Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini PPRPN | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

REMBUK PERUNGGASAN NASIONAL HASILKAN BEBERAPA KEPUTUSAN

Industri perunggasan Indonesia masih dihantui bayang-bayang over supply. (Foto: Dok. Infovet)

Awal tahun pasti semua kalangan berharap bahwa tahun 2020 menjadi tahun yang lebih baik daripada tahun sebelumnya, tanpa terkecuali kalangan perunggasan nasional. Sebagaimana diketahui bersama bahwa industri perunggasan nasional terus diterpa oleh kenyataan pahit, dimana harga jual live bird yang sangat sulit distabilkan tiap tahunnya.

Para pelaku usaha sudah jengah dengan memburuknya sektor perunggasan nasional, hampir setiap beberapa bulan sekali mereka para peternak mau tidak mau, suka tidak suka, dari hulu ke hilir banyak pihak yang memang sangat bergantung kehidupannya dari sektor ini.

Dalam rangka duduk bersama dan menuntaskan permasalahan tersebut, atas dasar inisiasi dari peternak dan asosiasi peternakan unggas, digelarlah rapat bersama dengan tema "Rembuk Perunggasan Nasional" di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan peternak, asosiasi peternakan unggas, integrator, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Satgas Pangan.

Keadaan over supply yang makin tak terkendali, tentunya menjadi biang keladi atas anjloknya harga jual live bird di tingkat peternak. Tercatat sejak September 2019 hingga kini, pemerintah masih harus melakukan "rekayasa" berupa cutting telur tetas DOC FS hingga Januari 2020. Hal ini dilakukan untuk menjaga harga jual live bird tetap stabil dan menguntungkan untuk peternak mandiri.

Hingga pada Rabu, 22 Januari 2020, ada sekitar 117,9 juta butir telur tetas yang di cutting, angka tersebut sebetulnya masih kurang dari target seharusnya yang sebanyak 127 juta butir. Dengan kata lain, baru 92,38% dari target yang terealisasi.

Dalam pertemuan rembuk perunggasan nasional, menghasilkan beberapa keputusan untuk menjaga harga jual live bird tetap stabil di atas HPP, diantaranya: 

1. Wilayah Jawa Barat mulai Kamis (23/1/2020), ayam yang berukuran 1,2 kg ke bawah agar ditahan untuk dijual selama empat hari. Kalaupun hendak dijual, harganya minimal Rp 16.000/kg atau boleh dijual dengan syarat dipotong di RPA sendiri. Sedangkan untuk ayam berukuran di atas 1,2 kg, mulai Kamis (23/1/2020), harus dijual dengan harga terendah Rp 16.000/kg.
2. Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai Kamis (23/1/2020), harga ayam yang dijual terendah Rp 16.000/kg (Jawa Tengah) dan Rp 16.000/kg (Jawa Timur).
3. PT Charoen Pokphand Indonesia, Japfa Comfeed dan Malindo di wilayah Jawa Tengah mulai Kamis (23/1/2020), tidak boleh sama sekali melakukan penjualan live bird.
4. PT CJ Feed Indonesia, Wonokoyo, CISF, Sinta Prima, New Hope dan peternak mandiri tidak boleh melakukan penjualan live bird pada Jumat (24/1/2020) di wilayah Jawa Tengah.
5. Harga jual minimal live bird adalah Rp 16.000/kg.
6. Hari Sabtu dan Minggu (25-26 Januari 2020), semua perusahaan diperbolehkan menjual live bird dengan harga minimal Rp 16.000/kg.
7. Harga DO yang berlaku sesuai dengan tanggal tangkap.
8. Pemerintah wajib melakukan pengawasan.
9. Harga akan dievaluasi kembali tiap empat hari, dimulai pada senin (27/1/2020).
10. Harga DOC FS yang dijual kepada peternak mandiri skala kecil, jangan dinaikkan dulu. (CR)

SEMPAT KECEWA, PETERNAK AKHIRNYA BISA CURHAT KE DIRJEN PKH

Peternak "menggerebek" Dirjen PKH (Foto : Jefri)

Sekitar dua puluh orang perwakilan peternak ayam yang melakukan demonstrasi di Kementerian Pertanian Rabu (11/12) diterima oleh Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Drh Makmun M.Sc. Pertemuan tersebut dalam rangka mendengarkan keluhan peternak agar ditindaklanjuti oleh pemerintah. Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung C Kementan tersebut, Makmun meminta maaf sebesar - besarnya kepada para perwakilan peternak.

"Saya sebagai tuan rumah memohon maaf kepada bapak - bapak sekalian apabila penyambutan dari kami kurang berkenan. Saya juga meminta maaf karena Pak Dirjen tidak dapat menemui bapak sekalian karena sedang ada pekerjaan lain," tukas Makmun.

Mendadak tensi berubah ketika perwakilan peternak mendengar pernyataan Makmun tadi. Kekecewaan pun juga terlihat jelas dari semua perwakilan peternak. Salah satu perwakilan peternak yang bersuara mengungkapkan kekecewaannya yakni peternak asal Bogor, Kadma Wijaya.

"Saya sangat kecewa hari ini, Pak Dirjen tidak ada di sini, padahal kami sudah sebanyak ini. Mohon maaf, bukan bermaksud mengecilkan, kalau Pak Makmun saja yang menerima, kami kan bisa bertemu dengan Pak Makmun kapan saja, kalau ketemu sama Pak Dirjen kan jarang - jarang," ungkap Kadma.

Selain Kadma, seorang perwakilan peternak dari Magelang juga mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, penerimaan yang dilakukan oleh Kementan hari itu sangat tidak manusiawi. Mulai dari ketika tidak dibolehkannya peternak memasuki kawasan Kementan, hingga ketidakhadiran Dirjen dalam pertemuan tersebut.

Dengan semakin memanasnya tensi dan untuk mencegah hal - hal yang tidak diinginkan Sugeng Wahyudi yang juga salah satu koordinator aksi mengambil inisiatif agar peternak segera angkat kaki dari kawasan Kementan. Mereka pun memutuskan untuk memberikan rapor merah sekaligus tuntutan mereka kepada Makmun dan hendak melipir ke gedung A untuk menemui perwakilan Menteri Pertanian dan melakukan hal yang sama.

Dalam perjalanan menuju gedung A, seorang peternak mendapatkan info bahwa Dirjen PKH sedang berada di gedung Pusat Informasi Agribisnis Kementan. Syahdan mereka pun langsung menggerebek tempat tersebut dan bertemu dengan Dirjen PKH I Ketut Diarmita beserta Pejabat sekelas Direktur lainnya.

Dalam pertemuan yang berlangsung alot, beberapa kesepakatan dihasilkan oleh mereka. Salah satunya mengenai akan dilibatkannya perwakilan peternak untuk mengetuai tim ahli yang dibuat oleh Ditjen PKH dalam menghitung supply - demand DOC.

Ketika dikonfirmasi oleh Infovet, Dirjen PKH hanya menjawab secara normatif dan terkesan adem ayem atas hal tersebut. "Ya biasalah peternak, wajar kalau mereka cari saya, pokoknya nanti ini akan kita godok kembali, yang jelas ini butuh waktu dan butuh koordinasi lebih lanjut secara hukum, terima kasih," tutur Ketut. (CR)


PETERNAK MENUNTUT HARGA PAKAN DAN DOC TURUN

Demonstrasi peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRPN di depan Istana Negara, Selasa (5/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Ribuan peternak ayam broiler yang tergabung dalam Sekber Penyelamatan Peternak Rakyat dan Perunggasan Nasional (PPRPN) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Selasa (5/3).

Sebagian tuntutan dari peternak yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia ini meminta harga DOC dan pakan turun, agar biaya produksi tak membengkak.

"Harapan kita hari ini pemerintah mendengar apa yang menjadi keinginan peternak rakyat, yakni harga ayam harus naik di tingkat peternak. Sebab DOC dan pakan, serta sapronak lain yang kita beli di perusahaan tinggi harganya, ini memicu peternak rakyat bangkrut. Padahal kita hanya ingin menikmati hasil dari budidya kita," ujar Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi saat ditemui Infovet.

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa perwakilan peternak rakyat dari daerah, diantaranya Lampung, Jawa Timur, Kalimantan, Bandung, Medan, yang meminta harga bibit serta pakan ternak turun dan harga jual ayam tidak ambruk di bawah hpp (Harga Pokok Produksi).

"Turunkan harga bibit dan pakan, jika tidak kita bakar saja. Pemerintah itu kalo kita jual (ayam) di atas hpp, pemerintah bertindak, tapi kalo harga jual turun di bawah hpp pemerintah diam saja," ujar perwakilan peternak Kalimantan saat menyampaikan aspirasinya.

Harga pokok produksi yang sudah diatur saat ini mencapai Rp 19-20 ribu/kg (live bird). Namun beberapa tahun terakhir harga jual ayam selalu berada di bawah hpp. Sementara adapun kenaikan harga DOC yang mencapai Rp 1.595/ekor dan pakan sebesar Rp 850/kg. Kenaikan terjadi sebanyak enam kali sepanjang 2018. Melonjaknya harga pakan disebabkan kenaikan harga jagung dalam negeri dan penguatan dollar. Sedangkan kenaikan harga DOC dipicu kenaikan harga pakan dan kenaikan biaya depresiasi akibat kosongnya kandang induk pasca pemangkasan produksi.


Aksi demonstrasi peternak rakyat yang meminta perlindungan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selain itu, ditambahkan perwakilan peternak daerah Lampung, yang meminta budidaya dikembalikan seutuhnya kepada peternak mandiri. "Budidaya itu milik rakyat, kita juga ingin besar. Tolong perhatikan nasib kami (peternak). Ini kita akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan."

Ini tentunya menjadi indikasi lemahnya pemerintah mengawasi industri perunggasan. Hal itu juga yang disampaikan Haris Azhar dari Lokataru.

"Pemerintah tidak mau mendengar peternak yang tiap hari gulung tikar dan merugi, mereka lebih peduli terhadap perusahaan besar, kita tidak bisa biarkan ini. Kita harus tuntut produksi peternakan milik peternak rakyat," katanya dihadapan para peternak. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer