Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Penyakit Ternak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEMENTAN SIAPKAN SUMBERDAYA TANGANI LSD DI RIAU

Lumpy Skin Disease pada seekor sapi 
(Sumber : Ditjen PKH)

Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Nasrullah menyampaikan siap kerahkan sumberdaya untuk menangani penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi yang telah ditemukan di Provinsi Riau. Hal tersebut Ia sampaikan di Jakarta, Sabtu (05/03). 

Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi telah ditemukan di Indonesia yaitu di Provinsi Riau, setelah sebelumnya juga terjadi di beberapa negara di Asia termasuk di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. 

"Untuk penanganan LSD di Riau, kita akan kerahkan dokter hewan dan paramedik staf Kementan di Riau untuk membantu melakukan vaksinasi," kata Dirjen PKH Nasrullah. 

Ia sebutkan bahwa Kementan telah melaksanakan berbagai upaya pencegahan masuknya penyakit LSD ini ke Indonesia.  “Upaya-upaya kewaspadaan tersebut telah dilakukan sejak penyakit ini masuk ke Asia Tenggara sejak tahun 2019”, jelasnya. Lebih lanjut Nasrullah meminta kepada semua peternak dan juga dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan, baik di kabupaten maupun provinsi agar melakukan pembatasan lalu lintas ternak untuk pencegahan penyebarluasan penyakit LSD ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Nuryani Zainuddin, Direktur Kesehatan Hewan, Kementan telah mengeluarkan Surat Edaran kewaspadaan penyakit LSD kepada para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia sebanyak 4 kali sejak itu.  

"Kita gencarkan juga sosialisasi tentang LSD melalui berbagai media serta webinar berseri tentang kesiapsiagaan terhadap LSD pada tahun 2021," tutur Nuryani. 

Upaya peningkatan kewaspadaan tersebut, menurut Nuryani membuat petugas di lapang dapat mendeteksi secara cepat kejadian LSD, melaporkan dan menanganinya. 

"Sistem kita telah berhasil mendeteksi dengan cepat, hal ini didukung dengan sistem pelaporan real-time iSIKHNAS dan kemampuan laboratorium kesehatan hewan yang baik, sehingga penyakit dapat dikonfirmasi dengan segera," tambahnya. 

Ia katakan, sesuai arahan Bapak Mentan SYL, Timnya akan gerak cepat segera melakukan berbagai langkah pengamanan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari LSD ini. 

"Strategi utama adalah vaksinasi, namun ini harus didukung dengan deteksi dini dan penelurusan kasus, pengendalian lalu lintas, pengendalian vektor, serta komunikasi, informasi dan edukasi," imbuhnya. 

Lebih lanjut Nuryani menyampaikan, penanganan LSD ini akan menantang, karena selain dapat disebarkan oleh lalu lintas sapi tertular dan produknya yang mengandung virus, LSD dapat juga ditularkan melalui perantara mekanik seperti gigitan serangga. 

Ia kembali menegaskan bahwa LSD tidak menular dan tidak berbahaya bagi manusia. Ia menghimbau agar masyarakat tidak perlu panik dan terus mendukung berbagai upaya penanganan yang akan dilakukan oleh pemerintah. 

"Kita telah siapkan sumberdaya yang cukup untuk penanganan LSD ini," pungkasnya. (INF)

BERAK KAPUR YANG BIKIN PROFIT KABUR

Berak kapur pada ayam kampung. (Foto: Istimewa)

Orang awam mungkin menganggap bahwa terminologi berak kapur sebagai candaan. Namun bagi peternak, berak kapur menjadi salah satu momok menakutkan yang bikin keuntungan mereka kabur.

Berak kapur sejatinya adalah penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan bakteri Salmonella pullorum. Kalimat berak kapur diambil dari gejala klinis yang timbul pada ayam terinfeksi, dimana fesesnya menjadi berwarna putih seperti kapur.

Salmonella Punya Cerita
Ada banyak spesies bakteri Salmonella yang penting untuk dipelajari dalam kesehatan manusia maupun hewan, diantaranya Salmonella enteritidis, Salmonella thypimurium, Salmonella gallinarum dan Salmonella pullorum.

Salmonella pullorum merupakan spesies bakteri gram negatif berbentuk batang yang biasanya hadir pada kondisi higiene dan sanitasi yang buruk. Celakanya, bakteri ini dapat bertahan di lingkungan hingga satu tahun.

Seorang peternak broiler kemitraan, Wage, menceritakan betapa ganasnya penyakit ini merebak di farm-nya ketika mewabah. Ia mengaku, ketika ayam berumur 4-5 hari kematian yang terjadi sangat tinggi, bahkan dalam satu kandang hanya tersisa dalam hitungan jari.

“Saya menebar DOC 10 boks, awalnya baik-baik saja, kematian normal di hari pertama, kedua dan pas hari ketiga mulai tinggi. Saya berikan obat, namun pada hari kelima sisanya kurang dari 100 ekor. Kacau sekali, pusing rasanya,” tutur Wage dihubungi Infovet.

Setelah itu ia berkonsultasi dengan dokter hewan dari perusahaan inti dan melalui diagnosis kesimpulannya adalah berak kapur alias Salmonellosis pullorum. Wage yang baru gabung kemitraan selama dua tahun akhirnya paham betapa berbahayanya penyakit ini.

“Kehebatan” Pullorum
Pullorum memang hebat dan mengerikan, ketika datang menginfeksi tingkat kematian yang disebabkan oleh Salmonella pullorum dapat mencapai 85-100% (Merck Veterinary, 2019). Ayam-ayam berumur 1-2 minggu menjadi sangat rentan dari serangan bakteri ini.

Keganasan pullorum diakui oleh seorang praktisi perunggasan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Drh Yudith Chrisandy. Menurutnya, pullorum dapat mengakibatkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (CR)

KASUS PENYAKIT PENTING DI 2021 DAN PREDIKSINYA DI 2022

Penyakit unggas masih akan didominasi penyakit viral dan potensi AI strain terbaru. (Foto: Dok. Infovet)

Tantangan fenomena penyakit di 2021 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pergantian cuaca ekstrem dan kondisi suhu lebih panas terjadi di 2021, menyebabkan kondisi pemeliharaan ayam mengalami tantangan diantaranya:

• Kondisi ayam yang mengalami stres dan potensial imunosupresi yang diakibatkan fluktuasi suhu, kelembapan dan kecepatan angin.
• Bibit patogen lebih berkembang diakibatkan kondisi kelembapan lebih tinggi.
• Tantangan manajemen di kandang karena perubahan cuaca yang ekstrem.
• Tantangan pemenuhan kebutuhan energi di saat kondisi panas ekstrem.

Berdasarkan data dari 88 stasiun pengamatan BMKG, normal suhu udara pada Oktober periode 1981-2010 di Indonesia adalah sebesar 27.0° C (dalam range normal 21.4° C - 29.8° C) dan suhu udara rata-rata pada Oktober 2021 adalah sebesar 27.6° C. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, anomali suhu udara rata-rata di Oktober 2021 menunjukkan anomali positif dengan nilai sebesar 0.6° C. Anomali suhu udara Indonesia pada Oktober 2021 merupakan nilai anomali tertinggi sepanjang periode data pengamatan sejak 1981.

Untuk unggas yang masih dipelihara dengan sistem open house merasakan dampak negatif yang luar biasa terhadap anomali cuaca tersebut. Untuk kandang closed house kenaikan suhu lingkungan masih masih diantisipasi dengan adanya evaporative cooling pad sehingga suhu di dalam kandang bisa diturunkan sesuai target kebutuhan.

Dampak stres karena panas ini paling berbahaya menyebabkan penurunan kekebalan tubuh sehingga kemampuan imunitas untuk melawan penyakit menjadi berkurang, akibatnya kejadian penyakit potensial meningkat sepanjang 2021.

Koksidiosis & Nekrotik Enteritis
Penulis mencatat untuk kejadian Koksidiosis dan Nekrotik Enteritis (NE) di 2021 mengalami peningkatan dibanding sebelumnya. Faktor predisposisi lebih karena disebabkan kondisi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021.

Ditulis oleh:
Drh. Sumarno (Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia) &
Han (Praktisi Peternak Layer)

MENGULAS PENYAKIT 2021 DAN ANTISIPASI PENYAKIT 2022

Dibutuhkan langkah tepat dalam menghadapi tantangan penyakit perunggasan. (Foto: Istimewa)

Sebentar lagi tahun 2021 akan dilewati bersama. Suka-duka sudah dirasakan selama satu tahun kemarin. Analisis dan evaluasi perlu dilakukan agar suka-duka tidak berlalu begitu saja tetapi dapat digunakan untuk berpijak dan menentukan langkah ke depan dalam menghadapi tantangan dan menuai harapan.

Dari data laporan pemeriksaan kasus oleh seluruh Tim Veterinary Representive PT Romindo Primavetcom, terlihat pada semester I 2021, ditandai dengan tingginya kejadian kasus penyakit viral Newcastle Disease (ND) dan Infectious Bronchitis (IB), penyakit bakterial Chronic Respiratory Disease (CRD) dan Necrotic Enteritis (ND), serta penyakit parasiter Koksidiosis dan Cacingan (Ascariasis dan Helminthiasis).

Pada semester II 2021, ditandai dengan tingginya kejadian kasus penyakit viral ND dan penyakit bakterial Coryza dan Kolibasilosis. Sedangkan kejadian penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) dan Mikotoksikosis dilaporkan kejadiannya muncul terus sepanjang tahun ini.

Mengapa Penyakit Terus Muncul dan Mengganggu Peternakan
Penyakit IBD ditemukan di lapangan selama 2021, dengan angka kejadian kasus yang selalu tinggi setiap bulannya. Pada ayam layer bahkan mencapai angka kematian tinggi dan terjadi pada umur awal sekitar tiga minggu. Di kawasan padat ternak seperti di Jawa Timur, kejadian IBD cenderung berulang pada setiap periode masuk ayam. Pada ayam broiler kasus IBD seperti “langganan” disetiap periodenya. Di kawasan padat ternak wilayah Priangan Timur dan Sukabumi, kasus IBD cukup merepotkan peternak. Beberapa kasus outbreak IBD kadang dipicu oleh kasus Koksidiosis.

DOC yang sudah divaksinasi IBD di hatchery, relatif aman terhadap kasus IBD, tetapi seringkali rentan terhadap kasus ND. Ini dimungkinkan karena vaksin yang digunakan di hatchery saat ini, ada yang berasal dari IBD strain intermediate plus. Pada saat kualitas DOC kurang baik atau kualitasnya sangat bervariasi, vaksin IBD strain intermediate plus justru menimbulkan stres berlebih pada ayam dan tidak jarang menyebabkan atrofi bursa fabrisius. Ayam dengan atrofi bursa fabrisius tentu saja bersifat imunosupresif, sehingga kekebalan terhadap penyakit ND yang diharapkan didapat dari proses vaksinasi ND, menjadi tidak optimal hasilnya dan ayam rentan terhadap serangan ND.

Selain penyakit viral, penyakit bakterial juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. Yang terbanyak ditemukan adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021. 

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

PENYAKIT YANG EKSIS DI 2021 DAN PREDIKSINYA DI 2022

Pemeriksaan serologi untuk kepastian vaksinasi dan booster, serta penerapan biosekuriti yang optimal untuk mencegah dan menanggulangi penyakit. (Foto: Istimewa)

Hampir di semua daerah peternakan, masalah yang timbul dengan tidak tercapainya performa yang diinginkan selalu berakar pada masalah yang hampir sama, karena kegagalan penerapan tata laksana pemeliharaan yang baku maupun akibat berjangkitnya penyakit tertentu. Anehnya akar permasalahan yang terinvertarisir dari tahun ke tahun kurang lebih sama.

Pada 2021, musim panas atau kemarau agak lebih panjang dari biasanya, ditambah situasi pandemi COVID-19, tetapi apapun sebabnya banyak peternak ayam ras petelur maupun pedaging yang mengeluhkan berdampak pada pencapaian performa ayam. Akibat penerapan manajemen yang tidak disesuaikan dengan kondisi lingkungan saat itu, ditambah berkurangnya tenaga lapangan yang menangani ayam karena pemberlakuan on-off kerja, maka beberapa penyakit yang teridentifikasi di 2021, juga diprediksi akan terjadi di tahun berikutnya.

• Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Kejadian penyakit ini terjadi pada ayam petelur walaupun kejadiannya secara sporadis. Serangan penyakit ini paling nyata adalah penurunan produksi telur sangat tinggi tanpa diikuti perubahan organ pasca kematian yang spesifik. Kasus ini banyak terjadi pada peternakan ayam petelur yang melaksanakan vaksinasi kurang terprogram baik dan penerapan biosekuriti kurang memadai. Penggunaan vaksin AI lengkap H5 dan H9 sudah diterapkan, karena kurangnya kontrol terhadap kekebalan yang diperoleh, menyebabkan vaksinasi ulang yang terlambat sehingga ayam terlanjur terinfeksi. Penerapan biosekuriti yang tidak memadai juga merupakan salah satu pemicu atau faktor pencetus utama serangan penyakit AI jenis ini. Dengan kondisi tersebut bukan tidak mungkin penyakit ini merupakan ancaman yang akan tetap eksis di tahun mendatang.

Newcastle Disease (ND). Walaupun untuk menangkal serangan penyakit ini paling banyak diprogramkan dalam program pemeliharaan kesehatan ayam baik pada ayam petelur maupun ayam pedaging, tetapi kejadian ND masih saja terjadi. Kejadian pada ayam pedaging relatif… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021. (AHD)

CERMAT MEMBACA FAKTOR CUACA

Cuaca ekstrem sangat berpengaruh pada produktivitas ayam. (Foto: Dok. Infovet)

Pemanasan global yang melanda dunia ditengarai memengaruhi kondisi iklim di Indonesia, yang termanifestasikan dengan musim kemarau panjang dengan temperatur sangat tinggi, kekeringan dan kebakaran hutan luas. Sedangkan pada musim penghujan, curah hujan di berbagai tempat menjadi tidak menentu dan seringkali menimbulkan banjir. Angin topan dan puting beliung seringkali dilaporkan muncul di beberapa daerah di Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan kejadian perubahan cuaca ekstrem yang turut memengaruhi produktivitas ayam.

Manajemen Ayam Selama Cuaca Panas 
Cuaca panas menyebabkan sejumlah efek merusak pada ayam pedaging dan petelur yang akhirnya mengurangi profitabilitas. Stres cuaca panas menjadi perhatian serius bagi peternak, karena secara langsung menyebabkan kerugian finansial dengan produktivitas ayam yang terganggu.

Apa yang terjadi pada tekanan panas? Ayam menjadi stres panas ketika ayam mengalami kesulitan dalam mencapai keseimbangan antara kehilangan panas tubuh dan produksi panas tubuh, suhu tubuh normal ayam adalah 41° C. Ketika suhu lingkungan melebihi 35° C, ayam kemungkinan akan mengalami heat stress.

Dalam efek mempertahankan suhu tubuh, ayam mengandalkan kehilangan panas dari pembuluh darah di dekat permukaan kulit melalui proses yang disebut pendinginan non-evaporatif. Namun, mekanisme ini hanya efektif bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh ayam. Saat suhu sekitar meningkat di luar zona termonetral ayam, pendinginan non-evaporatif menjadi tidak efektif. Pada suhu yang lebih tinggi ini, ayam mengandalkan panting/evaporative cooling sebagai mekanisme mengontrol suhu tubuh. Terengah-engah adalah cara efektif tetapi mahal energi bagi ayam untuk mengontrol suhu tubuh dan biasanya menghasilkan asupan pakan lebih rendah dan pertumbuhan, serta pengurangan efisiensi pakan antara 20-30° C asupan pakan berkurang 1-1,5% untuk kenaikan suhu 1° C dan sebesar 5% di atas 32° C.

Cuaca panas akan meningkatkan asupan air untuk mengimbangi kehilangan air, tetapi situasi menjadi rumit karena kemampuan tubuh untuk menahan air berkurang saat proses pendinginan evaporatif meningkat. Selama suhu lingkungan tinggi, ayam akan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2021.

Ditulis oleh:
Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

GAMAVET GELAR WEBINAR DALAM RANGKA LUSTRUM KE-15 FKH UGM

Webinar Gamavet soal update manajemen dan penyakit ternak layer terkini. (Sumber: Istimewa)

Sabtu, 3 April 2021. Para alumni Gadjah Mada Veterinarian (Gamavet) menggelar webinar yang dihadiri 184 peserta dari seluruh pelosok Tanah Air dengan topik “Diskusi Update Manajemen Layer dan Kasus Penyakit pada Layer” dalam rangka menyambut Lustrum ke-15 Fakultas Kesehatan Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM).

Bertindak sebagai moderator, Ketua III Gamavet, Drh Andi Wijanarko dan dibuka oleh Wadek I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKH UGM, Drh Agung Budiyanto, yang mengharapkan webinar ini menjadi penyegaran keilmuan di bidang kesehatan layer dan agar para alumnus di Gamavet maupun PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) berkontribusi maksimal dalam kesehatan ternak layer.

Sementara Ketua Umum PDHI Drh M. Munawaroh, yang juga Sekretaris Jenderal Gamavet, menyampaikan bahwa produk layer berupa telur konsumsi saat ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, namun tetap perlu dipertahankan dengan manajemen dan kiat pencegahan penyakit terkini.

Hadir sebagai narasumber, vetenarian PT Kerta Mulya Sejahtera-Jakarta, Drh Roniyus H. Teopilus, membahas tentang seluk beluk manajemen layer, dimana dijelaskan periode umur 1-16 minggu adalah masa sulit dan sangat menentukan hasil produksi telur di masa depan.

Oleh karena itu, lanjut dia, perlu diperhatikan secara serius menyangkut seleksi dan culling (saat DOC-in), feed intake, bobot badan, keseragaman dan penyusutan. Pada kandang close house perlu perhatian khusus terhadap kerja dari alarm AC/DC dan kerja genset, karena bila tidak terkontrol sangat membahayakan keselamatan ayam. Juga lighting system dengan menggunakan lampu LED 14 watt perlu beroperasi sesuai SOP, karena berpengaruh pada feed intake ayam. Selain perhatian pada kualitas air minum, kebersihan silo, cooling fan dan rodent control.

Sementara mengenai penyakit dibahas Drh Wintolo, yang merupakan alumnus ’92 FKH UGM. Ia mengemukakan bahwa dari hasil pengamatan di lapangan ternyata terdapat 13 jenis penyakit viral yang selalu mengancam ternak layer.

Sedangkan dikatakan Drh Junaedi seorang praktisi layer yang membahas update penyakit mengungkapkan, berdasarkan pengamatan enam bulan terakhir ditemukan bahwa beberapa penyakit masih mengancam ternak layer, yakni Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), Necrotic Enteritis (NE), Kolibasilosis, Aspergilosis, Mikotoksin, Leucocytozoon dan parasit gurem. Namun kasus yang paling menonjol periode November 2020 sampai Februari 2021 ialah penyakit Coryza.

“Dengan pemicu munculnya penyakit-penyakit tersebut antara lain musim penghujan, tata laksana yang buruk dan kualitas bahan baku pakan yang menurun,” katanya. Adapun tindakan yang perlu dilaksanakan ialah identifikasi kasus, isolasi/disinfeksi/penurunan mobilitas, terapeutik-suportif, koleksi sampel dan organ, booster vaksin dan nutrisi. Sedangkan recovery kasus menyangkut monitoring bobot badan, seleksi, nutrisi, suportif, penegakkan diagnosis dan traceability berkaitan dengan audit feedmill.

Hal senada juga disampaikan Guru Besar Mikrobiologi FKH UGM, Prof Michael Hariyadi Wibowo, yang melengkapi temuan lapangan dari sudut ilmu mikrobiologi. Kesimpulan dari pembahasan tersebut bahwa kasus penyakit masih didominasi oleh penyakit imunosupresi dan pengaruh musim penghujan. (SA)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer