Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Jamur | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MELACAK GERAK-GERIK TOKSIN T-2

Jagung berjamur. (Sumber: Istimewa)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh beberapa kapang beracun dari tiga genus utama, yaitu Aspergillus, Fusarium dan Penicilium. Bersifat “ubiquitous” alias mudah ditemukan di alam bebas, sangat tahan pada suhu tinggi dan cenderung mempunyai karakter lipofilik serta sangat beracun bagi manusia ataupun hewan. Spektrum toksikologisnya sangat luas, sehingga bentuk manifestasi klinis dan patologi-anatomisnya sangat variatif, baik pada hewan secara umum, maupun pada unggas khususnya. Toksisitasnya bisa bersifat akut atau kronis, dengan bentuk gangguan bersifat karsinogenik, genotoksisitas, imunotoksisitas, mutagenisitas, maupun teratogenisitas. Selain itu, dampak sinergistik antar beberapa jenis mikotoksin sudah dibuktikan secara in-vitro maupun in-vivo oleh para ahli toksikologi. Tulisan singkat ini mencoba meneropong mikotoksin dari kelompok Trikotesen, khususnya toksin T-2 yang juga jamak ditemukan pada ayam modern.

Sekilas Mikotoksin
Di atas telah disebutkan secara biologis mikotoksin adalah senyawa toksik yang merupakan metabolit sekunder kapang Aspergillus, Fusarium dan Penicilium yang menginvasi biji-bijian ketika masih dalam fase pertumbuhan di ladang dan/atau bahan baku/pakan selama penyimpanan, terutama jika suhu dan kelembapan sangat ideal untuk pertumbuhan kapang tersebut (Shamsudeen et al., 2013).

Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2012, memperkirakan kurang lebih 25% dari makanan manusia dan hewan terkontaminasi satu atau beberapa jenis mikotoksin. Usaha-usaha untuk membuat dekontaminasi secara fisik maupun dengan adsorben kimiawi sejauh ini masih terbatas (Huwig et al., 2001; Shetty dan Jesperson, 2006).

Gambar 1: Toksisitas relatif beberapa jenis mikotoksin terhadap hewan ternak (food producing animals). Di lapangan kasus keracunan Aflatoksin-B1 (AFB1), toksin T-2 dan Okratoksin-A pada ayam modern mempunyai prevalensi cukup tinggi sepanjang tahun, baik pada level ayam bibit (parent stock) maupun ayam komersil (final stock).

Hampir sama dengan polutan lingkungan lainnya, mikotoksin sangat mengganggu kesehatan dan produktivitas hewan, unggas khususnya (Zain, 2011; Katole et al., 2013). Lebih dari 350 jenis mikotoksin sudah diidentifikasi di alam, misalnya kelompok Aflatoksin (AF), Okratoksin (OT), Fumonisin (F) dan kelompok Trikotesen (Patil, 2014).

Gambar 2: Dampak metabolik pada kasus keracunan mikotoksin umumnya sudah dimulai dari saluran cerna (gastrointestinal tract) yang ujung-ujungnya akan mengakibatkan gangguan asupan nutrisi bagi induk semang, baik makro-nutrisi maupun mikro-nutrisi. Selanjutnya, mikotoksin yang terabsorpsi dapat mengganggu atau bahkan merusak kedua organ yang berfungsi untuk detoksikasi bagi induk semang, yaitu hati dan ginjal. Bagan ini menunjukkan patogenesis dampak metabolik mikotoksin pada umumnya terhadap ayam modern tipe petelur, baik ayam bibit (grand parent ataupun parent stock) atau ayam petelur komersil, yaitu gangguan produksi telur (% hen day) serta kualitas kerabang telur.

Mengenal Kelompok Trikotesen
Trikotesen (TCT) adalah sekelompok mikotoksin yang dihasilkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (toe)

Ditulis Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

KESIAGAAN HADAPI MIKOTOKSIN DI MUSIM PENGHUJAN


Saat ini mikotoksin semakin mendapat perhatian serius dan harus diwaspadai karena mikotoksin hampir selalu ditemukan di setiap bahan baku pakan. Mikotoksin meski dalam jumlah rendah namun terus-menerus ada dalam bahan baku pakan, akan menyebabkan penurunan efisiensi produksi dan meningkatkan kepekaan ayam terhadap berbagai jenis infeksi penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh.

Mikotoksikosis merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh mikotoksin dan penyakit tersebut timbul jika unggas mengonsumsi pakan atau bahan yang mengandung mikotoksin. Berdasarkan tempat proses tumbuhnya jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Field Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa tanam di ladang/lahan pertanian (contoh: Fusarium).

2. Storage Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa penyimpanan di gudang (contoh: Aspergillus sp. dan Penicillium sp.). Pada masa tanam tanaman jagung, kandungan jamur semakin meningkat seiring pertumbuhan tanaman tersebut. Toksin yang dihasilkan jamur semakin meningkat. Pada masa penyimpanan, kandungan jamur meningkat seiring masa penyimpanan dan kondisi yang ideal bagi pertumbuhannya.

Gejala klinis mikotoksikosis biasanya tergantung dari jenis dan kadar mikotoksin. Variasi gejala klinis tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, gangguan produksi telur, gangguan daya tetas telur, gangguan pencernaan, perdarahan pada kulit, kerusakan jaringan pada paruh, rongga mulut dan gangguan akibat efek imunosupresi.

Mikotoksin akan menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.

Ditulis oleh: Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, Jakarta
Telp: 021-8300300

SEKILAS TENTANG MIKOTOKSIN

Mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti jagung untuk pakan ternak. (Foto: Thinkstock)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder produk dari kapang berfilamen, dimana dalam beberapa situasi dapat berkembang pada makanan yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp, Aspergillus sp dan Penicillium sp merupakan jenis kapang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan sering mencemari pakan ternak. Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat (Binder 2007; Zinedine & Manes 2009).

Kata mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti kapang (Yunani) dan toxicum yang mengacu pada racun (Latin). Mikotoksin tidak terlihat, tidak berbau dan tidak dapat dideteksi oleh penciuman atau rasa, tetapi dapat mengurangi kinerja produksi ternak secara signifikan (Binder 2007).

Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya. Beberapa toksin/racun jamur ini diproduksi pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%.

Beberapa jamur/fungi yang diketahui dapat menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya di peternakan adalah Aspergillus flavus (Aflatoksin B1) dan A. Ochraceus (Okratoksin), Fusarium (Zearalenone/F2, Fumonisin, DON/Dioksinivalenol/Vomitoksin, T2/Trichothecenes dan Penicillium viridicatum atau P. palitans (Okratoksin).

Beberapa jenis kapang dapat memproduksi lebih dari satu jenis mikotoksin dan beberapa mikotoksin diproduksi oleh lebih dari satu spesies kapang (Zain, 2011).  Kapang merupakan bagian normal dari mikroflora.

Ternak dapat terpapar mikotoksin setelah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (AHD-MAS)

MEMBEBASKAN PAKAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Baku pakan harus diperhatikan kualitasnya. (Foto: Istimewa)

Toksin atau lazim disebut dengan mikotoksin dalam dunia peternakan. Permasalahan klasik ini kerap kali mengintai semua unit usaha yang bergerak di bidang perunggasan dari hulu maupun hilir.

Toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh mahluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan).

Dalam industri pakan ternak seringkali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh cendawan/kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di Negeri ini tetapi juga seluruh dunia.

Mikotoksin Selalu Menjadi Momok
Dalam dunia peternakan setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi tokoh “protagonis”, ketujuhnya seringkali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel. Peternak pun dibuat kerepotan oleh ulah mereka. Jenis toksin yang penting untuk diketahui dijabarkan pada Tabel 1 berikut: 

Tabel 1.  Ragam Jenis Mikotoksin

Jenis Toksin

Organisme Penghasil Toksin

Efek Terhadap Ternak & Manusia

Aflatoksin

Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus

Penurunan produksi, imunosupresi, bersifat karsinogen, hepatotoksik

Ochratoksin

Aspergillus ochraceus

Penurunan produksi, kerusakan saraf dan hati

Fumonisin

Fusarium spp.

Penurunan produksi, kerusakan ginjal dan hati, gangguan pernapasan

Zearalenon

Fusarium graminearum, Fusarium tricinctum, Fusarium moniliforme

Mengikat reseptor estrogen (feminisasi), menurunkan fertilitas

Ergot Alkaloid

Claviseps purpurea

Penurunan produksi pertumbuhan, penurunan produksi susu, penurunan fertilitas

Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin

Fusarium spp.

Penurunan produksi, kerusakan kulit

T-2 Toksin

Fusarium spp.

Penurunan produksi, gastroenteritis hebat

Sumber: Mulyana, 2013.


Menurut Drh Asri Rizky, dari PT Charoen Pokphand Indonesia, masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas.

“Banyak faktor yang mempengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pengolahan jagung yang salah,” tutur pria alumnus FKH Universitas Syiah Kuala.

Maksudnya adalah, di Indonesia kebanyakan petani jagung hanya mengandalkan iklim dalam mengeringkan jagungnya, dengan bantuan sinar matahari/manual biasanya petani menjemur jagung hasil panennya. Mungkin ketika musim panas hasil pengeringan akan baik, namun pada musim basah (penghujan), sinar matahari tentu tidak bisa diandalkan.

“Jika pengeringan tidak sempurna, kadar air dalam jagung akan tinggi, sehingga disukai oleh kapang. Lalu kapang akan berkembang di situ dan menghasilkan toksin,” jelas dia.

Masih masalah iklim menurut Asri, Indonesia yang beriklim tropis merupakan wadah alamiah bagi mikroba termasuk kapang dalam berkembang biak.

“Penyimpanan juga harus diperhatikan, salah dalam menyimpan jagung artinya membiarkan kapang berkembang dan meracuni bahan baku kita,” ucapnya.

Menurut data FAO 2017, sekitar 25% tanaman biji-bijian di seluruh dunia tercemar oleh mikotoksin setiap tahunnya. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tercemarnya bahan baku pakan dan pangan oleh mikotoksin berupa penurunan produksi daging dan telur unggas, penurunan produksi bahan pakan dan pangan, penurunan performa ternak, serta meningkatnya biaya kesehatan akibat mikotoksikosis pada hewan dan manusia.

Commercial Lead PT Cargill Indonesia, Drh Sudarno Wiryasentika, mengatakan bahwa bukan Indonesia saja, seluruh dunia kini dihadapkan pada problem mikotoksin yang semakin parah.

“Di Amerika dan Kanada saja kerugian akibat tercemarnya mikotoksin mencapai USD 225 miliar, bayangkan betapa merugikannya mikotoksin ini, oleh karenanya kita harus selalu waspada,” tutur Sudarno.

Tak lupa ia mengingatkan kembali bahwa sifat alamiah mikotoksin adalah tahan terhadap suhu tinggi, sehingga “awet” pada kondisi pelleting pada proses pembuatan pakan dan sangat sulit untuk dieradikasi.

Sudarno juga menilai bahwa pemerintah harus serius dalam menangani hal ini, karena tidak hanya berbahaya bagi hewan, tetapi juga bagi manusia.

“Saya ingin mengingatkan pemerintah, stakeholder, serta pihak terkait mengenai masalah ini, please jangan dianggap remeh, efeknya seperti gunung es dan berkesinambungan pada kesehatan hewan maupun manusia,” tutur pria yang pernah menjadi manajer formulasi tersebut.

Waspada Toksin Bakteri
Mikroorganisme yang dapat menghasilkan toksin bukan hanya jamur atau cendawan, beberapa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021 (CR)

MEMINIMALISIR SERANGAN MIKOTOKSIN

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. (Foto: Infovet/Ridwan)

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan jamur pada kondisi lingkungan yang ideal pada hampir semua jenis komoditi hasil pertanian di seluruh dunia. Pada saat ini, lebih dari 300 jenis toksin telah teridentifikasi yang berasal lebih dari 100.000 spesies jamur.


Berbagai jenis mikotoksin antara lain Aflatoksin (berasal dari Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus), Okratoksin (berasal dari Aspergillus ochraceus), Fumonisin (berasal dari Fusarium spp.), Zearalenon (berasal dari Fusarium graminearum, Fusarium tricinctum, Fusarium moniliforme), Ergot Alkaloid (berasal dari Claviseps purpurea), Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin (berasal dari Fusarium spp.) dan T-2 toksin (berasal dari Fusarium spp.)

Gambar 1. Berbagai jenis jamur penghasil mikotoksin.

Gambar 2. Struktur kimia beberapa mikotoksin.

Jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan tempat proses tumbuhnya jamur, yaitu Field Fungi (contoh: Fusarium sp.) dan Storage fungi (contoh: Aspergillus sp. dan Penicillium sp.).

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. Mikotoksin yang dihasilkan jamur pun semakin meningkat, hal ini didukung oleh kondisi iklim, manifestasi serangga, variasi kualitas bibit dan tingkat kepadatan tanaman.

Pada proses panen, pembentukan mikotoksin antara lain karena tingkat kematangan tanaman, kadar air biji tanaman dan praktek manajemen pertanian. Kemudian pada saat penyimpanan pembentukan mikotoksin dipengaruhi oleh kandungan air, serangga, penambahan bahan pengawet. Selain itu distribusi bahan baku pakan juga berpengaruh terhadap... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020)

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM

TOXIN BINDER DAN PERANANNYA

Kualitas pakan secara fisik ataupun laboratories sangat menentukan seberapa perlu penggunaan toxin binder dan kriteria/jenis penggunaannya sesuai dengan keperluan. (Sumber: zootecnicainternational.com)

Indonesia adalah negara yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, beriklim tropis dengan kelembaban udara yang relatif tinggi dari waktu ke waktu (sehingga sering disebut sebagai negara dengan iklim tropis basah). Indonesia memiliki iklim laut yang sifatnya lembab dan banyak mendatangkan hujan. Pada musim penghujan jelas akan memberikan dampak signifikan terhadap kelembaban lingkungan dibanding saat musim kemarau. Hal ini juga karena Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana sebagian besar tanah daratannya dikelilingi lautan dan samudera. Sehingga potensi pembentukkan uap air jauh lebih tinggi dibanding negara yang daratan lebih besar.

Lembab dan Faktor Resiko Munculnya Jamur
Pola suhu dan kelembaban di Indonesia dalam 24 jam sangat menciri sekali. Dimana pada saat tengah malam menuju ke dini/pagi hari, rendahnya suhu lingkungan biasanya akan diikuti oleh tingginya kelembaban, dan sebaliknya saat tingginya suhu siang hari secara umum kelembaban akan menurun signifikan.

Salah satu keunikan yang terjadi di Indonesia adalah dijumpainya kemarau basah yang berkepanjangan. Tingginya cekaman panas pada musim kemarau akhir-akhir ini menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebihan dan berdampak pada terkumpulnya awan yang mengandung uap air yang pada titik kondensasi tertentu akan berubah menjadi hujan. Sehingga tidak jarang dijumpai kondisi pada saat cuaca panas, namun hujan turun yang menyebabkan kelembaban lingkungan semakin tinggi. Hal inilah yang menyebabkan pola kelembaban tidak hanya dipengaruhi rendahnya suhu pada malam hari, namunn juga suhu yang relatif tinggi yang berakibat penguapan berlebih pada saat siang hari.

Konsekuensi logis dari kondisi geografis tersebut membuat peternak harus lebih rinci dan detail dalam menjalankan aktivitas budidaya perunggasannya agar bisa meminimalkan efek atau resiko buruk dari kelembaban tinggi yang berdampak pada performa produksi ayam. Bahkan kelembaban relatif lingkungan bisa mencapai 100%. Tidak hanya sekedar dalam memainkan setting kipas dan tirai, upaya menjaga kualitas litter, mencegah adanya kepadatan semu, juga harus fokus terhadap ancaman penurunan kualitas pakan oleh adanya jamur dan mikotoksin. Mengingat efek yang dihasilkan sangat berbahaya dan merugikan, baik yang secara kasat mata mapun yang tidak.

Jamur dan Mikotoksin
Banyak para peternak yang belum bisa membedakan antara keduanya. Ada beberapa diantara peternak yang menganggapnya...

Drh Eko Prasetio
Commercial Broiler Farm Consultant


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2019.

Pakan Bebas Toksin Performa Terjamin

Jagung sebagai bahan baku pakan ternak. (Foto: Infovet/Ridwan)

Apa yang terbersit oleh semua orang ketika mendengar kata toksin? Sudah pasti mereka membayangkan suatu zat yang berbahaya. Hal yang sama juga berlaku dalam dunia pakan ternak, berbagai jenis toksin siap mengontaminasi pakan ternak.

Dalam dunia medis, toksin diartikan sebagai zat beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dunia veteriner sepakat menggunakan terminologi biotoksin, karena toksin diproduksi secara biologis oleh mahluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan).

Dalam dunia pakan ternak sering kali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh cendawan/kapang/jamur). Hingga kini kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih menjadi momok yang sangat menakutkan, tidak hanya di Negeri ini tetapi juga di seluruh dunia.

Mikotoksin, Klasik dan Berbahaya
Setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi “tokoh utama”, mereka sering kali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Singkatknya seperti dijabarkan pada Tabel 1. berikut ini.

Tabel 1. Ragam Jenis Mikotoksin
No.
Jenis Toksin
Organisme Penghasil Toksin
Efek Terhadap Ternak & Manusia
1
Aflatoksin
Aspergillusflavus, Aspergillusparasiticus
Penurunan produksi, imunosupresi, bersifat karsinogen, hepatotoksik
2
Ochratoksin
Aspergillusochraceus
Penurunan produksi, kerusakan saraf dan hati
3
Fumonisin
Fusarium spp.
Penurunan produksi, kerusakan ginjal dan hati, gangguan pernafasan
4
Zearalenon
Fusariumgraminearum, Fusariumtricinctum, Fusariummoniliforme
Mengikat reseptor estrogen (feminisasi), menurunkan fertilitas
5
Ergot Alkaloid
Clavisepspurpurea
Penurunan produksi pertumbuhan, penurunan produksi susu, penurunan fertilitas
6
Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin
Fusarium spp.
Penurunan produksi, kerusakan kulit
7
T-2 Toksin
Fusarium spp.
Penurunan produksi, gastroenteritis hebat
Sumber: Mulyana, 2013.

Menurut Drh Sudirman, mantan Ketua Umum GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas. “Banyak faktor yang mempengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pengolahan jagung yang salah,” ujar Sudirman.

Maksudnya adalah, di Indonesia kebanyakan petani jagung hanya mengandalkan iklim dalam mengeringkan hasil panennya, dengan bantuan sinar matahari/manual, biasanya petani menjemur jagung hasil panennya. Mungkin ketika musim panas hasil pengeringan akan baik, namun pada musim basah (penghujan), sinar matahari tentu tidak bisa diandalkan. “Jika pengeringan tidak sempurna, kadar air dalam jagung akan tinggi, sehingga disukai oleh kapang. Lalu kapang akan berkembang di situ dan menghasilkan toksin,” tuturnya.

Masih masalah iklim menurut Sudirman, Indonesia yang beriklim tropis merupakan wadah alamiah bagi mikroba termasuk kapang dalam berkembang biak. “Penyimpanan juga harus diperhatikan, salah dalam menyimpan jagung artinya membiarkan kapang berkembang dan meracuni bahan baku kita,” kata Sudirman.

Menurut data dari FAO pada 2017, sekitar 25% tanaman biji-bijan di seluruh dunia tercemar oleh mikotoksin setiap tahunnya. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tercemarnya bahan baku pakan dan pangan oleh mikotoksin berupa penurunan produksi daging dan telur unggas, penurunan produksi bahan pakan dan pangan, penurunan performa ternak, serta meningkatknya biaya kesehatan akibat mikotoksikosis pada hewan dan manusia.

“Di Amerika dan Kanada saja kerugian akibat tercemarnya mikotoksin mencapai USD 225 milyar, bayangkan betapa merugikannya mikotoksin ini, oleh karenanya kita harus selalu waspada,” imbuhnya. Tak lupa Sudirman mengingatkan kembali bahwa sifat alamiah dari mikotoksin adalah tahan terhadap suhu tinggi, sehingga “awet” pada kondisi pelleting saat proses pembuatan pakan dan sangat sulit untuk dieradikasi.

Sudirman juga menilai bahwa pemerintah... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi 291 Oktober 2018.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer