-->

GEJALA ANTRAKS MUNCUL DI GUNUNG KIDUL, TIM RESPONS CEPAT

Tim langsung merespons cepat dengan melakukan penelusuran dan pengambilan sampel kasus antraks di Gunung Kidul. (Foto: Istimewa)

Tim dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates yang merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Pertanian (Kementan) langsung merespons cepat satu kasus gejala antraks di Desa Tileng, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, pada 15 Februari 2025.

“Pemerintah serius menangani setiap kasus penyakit hewan menular yang muncul. Kami telah mengirimkan tim ke lokasi kasus untuk melakukan penelusuran, pengambilan sampel, dan penyuluhan kepada pemilik ternak,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Agung Suganda, melalui siaran resminya saat meninjau laboratorium BBVet Wates, Selasa (18/2/2025).

Ia menambahkan, tim BBVet Wates juga terus berkoordinasi dengan Dinas PKH Kabupaten Gunung Kidul dan meminta untuk berkoordinasi lintas sektor dengan Dinas Kesehatan setempat dalam melakukan pemantauan dan cek kesehatan pada pemilik ternak atau yang memiliki riwayat kontak dengan ternak sakit.

Sementara itu, Kepala BBVet Wates, Hendra Wibawa, mengatakan tim BBVet Wates dan Dinas PKH Kabupaten Gunung Kidul telah melakukan disinfeksi secara menyeluruh pada kandang yang terdampak untuk memastikan dekontaminasi kuman, sehingga potensi penyebaran penyakit dapat dihilangkan.

“Ternak-ternak yang masih ada di kandang diisolasi, tidak boleh dikeluarkan, dan pembatasan akses keluar masuk, serta kandang terus dijaga biosekuritinya agar ternak tidak terpapar penyakit,” jelas Hendra.

“Pengobatan antibiotik pada ternak yang sekandang juga telah dilakukan dan akan dilanjutkan vaksinasi antraks pada ternak tersebut setelah masa kerja/residu antibiotik berakhir. Untuk di luar lokasi kasus, vaksinasi antraks dapat dilakukan secepatnya pada ternak-ternak yang sehat untuk mencegah penularan.”

Sampai berita ini diturunkan, pemerintah menyatakan tidak ditemukan penularan kasus pada ternak lain dan juga tidak ditemukan kasus klinis pada manusia. Kementan akan terus melakukan pemantauan dan penanganan kasus antraks untuk mencegah penyebaran penyakit, serta melindungi kesehatan hewan dan manusia. (INF)

PMK DIDUGA KEMBALI MEMAKAN KORBAN DI YOGYAKARTA

Petugas Dinas Memberikan Suplementasi Kepada Sapi 
(Foto : Istimewa)


Dugaan munculnya kasus sapi yang menderita Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) kembali terjadi di Gunungkidul. Kali ini, seekor sapi milik warga di Padukuhan Polaman, Kalurahan Pampang, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul mati secara mendadak pada Minggu, kemarin.

Beredar informasi di dusun tersebut ada 9 sapi yang mengalami gejala mirip PMK. Namun untuk kepastiannya masih menunggu hasil analisis dari Dinas Peternakan. Senin (23/12/2024), pihak Dinas Peternakan akan mendatangi lokasi dusun tersebut.

Kepala Desa Dukuh Polaman, Heru Lawan ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Sapi tersebut milik Samiasri (79) yang kebetulan rumahnya di dekat kediaman Heru. Sebelum mati mendadak, ada dua ekor sapi lainnya yang juga sakit.

"Jadi yang sakit itu ada tiga ekor sapi, dan semuanya sudah disuntik," ujarnya, Minggu malam.

Beruntung usai mendapat tindakan Jumat (20/12/2024) lalu, dua sapi lainnya bisa sehat. Namun anakan sapi yang berumur 2,5 bulan, tiba-tiba mati. Sebelum mati, anak sapi berjenis kelamin laki-laki itu sempat melenguh sekitar lima kali hingga akhirnya tidak bergerak.

Karena khawatir, warga langsung mengubur sapi tersebut tidak jauh dari kandang. Disinggung soal gejala Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) pada sapi yang mati tersebut, Heru enggan berspekulasi soal itu.

Heru mengakui jika mendapat laporan bahwa sampai dengan pukul 19.48 WIB, sudah ada 9 ekor sapi yang bergejala PMK. Sapi yang bergejala tersebut, sebelumnya sudah diperiksakan ke dokter hewan oleh pemiliknya.

"Ada 9 ekor sapi milik warga bergejala PMK setelah mereka ngecek di dokter hewan," ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Hewan (DPKH), Wibawanti Wulandari mengaku belum mendapat laporan kematian sapi tersebut dari UPT Paliyan. Kendati begitu, dia memastikan akan dilakukan pengecekan di lokasi.

"Warga tidak perlu panik dengan kondisi ini. Warga juga dibimbau untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan biosecurity," ujarnya. (INF)

DOMPET DHUAFA GALI POTENSI PETERNAKAN GUNUNG KIDUL MELALUI KEMITRAAN INTI - PLASMA

Simbolis penyerahan domba program Inti-Plasma Breeding di Desa Plumbon Kidul, Logandeng, Playen Gunungkidul
(Foto : Dompet Dhuafa)


Dompet Dhuafa Yogyakarta bersama BMT UMMAT membangun kerjasama program Inti-Plasma Breeding untuk masyarakat, dengan menggali potensi peternakan di daerah pelosok, dimana hasil breeding domba nantinya akan diberikan kepada masyarakat. 

Acara serah terima domba program Inti-Plasma Breeding disahkan di desa Plumbon Kidul, Logandeng, Playen Gunungkidul pada Hari Jumat  (1/11/2024), dengan dihadiri oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul Wibawanti Wulandari, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Rismiyadi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan M. Johan Wijayanto, serta beberapa  warga setempat.

Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Yogyakarta Muhammad Zahron mengatakan, Dompet Dhuafa terus berupaya menghadapi tantangan zaman dalam melayani mustahik, dengan menyesuaikan programnya pada kondisi dan situasi masyarakat yang terus berkembang. 

Zahron mengharapkan, melalui program ini akan membantu meningkatkan kesejahteraan peternak lokal sekaligus memperkuat Yogyakarta sebagai destinasi wisata kuliner yang khas dengan berbagai olahan daging domba. Selain itu, kesadaran masyarakat Muslim terhadap ibadah kurban semakin meningkat setiap tahunnya. 

"Melalui program ini, diharapkan kebutuhan hewan kurban menjelang Idul Adha dapat terpenuhi," kata Zahron, dalam keterangan persnya, Rabu (6/11/2024).

Program pemberdayaan ternak domba ini diadakan untuk memenuhi permintaan pasar daging domba yang terus meningkat serta untuk memenuhi permintaan hewan kurban disetiap tahunnya. Program ini merupakan hasil kolaborasi  Dompet Dhuafa Yogyakarta dan BMT UMMAT sebagai Mitra Pengelola Zakat. 

Tujuan dari program ini adalah untuk memfasilitasi dan meningkatkan produktivitas peternak lokal serta memanfaatkan peluang ekonomi yang ada di sektor wisata kuliner Yogyakarta.

Seiring berkembangnya Yogyakarta sebagai tujuan wisata kuliner, permintaan akan daging domba berkualitas semakin meningkat. Program peternakan domba ini hadir untuk menjawab tantangan tersebut dengan memberikan dukungan berupa pelatihan teknis, bantuan modal, dan akses ke pasar yang lebih luas. Para peternak lokal akan dibina dalam pemilihan bibit domba unggul, penerapan metode pemberian pakan yang sesuai, serta pengelolaan kesehatan ternak yang optimal.

Perwakilan dari BMT UMMAT Dewi menjelaskan, program Inti-Plasma Breeding merupakan program inisiasi Dompet Dhuafa Yogyakarta melalui DD Farm Yogyakarta untuk memberdayakan peternakan domba dengan skema inti-plasma terpadu.

Dalam program ini, lanjut Dewi, BMT UMMAT dipercaya oleh Dompet Dhuafa Yogyakarta Kembali untuk ikut menjadi mitra kerjasama. Dengan total domba 21 ekor, 1 ekor pejantan dan 20 ekor betina. 

"Tentunya program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima manfaat/peternak, dan untuk menjaga keberlangsungan populasi domba, serta  menjadi kemitraan strategis bagi masing-masing pihak.” kata Dewi.

Sementara Wibawanti Wulandari selaku Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul dalam sambutannya menyampaikan, adanya program ternak domba di Gunungkidul ini, diharapkan menjadi salah satu langkah awal bagi kabupaten untuk semakin berkembang.  Apalagi dijelaskan Wibawanti, berbagai keunikan dan potensi yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul. 

"Disini saya mewakili Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sangat berterimakasih dan mendukung program ini yang nantinya kami akan ikut serta dalam memberikan penyuluhan serta pemeriksaan kesehatan hewan ternak domba ini, karena kita ketahui bahwa kasus PMK pada hewan masih sering terjadi dan di Kabupaten Gunungkidul kasus wabah antraks masih sering terjadi," ujar Wibawanti. (INF)

LANGKAH PEMERINTAH KENDALIKAN ANTRAKS DI GUNUNGKIDUL

Pengendalian antraks melalui vaksinasi dan membangun kesadaran deteksi dini gejala antraks. (Foto: Istimewa)

Kementerian Pertanian (Kementan) kendalikan penyakit antraks melalui pengoptimalan vaksinasi pada hewan khusus ruminansia seperti sapi, kerbau, atau kambing. Selain vaksinasi, pihaknya bersama pemerintah daerah juga membangun kesadaran masyarakat melakukan pengecekan dini guna mengenali gejala antraks.

“Langkah kolaboratif ini diharapkan mampu menurunkan penyebaran antraks sekaligus meningkatkan sistem kekebalan hewan ternak,” ujar Kepala Dinas Veteriner dan Kesehatan Hewan Gunung Kidul, Wibawanti, di Desa Candirejo, Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Kamis (13/7/2023), melalui siaran pers Kementan.

Sementara Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif, mengatakan antraks yang merupakan penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis yang hidup di tanah. Bakteri ini dapat menyerang hewan pemakan rumput dan dapat menular ke manusia.

“Pelaporan adanya penyakit atau kematian hewan yang tidak biasa, wajib dilakukan pemilik ternak dan perusahaan peternakan untuk menanggulangi penyebaran,” kata Syamsul.

Ia mengimbau semua pihak bisa bekerja sama, utamanya dalam melaporkan hewan yang sedang sakit. Sesuai aspek keamanan pangan, ketika hewan sakit harus dilaporkan ke dokter hewan untuk memastikan bahwa penyakit tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya.

“Bila dokter mendiagnosis penyakit antraks, maka sesuai aturan berdasarkan sifat penyakit, hewan tersebut dilarang untuk dipotong dan/atau membuka bangkainya. Sebab bakteri antraks yang keluar dari tubuh, begitu terpapar udara akan segera membentuk spora, dimana spora tersebut akan dapat bertahan di lingkungan hingga puluhan tahun,” jelasnya.

Lebih lanjut, spora tersebut akan menginfeksi manusia dan dapat menimbulkan empat tipe penyakit, yaitu tipe saluran pencernaan bila masyarakat mengonsumsi, tipe kulit yang ditunjukkan dengan adanya keropeng khas, tipe paru- paru bila mengirup spora dan tipe radang otak.

“Kalau hewan sudah mati harusnya langsung dikubur dengan kedalaman tertentu hingga tanah uruknya kira-kira dua meter, agar tidak digali oleh hewan pemakan daging lainnya,” sebutnya.

Berkaitan dengan antraks, Syamsul mengatakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang sangat masif pada masyarakat sangat penting untuk membangun kesadaran akan kesehatan hewan dan menjamin keamanan pangan.

“Penyembelihan hewan di RPH juga sangat penting untuk memastikan hewan yang disembelih sehat atau tak berpenyakit yang membahayakan kesehatan masyarakat,” tukasnya. (INF)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer