kerjasama Kemitraan Strategis RI-Brazil.
Pertemuan tersebut menghasilkan setidaknya tiga kesepakatan. Pertama, Menteri Pertanian RI menyetujui masuknya daging sapi Brazil ke Indonesia dan Tim Kementerian Pertanian Brazil menyetujui untuk tidak memasukkan daging ayam dan produknya ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia sudah oversupply daging ayam bahkan sudah melakukan ekspor ke Jepang, Timor Leste, Papua New Guinea dan sedang dalam penjajakan ekspor ke Negara-negara Asia lainnya dan Timur Tengah.

Kedua, menjaga hubungan baik kedua negara melalui kerjasama peningkatan SDM Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ketiga, Tim Kementerian Pertanian Brazil juga akan mendorong pelaku usaha di Brazil untuk melakukan investasi breeding farm dan usaha peternakan sapi di Indonesia.

Jelaslah, bahwa pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sejatinya tidak tinggal diam untuk menjaga “kedaulatan” perunggasan nasional. Sebelum heboh berita daging Brazil akan gempur Indonesia, Infovet juga sempat mengikuti diskusi dengan Dirjen PKH untuk meminta masukkan pemangku kepentingan perunggasan perihal langkah-langkah apa saja yang diperlukan untuk menjaga agar daging ayam Brazil tidak masuk atau setidaknya “tidak segera” masuk ke negeri kita.
Dalam diskusi itu antara lain perlunya peningkatan ekspor produk perunggasan. “Janganlah ekspor itu hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Ekspor itu kan investasi membangun jaringan bisnis internasional untuk jangka panjang,” ujar Dirjen dalam sebuah forum.

Dirjen PKH berpendapat, ekspor adalah salah satu senjata untuk berdiplomasi agar negara lain, termasuk Brazil, tidak dengan mudah masuk ke Indonesia. Undang-undang kita mengamanatkan bisa impor jika kita kekurangan. “Kalau kita oversupply, buat apa impor,” tegas Ketut.

Siasat ini tampaknya cukup ampuh untuk melakukan negosiasi dengan Brazil. Buktinya pertemuan Tim Mentan dengan Tim Brazil menyepakati bahwa Brazil tidak memasukkan daging ayam ke Indonesia.

Namun tetap perlu diwaspadai, Brazil tentu masih berusaha memasukkan daging ayam ke Indonesia, karena bagi Brazil, pasar Indonesia sangat menggiurkan. Indonesia adalah pasar raksasa berjumlah 250 juta konsumen dengan pendapatan yang terus tumbuh.

Ketua Gabungan Organisasi Peternakan Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan mengatakan, harga ayam Brazil sangat murah karena “Negeri Samba tersebut adalah salah satu produsen jagung di dunia. Harga jagung di Brazil paling mahal Rp 2.200 sedangkan di Indonesia Rp 4.000 bahkan lebih, kalau paceklik bisa Rp 5.000. Dengan harga jagung 50% lebih murah dari harga jagung Indonesia, harga pakan di Brazil menjadi lebih murah.

Dengan pernyataan Ketua Umum GOPAN tersebut, kita lihat, ada satu jurus lagi untuk menangkal masuknya daging ayam asal Brazil, yaitu meningkatkan efisiensi usaha perunggasan. Indonesia dan Brazil adalah negara dengan banyak persamaan. 

Perbedaannya adalah di negara tersebut harga jagung sangat murah. Apakah karena petani mendapat subsidi, atau karena pemerintah menyediakan lahan penanaman jagung secara gratis atau teknologinya lebih bagus. Ini perlu dipelajari dengan cermat.

Jika benar, faktor utamanya adalah harga jagung, kini saatnya pemerintah melakukan langkah pengembangan jagung yang efisien. Sekarang ini Indonesia berhasil menyetop impor jagung, namun kalangan usaha peternakan mengeluh, swasembada jagung menyebabkan biaya produksi unggas meningkat akibat harga jagung lokal mahal.

Dengan harga ayam yang relatif tinggi dibanding Brazil, pemerintah juga berupaya menangkal impor dengan menerapkan syarat  Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang penyembelihan halal pada unggas, yang mempersyaratkan pemotongan ayam harus dilakukan secara manual satu per satu oleh juru sembelih (tukang potong).

Bagaimana jika persyaratan halal yang cukup ketat bisa dipenuhi Brazil dengan harga yang tetap lebih murah? Inilah tantangan yang harus dipikirkan lebih lanjut.

Jual-beli memang tidak sekedar harga murah. Ada unsur kualitas, ada juga soal keamanan dan kenyamaman batin konsumen. Namun, harga yang berdaya saing tetaplah penting.

Sambil berupaya usaha perunggasan makin efisien, masih ada jurus lain yang perlu dijalankan segera, misalnya kampanye cinta produk Indonesia, kampanye daging segar sehat, inovasi produk olahan dan sebagainya.

Namun tak usah takut dengan Brazil jika kita terus berusaha menciptakan keunggulan. ***

Editorial Majalah Infovet Edisi Juni 2018

Jangan Blunder dengan Kutu Perusak Kesehatan Ayam

Dok. pribadi.
Demam piala dunia sudah semakin dekat, ibarat kompetisi piala dunia yang terdiri dari berbagai macam pertandingan, proses pemeliharaan ayam diibaratkan sebuah kompetisi satu musim. Di mana di dalamnya ada beberapa pertandingan yang keberhasilannya ditentukan oleh strategi khusus untuk mengalahkan musuh. Lantas siapakah musuh nyata dalam keberhasilan pemeliharaan ayam?

Ya, kutu atau kumbang hitam (dark beetle) adalah musuh nyata pembawa dan penyebar patogen kepada ayam. Pengendalian kutu adalah bagian penting dari biosekuriti. Masa istirahat kandang adalah waktu yang paling tepat untuk menghilangkan kutu.

Siapakah Kutu/Kumbang Hitam (Alphitobius diaperinus) Itu? 
Alphitobius diaperinus atau lebih dikenal oleh praktisi sebagai kutu frenky tergolong ordo Coleoptera dengan ciri umum sayap depan tebal sebagai pelindung sayap belakang (elitron), dan dalam keadaan istirahat, bertemu pada satu garis lurus kemediodorsal. Pasangan sayap belakang bening dan dilipat di bawah elitra. Bagian-bagian mulutnya disesuaikan untuk menggigit. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna.

Kutu ini dapat mejadi hama pada peternakan ayam, banyak ditemukan di manure, gudang pakan, makanan ayam secara berkelompok dalam jumlah banyak. Frengky ini memakan tepung, beras, kedelai dan kacang-kacangan yang lembab dan telah berjamur yang banyak terdapat di sekitar peternakan ayam.

Adapun siklus hidup kutu frengky sebagai berikut:

• Kutu Alphitobius diaperinus meletakkan telurnya di litter pada alas atau kolong kandang dan gudang pakan. Telur berukuran 1.5 mm berwarna krem keputihan, diletakkan pada celah dan retakan di dalam manure atau litter, yang akan menetas dalam waktu 3-6 hari menjadi larva.

• Larva beruas-ruas dan mempunyai tiga pasang kaki. Larva ini berwarna kuning sampai coklat. Larva akan menembus kayu-kayu kandang, panel, dinding dan selubung kabel, bahkan bisa berpindah ke bangunan yang ada di sekitarnya. Ketika berada di dalam kerangka kayu ini, larva banyak menimbulkan kerusakan-kerusakan.

• Tahap selanjutnya larva berubah menjadi pupa. Stadium pupa berlangsung 3-10 hari dan berubah menjadi dewasa. Frengky dewasa bisa hidup selama tiga bulan sampai satu tahun. Secara umum, daur hidup ini sangat tergantung pada suhu, waktu yang diperlukan untuk perkembangan dari telur hingga dewasa menjadi singkat dengan meningkatnya suhu. Frengky tidak akan terlihat dalam jumlah banyak sampai manure mulai menumpuk paling tidak 20-24 minggu.

Adapun cara pengendalian dan pencegahan kutu frengky.... (Baca selengkapnya di Majalah Infovet edisi Juli 2018.)

Drh Sumarno
Senior Manager
Poultry Health
PT Sierad Produce, Tbk

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer