-->

ORKESTRA BAGI KOKSIDIA

Bentukan koksidia seperti sporozoit atau merozoit sebelum berhasil menginfeksi dinding usus, maka bentukan koksidia tersebut harus berjuang mengatasi suatu orkestra sistem pertahanan lokal pada jaringan usus (mucosal immunity) yang sangat kompleks, yaitu: 1) Microbiological barrier pada lapisan lendir yang encer atau thin mucus layer. 2) Chemical barrier pada lapisan lendir yang kental alias thick mucus layer. 3) Mechanical barrier berupa deretan sel-sel epitelium mukosa usus plus TJ proteins. 4) Immunological barrier berupa innate immunity dan adaptive immunity.

Perjalanan patogen seperti koksidia dalam mencapai sel atau jaringan target di dalam tubuh induk semang faktanya tidaklah berjalan mulus, harus menghadapi satu orkestra sistem pertahanan tubuh inang yang penuh dengan onak dan duri alias rintangan. Tulisan kali ini tidak saja menjadi pelengkap tulisan sebelumnya (Seni Perang Koksidia) dan membahas tentang orkestra tersebut, tetapi juga meneropong jenis beserta interaksi sejumlah kompartemen atau barier yang membentuk orkestra tersebut, yang harus dilalui oleh bentukan koksidia sebelum dapat menginfeksi dan memperbanyak diri di dalam sel epitelium usus ayam modern.

Orkestra Saluran Cerna
Situasi pada permukaan saluran cerna ayam modern, khususnya usus, ibarat sebuah orkestra yang menghasilkan suatu simfoni yang sangat dinamis dari waktu ke waktu. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan terkait kehidupan suatu makhluk, terutama pada tataran molekuler, baik biologi molekuler (induk semang = ayam) atau mikrobiologi molekuler (patogen ataupun komensal), maka wawasan terkait pola-pola interaksi antara sistem imunitas tubuh ayam dengan sistem mikrobiota komensal saluran cerna ayam (mikrobiom) dan aktivitas patogen tertentu termasuk koksidia telah menjadi lebih terang benderang (Mc Cracken dan Lorenz, 2001; Lu et al., 2021).

Dalam menghadapi ancaman dari eksternal alias terpaan bibit penyakit, sistem pertahanan mukosa (mucosal immunity) saluran cerna memang sangat unik dan sangat kompleks. Sebanyak lebih dari 70% sel-sel imun ditemukan berlokasi di sekitar saluran cerna ayam (Casteleyn et al., 2010; Abbas et al., 2017). Terdiri atas empat buah kompartemen atau barier (Lu et al., 2021) yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yaitu:

• Barier mikrobiologis (microbiota barrier)
• Barier kimiawi (chemical barrier)
• Barier fisik (physical atau mechanical barrier)
• Barier sistem imunitas (immunity barrier)

Barier Mikrobiologis (Microbiota Barrier)
Barier mikrobiologis merupakan barier bagian terluar dari permukaan mukosa saluran cerna ayam modern. Mikrobiota tersebut mendapatkan habitat dan berkolonisasi pada lapisan mukus yang encer (thin mucus layer), menggunakan nutrisi dari dalam lumen usus, serta berinteraksi antar sesama mikrobiota, patogen, dan sel-sel mukosa usus via mekanisme quorum sensing (efek aktivasi atau stimulasi) atau quorum quenching (efek penghambatan atau inhibisi). Interaksi kompleks ini sangatlah dinamis dari waktu ke waktu yang juga dipengaruhi oleh status nutrisi, faktor stres, dan komponen pakan (Hooper et al., 1998; Moncada et al., 2003; Collier et al., 2008; Rajput et al., 2013; Memon et al., 2020).

Pada beberapa penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa infeksi koksidia pada ayam selain sangat dipengaruhi oleh infektivitas koksidia yang ada, juga dipengaruhi oleh komposisi mikrobiota secara langsung ataupun tidak, terutama jika terjadi disbiosis, dimana terganggunya homeostasis atau ekuilibrium permukaan usus ayam (Choi dan Kim, 2022).

Di lain pihak, infeksi koksidia secara signifikan dapat mereduksi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024

Ditulis oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

BAGAIMANA MENANGKIS SERANGAN KOKSIDIOSIS

Koksidiosis menyerang beberapa tipe ayam dan berbagai fasilitas kandang dan manajemen. (Foto: Andrew Skowron/Open Cages)

Koksidiosis disebabkan oleh protozoa dari golongan Eimeria, menyerang pada traktus intestinal dan mengakibatkan kerusakan mukosa usus, sehingga terjadi gangguan nafsu makan, proses pencernaan dan absorpsi nutrisi, serta terjadi dehidrasi, kehilangan darah dan meningkatkan suseptibilitas ayam terhadap penyakit lain.

Sebagaimana pada penyakit-penyakit parasit lainnya, koksidiosis banyak terjadi pada hewan-hewan muda karena kekebalannya yang dengan cepat terbentuk, namun efek proteksinya  lebih lama daripada outbreak penyakitnya sendiri. Tidak terjadi cross imunisasi antar spesies dan pada kasus yang kejadiannya kronis kemungkinan akan muncul spesies lain. Dalam  waktu singkat reproduksi koksidia dapat terjadi dan berpotensi menimbulkan masalah di suatu industri peternakan.

Koksidiosis menyerang beberapa tipe ayam dan berbagai fasilitas kandang dan manajemen. Pada umumnya infeksi koksidia relatif bersifat mild, namun karena berpotensi dalam menimbulkan kerusakan, sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi, maka sebaiknya anak ayam diberi pencegahan dengan anti-koksidial untuk mengendalikan infeksi atau menurunkan tingkat infeksi dan mendukung proses pembentukan level antibodi.

Tingkat kekebalan untuk koksidiosis yang ditimbulkan oleh vaksinasi pada broiler tidak begitu penting, oleh karena sudah dipotong pada umur muda (antara 6-8 minggu), sedangkan pada layer dan breeder diperlukan karena masa pemeliharaannya lebih lama. Namun menurut Larry R. McDougald dan W. Malcolm Reid (Diseases of Poultry, ninth edition, 1991, 780-797) vaksinasi terhadap koksidiosis keberhasilannya masih terbatas dan penggunaannya juga masih terbatas pada breeder dan kalkun.

Kasus koksidiosis dilaporkan kejadiannya di lapangan ada 3% selama triwulan I 2024 di hampir semua cabang, yang terjadi terutama pada layer. Pada umumnya terjadi pada umur antara 3-6 minggu, namun pernah dilaporkan juga pada umur dua minggu. Tingkat kematian bervariasi antara 5-8%. Selain menginfeksi secara tunggal, sering kali dilaporkan merupakan komplikasi dengan gumboro. Untuk pengendaliannya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

KENALI KOKSI, PAHAMI DAN SOLUSINYA

Eimeria acervulina yang ditemukan langsung di lapangan. (Foto: Istimewa)

Overview
Pantauan dari BMKG untuk cuaca di Oktober, terjadi kondisi hujan dengan intensitas sedang-tinggi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Temperatur secara umum di kisaran 28-30° C dengan kelembapan di atas 80%. Kondisi suhu dan kelembapan tersebut sangat ideal untuk sporulasi ookista dari parasit eimeria penyebab koksidiosis untuk tumbuh subur dan menyerang unggas, baik layer maupun broiler.

Sebagai catatan kondisi ventilasi di kandang yang buruk juga dapat menjadi kondisi ideal sporulasi ookista tersebut. Terkait ventilasi saat ini mayoritas kandang peternakan utamanya broiler adalah sudah banyak yang menggunakan sistem closed house, oleh karena itu penting sekali pemahaman terhadap operasional ventilasi kandang closed house agar sesuai dengan kebutuhan ayam. Berikut disajikan tabel kebutuhan suhu efektif ayam sesuai umurnya:

Umur (Hari)

Kebutuhan Suhu Efektif (Celsius)

0

30-33

1-2

30-32

3-4

30-31

5-7

29-30

8-11

29

12-16

28

17-20

27

21-25

26

26-30

25

31-panen

24


Pemenuhan kebutuhan efektif tersebut adalah salah satu… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Drh Sumarno Wignyo
Senior Manager Poultry Health
PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk

KOKSIDIOSIS YANG TETAP EKSIS


Koksidia adalah protozoa bersel tunggal yang bersifat parasit dari genus Eimeria spp. Koksidia ditularkan dari unggas ke unggas lainnya melalui rute fecal-oral dan memiliki siklus hidup dengan rata-rata selama tujuh hari. Spesies Eimeria spp. bersifat host-spesific. Koksidiosis pada unggas ditandai dengan adanya enteritis dan kerusakan jaringan intestinal. Kerusakan jaringan intestinal disebabkan oleh replikasi koksidia pada lapisan epitel saluran pencernaan. Infeksi koksidia menyebabkan feses berdarah, gangguan absorpsi nutrisi, penurunan performa dan kematian.

Pada industri peternakan rakyat saat ini, sangat banyak sekali penyakit-penyakit imunosupresif yang perlu diperhatikan penangananya agar tidak menimbulkan kerugian yang meluas. Koksidiosis termasuk salah satu penyakit penyebab imunosupresi, karena Eimeria spp. yang menginfeksi saluran pencernaan ayam dapat menyebabkan rusaknya dinding usus, sehingga fungsi dari sistem pertahanan lokal pada saluran pencernaan menjadi terganggu, serta tidak dapat berfungsi optimal menghasilkan zat kebal tubuh untuk memberikan perlindungan secara lokal, pada saluran pencernaan dari adanya infeksi agen penyakit lainnya.

Mekanisme lain terjadinya dampak imunosupresi yang ditimbulkan oleh infeksi kuman penyebab koksidiosis tersebut adalah karena sel-sel darah yang mengandung antibodi (zat kebal tubuh) dari hasil vaksinasi yang dilakukan/diberikan sebelumnya akan mengalami penurunan secara cepat dan drastis karena adanya rembesan darah yang keluar melalui dinding usus yang dirusak oleh infeksi Eimeria spp. penyebab koksidiosis.

Dampak imunosupresi yang ditimbulkan tersebut, menyebabkan ayam menjadi lebih peka terhadap infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus maupun bakteri atau oleh agen infeksi lainnya. Pada kejadian lapangan, sering kali kejadian koksidiosis diikuti... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.
 
Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

DENDANG LAWAS: KOKSIDIOSIS DAN RESPON IMUNITAS

Pada kandang dengan densitas ayam yang tinggi dan/atau diikuti dengan feeder space yang kurang, maka peluang untuk terjadinya ledakan kasus koksidiosis pasti sangat tinggi. Adanya level stres dan total inokulum ookista infektif yang tinggi menjadi argumentasi dibalik hal itu. (Sumber: Field data-Tony, 2008)

Oleh: Tony Unandar
Anggota Dewan Pakar ASOHI

Koksidiosis pada ayam modern adalah penyakit parasit terpenting yang disebabkan oleh sejenis Eimeria dari keluarga protozoa Apicomplexa. Mempunyai tropisma yang spesifik yaitu mukosa jaringan usus (khususnya sel-sel epitelium usus), baik usus halus maupun usus besar. Dalam tubuh ayam, karena siklus hidupnya yang sangat kompleks, agen penyebab bisa ditemukan dalam stadium intra dan ekstra seluler sel-sel epitelium usus dan berpotensi mengakibatkan respon peradangan kronis pada mukosa usus. Pada tataran lanjut dapat mengakibatkan kerusakan mukosa usus yang diikuti dengan kejadian stres oksidatif, peroksidasi lipid, diare berdarah, gangguan pertumbuhan dan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi sekunder, serta kematian ayam (McDougald, 2003; Remmal et al., 2011).

Efisiensi Kebablasan
Di alam bebas, termasuk pada ayam kampung sekalipun, koksidia hampir tidak pernah mengakibatkan ledakan kasus koksidiosis dengan gejala klinis yang sangat nyata seperti pada peternakan ayam modern (Blake et al., 2020). Itulah sebabnya mengapa problem koksidiosis sering kali disebut sebagai problem yang disebabkan oleh “ulah” manusia (man made disease), dimana manusia selalu berusaha untuk mengeksploitasi segi efisiensi pada pemeliharaan ayam modern. Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan mengapa perbedaan ini terjadi:

1. Perbedaan jumlah bibit koksidia (ookista) yang tertelan dalam satuan waktu yang singkat. Secara normal, bibit koksidia ditularkan secara horizontal melalui material feses ayam yang terinfeksi. Di alam bebas, sangatlah kecil peluang ayam untuk mengonsumsi bibit koksidia pada konsentrasi tinggi dalam waktu singkat. Kondisi ini tentu tidak mampu menyebabkan kemunculan gejala klinis yang nyata, akan tetapi tantangan ringan (mild challenge) yang terjadi justru dapat menggertak pembentukan kekebalan terhadap spesies koksidia tersebut. Itulah sebab secara alamiah koksidiosis dikelompokkan dalam “self-limiting disease” (penyakit yang bisa sembuh sendiri). Di sisi lain, pada peternakan ayam modern tingginya kepadatan ayam dan tata laksana litter yang tidak optimal sangat memungkinkan ayam dapat mengonsumsi bibit koksidia (ookista) dengan jumlah sangat tinggi (total inokulum) dalam tempo singkat (Badran & Lukesova, 2006; El-Shall, 2015). Tegasnya, dalam mekanisme infeksi, salah satu faktor yang sangat menentukan kemunculan gejala klinis adalah faktor total inokulum per-satuan waktu.

2. Perbedaan keganasan (virulensi) koksidia yang ada. Pada peternakan ayam modern, model pemeliharaan multi-age (banyak umur ayam dalam satu lokasi peternakan), tidak cukupnya istirahat kandang dan program sanitasi yang ceroboh tentu… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022. (toe)

WASPADA KOKSIDIOSIS, PRODUKTIVITAS BISA BERAKHIR TRAGIS

Kondisi perkandangan juga berkonstribusi pada terjadinya koksidiosis. (Foto: Shutterstock)

“Tahun 2022 ada peningkatan tren kejadian koksidiosis di Indonesia, ini menjadi peringatan buat kita untuk lebih berhati-hati lagi. Kalau berdasarkan jenisnya di broiler yang sering kita lihat adalah kejadian dari Eimeria Acervulina, Eimeria Maxima dan Eimeria Tenella. Dari ketiga jenis ini memang berfluktuasi, biasanya Acervulina kemudian akhir-akhir ini Maxima dan Tenella yang banyak terjadi,” Demikian Poultry Training Manager De Heus Indonesia, Drh  Kokot Februhadi, mengawali webinar bertema “Coccidiosis: How To Approach” yang diselenggarakan De Heus Indonesia, Selasa (30/8).

Koksidiosis dan Penyebabnya
Koksidiosis pada unggas adalah penyakit parasit yang memengaruhi terutama saluran usus inang. Disebabkan oleh eimeria, yang infeksinya tidak ada perlindungan silang. Artinya jika ayam terinfeksi satu spesies dia membentuk kekebalan pada spesies itu saja tapi tidak pada spesies lain.

Pada broiler ada tiga spesies kunci yang menyerang yaitu Eimeria Acervulina, Eimeria Maxima dan Eimeria Tenella. Ketiganya dapat menyebabkan kerusakan berupa lesi yang dapat dilihat mata.

Eimeria Acervulina adalah spesies yang paling umum ditemukan dan dapat menyebabkan naiknya FCR dan berkurangnya ADG. Gejala klinisnya ditemui lesi berwarna putih di permukaan mukosa usus, jika lebih parah garis-garis putih akan lebih banyak terlihat.

Eimeria Maxima mempunyai gejala petechiae atau bercak-bercak darah di luar dinding usus. Apabila lebih parah dinding usus akan lebih menebal dan petechiae lebih banyak ditemui. Jika lebih parah lagi usus akan menipis dan ditemui lendir kuning hingga oranye.

Sementara Eimeria Tenella menyebabkan anemia pada ayam dan kematian yang tinggi. Gejala klinisnya adanya warna merah hampir keunguan di luar dan di dalam sekum. Jika gejala lebih parah dinding sekum akan menebal dan petechiae akan lebih banyak ditemui.

“Ayam juga dapat terinfeksi dengan beberapa spesies secara bersamaan, hal ini dapat menyebabkan diagnosis yang menyesatkan,” menurut International Specialist Poultry Royal De Heus, Carlos Bilello.

Diagnosis dan Monitoring Koksidiosis
Gejala klinis koksidiosis dapat dilihat, namun… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022. (NDV)

KOKSIDIOSIS, PENYAKIT KLASIK YANG TETAP EKSIS

Serangan koksidiosis akan menyebabkan kerugian bagi produktivitas ayam. (Foto: Dok. Infovet)

Koksidiosis merupakan salah satu penyakit klasik yang sampai saat ini masih menunjukkan keganasannya. Berak darah adalah nama lain dari penyakit ini. Biasanya menyerang ayam pada usia muda. Hal ini terkait dengan belum terbentuknya imun (kekebalan) yang optimal dan juga didukung dengan sistem perkandangan yang masih banyak menggunakan kandang lantai atau manajemen litter yang kurang optimal (lembap dan menggumpal). Pelarangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) pada ransum juga ikut memicu peningkatan kasus koksidiosis di lapangan.

Serangan koksidiosis akan menyebabkan kerugian bagi produktivitas ayam. Ayam yang terserang koksidiosis akan menunjukkan gejala penurunan nafsu makan, lemah dan berbulu kusam. Dan ciri khas dari serangan koksidiosis ditunjukkan dari perubahan fesesnya. Akan mudah ditemukan feses yang berubah warna menjadi cokelat dan akhirnya berlanjut menjadi feses berdarah. Kondisi ini mengindikasikan usus sudah mengalami perdarahan. Kerusakan usus ini tentu akan berefek pada penurunan tingkat konsumsi dan kecernaan ransum. Selain itu, pada usus juga terdapat jaringan kekebalan sehingga ayam menjadi lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya (immunosupresif). Dan penyakit yang sering kali berkomplikasi adalah Necrotic Enteritis.

Pahami Siklus Hidup Eimeria sp.
Pemahaman terhadap siklus hidup Eimeria sp. akan sangat penting untuk menentukan langkah pencegahan dan penanganan koksidiosis secara lebih tepat. Eimeria sp. Berkembang melalui dua fase, yaitu aseksual dan seksual. Fase aseksual dimulai dari perkembangan oocyt hingga membentuk skizon dan merozoit. Oocyt atau “telur Eimeria sp.” memiliki dinding yang tebal sehingga relatif tahan terhadap kondisi lingkungan. Oocyt yang mengontaminasi litter, ransum dan air minum menjadi jalan untuk menginfeksi ayam. Proses sporulasi atau pematangan oocyt menjadi bentuk inaktif membutuhkan waktu sekitar 48 jam.

Oocyt mengandung empat buah sporocyst dan masing-masing sporocyst mengandung dua buah sporozoit. Pada saat di gizzard (ampela), dinding oocyt akan hancur gerakan gizzard dan pengaruh chymotrypsin serta garam. Dan saat mencapai usus halus, sporozoit mudah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

Aksi Cerdas Antisipasi Koksi



Pakar ilmu penyakit parasiter dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada ( FKH UGM) Yogyakarta Dr Drh Dwi Priyo Widodo, MP mengungkapkan bahwa problema utama wabah penyakit koksidiosis atau berak darah pada ayam ras erat terkait dengan stress, pakan dan manajemen. Oleh karena itu, upaya yang bersifat antisipasif dan bersifat mencegah adalah langkah yang paling utama dan terbukti membuahkan hasil nyata yang lebih pasti.

Untuk itu program biosekuriti yang benar dan baik adalah salah satu kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Khusus untuk menghadapi sergapan penyakit pada saluran pencernaan, yang “sangat membandel” maka pilihan koksidostat adalah kunci penting yang kedua.

Terlebih organisme penyebabnya yakni Eimeria (E) necatrix dan E. tenella umumnya selalu menunjukkan gejala nyata atau bersifat klinis. Hal ini menjadi pedoman dasar yang mutlak untuk dipertimbangkan oleh para pengelola kesehatan ayam di lapangan. Sedangkan jenis yang lain pada umumnya bersifat sub klinis seperti E. maxima dan E. acervulina. Demikian rekomendasi Dwi Priyo ketika memaparkan materi tentang koksidiosis pada saat seminar di UGM, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Perihal stress pada ayam yang terkait dengan timbulnya wabah penyakit berak darah pada kejadian di lapangan, menurutnya juga akibat dari perubahan  jenis pakan dan suhu lingkungan yang ekstrim, serta tindakan potong paruh.

Khusus masalah perubahan jenis pakan, hal itu adalah suatu menejemen yang jelas nyata dan diketahui akan adanya dampak sesudahnya. Akan tetapi umumnya para penanggung jawab di lapangan selalu menganggap remeh dan ringan. 

Stress yang muncul itu tidak selalu berkait dengan rentetan yang berubah dari kualitas pakan yang baik ke kualitas kurang baik/buruk saja. Namun, juga akibat sebaliknya, dapat menyebabkan hal yang sama. Menurutnya pria kelahiran Bantul 29 Januari 1969 itu, bahwa persoalan penyakit berak darah pada ayam komersial jauh lebih tinggi prevalensinya dibanding ayam di farm pembibitan. Hal ini karena program biosekuriti yang diterapkan farm pembibitan lebih ketat dan pengawasan yang lebih intensif.

Seperti diketahui ada beberapa spesies dari eimeria, diantaranya E. tenella, E. acervulina, E. mitis, E. maxima, E. mivati, E. praecox dan E. hagani. Setidaknya ada dua yang paling sering membuat ulah dan masalah yang sangat merepotkan peternak ayam komersial, yakni E. tenella dan E. necatrix. Keduanya sangat patogen dan lebih banyak membawa akibat yang sangat merugikan. *** (iyo)

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Juni 2018.

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer