Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini susu sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DOMESTIK DI ERA 4.0

Industri susu di Indonesia harus selalu berinovasi memanfaatkan perkembangan teknologi. (Foto: Istimewa)

Susu adalah cairan yang berwarna putih kekuningan atau putih kebiruan yang merupakan sekresi kelenjar ambing sapi yang sedang laktasi tanpa ada penambahan atau pengurangan komponen dan belum mengalami pengolahan.

Berdasarkan daerah asal, pengelompokan sapi perah dibagi menjadi dua, yaitu sapi perah daerah sub tropis, yakni negara yang memiliki empat musim (semi, panas, dingin dan gugur). Sapi tersebut diantaranya Friesian Houlstein (FH), Jersey, Guernsey, Ayrshire dan Brown Swiss. Adapun daerah tropis adalah negara yang memiliki dua musim (kemarau dan penghujan) layaknya di Indonesia. Sapi daerah tersebut yakni Red Sindhi, Sahiwal dan PFH.

Dua kategori besar bangsa sapi perah dunia tersebut dijelaskan oleh Kepala Quality Contol & Research and Development CV Cita Nasional, Moh. Nur Ali Muslim SPt dalam Bincang Peternakan bertema “Strategi Keberlangsungan Peternakan Sapi Perah di Era Industri 4.0” pada Minggu (1/11/2020).

Acara diselenggarakan oleh KSPTP, BEM FAPET UNPAD, panitia MUNAS ISMAPETI XVI dan Indonesia Livestock Alliance (ILA) melalui aplikasi daring tersebut dilangsungkan dalam rangka menyongsong Musyawarah Nasional ISMAPETI XVI yang menurut rencana akan dilaksanakan pada 9-15 November 2020.

Dalam webinar tersebut, hadir juga narasumber penting lain, yakni Ir Raden Febri Christi, SPt MS IPM (Pengajar Fakultas Peternakan UNPAD), Septian Jasiah Wijaya (owner Waluya Wijaya Farm). Acara diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai latar belakang, baik dari kalangan akademisi, pemerintahan, serta swasta dan umum.

Dijelaskan Nur Ali Muslim, di Indonesia sapi perah yang umum dibudidayakan adalah sapi jenis Peranakan Friesien Houlstein (PFH), merupakan sapi hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yakni sapi jawa atau madura dengan sapi FH. Ciri fisik sapi PFH yakni secara penampilan menyerupai jenis sapi perah FH, produksi air susunya relatif lebih rendah daripada sapi perah FH, bentuk badannya juga lebih kecil dibandingkan sapi FH, produksi susunya berkisar 2.500-3.000 liter per masa laktasi. 

Di era industri 4.0 yang dicirikan oleh adanya penggabungan teknologi automatisasi dengan teknologi siber tersebut, membawa konsekuensi pada teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia, menjadi inovasi baru, temuan baru, teknologi baru, sistem baru dan juga peluang bisnis baru yang sangat besar.

Menghadapi hal itu, Ali mengatakan, industri pengolahan susu memiliki berbagai tantangan untuk segera berbenah. “Harus selalu berinovasi, karena jika tidak maka akan tertinggal dengan industri dan produk lain, terus mencari informasi-informasi terkait dan terkini, ketersediaan tenaga ahli menjadi hal yang diharuskan, serta mampu menggunakan media seperti Facebook dan Instgram sebagai sarana pemasaran, kemudian mampu menggunakan startup e-commerce agar produk lebih dikenal masyarakat,” kata Ali.

Sementara ditambahkan oleh Septian Jasiah, salah satu kendala juga suplai susu lokal Indonesia yang masih jauh dalam mencukupi kebutuhan nasional.

“Dari kebutuhan susu, Indonesia masih mengimpor hampir 78% sedangkan susu dari peternak sapi perah Indonesia hanya 22% saja. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang dalam sektor peternakan sapi perah maupun pengolahan produk susu,” ujar Septian.

Padahal susu merupakan produk yang memiliki nilai gizi tinggi untuk masyarakat. Peluang usahanya pun masih terbuka lebar. “Kebutuhan inilah yang menjadi salah satu peluang berbisnis di sektor pengolahan susu,” tukasnya. (IN)

FENOMENA INDUSTRI SAPI PERAH DI INDONESIA



Seminar Hari Susu Nusantara 2 Juni 2020 lalu yang menghadirkan pembicara Ketua PB ISPI Ir Didiek Purwanto membahas banyak hal, diantarnya menyoroti permasalahan industri sapi perah di Indonesia.

Susu dan produk susu sebenarnya diperkenalkan beberapa tahun sebelum industri perunggasan, namun perkembangannya bisa dibilang sekarang tertinggal dengan industri unggas.

Penyebabnya antara lain ambatnya peningkatan  populasi sapi perah di tingkat petani, sehingga tidak mampu mengimbangi pertumbuhan segmen industri yang cepat.

Pemerintah sudah memberi dukungan melalui koperasi dan bisnis, namun secara kualitas dan kuantitas produksi susu sapi masih rendah. Ditambah lagi petani termasuk lambat berinvestasi di teknologi dan pengetahuan.

Sumber daya pendukung dan SDM yang terampil juga lambat berkembang. Semua itu masih ditambah kurangnya infrastruktur dalam transportasi yang mengakibatkan peningkatan volume industri bisa terkendala. (NDV)

GREENFIELDS JAMIN TETAP HASILKAN SUSU TERBAIK DI TENGAH PANDEMI COVID-19


Menjaga kualitas susu untuk jaminan suplai ke masyarakat sangat penting (Foto: Greenfields)


Greenfields jamin tetap hasilkan susu terbaik di tengah pandemi COVID-19. PT Greenfields Indonesia melakukan proteksi ketat terhadap farmnya. Ada dua peternakan sapi perah yang berada di wilayah Ngajum, Malang dan Ngadirenggo Wlingi Blitar.

Upaya untuk terus menjaga stabilitas suplai susu tersebut dilakukan dengan melakukan karantina peternakan secara ketat. Hal ini ditegaskan Head of Dairy Farm Development and Sustainability, Heru Setyo Pranowo.

Ia menjelaskan menyebarnya wabah COVID-19 secara langsung juga membuat skema pelayanan pekerjaan di dalam peternakan berubah. Sebab ancaman virus itu juga berpengaruh terhadap pola kerja dan penanganan dalam peternakan.

Diakui oleh pria yang akrab disapa dengan sebutan Heru ini, menjaga kualitas susu dan memproduksi susu untuk jaminan suplai masyarakat menjadi penting. Sebab, di tengah imbas wilayah-wilayah melakukan pembatasan kerja juga akan berpengaruh terhadap pola penanganan pekerjaan dalam peternakan.

Sebaran virus COVID-19 memaksa dirinya mengubah pola penanganan untuk sapi-sapi ternak. Jika biasanya pengelolaan sapi dapat dilakukan dengan terbuka. Kini dirinya memilih tertutup untuk melakukan penangan peternakan.

“Kita menerapkan standar ketat untuk karantina wilayah khususnya peternakan. Sebab kita tetap harus menjaga produksi susu dan kualitas susu harus tetap terbaik yang dihasilkan,” urainya.


Greenfields Karantina Ketat Peternakan

Untuk menjaga agar farm tetap terhindar dari COVID-19, seluruh karyawan Greenfields dilarang kontak keluar peternakan hingga masa pandemi berakhir.

Sementara itu berdasarkan keterangan oleh Government Relation – Environment – Safety Manager PT Greenfields Indonesia, Sunarko. Semua pekerja lapangan dikarantina dalam farm. Mekanisme karantina dilakukan dengan standar kesehatan, dan operasional ketat. Selama dua bulan semua pekerja yang masuk karantina di peternakan dilarang melakukan kontak keluar peternakan.

“Kita ada standar dan operasional ketat dalam melakukan karantina peternakan, sebab semua kami lakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan sesuai dengan SOP yang ditetapkan perusahaan,” tegasnya.

Sunarko juga menjelaskan selama dua bulan pertama, semua pekerja yang berada di dalam peternakan dijamin kesehatan dan makanannya. Bahkan di dalam peternakan juga dilengkapi dengan sarana olahraga. Semua kebutuhan pekerja yang berada dalam peternakan ditanggung oleh perusahaan.

Untuk menghilangkan kejenuhan bagi para pekerja peternakan fasilitas olahraga disediakan untuk menjaga para pekerja tetap sehat dan bugar.

Lebih lanjut Sunarko menyatakan jika semua aspek perlindungan terhadap peternakan diperhitungkan. Mulai dari mobilitas pakan ternak dan lalu lintas transporter angkut susu dilakukan pengawasan dengan ketat.

Dia mencontohkan untuk setiap truk keluar masuk kawasan peternakan akan disemprot mengunakan desinfektan. Sedangkan sopir truk juga disemprot dengan mengunakan anti bacterial. Mengingat para pekerja supir truk sangat rentan membawa virus masuk ke dalam peternakan.

“Kami melakukan penyemprotan dengan desinfektan untuk kendaraan/benda mati, tapi untuk orangnya kita gunakan bahan yang aman anti bacterial untuk menghilangkan kuman,” ceritanya.

Imbuh Sunarko, penanganan prosedur dalam peternakan dilakukan dengan baik agar produksi susu yang dihasilkan tetap memberikan kualitas terbaik. Sebab di tengah gencarnya virus corona menyerang manusia dibutuhkan daya tahan tubuh yang mampu memproduksi imun dengan kuat. Salah satunya imun tubuh dihasilkan dari susu sapi murni yang berkualitas.

“Kualitas susu dan produksi susu harus tetap terjaga dengan baik, untuk tetap menjaga kebutuhan akan susu bagi masyarakat Indonesia,” tukasnya. (Sumber: nusadaily.com)

TINGKATKAN GIZI ANAK, BAZNAS DKI LUNCURKAN PROGRAM BASUMA



Program Bagi Susu dan Madu diluncurkan BAZNAS DKI Jakarta (Foto: Istimewa)

BAZNAS (Bazis) DKI Jakarta meluncurkan program Bagi Susu dan Madu (Basuma) di Madrasah Ibtida'iyah Miftahur-Rahman, Jakarta Timur, Rabu (5/2). Program yang diselenggarakan dalam rangka Hari Gizi Nasional yang jatuh setiap 25 Januari dihadiri oleh Fery Farhati Ganis, isteri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Menurut Ketua Baznas (Bazis) DKI Jakarta, KH. Ahmad Luthfi Fathullah, program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi para penerus bangsa, utamanya anak-anak yang tinggal di kampung-kampung yang masuk prioritas gubernur.

"Program ini ditujukan bagi anak-anak usia PAUD hingga SD, antara 2 sampai 9 tahun. Dalam tiga bulan pertama, program ini kita targetkan menyasar 500 SD di 20 Kampung yang menjadi prioritas Gubernur," ungkap Luthfi.

Fery, yang didapuk sebagai Duta Basuma Baznas DKI, dalam sambutannya mengapresiasi  kegiatan tersebut. Menurutnya, dengan program ini anak-anak akan mendapat asupan gizi yang cukup.

"Dengan asupan gizi yang cukup, kita berharap akan lahir generasi penerus yang semakin baik," ujar Fery.

Melalui program ini, Baznas DKI juga bermaksud meningkatkan ekonomi  para peternak sapi perah di Pondok Rangon, peternakan sapi terakhir di Jakarta yang masih bertahan hingga sekarang. Dari sanalah susu segar yang dibagikan kepada anak-anak sekolah ini diambil.

Sementara madu yang dibagikan diambil dari kelompok peternak madu di Yogyakarta yang merupakan mustahik dari  kelompok peternak lebah binaan Baznas pusat.

Program ini turut diinisiasi oleh  Puan (Pergerakan Perempuan Barisan Nusantara) dengan melibatkan stakeholder dari beberapa organisasi guru dan perempuan, yaitu Himpaudi (Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia) PKK, IGTKI (Ikatan Guru TK Islam), IGRA (Ikatan Guru Raudatul Athfal), dan IGABA (Ikatan Guru Aisiyah Bustanul Athfal) dan FKDT (Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah). (Sumber: mediaindonesia.com)


TIGA PENGGANJAL PRODUKSI SUSU SAPI INDONESIA

Ilustrasi susu sapi (Foto: Pixabay)



Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyebutkan tiga masalah yang menghambat produksi susu sapi Indonesia. Kondisi tersebut membuat kebutuhan susu masih didominasi oleh produk impor.

Teten mengatakan tiga masalah tersebut adalah bibit sapi yang tidak produktif, minimnya ketersediaan lahan untuk pakan, serta permodalan. Hal ini yang membuat selisih antara konsumsi dan produksi susu masih tidak seimbang. 

Imbuhnya, konsumsi susu mencapai 9 juta ton per tahun. Sedangkan dari data Badan Pusat Statistik, produksi susu sapi 2018 hanya 909 ribu ton. "Mereka (peternak) pernah jaya, tahun 1998 kemudian turun karena ada beberapa problem,” kata Teten di Jakarta, Kamis (26/12/2019).

Guna meningkatkan produktivitas, sambung Teten, perlu peremajaan bibit agar menghasilkan sapi yang produktif. Selain bibit, pemerintah juga membuka kans impor sperma sapi untuk mendapatkan jenis yang bagus.

Lebih lanjut, Teten menjelaskan saat ini mayoritas peternak kecil telah memiliki koperasi sehingga semakin memudahkan untuk mendapatkan bantuan modal. “Kelembagaannya sudah bagus tinggal genjot produksi,” kata dia.

Menurut Teten, masih ada ruang besar bagi peternak untuk memacu produksi lantaran konsumsi masyarakat terus bertambah. Dia juga akan menggandeng Kementerian Pertanian untuk terus mencari cara manambah pasokan komoditas pangan.

 “Kalau permintaannya masih tinggi karena industri susu ini tumbuh 15% setahun,” ujar Teten.

Dari data BPS, produksi susu segar nasional pada 2018 turun 2% menjadi 909,6 ribu ton dari 928,1 ribu ton pada 2017. Padahal sejak tahun  2014 produksi susu segar nasional selalu meningkat. (Sumber: katadata.co.id)


PENUHI KEBUTUHAN SUSU NASIONAL, FRISIAN FLAG GANDENG PETERNAK SAPI LOKAL



Milking Parlour System dengan mesin modern di Dairy Village, Subang (Foto: Istimewa)

             

PT Frisian Flag Indonesia (FFI) menggandeng kemitraan dengan peternak sapi perah lokal untuk membeli susu mereka. Produksi susu lokal diklaim baru bisa memenuhi 19 persen dari kebutuhan konsumsi susu nasional.

Dalam bincang-bincang Bewara bersama para peternak sapi perah di Tulungagung, Jumat malam, 18 Oktober 2019 lalu, Fresh Milk Relationship Manager Frisian Flag Indonesia Efi Lutfillah mengatakan konsumsi susu masyarakat Indonesia saat ini sebesar 16,5 kilogram per orang per tahun. Sementara produksi lokal baru mencapai 864,6 ribu ton atau sekitar 19 persen dari kebutuhan nasional sebanyak 4,5 juta ton.

“Artinya kebutuhan susu untuk konsumsi nasional masih cukup tinggi. Ini pasar yang jelas bagi peternak sapi perah kita untuk bermain di sana,” kata Efi.

Tingginya kebutuhan susu nasional ini, menurut Efi Lutfillah, tak akan bisa dipenuhi perusahaan susu seperti Frisian Flag tanpa dukungan dari peternak sapi perah Indonesia. Hal ini pula yang mendorong FFI membangun kemitraan dengan koperasi peternak sapi di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur.

Tak hanya menerima produksi susu peternak, FFI memberikan pendampingan mulai hulu hingga hilir untuk menggenjot produktivitas peternak. Melalui program edukasi Bewara, FFI mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peternak agar mampu bekerjasama dalam kelompok.

Di Kabupaten Tulungagung, FFI sukses menggandeng kemitraan dengan Koperasi Bangun Lestari. Koperasi ini memiliki keanggotaan yang cukup luas meliputi Tulungagung, Blitar, Trenggalek, dan Ponorogo, dengan kapasitas produksi 50.000 liter per hari. Sedikitnya terdapat 1.000 peternak dengan 5.000 ekor sapi yang dikelola anggota koperasi ini.

“Kami sangat diuntungkan dengan kerjasama ini,” kata Nurdin Afandi, Sekretaris Koperasi Bangun Lestari.

Selain pendampingan manajemen kandang, para peternak juga mendapat kepastian harga dari FFI. Negosiasi soal harga dengan FFI juga lebih egaliter dibanding perusahaan susu lain. FFI juga telah mengirimkan salah satu peternak Tulungagung ke Belanda untuk melihat langsung peteranakan sapi di sana.

Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Epi Taufik mengatakan pengetahuan dan pemahaman para peternak sapi perah lokal masih harus diperbarui. Banyak sekali kesalahan dalam manajemen kandang, pemberian pakan, hingga teknik memerah yang merugikan peternak. “Selain kualitas susunya buruk, produktivitas sapi juga turun,” kata Epi.

Dia berharap program kemitraan yang dibangun FFI dengan Koperasi Bangun Lestari ini bisa memacu produksi susu lokal, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor. (Sumber: bisnis.tempo.co).

SEMINAR NASIONAL ISPI: MIMPI BESAR MEMBANGUN KEMANDIRIAN INDUSTRI PERSUSUAN INDONESIA




Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) menggelar  Seminar Nasional dengan mengusung tema:

MIMPI BESAR MEMBANGUN KEMANDIRIAN INDUSTRI PERSUSUAN INDONESIA

Pokok-Pokok Bahasan:
- Kebijakan dan Program Pemerintah: Implementasi Rencana Induk Pengembangan Sapi Perah (Blueprint)
- Strategi dan Upaya Dalam Meningkatkan Produksi Susu Nasional
- Peran GKSI untuk Meningkatkan Usaha Sapi Perah
- Upaya Peningkatan Produktivitas dan Bisnis Sapi Perah Melalui Pakan Tambahan
- Aksesibilitas Permodalan untuk Usaha Sapi Perah
- Tantangan Dalam Usaha Sapi Perah di Indonesia (sponsorship)
- Peternakan Sapi Perah Orientasi Ekspor

Narasumber:
- Kemenko Perekonomian RI
- Ditjen PKH, Kementerian Pertanian RI
- Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)
- Nutricell Indonesia
- Perbankan

Waktu dan tempat:
Rabu, 3 Juli 2019 di Grand City Convex, Surabaya.

Investasi:
Rp 500.000/peserta
(Free pengurus ISPI Cabang, Maksimal 2 orang/cabang)

Pendaftaran ditutup:
28 Juni 2019 jam 15.00

Geliat Pemasaran Susu Sapi di Rejang Lebong

Susu besar manfaatnya untuk anak-anak (Foto: Pixabay)

Strategi peternak sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dalam memasarkan susu sapi ini patut dicontoh. Guna menyerap produksi susu di Rejang Lebong, peternak dan dinas terkait menggulirkan gerakan minum susu dikalangan pelajar yang mereka namakan Gerimismas, dalam bentuk kerjasama dengan sekolah-sekolah yang ada di Rejang Lebong .

"Kita akan melakukan penjualan susu sapi perah yang sudah dikemas dengan beberapa rasa ke sekolah-sekolah, karena memang susu sangat besar manfaatnya untuk anak-anak," ungkap Plt Kabid Peternakan Dinas Peternakan dan Perikanan Rejang Lebong sekaligus Kepala Puskeswan Curup, Drh Firi Asdianto.

Seperti diberitakan bengkulu.antaranews.com, Senin (21/1/2019), saat ini produksi susu sapi perah yang dihasilkan dua kelompok di Rejang Lebong mencapi 200 liter per hari, sedangkan yang terjual perharinya baru berkisar 50 persen saja.

"Dari 200-an liter susu segar yang dihasilkan ini langsung dibeli oleh koperasi baru 80 liter per hari. Sisanya harus dijual peternak sendiri dan jika tidak laku, kan sayang kalau terbuang begitu saja," ujarnya.

Dalam memaksimalkan penjualan susu segar yang dihasilkan dua kelompok peternak sapi perah yang ada di Desa Air Bening, Kecamatan Bermani Ulu Raya dan Desa Mojorejo, Kecamatan Selupu Rejang, pihaknya juga menawarkan usaha penjualan susu segar kepada masyarakat Rejang Lebong sehingga bisa membantu pemasaran produksi susu segar dari peternak.

Kalangan warga setempat yang tertarik membantu pemasaran susu peternak tersebut akan mereka dukung sepenuhnya dengan memberikan bantuan pinjaman alat untuk penjualan susu segar, antara lain lemari pendingin untuk tempat penyimpanan susu agar tidak cepat rusak.

Alat penyimpan susu ini mereka pinjam pakaikan kepada pelaku usaha susu di daerah itu. Apabila usahanya tidak produktif lagi, maka akan mereka diambil, guna diberikan kepada penjual susu lainnya yang membutuhkan.

Selain akan meminjamkan lemari pendingin, Dinas Pertanian dan Perikanan Rejang Lebong, imbuh Firi, juga akan memberikan bantuan wadah susu (cup) maupun alat pengemasan susu yang akan dijual itu sendiri. (NDV)

Penjelasan Dirjen Soal Industri Tak Wajib Serap Susu Lokal

Kementan tetap mendorong kemitraan industri dengan peternak sapi perah (Foto : Antara/Raisan Alfarisi)


Kementerian Pertanian baru-baru ini melakukan revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Aturan tersebut tidak lagi mewajibkan industri pengolahan susu (IPS) bermitra atau menyerap susu sapi dari peternak lokal.

Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/8/2018), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita, menjelaskan perubahan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang penyediaan dan pembelian susu, merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO.

“Beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan hortikultura dan peternakan harus direvisi,” ungkapnya.

Lanjut Ketut, dalam permentan nomor 30/2018 prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi. Perubahan ini dilakukan karena Amerika Serikat (AS) mengancam akan mencabut produk ekspor Indonesia dari Generalized System of Preferance (GSP), sehingga bisa menurunkan nilai ekspor Indonesia.

Ketut menegaskan, dengan perubahan permentan tersebut program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri. Kementan tetap mendorong pelaksanaan kemitraan industri dengan peternak , meski ada revisi Permentan 26 tahun 2017.

"Dengan perubahan Permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri (SSDN). Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional," tandasnya.

Informasi yang ditambahkan Ketut, bahwa dengan adanya Permentan Nomor 26 Tahun 2017, proposal kemitraan yang masuk hingga 6 Agustus 2018 sebanyak 99 proposal dari 118 perusahaan, terdiri dari IPS 30 dan importir 88 perusahaan dengan nilai investasi Rp 751,7 miliar.

Adapun bantuan yang diberikan Kementan untuk memajukan peternak diantaranya asuransi ternak sapi bersubsisi, IB dalam program Upsus Siwab, KUR khusus untuk pembiakan sapi, serta memfasilitasi kapal khusus ternak. (rilis/inf)



Permentan Nomor 26 Tahun 2017 Wujudkan Kemandirian Pangan



Pemerintah tengah berusaha keras mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah. Salah satu upaya dilakukan dengan menerbitkan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

“Permentan Nomor 26 ini mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani, mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan produksi susu nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani pada acara Sosialisasi Pedoman Teknis Pelaksanaan Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, Senin (19/2/2018) di Auditorium Gedung D, Kementerian Pertanian.

Fini menegaskan, untuk mewujudkannya, maka kontribusi pemanfaatan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) harus ditingkatkan,” ujarnya kepada peserta yang hadir.

Sebanyak 150 orang peserta yang hadir berasal dari Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Pertanian, Industri Pengolahan Susu (IPS), Importir Susu dan Produk Susu, Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Asosiasi atau Yayasan yang bergerak dibidang peternakan ataupun perlindungan konsumen, Tim Nilai Tambah dan Daya Saing Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, dan beberapa Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan.

Menurut Fini, dunia persusuan nasional pernah mengalami masa kejayaan sehingga pada tahun 1990-an SSDN dapat berkontribusi sebesar 41% atas kebutuhan susu nasional. Ia sebutkan, seiring diberlakukannya INPRES No 4/1998 kontribusi SSDN menurun tahun demi tahun, hingga pada tahun 2017 produksi SSDN hanya mampu memasok sebesar 20,74% (BPS) atau 922,97 ribu ton dari total kebutuhan nasional sebesar 4.448,67 ribu ton setara susu segar.

“Untuk mememenuhi kebutuhan tersebut, kekurangannya sebesar 3.525,70 ribu ton (79,26 %) harus dipenuhi melalui importasi,” imbuhnya.

Sejak penerbitan INPRES Nomor 4 tahun 1998, pemerintah seolah-olah tidak hadir dalam dunia persusuan nasional. Peternak bergelut sendiri memecahkan permasalahan mereka hingga pada titik dimana beternak sapi perah bukan lagi usaha yang menjanjikan secara ekonomi.

Peternak perlahan meninggalkannya untuk usaha bidang lain, ternak mulai dijual atau dijadikan ternak potong atau dikawinkan dengan sapi jenis lain agar dapat lebih bernilai ekonomi. Keadaan itu menyebabkan penurunan jumlah peternak, penurunan populasi sapi perah yang berdampak pada penurunan produksi SSDN.

Produktivitas dan kualitas susu menurun karena kurangnya pembinaan dan bimbingan teknis sehingga posisi tawar peternak sapi perah melemah, harga susu tidak dapat menutup biaya produksi. Sementara itu harga susu internasional lebih rendah, sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih mengutamakan penggunaan susu impor untuk bahan baku produksinya.

“Keadaan ini harus diperbaiki dengan tools yang paling memungkinkan adalah melalui program Kemitraan yang dituangkan dalam Permentan Nomor 26 tahun 2017,” kata Fini.

Dijelaskan, sebagai implementasinya telah diterbitkan Pedoman Teknis Penyediaan dan Peredaran Susu yang menjadi acuan dalam: 1). pelaksanaan kemitraan; 2). pelaksanaan penghitungan supply demand susu; dan 3) pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan implementasi Permentan dimaksud.

Kemitraan diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan peternak/gapoknak/koperasi, pembobotan sesuai kesepakatan, penilaian tergantung target dan realisasi.

“Penilaian kemitraan dilakukan oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu dengan memperhatikan kelayakan dari kemitraan tersebut,” tambahnya.

Pada dasarnya IPS dan importir bahan baku susu dan produk susu mendukung program kemitraan sebagai salah satu kontribusi mereka dalam memajukan bidang persusuan di Indonesia. 

“Beberapa IPS telah menjalankan kemitraan selama puluhan tahun dengan kelompok peternak/gapoknak/koperasi, sehingga dengan adanya pedoman teknis ini kemitraan yang telah dilaksanakan dapat lebih terarah dan terukur dalam pengembangan persusuan nasional, terutama untuk mencapai kesejahteraan peternak,” urainya.

Namun demikan, Fini mengungkapkan bahwa bagi importir, kemitraan merupakan hal baru sehingga perlu panduan dan sinergi dari semua pihak agar kemitraan dapat dijalankan dengan efektif dan efisien.

Fini menyebutkan, Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan juga siap melaksanakan kegiatan kemitraan antara pelaku usaha dan kelompok peternak/gapoknak/koperasi dalam hal pembinaan dan pengawasan, serta pelaporan.

Selain itu, di katakan pula bahwa Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia juga siap membantu program kemitraan dalam berkoordinasi dengan pelaku usaha dan kelompok peternak/gapoknak/koperasi agar kemitraan berjalan sesuai kebutuhan dan terarah.

Penerimaan proposal rencana kemitraan dari pelaku usaha diterima paling lambat  pada akhir Februari 2018 dan akan dievaluasi oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu pada Bulan Maret 2018 untuk diimplementasikan mulai Maret 2018.

“Kemitraan yang memiliki prinsip saling ketergantungan, saling menguntungkan dan saling membutuhkan dalam konteks penyediaan dan peredaran susu adalah kemitraan yang output kegiatannya akan meningkatkan produksi SSDN yang berefek pada peningkatan kesejahteraan peternak baik melalui peningkatan produktivitas ternak, peningkatan kualitas susu, kemudahan akses permodalan, dan kemudahan pengembangan usaha,” pungkasnya. (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer