Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini peternakan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

LAUNCHING BUKU “RISALAH KHUSUS PMK” KARYA SOFJAN SUDARDJAT

Webinar sekaligus launching buku karya Sofjan Sudardjat. (Foto: Dok. Infovet)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang kembali mewabah di Indonesia sejak Mei 2022 kemarin, membuat banyak pihak terkejut melihat betapa banyaknya kerugian yang diderita peternak.

Pengakuan Indonesia menjadi negara bebas PMK sejak 1990 sirna begitu saja. Padahal banyak upaya dilakukan dalam mengamankan Indonesia dari PMK. Mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan periode 1999-2003, Dr Drh Sofjan Sudardjat MS, menjadi aktor penting dalam pembebasan PMK di Indonesia.

Sejak mewabahnya PMK kembali, Sofjan langsung sigap memberikan saran penanganan dan pengalamannya, salah satunya melalui buku tebarunya berjudul “Konsep Pemikiran dan Aplikasi Pengamanan Maksimum Kesehatan Hewan, Risalah Khusus Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia” yang di-launching pada Rabu (14/9/2022), dalam acara Webinar Nasional “Strategi Indonesia Bebas PMK (Belajar dari Pelaku Sejarah).”

Di dalam bukunya, Sofjan banyak menjabarkan pengalamannya sewaktu menangani PMK. Dalam bukunya yang berjumlah 384 halaman terbitan Gita Pustaka itu, Sofjan juga menjabarkan sejarah PMK, usaha pemberantasan, program pembebasan, hingga kebijakan maximum security terhadap PMK.



Hadirnya buku ini mendapat banyak apresiasi. Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Gani Harijanto, menyampaikan sambutan dalam buku tersebut yang merupakan pengalaman lengkap Sofjan tentang PMK dan saran penanganan PMK, sehingga buku ini sangat penting bagi institusi, ilmuwan, mahasiswa, pelaku usaha maupun asosiasi peternak.

Hal senada juga disampaikan Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari. Ia mengungkapkan bahwa buku ini bisa menjadi referensi penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan, sekaligus saran penanganan PMK di Indonesia. 

“Semoga buku ini dapat menginspirasi kita untuk lebih berpikir dan bertindak positif dalam upaya menangani masalah kesehatan hewan dan juga dalam menangani usaha pengendalian wabah PMK yang sedang berkecamuk di negera kita sekarang ini,” ungkapnya seperti dikutip dalam sambutan pada buku karya Sofjan tersebut. (RBS)


*Untuk informasi lebih lanjut mengenai pembelian Buku “Konsep Pemikiran dan Aplikasi Pengamanan Maksimum Kesehatan Hewan, Risalah Khusus Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia” karya Sofjan Sudardjat, bisa hubungi: Wawan Kurniawan (0856-8800-752) / Nur Ayu Sharfina (0858-9540-1298).

MEWASPADAI KEBERADAAN LALAT

Lalat Tabanus rubidus, salah satu vektor penyakit surra pada hewan besar. (Foto: Istimewa)

Keberadaan lalat dinilai sebagai indikator buruknya aspek kebersihan suatu lingkungan. Bukan hanya di kawasan pemukiman, keberadaan lalat di peternakan juga dinilai meresahkan.

Hewan dari filum arthropoda ini memang sudah seperti menjadi bagian sehari-hari dalam kehidupan. Hampir di tiap tempat bakal mudah menemukan keberadaan lalat. Serangga yang bisa terbang ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.

Begitu pula dalam dunia peternakan, lalat merupakan musuh yang harus dibasmi. Ledakan populasi lalat di suatu peternakan dapat menambah daftar panjang masalah yang harus diselesaikan.

Berbagai Jenis, Beragam Ancaman
Menurut Prof Rosichon Ubaidillah, seorang peneliti entomologi dari BRIN, ada sekitar 240.000 spesies diptera (serangga dua sayap) dan secara umum dikenal sebagai lalat/fly termasuk simulium. Berdasarkan penemuannya, lalat sudah hidup sekitar 225 juta tahun lalu.

“Keberadaan lalat ini sudah lama ada, coba bayangkan sejak zaman dinosaurus mereka sudah ada. Beberapa jenis lalat secara langsung dan tidak juga memengaruhi kehidupan kita, baik secara ekologi, medis, bahkan sampai ekonomis,” tuturnya.

Rosichon juga mengatakan bahwa  beberapa spesies lalat bersifat parasit dan merugikan manusia termasuk di dunia peternakan. Oleh karenanya, perlu diwaspadai keberadaan lalat di suatu peternakan. Hal ini dikarenakan tiap spesies alat memiliki inang yang berbeda-beda.

Hal tersebut diamini oleh Guru Besar dan staf pengajar parasitologi SKHB IPB University, Prof Upik Kesumawati. Di dunia peternakan, baik hewan besar maupun kecil lalat adalah masalah yang harus dikendalikan. Ia memberi contoh pada hewan besar misalnya, lalat spesies Tabanus, Stomoxys, Haematopota dan Chrysops.

“Mereka itu lalat yang biasa ditemukan pada… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

MESKIPUN HARGA TELUR MELEJIT, TETAP ADA PETERNAK YANG MENJERIT

Kandang Ayam Petelur Milik Suparman : Hanya Tersisa 700 ekor

Kenaikan harga telur ayam di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, seminggu terakhir rupanya tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan peternak ayam petelur. Pasalnya, meski harga telur ayam di Pasar Baru Lumajang sudah tembus Rp 31.000 per kilogram, harga pakan ayam masih tinggi. Suparman, salah satu peternak ayam petelur di Desa Karangsari, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, mengaku belum bisa meraup untung meski harga telur sudah naik.

Apalagi, bisnis Suparman baru bangkit setelah dua tahun terakhir dihantam pandemi Covid-19. Sebagian ayamnya habis terjual untuk bertahan hidup selama pandemi.

"Dulu ada 1.500 ekor, sekarang tinggal 700 ekor, banyak yang dijual karena Covid-19 kemarin kan sepi," kata Suparman

Suparman menceritakan, dengan harga Rp 31.000 di pasaran, pedagang membeli telurnya dengan harga Rp 27.000. Biasanya saat harga normal, telur milik Suparman hanya dihargai Rp 19.000 per kilo. Meski harga telur sudah naik, pakan ternak juga ikut naik. Setiap karung pakan ternak harus dibeli Suparman dengan harga Rp 476.000

Suparman menjelaskan, satu karung pakan hanya cukup untuk memberi makan ayamnya selama dua hari. Peternak ayam petelur itu juga masih harus mencampur konsentrat dengan bahan lain seperti kulit padi dan jagung untuk mengirit pakan ayam.

"Saya campur sendiri supaya lebih hemat pakan, kalau gak gitu ya gak bisa untung," tambahnya. 

Sedangkan, dalam satu hari, Suparman yang memiliki 700 ekor ayam hanya bisa menghasilkan 25 kilogram telur.

"Belum bisa dibilang untung, harga pakan terus naik, belum lagi ini kemarin sudah rugi 800 ekor dijual karena pandemi," ungkapnya.

Pengakuan serupa dipaparkan Rudi, peternak ayam asal Kecamatan Kunir. Menurut Rudi, meski harga telur naik, tidak banyak pedagang yang mengambil telur darinya.

Alasannya karena para pembeli mulai berpikir ulang untuk membeli telur yang harganya hampir sama dengan daging ayam.

"Banyak pembeli yang tidak jadi beli telur karena tau harganya mahal, soalnya hampir sama dengan ayam, ayam sekarang itu Rp 35.000 sekilo," jelasnya. (INF)


UANG KOMPENSASI PMK BELUM CAIR, PETERNAK HENDAK SAMBANGI KEMENTAN

Sapi ambruk akibat PMK milik peternak

PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia) ajak Kementerian Pertanian (Kementan) lakukan audiensi dalam waktu dekat.

Ketua Umum PPSKI Drh Nanang Purus Subendro menyebut usulan itu untuk bahas skema pemberian ganti rugi terhadap hewan ternak yang mati akibat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

"Dalam waktu dekat kota upayakan audiensi, supaya clear yang diganti apa saja, syarat untuk mendapatkan kompensasi seperti apasaja, menghubungi siapa," ujar Nanang.

Dia pun menjelaskan hingga saat ini belum ada peternak yang mendapatkan uang ganti rugi terkait pemotongan hewan yang dilakukan Kementan sebagai langkah penanganan wabah PMK.

"Supaya jelas dan peternak yang sudah menunggu bisa segera mendapatkan ganti rugi," sambungnya.

"Karena isu yang berkembang sapi yang diganti oleh pemerintah adalah dalam program depopulasi karena memang dalam program penanganan pmk nya, bukan karena yang terselamatkan," tambahnya.

Namun demikian hingga saat ini menurut Nanang belum ada hewan peternak yang diganti rugi oleh pemerintah.

Adapun saat ini hewan yang tercatat pada situs siagapmk.id sudah mencapai lebih dari 6.000 ekor.

"Itu yang tercatat, tapi data dilapangan pasti lebih banyak, karena masih banyak juga yang belum terdata," lanjutnya.

Sebelumnya pemerintah menjanjikan bahwa hewan milik peternak yang mendapat terpaksa harus dilakukan pemotongan bakal mendapatkan ganti rugi sebesar Rp10 juta per ekor. (INF)

GREENFIELDS TEGASKAN PETERNAKAN SAPINYA BEBAS PMK

Kandang Sapi PT Greenfields, Selalu Terjaga Sanitasinya

PT Greenfields Indonesia menyatakan, peternakan sapi milik perusahaan bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Hal ini didukung Surat Keterangan Nomor 524.3/7875/122.3/2022 yang dikeluarkan oleh Otoritas Veteriner Dinas Peternakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang berisi berdasarkan pernyataan tersebut, produk susu sapi segar dan produk turunan susu Greenfields juga dinyatakan bebas dari PMK dan aman dikonsumsi.

Beberapa waktu lalu, wabah penyakit Mulut dan Kuku Hewan (PMK) menjadi momok menyeramkan dimana wabah ini menyerang hewan ternak seperti sapi, kambing, domba hingga babi. Kabar ini tentu menjadi tanda tanya akan bisnis olahan susu tanah air.

"Peternakan PT Greenfields Indonesia menerapkan prosedur biosecurity yang sangat ketat. Ini termasuk penyemprotan desinfektan semua bagian kendaraan dari atas ke bawah; hanya truk dan mobil yang diberikan izin yang boleh masuk; semua kendaraan telah melalui proses pembersihan tambahan dan kontrol yang sangat ketat juga diterapkan terhadap kendaraan pengangkut tangki susu. Semua pakaian wajib dalam keadaan bersih termasuk alas kaki yang digunakan setiap harinya oleh semua pekerja. Tidak diperkenankan ada pengunjung dari luar yang datang. Setiap potensi transmisi dari pakaian kotor, ban, dan pakan ditangani dengan ketat,” jelas Richard Slaney, General Manager Farms, PT Greenfields Indonesia, Sabtu (23/7).

Selain memastikan semua sapi dalam kondisi yang sehat, Greenfields juga menerapkan proses pasteurisasi dan UHT dalam proses sterilisasi susu segar agar bisa dikonsumsi dengan aman dan tahan lama.

Proses pasteurisasi adalah metode menonaktifkan patogen pada susu termasuk virus dengan cara memanaskan susu. Susu di pasteurisasi dengan pemanasan pada suhu 125 derajat Celsius selama 4 detik. Sementara UHT (Ultra High Temperature) adalah metode sterilisasi susu dengan cara memanaskan susu dengan suhu yang sangat tinggi, yaitu 137 derajat Celcius selama 4 detik.

Diakui Richard, PT Greenfields Indonesia juga telah mendapatkan Sertifikat Food Safety System Certification 22000 (FSSC 22000 v 5.1). Semua produk Greenfields hanya menggunakan susu segar yang berasal dari peternakan Greenfields sendiri yang terintegrasi.

Sebagai informasi saja, Greenfields Farm 1 dan Farm 2 memiliki populasi sapi lebih dari 16.000 ekor. Tim dokter hewan Greenfields secara rutin bekerja dalam memastikan semua sapi dalam kondisi sehat dan produk dairy yang dihasilkan layak dan aman untuk konsumsi.

“Greenfields secara rutin melakukan pemeriksaan kesehatan pada sapi-sapi di semua peternakan. Berbagai upaya seperti pemberian vitamin, vaksinasi rutin, perawatan kuku sapi secara berkala, kebersihan lingkungan peternakan, dan penyediaan kebutuhan pakan berkualitas dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya masalah kesehatan pada sapi,” lanjut Richard Slaney.

Richard menegaskan bahwa dari kasus PMK yang melanda tanah air, seluruh peternakan resmi bebas dari wabah tersebut.

"Berdasarkan laporan kejadian PMK berbasis Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terintegrasi (iSIKHNAS) dan hasil uji laboratorium terhadap tujuh sampel produk susu dari peternakan kami menggunakan metode Real Time PCR terhadap Penyakit Mulut dan Kuku, Greenfields Farm 1 dan Farm 2 secara resmi telah dinyatakan bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku,” tutur Richard Slaney. (INF)

KERBAU BULE KERATON SOLO MATI TERINFEKSI PMK

Kerbau Bule Milik Keraton Solo

Kerbau bule Kiai Slamet milik Keraton Solo, Jawa Tengah, mati karena terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Kerbau berusia sekitar 20 tahun itu telah dikuburkan pada Kamis (21/7/2022) malam.

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, KP Dani Nur Adiningrat mengatakan, dua pekan sebelum Kerbau Kiai Slamet mati, Sinuhun Pakubuwana XIII sudah memerintahkan utusan memantau kondisi kerbau di kandang. Selain itu, dokter hewan dari Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (DPKPP) Solo juga mengecek kondisi kerbau yang disakralkan tersebut dengan harapan terhindar dari PMK

"Seperti kita ketahui bersama PMK sangat cepat menularnya. Kamis lalu sempat dicek semua negatif (PMK). Kita sebenarnya tidak mengira kerbau itu ada di kandang alun-alun relatif terpisah dengan binatang ternak masyarakat," kata Dani dihubungi, pada Jumat (22/7/2022).

"Akan tetapi hasil (pemeriksaan) dokter dari Pemkot Solo dan Sinuhun sendiri mengutus tim dokter hewan independen ternyata hasilnya pemeriksaannya sama (PMK)," sambung dia.

Menurut Dani ada satu kandang Kerbau Kiai Slamet yang terjangkit PMK. Sedangkan kandang kerbau lainnya tidak terjangkit. Untuk Kerbau Kiai Slamet yang terjangkit PMK langsung dipisahkan dan dikarantina supaya tidak menjangkiti terhadap kerbau lainnya yang kondisinya sehat.

Kerbau lain yang positif PMK juga mendapatkan pemantauan tim dokter hewan DPKPP dan dokter hewan independen dari Keraton Solo. Sementara kerbau lainnya yang sehat akan disuntik vaksin PMK.

"Kita lakukan langkah-langkah pencegahan dari kandang yang terjangkit dengan kandang yang lainnya. Jadi memang posisinya terpisah. Kita rutin melakukan penyemprotan disinfektan dan yang sakit diobati tim dokter secara bertahap sambil kita pantau setiap hari," ungkap dia.

Dani menyebut Keraton Solo memiliki sebanyak 18 ekor Kerbau Kiai Slamet. Setiap memperingati malam 1 Sura kerbau itu selalu dikirab. Kendati ada yang terjangkit PMK, Dani berharap Kerbau Kiai Slamet nantinya bisa dikirab dalam peringatan malam 1 Sura yang jatuh pada Sabtu (30/7/2022).

"Tiap hari tim dokter memantau. Baik dari dokter hewan dari Pemkot Solo maupun dari utusan Sinuhun apakah malam 1 Sura yang sakit itu sudah sembuh total dan bisa dikirab atau memilih kerbau di kandang tidak terjangkit," jelas Dani.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Peternakan (Dispertan KPP) Kota Solo Eko Nugroho membenarkan satu ekor Kerbau Kiai Slamet Keraton Solo mati karena terindikasi PMK.

"Satu ekor terindikasi PMK. Umur sudah tua 20 tahun sehingga daya tahan tubuh rendah," katanya. 

Menurut Eko ada enam ekor kerbau yang terindikasi terkena PMK. Tetapi semuanya sudah dilakukan pengobatan. Sementara kerbau yang lainnya sehat dan sudah dipisahkan ke kandang lain.

"Yang enam ekor ada indikasi PMK dilakukan pengobatan. Sekarang berangsur membaik. Kandang kerbau sebelumnya diantisipasi dengan desinfeksi," ungkap dia. (INF)


PEMERINTAH SIAPKAN UANG GANTI RUGI UNTUK KORBAN PMK, SEGINI NOMINALNYA

Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto

Peternak korban wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK akan mendapatkan bantuan Rp10 juta jika ternak mereka mati. Uang bantuan itu diberikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).Hal itu dikatakan Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto usai melaksanakan vaksinasi PMK di Desa Sukarara Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu.

"Peternak yang ternaknya mati terkena PMK kita berikan bantuan maksimal Rp10 juta," kata dia.

Dalam kunjungan kerja di NTB, Kepala BNPB melakukan vaksinasi di Desa Sukarara Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah dalam rangka meningkatkan kekebalan tubuh ternak.

"Vaksin PMK telah kita siapkan untuk NTB sebanyak 1,4 juta dosis," katanya.

Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Makmun mengatakan kementan langsung turun ke masyarakat untuk memastikan langkah yang telah dilakukan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam penanganan kasus PMK di daerah.

Ia berharap para peternak mendukung vaksinasi PMK dengan melaporkan ternak yang sehat untuk bisa diberikan vaksin. Petugas diharapkan bahu membahu dalam mencegah penyebaran wabah PMK yang dapat merugikan masyarakat.

"Vaksin ini untuk meningkatkan antibodi ternak," katanya.

Untuk bantuan ternak yang mati terkena PMK itu akan diberikan sesuai dengan rekomendasi daerah. Artinya masyarakat tidak bisa mengklaim sendiri untuk mendapatkan bantuan Rp10 juta tersebut.

"Peternak yang direkomendasikan oleh dinas di daerah itu yang akan diberikan bantuan. Jangan sampai ternak yang dipotong itu diklaim oleh pedagang," katanya. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer