Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Penyakit Ternak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

THROW BACK PENYAKIT UNGGAS 2020

ND masih menjadi momok menakutkan bagi peternak unggas Indonesia. (Sumber: Istimewa)

Penyakit merupakan salah satu hambatan yang merintangi dalam suatu usaha budi daya peternakan, khususnya unggas. Baik penyakit infeksius maupun non-infeksius semuanya bisa jadi biang keladi kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun 2020 dan bagaimana prediksinya ke depan.

Perunggasan, sebagai industri terbesar di sektor peternakan Tanah Air tentunya yang paling menjadi sorotan. Tiap tahunnya, kejadian penyakit selalu terjadi dan jenisnya pun juga beragam, baik infeksius maupun non-infeksius.

Maklum saja, sebagai negara tropis Indonesia memang menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai jenis mikroorganisme patogen. Tentunya para stakeholder yang berkecimpung mau tidak mau, suka tidak suka harus berusaha untuk bisa survive dari hambatan ini.

Yang patut diingat adalah bahwa kejadian penyakit akan berhubungan dengan performa dan produktivitas, kemudian kedua aspek itu tentu saja akan langsung terkait pada nilai keuntungan yang didapat. Jadi, siapa saja yang dapat mencegah terjadi penyakit di suatu peternakan, apapun peternakannya, sudah pasti akan mendapatkan keuntungan yang lebih baik.

Catatan Penting 2020
Tahun 2020 peternak dianggap sudah dapat beradaptasi dengan ketiadaan Antibiotic Growth Promoter (AGP). Hal ini dikemukakan oleh Technical Support PT Mensana Aneka Satwa, Drh Arief Hidayat. Meskipun begitu, ia menyebut bahwa ada juga peternak yang masih kesulitan dengan setting-an terbaik dalam mengakali performa.

Menurut Arief juga tahun 2020 kasus kejadian penyakit unggas yang terjadi tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Kasus penyakit unggas yang banyak terjadi pada broiler masih didominasi oleh penyakit CRD kompleks, Gumboro dan sedikit laporan mengenai Slow Growth oleh cemaran Mikotoksikosis.

Sedangkan pada layer kasus penyakit masih didominasi penyakit yang sebabkan penurunan produksi pada ayam masa bertelur seperti ND (G7), AI (H9N2) , IB dan Coryza, sedangkan untuk fase starter-grower-prelayer (pullet) di dominasi oleh IBD dan ND.

Arief menggarisbawahi bahwasanya penyakit layaknya CRD kompleks dan dan Colibacillosis rata-rata disebabkan oleh kesalahan dalam manajemen pemeliharaan.

“Manajamen pemeliharaan yang kurang baik akan membuat penyakit ini kerap berulang, karena sebagaimana kita ketahui si agen penyakit inikan sifatnya oportunis. Jadi manajemen pemeliharaan tentunya harus benar-benar diperhatikan,” tutur Arief.

Selain itu jangan lupakan faktor cuaca dan iklim yang dapat mempengaruhi pola serangan penyakit. Menurut Arief, ketika terjadi peralihan musim alias pancaroba seperti sekarang ini, ayam akan mengalami stres, sehingga ternak akan mengalami imunosupresi yang kemudian akan memudahkan agen infeksius patogen semakin gencar menyerang.

Terkait penyakit Gumboro, hal ini juga diamini oleh Technical & Marketing Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, Drh Ayatullah Natsir. Gumboro juga masih menjadi penyakit langganan di perunggasan Indonesia.

“Gumboro tetap hits di 2020, banyak kasus menyerang ayam pullet. Laporan kasus gumboro 2020 di database kami kurang lebih sekitar 70 kasus sampai Oktober kemarin,” papar Ayatullah.

Ia berujar bahwa dengan merebaknya penyakit semacam ND, Gumboro dan beberapa kejadian Inclusion Body Hepatitis (IBH), artinya terjadi peningkatan kasus imunosupresi di lapangan. Ketiga penyakit tadi juga dikenal sebagai penyakit yang dapat menyebabkan imunosupresi pada ayam.

Terkait penyakit-penyakit imunosupresif, Technical Manager PT Boehringer Ingelheim, Drh Hari Wahjudi, juga ikut memberikan pendapat. Dalam sebuah webinar ia memaparkan bahwasanya peternak harus lebih diedukasi mengenai Gumboro.

“Gumboro ini memang agak tricky, pengendaliannya tidak cukup hanya vaksin. Sediaan vaksin yang digunakan jika salah juga akan berimbas nantinya. Peternak juga harus lebih diedukasi lagi mengenai ini dan memang saya menemukan banyak penyakit ini pada 2020,” tutur Hari.

Ancaman Baru Mengintai?
Di tahun 2020 ini bisa dibilang tidak ada penyakit… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020 (CR)

WASPADA HAMA PEMBAWA PENYAKIT PADA HEWAN DAN MANUSIA

Kehadiran lalat yang merupakan hama di suatu peternakan unggas akan mengakibatkan kerusakan/gangguan, kerugian, hingga timbulnya penyakit. (Foto: Dok. Infovet)

Lingkungan peternakan, baik peternakan unggas, sapi, domba/kambing, maupun babi, kerap menjadi sasaran polusi lingkungan di sekitarnya. Hal ini terutama karena bau tak sedap dari kotoran ternak hingga secara kasat mata terlihat berbagai macam hama yang berkeliaran di sekitar lingkungan kandang untuk mencari makan.

Untuk menekan anggapan yang kurang baik itu dan mencegah ternak maupun pekerjanya terjangkit penyakit, maka sudah sepatutnya pengusaha peternakan rutin dan kontinu menjaga kebersihan lingkungan, termasuk pengendalian hama.

Kata hama memang sering didengar utamanya di sekitar peternakan. Namun masyarakat termasuk peternak belum banyak mengetahui kehidupan maupun bahayanya. Padahal ini sangat penting untuk meminimalisir masalah yang timbul di kemudian hari. Diperlukan Integrated Pest Management yang merupakan strategi bijaksana dengan menggunakan berbagai macam metode seperti fisika, mekanika, kimia, biologi, kebiasaan dan penyuluhan untuk menanggulangi hama dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Menurut Aardwolf Pestcare (2006), hama merupakan makhluk hidup yang keberadaannya mengganggu/merugikan kehidupan manusia. Kehadiran hama akan mengakibatkan kerusakan, gangguan, timbulnya penyakit, terjadinya hal yang bertentangan dengan peraturan dan rasa takut. Sedangkan New York State Agriculture & Markets (2006), menyebut 33% penyebab kerusakan oleh hama dialamatkan pada serangga dan tikus.

Hama pun dikelompokan menjadi empat macam yaitu, 1) Disease Bearing Pests/Vector (lalat, nyamuk, kutu, tikus). 2) Stored Product Pests (kecoak, kumbang, gegat tepung Indian). 3) Structural Pests (semut kayu, tawon kayu, rayap). 4) Wildlife Intruders (tikus, burung pembawa hama, ular, cicak).

Berdasarkan masa aktifnya hama dikelompokkan menjadi, 1) Diurnal Pests yang aktif diwaktu siang, seperti lalat, nyamuk dan semut. 2) Nocturnal Pests yang aktif di malam hari, diantaranya tikus, kecoak, nyamuk Culex, nyamuk Malaria, cicak dan ular.

Mengapa Ada Hama?
Pentingnya mengetahui mengapa hama bisa sampai berada di lingkungan agar dapat melakukan pencegahan di titik-titik yang memberi peluang datangnya hama. Berdasarkan hasil pengamatan mendalam, ternyata hama hadir karena tersedianya air, makanan, lingkungan yang hangat, hingga menjadi tempat singgah (shelter) yang nyaman. Hama bisa datang sendiri (self entry) atau terbawa alat transportasi (lihat Bagan 1).

Bagan 1: Faktor dan Akses Masuknya Hama

Untuk memutus lingkaran penyebab hadirnya hama di lingkungan (rumah, kandang/farm, gudang dan lain sebagainya), maka perlu secara disiplin dalam menjaga lingkungan (bersih dan rapih), membiasakan diri membuang sampah/ceceran makanan atau pakan ternak pada tempatnya, kemudian memelihara alat monitoring (alat deteksi hama) dan menutup akses masuknya hama (pintu, jendela, plafon, lubang angin, saluran dan lain-lain).

Mekanisme Penularan Penyakit Melalui Hama
Hewan/manusia berperan sebagai induk semang (host) dari bakteri patogen yang menular bisa melalui gigitan vektor yang dapat menyebabkan penyakit. Oleh karena itu hewan yang berperan sebagai induk semang maupun vektor, perlu dihambat akses masuknya dan dibasmi perkembangbiakannya.

Bagan 2: Berbagai Elemen Penularan Penyakit

Cara Pengendalian Hama
• Lalat. Pengendalian bisa dilakukan untuk area luar dengan cara pengumpanan, hot fogging, spraying. Sementara untuk area dalam bisa dilakukan sparying alkohol 70% dan memasang AFC (Aardwolf Fly Catcher/alat penangkap lalat).
• Tikus. Untuk area luar dengan cara meracuni dengan kotak ATRB, teknologi antikoagulan (anti pembekuan darah tikus) yang mematikan dalam tiga hari. Untuk anak tikus bisa dengan menggunakan lem atau perekat untuk tikus.
• Semut. Pengendalian untuk area luar menggunakan penyemprotan peptisida. Untuk area dalam menggunakan penyemprotan alkohol 70%, menutup akses memakai sealant, menyedotnya memakai vaccum atau memasang perangkap lem.
• Nyamuk. Pengendalian bisa dilakukan dari area luar dengan hot fogging, spraying peptisida dan larvacide. Untuk areal dalam dengan cold fogging (khusus kantor) dan memasang AFC (alat penangkap nyamuk dan lalat).
• Kecoak. Pengendalianya bisa dengan melakukan pengasapan dan penyemprotan peptisida. Untuk areal dalam dengan cold fogging, pemberian umpan racun, penyemprotan alkohol 70%, penyedotan memakai vaccum atau memasang perangkap lem.
• Burung liar. Untuk area luar memasang kawat burung di lubang-lubang yang memungkinkan burung masuk dan untuk areal dalam memasang jaring perangkap burung liar.
• Rayap dan Tawon. Pengendaliannya bisa dilakukan penyemprotan dengan larutan soda api atau dengan larutan anti rayap.

Karena itu, keberadaan hama tidak bisa dianggap remeh karena dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, gangguan kesehatan dan lain sebagainya.

Cara penanggulangan hama yang paling baik adalah dengan mencegah hama masuk melalui akses dan meminimalkan ketersediaaan air, makanan dan tempat tinggal bagi hama.

Kebersihan dan kebiasaan yang baik (membuang sampah pada tempatnya, mencuci bekas pakan/minum, mengepel lantai dan lain-lain) sangat membantu untuk mengurangi hama. Sebab, mencegah lebih baik dan lebih murah dari pada mengobati. ***

Ditulis oleh:
Ir Sjamsirul Alam
Praktisi peternakan, alumni Fapet Unpad

JANGAN LENGAH DENGAN PENYAKIT PERNAPASAN

Penyakit pernapasan merupakan penyebab kerugian terbesar secara ekonomi pada komersial layer dan broiler. (Foto: Dok. Infovet)

Penyakit pernapasan IBV (Infectious bronchitis virus) merupakan penyebab kerugian terbesar secara ekonomi pada komersial layer dan broiler. Penyakit pernapasan IB berdampak kuat terhadap gangguan pertumbuhan, penurunan keseragaman, peningkatan FCR (feed coversion ratio) dan diikuti oleh infeksi sekunder penyebab kematian tinggi.

Pada ayam muda, kerugian akibat infeksi virus IB ini sering terlihat dengan munculnya penyakit pernapasan kronis yang sering diikuti infeksi sekunder E. coli. Di laboratorium dimana lingkungannya bersih dan terkontrol, infeksi virus ini hanya mengakibatkan ciliostatis atau silia yang tidak bergerak. Kondisi silia yang tidak bergerak ini akan menjadi pemicu infeksi lanjutan E. coli yang pada akhirnya juga menyebabkan kematian.

Pada edisi sebelumnya (Infovet edisi 305 Desember 2019), sudah dibahas bagaimana program kontrol untuk meminimalkan kerugian akibat infeksi virus IB, dimana intinya program sanitasi dan vaksinasi yang tepat sangat membantu mengurangi kerugian akibat infeksi virus tersebut.

Ternak yang mengalami infeksi IB, pada saluran pernapasan bagian atas (trachea) mengalami peradangan dan eksudat mukus, sehingga ayam kesulitan dalam bernapas, demam tinggi dan merusak silia trachea yang menyebabkan bakteri dan mycoplasma mudah sekali masuk. 

Untuk mengendalikan kasus pernapasan ini, langkah yang paling penting adalah menjaga integritas sistem pernapasannya dari gangguan berbagai faktor utama pemicunya. Hal ini dapat tercapai jika mampu menjaga sistem mukosiliaris dari saluran pernapasan tersebut. Sistem ini merupakan gabungan dari silia sel epitel pernapasan dan mukus, yang dihasilkan oleh sel mukus yang terdapat di sel epitel trachea. Sistem mukosiliaris ini menjadi benteng pertahanan pertama untuk kekebalan yang bersifat mekanis dan tidak spesifik yang selanjutnya berfungsi mencegah masuknya mikroba sekunder seperti E. coli yang sangat merugikan.

Pada unggas layer dan broiler sangat rentan mengalami penyakit pernapasan meskipun pada sistem kandang tertutup (closed house) sekalipun, hal ini... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2020)

Drh Sumarno
Head of AHS Central & Outer Island PT Sierad Produce

MENGHINDARI PENYAKIT DENGAN MENGATUR VENTILASI

Tirai dalam kandang. (Foto: Istimewa)

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil akhir produksi ayam broiler adalah beban panas yang tinggi (heat stress). Hal ini terjadi karena ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging yang pada prinsipnya adalah penumpuk lemak di dalam tubuh dalam jumlah besar pada masa produksi akhir (panen). Salah satu penyakit akibat iklim yang ekstrem yakni heat stress. Pada umumnya heat stress terjadi karena penumpukan lemak menjadi penghambat pembuangan panas yang dibentuk oleh tubuh, sedangkan ayam broiler juga mendapat panas tubuh dari hasil metabolisme dan aktivitas lingkungan sekitar.

Aktivitas yang menyebabkan terjadinya panas lingkungan dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan dan sirkulasi udara. Ketiga faktor tersebut merupakan elemen penting yang mempengaruhi produksi ayam broiler. Karena ketiga faktor tersebut berperan dalam proses terbentuknya kenyaman pada ayam, dimana akan meghasilkan produksi yang maksimal atau bahkan sebagai predisposisi timbulnya suatu penyakit pencernaan (Colibacillosis) dan pernapasan (CRD/Chronic Respiratory Disease) atau bahkan keduanya (CRD kompleks).

Atur Ventilasi  
Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi heat stress yang muncul akibat ketiga faktor tersebut adalah manajemen ventilasi. Ventilasi merupakan pergerakan udara yang memungkinkan terjadinya pertukaran antara udara di dalam dan di luar kandang. Dengan manajemen ventilasi yang baik, maka angka temperatur, kelembapan dan sirkulasi udara dapat diatur agar kondisi nyaman ayam dapat dicapai. Dalam sistem kandang terbuka, cara meciptakan pergerakan udara di dalam kandang dapat dilakukan dengan pemberian kipas angin, penerapan sistem buka-tutup tirai kandang, serta pembuatan model kandang monitor.

Manajemen brooding pada sistem pemeliharaan ayam broiler merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan hingga satu periode ke depan. Karena di masa ini, DOC akan mengalami pertambahan jumlah sel (hiperplasia) terutama otot. Oleh karena itu, kondisi di dalam kandang harus sangat mendukung. Dimulai dari suhu ideal, kelembapan yang tepat, serta kualitas oksigen yang memadai untuk proses perkembangan.

Kebanyakan peternak melupakan faktor terakhir tersebut, peternak cenderung lebih memperhatikan suhu dan kelembapan saja. Sehingga tidak jarang pada umur 7-10 hari tirai masih tertutup. Hal ini diperkuat oleh fakta yang didapat dari Technical Support PT Gold Coin Indonesia, Drh Rizqy Arief Ginanjar.

“Kenyataan yang terjadi ketika tirai masih ditutup, akan mengakibatkan sirkulasi udara di dalam kandang minimal, bahkan tidak terjadi. Sehingga kelembapan dan amonia di dalam kandang tidak bisa terkontrol. Dengan angka kelembapan dan amonia yang tinggi di dalam kandang akan memicu terjadinya penyakit,” ujar Rizqy. 

Lebih lanjut, manajemen tirai yang baik harus mulai diperhatikan ketika masa brooding. Tirai yang digunakan harus menggunakan metode double screen guard (tirai luar-dalam). Aplikasinya adalah dengan menggunakan dua buah tirai, satu untuk di dalam kandang dan satu lagi untuk di luar kandang. Pada saat DOC chick-in hingga umur tiga hari, tirai dalam masih dapat ditutup rapat agar panas di dalam brooder tercapai.

Ketika memasuki umur empat hingga tujuh hari, tirai luar pada siang hari sudah harus mulai dibuka disertai dengan pelebaran dari sekat (chick guard). Tirai dibuka ±10-20cm yang bertujuan agar terjadi pertukaran udara oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Sedangkan untuk tirai dalam masih dipertimbangkan untuk ditutup, namun juga melihat kondisi ayam.

Ketika malam, tirai masih harus ditutup agar ayam tidak terkena cold shock. Pada umur 7-10 hari dengan asumsi pertumbuhan bobot badan yang makin berkembang, maka tirai dan pelebaran sekat juga harus mengikuti. Tirai luar pada siang hari diturunkan ¼ dari tinggi kandang (±40-50 cm), sedangkan untuk tirai dalam sudah bisa mulai dilepas. Pada malam hari tirai dapat ditutup kembali.

Pada umur 10-14 hari, tirai luar pada siang hari sudah dapat dibuka ½ tiang kandang dan pada malam hari tirai dapat dibuka ¼ tiang kandang. Pada umur 15-20 hari, tirai luar pada siang hari sudah dapat dibuka seluruhnya, namun pada malam hari tirai masih ditutup untuk antisipasi stres akibat cuaca dingin. Pada umur 21 hari hingga panen tirai sudah dapat dibuka seluruhnya baik pada siang hari maupun malam hari. Namun masih dengan pertimbangan kondisi cuaca, adakalanya dinaikan (ketika hujan atau angin besar).

Pengaturan Tirai Kandang

Umur
Kondisi Tirai
Keterangan
Luar
Dalam
Siang
Malam
Siang
Malam
1-2
Tutup
Tutup
Tutup
Tutup
* lihat kondisi cuaca
3-6
Buka ¼
Tutup
Buka ½ 
Tutup
7-10
Buka ¼
Tutup
Buka
Buka ½
11-14
Buka ½
Buka ¼ *
Buka
Buka
15-20
Buka*
Buka ½ *
Buka
Buka
21-panen
Buka
Buka *
Buka
Buka

Di samping manajemen tirai, faktor sirkulsi udara juga dapat dibantu dengan penambahan kipas angin dan pembuatan kandang monitor. Pemberian kipas angin sering dipasang di dalam kandang yang memiliki alas litter. Tujuan pemberian kipas angin adalah untuk mempercepat perpindahan udara di dalam kandang. Jenis kipas angin yang digunakan adalah kipas angin pendorong (blower fan) dengan berbagai ukuran 24”, 36” dan 42”. Kipas angin dapat ditempatkan pada ketinggian 50-100 cm dari lantai.

Di daerah tropis jenis kandang tipe terbuka yang memiliki konstruksi panggung diharapkan memiliki atap yang berbentuk monitor. Karena cuaca pada wilayah tropis sangat mempengaruhi dalam tata laksana manajemen ventilasi. Selain dengan manajemen buka-tutup tirai, pembuatan kandang jenis panggung dan atap monitor pada kandang terbuka sangat membantu dalam proses pertukaran oksigen dan karbondioksida atau bahkan pembuangan senyawa berbahya H2S serta NH3. 

Salah satu peternak yang sudah mengaplikasikan manajemen ventilasi adalah Suhardi. Menurutnya, di tengah iklim dan cuaca ekstrem seperti saat ini manajemen ventilasi yang baik akan menunjang performa apalagi jika dibarengi dengan pemeliharaan yang baik.

“Saya selalu rutin dalam mengatur ventilasi, karena saya kurang biaya untuk bikin closed house jadi mau tidak mau saya harus bisa mengatur ventilasi. Paling sebagai tambahan saya sedikit rajin semprot desinfektan, sama memisahkan ayam yang mati. Biar enggak nular penyakitnya,” kata Suhardi.

Pengaturan ventilasi ini, lanjut dia, sangatlah penting. Hal buruk pernah menimpa Suhardi dikala anak kandangnya lupa melakukan maintenance buka-tutup tirai. “Pernah cuaca lagi panas-panasnya lupa buka tirai, ayam malah mati kepanasan semua, mana baru chick-in. Peristiwa seperti ini sudah jadi makanan sehari-hari, makanya saya rutin mengatur ventilasi, supaya ayam tetap oke performanya,” tandasnya. (CR)

SEKELUMIT REVIEW PENYAKIT TERNAK 2019

Peternak disarankan lebih meningkatkan manajemen pemeliharaan ternak, terutama di bidang biosekuriti, untuk mencegah penyakit. (Foto: Dok. Infovet)

Salah satu hambatan dalam industri peternakan khususnya sektor budidaya adalah keberadaan penyakit. Baik penyakit yang sifatnya infeksius maupun non-infeksius, semuanya bisa jadi biang keladi kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun ini dan bagaimana prediksinya kedepan.

Perunggasan, sebagai industri terbesar di sektor peternakan di Indonesia tentunya yang paling menjadi sorotan. Tiap tahunnya, kejadian penyakit selalu terjadi dan jenisnya pun juga beragam, baik infeksius maupun non-infeksius.

Sebagai negara tropis, Indonesia memang menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai jenis mikroorganisme patogen. Tentunya para stakeholder yang berkecimpung mau tidak mau, suka tidak suka harus berusaha untuk bisa survive dari hambatan ini.

Yang patut diingat adalah bahwa kejadian penyakit akan berhubungan dengan performa dan produktivitas. Kedua aspek itu tentu saja akan langsung terkait pada nilai keuntungan yang didapat. Jadi, siapa saja yang dapat mencegah terjadi penyakit di suatu peternakan, apapun peternakannya, sudah pasti akan mendapatkan keuntungan yang lebih baik.

Penyakit Unggas 2019
Larangan penggunaan AGP yang sudah berjalan hampir dua tahun mungkin masih sedikit terasa oleh peternak. Meskipun ada juga yang sudah dapat settingan terbaik dalam mengakali performa. Penyakit unggas utamanya broiler di 2019 ini masih bisa dibilang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Bisa dibilang penyakit “klasik” seperti Chronic Respiratory Disease (CRD), CRD kompleks, Newcastle Disease (ND) dan Kolibasilosis kerap kali masih menjadi wabah di suatu peternakan.

Penyakit-penyakit infeksius yang menyerang saluran pernapasan masih bisa dibilang mendominasi kejadian penyakit di Indonesia. Data dari tim Technical Education & Consultation (TEC) PT Medion, menunjukkan bahwa selama 2019... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2019. (CR)

KASUS PENYAKIT PENTING DI 2019 DAN PREDIKSINYA DI 2020

Ternak ayam broiler. (Foto: Dok. Infovet)

Kejadian penyakit di 2019 pasca pencabutan AGP (Antibiotic Growth Promoter) di dalam pakan masih ditemukan tinggi, terutama untuk penyakit pernapasan dan pencernaan. Tahun ini benar-benar menjadi ujian berat bagi para pelaku insan perunggasan nasional, selain masalah tren harga LB (live bird) yang kerap berada di bawah HPP (harga pokok produksi), juga tantangan penyakit yang semakin kuat.

Berdasarkan pengalaman penulis, di sini akan dijelaskan review beberapa kasus penyakit paling penting dan sering terjadi sepanjang tahun 2019, baik yang menimpa ayam broiler maupun layer.

Newcastle Diseases (ND)
Temuan kasus di lapangan untuk kejadian ND masih menjadi momok menakutkan dan penyebab kerugian utama pada ternak broiler dan layer. Seperti digambarkan dari data berikut pada 2019 ditemukan kejadian kasus ND sebesar 29%, terbanyak dibanding kasus lain. Data dihimpun dari Januari-Juli 2019 dengan total kasus penyakit sebanyak 357 laporan kasus, (sumber: Ceva 2019).

Grafik kematian kejadian ND pada broiler dimulai di umur 17 sudah ada peningkatan kematian dan puncaknya di umur 25 hari. Kerugian yang ditimbulkan dari ND selain kematian juga dari kualitas karkas yang rusak/merah dan kematian waktu tunggu di pemotongan.

Penyakit ND sudah sangat tidak asing bagi peternak, karena sudah sejak 1926 teridentifikasi ada di Indonesia dan virus ND yang bersirkulasi dikategorikan vvND (velogenic viscerotropic Newcastle Disease). Virus ini juga bisa menyerang mulai unggas usia muda hingga masa produksi dengan gejala klinis mulai munculnya kematian yang sering pada ayam muda atau mengakibatkan penurunan produksi telur pada layer.

Gejala yang muncul juga tergantung dari kekebalan ayam dan biasanya tergantung usia tantangan, kepadatan virus yang menantang dan jenis virus ND-nya. Berdasarkan publikasi ilmiah miller et all. (2014), menyebutkan bahwa virus ND yang bersirkulasi di Indonesia didominasi sub genotipe VIIi dan VIIh yang juga teridentifikasi di beberapa negara Asia (Malaysia, China, Kamboja dan Pakistan). Virus sub genotipe VIIi ini masih dekat kekerabatannya dengan virus ND yang bersirkulasi pada 1983-1990.

Virus ND genotipe VII mampu bereplikasi, mengakibatkan reaksi peradangan dan respon cytokine yang hebat di jaringan limfoid (limpa, timus dan bursa) dibandingkan genotipe V (herts 33) berdasarkan laporan Z. Hu et all. (2015).

Jika infeksi terjadi di masa produksi, “Cytokine storm” yang lebih hebat ini akan mengakibatkan ayam yang terinfeksi menunjukkan gejala... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2019).

Drh Sumarno
Head of AHS Central & Outer Island, PT Sierad Produce Tbk

DINAMIKA PENYAKIT UNGGAS DI INDONESIA

Manajemen kesehatan pada peternakan harus kombinasi antara biosekuriti, vaksinasi dan medikasi. (Foto: Dok. Infovet)

Dapat diamati insidensi dari emerging disease pada hewan ternak dan manusia terus meningkat, hal ini utamanya disebabkan oleh meningkatnya kontak antara hewan liar, hewan ternak dan manusia (Astill, 2018). Pun di Indonesia, beberapa penyakit yang sudah ada sejak beberapa dekade lalu bisa tetap dijumpai sekarang dengan tingkat insidensi yang semakin meningkat, sedangkan beberapa penyakit tetap menjadi endemik hingga saat ini. Pola berulang cenderung terjadi dan persistensi, tren penyakit yang paling banyak ditemui cenderung tidak berubah dari tahun ke tahun.

Iklim dan Globalisasi sebagai Faktor Utama Predisposisi
Indonesia merupakan negara beriklim tropis dimana terbagi menjadi dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan yang ditandai dengan tingginya curah hujan menciptakan iklim yang kondusif termasuk bagi penyakit Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI) dan Infectious Bursal Disease (IBD). Temperatur dan suhu rendah mengakibatkan virus bertahan lebih lama dan meningkatkan resiko penyakit, sehingga pengendalian penyakit lebih sulit dilakukan (Mitchell, 2017).

Suhu yang rendah pun mengakibatkan ayam cenderung makan lebih banyak, minum lebih sedikit dan cenderung berkelompok untuk menghangatkan tubuhnya, dengan kata lain jarak yang dekat akan meningkatkan resiko transmisi penyakit.

Sebaliknya, suhu yang hangat akan menyebabkan virus sulit untuk bertahan, namun level kelembaban yang tinggi dapat memperparah masalah pernapasan dan penyakit enterik. Ayam pun cenderung untuk lebih sedikit makan dan lebih sering minum. Suhu yang ekstrem, baik dingin atau panas akan menyebabkan ayam stres, meningkatkan sensitivitas terhadap penyakit dan mempengaruhi performa produksi (Mitchell, 2017).

Perubahan iklim secara global turut mempengaruhi penyebaran suatu penyakit, seperti contohnya perubahan rute migrasi burung akibat berkurangnya sumber makanan dan air di rute normal sebelumnya. Pertemuan jenis burung yang berbeda diakibatkan perubahan migrasi ini pun menyebabkan resiko transmisi penyakit meningkat, contohnya dalam kasus penyebaran Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI).

Namun di luar itu semua, Abolnik (2017) memandang jika penyebaran penyakit lebih disebabkan oleh faktor globalisasi, yaitu meningkatnya permintaan makanan yang diikuti dengan intensifikasi sistem produksi dan meningkatnya impor dan ekspor yang mengakibatkan seringkali lalu lintas menjadi tidak terkontrol.

Penyakit Viral
Pembahasan tren penyakit yang terjadi saat ini dan tahun mendatang, dapat dimulai dengan penyakit yang disebabkan oleh virus. Seringkali digolongkan sebagai... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2019).

Oleh: Drh Diptya Cinantya
Technical and Marketing Manager Hipra Indonesia

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer