Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ayam Petelur | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGATUR PRODUKSI TELUR TETAP SUBUR

Ternak ayam petelur. (Foto: Dok. Infovet)

Pemerintah menargetkan penurunan angka kasus stunting pada 2024 menjadi 14%, sebuah angka yang sangat optimis untuk bisa tercapai. Langkah-langkah untuk menurunkannya sudah disiapkan dengan memberikan makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6-24 bulan. Jenis protein hewani yang sangat murah berasal dari unggas, salah satunya adalah telur, dimana mengonsumsi sebutir telur dalam sehari pada anak umur 6-24 bulan mampu menurunkan resiko stunting.

Program penurunan stunting akan sukses apabila kerja sama pemerintah dalam hal ini BKKBN dengan organisasi-organisasi yang berkecimpung di bidang perunggasan sering mengadakan acara sosialisasi program konsumsi telur minimal satu butir per hari. Sehingga kebutuhan secara nasional telur yang saat ini 5,9 juta ton per tahun akan semakin meningkat dan harga telur akan terjaga di atas BEP.

Melihat semangat pemerintah dalam mengatasi permasalahan stunting dengan sosialisasinya, maka peternak ayam pertelur bersemangat pula dalam mengatur agar produksi telurnya tetap subur. Subur di sini dalam artian tetap optimal sesuai standar guiden masing-masing strain yang saat ini dikisaran 470 butir jumlah produksi telur dari umur 18-100 minggu.

Di sini para peternak pasti sudah membuat strategi-strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi telur tetap subur, ditunjang dengan perkembangan genetik yang semakin baik. Penulis mencoba menyampaikan pengalaman di lapangan akan strategi-strategi yang dijalankan peternak dalam menjaga produksinya.

Strategi pertama dan utama bagi peternak adalah keseimbangan nutrisi yang tepat. Di tengah gejolak harga bahan baku pakan yang sulit di dapat dan harga yang mahal, maka perlu strategi dalam memformulasikan pakan agar efisien tetapi ada keseimbangan nutrisi yang dibutuhkan.

Keseimbangan nutrisi sangat penting apalagi menghadapi tantangan potensi genetik yang semakin berkembang, dimana potensi genetik saat ini menggambarkan tingkat konsumsi semakin sedikit, berat organ cerna semakin turun, tetapi kapasitas produksi telur semakin meningkat. Intervensi nutrisi atau strategi nutrisi harus dilakukan menyesuaikan parameter kebutuhan sesuai standar masing-masing strain.

Keseimbang nutrisi di awali pada fase starter pada umur 0-8 minggu karena nutrisi pada fase ini sangat berperan dalam perkembangan sistem pencernaan, sistem kekebalan, dan sistem perototan. Sistem pencernaan pada awal ayam menetas merupakan transisi enterosit dari yolk sac ke pakan dan perkembangannya lebih cepat dari organ lain karena konsumsi pakan memacu perkembangan struktur dan beratnya. Pakan yang dikonsumsi juga sebagai “antigen” awal mengaktifkan kekebalan dan memacu respon terhadap patogen, serta untuk replikasi dan diferensiasi sel kekebalan, maka dibutuhkan keseimbangan nutrisi di awal pemeliharaan.

Target keseimbangan nutrisi di awal pemeliharaan ayam adalah memaksimalkan pertumbuhan, standar bobot badan tercapai, keseragaman (CV <5%), dan mortalitas minimal sebagai rangka dasar untuk membentuk ayam mencapai produksi telur optimal nantinya saat fase produksi.

Potensi permasalahan pada fase awal pemeliharaan antara lain... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar Kristijanto
Business Manager Feed Additive
PT Romindo Primavetcom
agus.damar@romindo.net
Jl. Dr Sahardjo, No. 264 Jakarta
HP: 081286449471

MEMPERSIAPKAN AYAM PETELUR TETAP PRIMA

Vaksinasi untuk mencegah penyakit. (Foto: Dok. Infovet)

Persiapan menjelang produksi dalam pemeliharaan ayam petelur harus dipersiapkan dengan tepat sehingga produksi telur yang dihasilkan akan optimal. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum masuk masa produksi tersebut.

Selain genetik, nutrisi, dan faktor manajemen, lingkungan juga turut andil dalam memengaruhi performa dan produksi ternak. Performa dan produksi ternak, serta keuntungan finansial adalah aspek yang menjadi parameter kesuksesan dalam beternak. Untuk mencapai parameter keberhasilan tersebut, maka produksi telur yang dilihat dari kuantitas dan kualitasnya harus mampu dicapai dengan maksimal.

Penyakit Bikin Tambah Rumit
Selain faktor non-infeksius seperti yang disebutkan dalam artikel sebelumnya, faktor infeksius serta lingkungan juga akan sangat krusial untuk diperhatikan dalam manajemen pemeliharaan.

Penyakit-penyakit infeksius tentu menjadi tantangan bagi peternak dalam membudidayakan ayam petelur, terlebih karena masa pemeliharannya yang panjang. Otomatis rintangan ini harus dapat dihadapi dengan kesiapsiagaan.

Menyoal penyakti infeksius pada ayam petelur, fokus utamanya adalah penyakit yang mampu merusak atau menganggu kinerja sistem reproduksi. Infeksi agen infeksius tersebut menyebabkan penurunan produksi dan kualitas telur.

Beberapa penyakit penyebab penurunan tersebut yakni newcastle disease (ND), avian influenza (AI), infectious bronchitis (IB), dan egg drop syndrome (EDS). Veterinary Service Manager Ceva Animal Health Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, menuturkan bahwa penurunan produksi telur akibat serangan virus IB bisa mencapai 70%. Hal tersebut berdasarkan data yang timnya kumpulkan selama beberapa tahun di seluruh Indonesia.

Selain IB, penyakit seperti EDS dapat menurunkan produksi telur sekitar 20-40% dan AI bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus ND produksi telur mengalami penurunan bervariasi mulai dari 7-60% (Medion, 2021).

Untuk serangan AI masih didominasi low pathogenic avian influenza (LPAI) yakni subtipe H9N2 yang cenderung menyerang sistem reproduksi dan pada serangan tunggal, hal tersebut disampaikan oleh Technical Education & Consultation Manager PT Medion, Drh Christina Lilis selaku.

“AI H9N2 ini tidak menimbulkan angka kematian yang tinggi. Pada perkembangannya, virus AI memiliki dua mekanisme dalam mengganggu organ reproduksi ayam, yaitu pembendungan pembuluh darah di ovarium dan rusaknya permukaan ovarium pada saat budding exit atau keluarnya virus dari sel. Kedua mekanisme ini akan mengakibatkan penurunan bahkan menghentikan produksi telur,” tutur Lilis.

Ia melanjutkan, infeksi AI juga memengaruhi kualitas telur. Serangannya menyebabkan telur kehilangan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024. (CR)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI TELUR

Keseragaman bobot pullet harus terjaga sampai fase puncak produksi. (Foto: Dok. Infovet)

Budi daya ayam petelur di Indonesia masih menjanjikan. Karena telur dinilai sebagai salah satu sumber protein hewani yang harganya terjangkau bagi masyarakat. Meskipun begitu, peternak kian dihadapkan tantangan dalam beternak ayam petelur, bagaimana agar tetap profit dan efisien?

Kenyataannya di lapangan masih banyak peternak ayam petelur yang mengeluhkan sulitnya mencapai standar performa ayam sesuai dengan guideline tiap strain-nya. Berbagai permasalahan yang biasa dikemukakan seperti produksi tidak mencapai puncak, produksi kurang persisten (cepat turun), kualitas dan berat telur di bawah standar sehingga mengakibatkan konversi ransum membengkak yang pada akhirnya mengganggu laju pendapatan.

Infovet mencoba menjabarkan beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan dalam beternak ayam petelur. Setidaknya ada beberapa faktor seperti genetik, nutrisi, manajemen pemeliharaan, serta lingkungan.

Memanfaatkan Potensi Genetik Secara Maksimal
Ayam petelur modern merupakan ayam dengan genetik yang terseleksi dengan berbagai teknik pemuliaan. Dimana tiap ras saling mengklaim memiliki potensi yang mampu menghasilkan telur dalam jumlah banyak (hen day tinggi) dengan intensitas waktu yang lama (persistensi produksi telur baik), serta memiliki tingkat konversi pakan yang baik. Hal tersebut disampaikan oleh Director PT ISA Indonesia, Henry Hendrix.

“Kini layer modern bisa berproduksi dengan baik hingga mencapai umur 100 minggu, dimana yang sebelumnya siklus produksi hanya sekitar 80 minggu,” tutur dia dalam sebuah seminar di BSD.

Meskipun telah didesain sedemikian rupa, ayam petelur modern memiliki beberapa sisi kekurangan. Salah satunya yaitu relatif sulit mencapai berat badan standar terutama ketika fase starter dan memasuki awal produksi hingga puncak.

Selain itu, ketertinggalan berat badan tersebut sulit dikompensasi saat fase pemeliharaan berikutnya. Ayam petelur modern saat ini juga lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dan ransum.

Hal ini disampaikan oleh Senior Specialist Poultry De Heus Indonesia, Jan Van De Brink, dalam suatu webinar. Menurutnya saat ini di lapangan yang sering terjadi adalah over maupun under weight pada pullet yang hendak memasuki fase produksi.

“Keseimbangan dan keseragaman bobot badan menjelang fase produksi ini sangatlah penting. Ini yang kerap banyak gagal terjadi di peternak, kalau tidak kelebihan, ya bobotnya kurang, dan ketika masuk fase produksi jadi kurang optimal,” kata Jan.

Ketika ayam sudah memiliki potensi unggul tetapi tidak didukung lingkungan yang memadai, maka hasilnya tidak akan maksimal. Manajemen yang baik tentu akan menghasilkan produksi telur yang baik atau meningkat. Begitupun sebaliknya, manajemen buruk maka hasilnya tidak akan bagus.

Lebih lanjut Jan mengatakan, pertumbuhan dan fase rearing pada ayam petelur seharusnya tidak selesai di umur 16 minggu, melainkan sampai umur 30 minggu. “Kita harus mempersiapkannya karena ini sangat krusial, kita ingin produk optimal pada saat ayam memulai bertelur hingga fase puncak,” tambahnya.

Sebab apabila ayam sudah mencapai umur 18 minggu, yang bisa diperbaiki… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024. (CR)

AYAM SEHAT PRODUKSI TIDAK GOYANG

Ayam memerlukan kandungan nutrisi seimbang yang menjadi salah satu faktor untuk mempertahankan produksi stabil dan tidak goyang. (Foto: Dok. Infovet)

Ayam sehat merupakan salah satu kunci keberhasilan peternak dalam menjaga produksi tetap stabil dan tidak goyang.

Menjaga ayam tetap sehat seperti halnya menjaga bayi yang sedang tumbuh membutuhkan tenaga dan energi yang ekstra. Untuk mencapai keberhasilan sesuai target yang diinginkan, yaitu ayam selalu dalam kondisi sehat dan menghasilkan untung bagi peternak tentu butuh effort yang lebih besar.

Ayam yang dibudidayakan saat ini merupakan ayam yang berasal dari proses domestikasi dalam waktu yang lama hingga menghasilkan ayam ras dengan potensi produksi telur tinggi seperti sekarang.

Generasi ayam ras ini dikenal dengan istilah final stock atau commercial stock atau modern commercial strain. Meski banyak keuntungan yang didapatkan dari ayam yang memiliki produksi telur tinggi, namun di sisi lain ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh peternak ayam modern ini. Di antaranya ayam modern lebih peka terhadap kondisi lingkungan seperti perubahan cuaca atau musim dan mudah mengalami stres. Hal ini tentunya dapat menyebabkan penurunan performa ataupun produktivitas.

Oleh sebab itu, beberapa faktor yang menjadi penyebab kesehatan ayam petelur yang terganggu akibat penurunan performa produktivitas dapat dipengaruhi oleh multifaktor yang sering kali terkait satu sama lain dan bersifat kompleks. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap kuantitas, ukuran, dan kualitas telur.

Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kesehatan ayam yaitu paparan penyakit infeksius yang kebanyakan disebabkan oleh virus, seperti egg drop syndrome (EDS), infectious bronchitis (IB), avian influenza (AI), dan newcastle disease (ND). Penyakit ini dapat menyebabkan drop produksi yang tajam.

Pada kasus penyakit infeksius di lapangan sering kali ditemukan kombinasi dari beberapa penyakit. Contohnya ditemukan kasus dengan gejala klinis dan patologi anatomi mengarah AI, namun setelah dilakukan uji laboratorium ditemukan positif AI dan ND. Hal ini dapat disebabkan karena masuknya penyakit ke dalam tubuh ayam, maka ayam dalam kondisi imun yang turun sehingga penyakit ikutan lainnya mudah untuk masuk.

Langkah yang efektif untuk menjaga kesehatan ayam agar mampu memberikan produktivitas optimal adalah dengan pencegahan menggunakan vaksin yang homolog sebagai berikut:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024.

Ditulis oleh:
Syamsidar
Marketing Support, PT Sanbio Laboratories

BENARKAH TELUR DADAR BISA SEBABKAN KANKER DAN DIABETES?

Telur dadar. (Foto: Shutterstock)

Pendapat bahwa olahan telur dadar dapat menyebabkan kanker dan diabetes yang tayang di podcast Kasisolusi membuat bingung pemirsanya. Ahli gizi dari IPB menyebut butuh pembuktian melalui uji klinis. Bagaimana sebenarnya?

Pertengahan Februari lalu, jagad media TikTok dihebohkan dengan pernyataan narasumber sebuah tayangan podcast yang menyebut telur dadar bisa sebabkan kanker dan diabetes. Dalam podcast Kasisolusi yang tayang pada Kamis (8/2/2024), Iwan Benny Purwowidodo, founder Konsep Karnus, mengatakan bahwa telur yang didadar dapat menyebabkan kanker dan diabetes.

Dalam tayangan podcast tersebut, Iwan menjelaskan di dalam telur terdapat zat biotin dan avidin. Biotin dibutuhkan tubuh untuk mengubah asam lemak dari minyak dalam kuning telur. Jika putih dan kuning telur mentah dicampur, biotin akan diikat oleh avidin yang terdapat dalam putih telur. Ini menyebabkan biotin tidak dapat berfungsi, begitu ulasan narasumber dalam podcast ini.

Dalam kajian sains, biotin adalah vitamin B yang larut dalam air. Biotin yang juga dikenal sebagai vitamin B7, terlibat dalam produksi glukosa dan asam lemak sehingga penting bagi tubuh. Menurut artikel dalam Jurnal Encyclopedia of Cell Biology tahun 2023, kekurangan biotin dapat terjadi pada orang yang mengonsumsi telur mentah (enam telur per hari) selama berbulan-bulan.

Ketika tubuh kekurangan biotin dan asam lemak masuk dalam darah, maka akan terjadi oksidasi parsial. Akibatnya, muncullah senyawa disebut malondialdehid, yang akan merampas elektron di DNA dan RNA, sehingga terjadi risiko kanker.

Kemudian, jika asam lemak macet akibat tubuh kekurangan biotin, kemudian berinteraksi oksigen dalam darah, penyumbatan dapat terjadi. Menurut Iwan, penyumbatan akan menutupi reseptor insulin, sehingga dapat menyebabkan diabetes.

Dengan demikian, Iwan berpendapat bahwa telur sebaiknya tidak diolah dengan cara didadar untuk mencegah risiko kanker dan diabetes, sebagaimana yang ia jelaskan.

Ulasan ini bukan hanya membuat orang yang menyimak tayangan tersebut jadi bingung, tapi juga bertanya-tanya apakah ini benar atau malah menyesatkan. Jika ini benar, bisa jadi orang akan beripikir ulang kalau mau mengonsumsi telur dadar. Tetapi jika ulasan dalam tayangan podcast ini hanya kajian teori saja, tanpa ada uji klinis yang akurat, maka para ahli nutrisi perlu angkat bicara.

Sebab, isu soal olahan makanan yang dinilai berbahaya melalui media sosial sangat rentan dijadikan referensi pembaca untuk dipercayai. Tak menutup kemungkinan kalau sampai viral dan diyakini kebenaran informasinya, bisa jadi orang akan berhenti total makan telur dadar yang sangat nikmat. Efek bisnisnya, para pemilik warteg dan warung padang akan berhenti menyediakan menu telur dadar gara-gara pembeli takut untuk mengonsumsinya.

Butuh Pembuktian
Menurut ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Ali Khomsan, teori yang disampaikan narasumber dalam podcast tersebut masih merupakan kajian teoritis. Belum ada kajian klinis, apalagi epidemiologis yang membuktikan bahwa mereka yang mengonsumsi telur dadar rentan kanker dan penyakit lainnya.

“Untuk membuktikan hal tersebut benar atau tidak, maka narasumber sebaiknya menunjukkan uji pada hewan sebagai pra klinis dan melakukan survei epidemiologis pada orang-orang yang suka mendadar telur versus yang suka merebus telur. Ini pembuktian yang sangat panjang jalannya. Untuk sementara saya tetap ndadar telur,” ujarnya kepada Infovet.

Konsumsi telur ayam sangat dianjurkan untuk semua kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Sebab, telur merupakan sumber protein dan kandungan gizi lainnya yang tinggi dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

Dalam perbicangan dengan Infovet sebelumnya, Ali Khomsan berpendapat mengonsumsi satu jenis menu secara terus menerus memang bisa membosankan. Karena itu, variasi dalam mengolah telur sangatlah penting. Salah satunya diolah dengan cara didadar. Bagi anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan ibu menyusui, asupan gizi protein hewani dari daging ayam dan telur sangat dibutuhkan.

“Kandungan asam amino yang ada di dalam telur dan daging ayam juga cukup bagus untuk kesehatan tubuh. Asam amino berperan penting karena membantu pembentukan protein sebagai bahan dasar pembentuk sel, otot, serta sistem kekebalan tubuh. Namun demikian, proses pengolahan daging ayam yang baik adalah sampai sempurna matangnya,” ujar pakar gizi ini.

Menurutnya, konsumsi telur dan daging ayam bagi anak-anak sangat baik dan bisa dimulai sejak awal ibu menyusui bayinya. Daging ayam mengandung protein, zat besi, magnesium, vitamin, dan fosfor.

Dihubungkan dengan Mitos
Hal senada juga disampaikan oleh dr Triza Arif Santosa, yang merupakan dokter spesialis anak terhadap tayangan podcast yang mengulas konsumsi telur dadar dapat menyebabkan kanker dan diabetes. “Gak bener itu, Pak,” itulah komentar singkat yang diterima Infovet.

Dalam beberapa diskusi dengan Infovet sebelumnya, dokter spesialis anak yang rajin menjadi pembicara tetang gizi bagi anak ini, merasa prihatin dengan ulasan-ulasan seputar konsumsi telur dan daging ayam. Bahkan persoalan konsumsi telur kerap kali dihubung-hubungkan dengan mitos yang sumbernya tidak jelas.

Salah satu mitos yang sering terdengar di tengah masyarakat adalah munculnya bisul pada anak yang mengonsumsi telur. Menurut Triza, kekhawatiran munculnya bisul pada anak bukan semata-mata karena mengonsumi telur. Diakui, memang ada beberapa anak yang alergi terhadap telur. “Tapi bukan semata-mata karena konsumsi telur, lalu keluar bisul,” ujarnya.

Ahli gizi ini menjelaskan, telur merupakan sumber nutrisi yang baik bagi anak-anak. Pemberian telur satu butir setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting.

Untuk memperkuat kajian ilmiah ini, dalam sebuah jurnal kesehatan penelitian dari Washington University, menyebutkan bayi-bayi mulai usia 6-9 bulan yang diberikan satu butir telur setiap hari, kadar kolin dan DHA-nya lebih tinggi dibandingkan pada bayi-bayi yang tidak diberikan telur.

Dengan penjelasan detail dan ilmiah dari Triza ini sudah seharusnya para orang tua tak lagi memercayai mitos-mitos yang tak jelas sumbernya. Telur merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan oleh anak balita dengan harga terjangkau.

Jika dihitung, harga telur ayam masih di bawah harga kerupuk yang sangat minim kandungan gizinya. Namun faktanya, masih banyak orang tua yang justru memberikan kerupuk kepada anaknya yang masih balita sebagai lauk.

Masalah Putih dan Kuning Telur
Hal lain yang menjadi kontroversi adalah dalam tayangan podcast tersebut juga diulas bahwa memasak telur jangan dicampur antara putih dan kuningnya, karena ada dampak lain dalam hal kandungan gizi. Pendapat ini juga perlu dibuktikan melalui uji klinis.

Masih menurut Jurnal Encyclopedia of Cell Biology, putih telur mengandung protein yang disebut avidin. Avidin dapat berikatan sangat erat dengan biotin, meskipun tidak melalui ikatan kovalen. Avidin mengikat biotin yang dilepaskan selama pencernaan protein makanan sehingga mencegah penyerapannya. Namun, perlu diketahui bahwa avidin dapat hancur saat dimasak.

Panas selama proses memasak menyebabkan perubahan struktural pada avidin sehingga kurang efektif dalam mengikat biotin. Hal ini membuat biotin lebih mudah diserap tubuh. Karena itu, tidak masalah untuk mengonsumsi putih dan kuning telur yang sudah dimasak.

Dilihat dari narasi konten podcast di atas dan komentar para ahli gizi, tampaknya cara mengolah telur jadi menu yang nikmat kadang menjadi kontroversi. Ada yang menyebut mengolah telur dengan digoreng (dadar) akan menimbulkan penyakit tertentu. Ada juga yang berpendapat meskipun direbus tapi kalau diolah dengan santan juga dianggap kurang baik bagi kesehatan. Sementara untuk mengonsumsi telur agar terasa nikmat, setiap orang memiliki cara tersendiri.

Untuk menghindari kontroversi yang membingungkan masyarakat, ada baiknya para narasumber yang “ahli” di bidang nutrisi atau gizi bisa lebih berhati-hati dalam membuat ulasan. Bisa berdampak kemana-mana jika konten ulasan kesehatan yang belum teruji secara klinis sudah kadung dimuat dan viral di media sosial. Karena itu, bijaklah dalam membuat konten medsos. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

KIAT MENJAGA KESEHATAN UNGGAS

Perbaiki keseluruhan manajemen pemeliharaan untuk menangkal penyakit. (Foto: Istimewa)

• Faktor manajemen dalam peternakan yang tidak mendapat perbaikan dapat menjadi pemicu berulangnya penyakit dalam suatu populasi ayam di kandang.

• Pelaksanaan manajemen pemeliharaan yang baik dan tepat sangat diperlukan untuk mendukung program kesehatan dalam peternakan unggas.

• Kesehatan saluran pencernaan mempunyai peran penting sebagai pertahanan tubuh dan penopang produksi pada ayam.

Peribahasa “Kaset kusut lagu lama”, seakan sangat relevan dengan tantangan penyakit dalam budi daya ayam ras. Dimana tren kasus penyakit di lapangan hampir selalu sama dari waktu ke waktu. Ada kemungkinan ke depannya pun daftar laporan penyakit cenderung sama.

Hal tersebut diamini oleh Chief Operating Officer (COO) dan Co-Founder BroilerX, Pramudya Rizki Ruandhito, dalam sebuah seminar daring soal kasus dan proyeksi penyakit unggas, pada Desember lalu.

Dalam pemaparannya ia menjelaskan bahwa secara umum di tahun 2023 penyakit pada ayam ras broiler maupun layer relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Fenomena tersebut terjadi akibat cara pemeliharaan yang masih memerlukan perbaikan. Ke depan, jika perbaikan tidak dilakukan, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang, namun tingkat keparahannya maupun jenis penyakit bisa bertambah di masa mendatang.

“Faktor manajemen dalam peternakan itu sendiri yang dapat menjadi pemicu berulangnya penyakit dalam suatu kandang. Bagaimana peternak menjaga kebersihan dan sirkulasi udara di dalam kandang. Kemudian ketersediaan serta kualitas air dan pakan juga harus menjadi perhatian. Belum lagi terkait manajemen perkandangan, biosekuriti, serta vaksinasi juga menjadi hal yang krusial,” kata Rizki.

Terkait sistem perkandangan, ia melihat bahwa jumlah kasus penyakit di lapangan lebih banyak terjadi pada sistem open house. Walaupun tidak menjadi jaminan bahwa sistem closed house akan selalu membuat ayam sehat. Seperti halnya heat stress, ND, koksidiosis, coryza, chronic respiratory diseases (CRD), serta berbagai kasus penyakit yang dipicu oleh perubahan lingkungan yang terjadi secara drastis.

“Seperti pada 2023, dimana fenomena El-Nino membuat suhu lingkungan lebih panas sehingga banyak ditemukan kasus heat stress di lapangan, terutama pada kandang open house. Secara umum, heat stress akan menimbulkan wet drop, karena ketika suhu panas terjadi, ayam akan terpacu untuk minum lebih banyak. Nah, untuk penyakit selanjutnya yang mungkin muncul tergantung pada challenge yang ada di kandang masing-masing,” jelasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut dia, yang jelas harus mengatasi sumber panas dengan menyediakan lingkungan kandang yang ideal, serta manajemen perkandangan dan uniformity yang tepat. Dalam pemeliharaan sistem closed house akan lebih mudah diatur. Namun tantangan lebih besar ketika panas adalah pada pemeliharaan sistem open house, sehingga penanganannya harus lebih ekstra. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pemberian suplemen untuk menekan tingkat stres pada ayam, seperti vitamin C dan elektrolit.

Dalam konteks menjaga kesehatan ayam ras, pada kesempatan yang sama Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB, Prof Dr I Wayan T. Wibawan, menjelaskan bahwa kesehatan saluran pencernaan mempunyai peran penting sebagai pertahanan tubuh dan penopang produksi pada ayam. Menurutnya, saluran pencernaan merupakan tempat terjadinya proses pencernaan pakan dan penyerapan nutrien, barier pertama terhadap infeksi, serta di sepanjang usus halus ada mekanisme kekebalan yang sangat penting dalam penolakan infeksi seperti sel Goblet, daun Peyer, dan peristaltik.

“Untuk menjaga kesehatan saluran cerna, mikroba dalam usus harus seimbang, yakni mikroorganisme baik (85%) dan mikroorganisme berpotensi patogen (15%). Untuk itu, pemberian pakan yang berkualitas sesuai kebutuhan ayam menjadi fondasi kesehatan dan performa produksi. Dalam hal ini, pakan mempunyai pengaruh besar terhadap kebugaran dan kesehatan ayam, sehingga penting untuk memperhatikan kualitas pakan di setiap level peternakan. Hal ini juga harus ditunjang dengan manajemen kesehatan yang baik, termasuk di dalamnya vaksinasi dan biosekuriti yang tepat” tukasnya.

Penyakit Cenderung Berulang, Perbaiki Manajemen Pemeliharaan 
Salah satu aspek krusial dalam pemeliharaan ayam ras adalah bagaimana peternak mempersiapkan manajemen kesehatan ayamnya. Secara umum status kesehatan ayam dipengaruhi beberapa hal, seperti kondisi umum ayam, lingkungan, hingga tantangan penyakit.

“Secara umum di tahun kemarin penyakit pada unggas relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada broiler kasus CRD, kolibasilosis, dan coryza masih menjadi penyakit bakterial yang banyak dijumpai di lapangan. Sedangkan untuk penyakit viralnya masih didominasi infectious bursal disease (IBD)/gumboro dan newcastle disease (ND), serta koksidiosis akibat pengaruh lingkungan yang memanas (El-Nino) sehingga menyebabkan heat stress. Hal ini tentu membutuhkan treatment ekstra agar tidak menjadi faktor pemicu kasus-kasus penyakit lainnya,” kata Rizki.

Sementara pada peternakan layer, kasus yang sama seperti CRD, kolibasilosis, dan coryza juga kerap dijumpai, selain penyakit viral di antaranya avian influenza (AI) dan infectious laryngo tracheitis (ILT). Adapun penyakit lainnya yang tidak bisa dianggap enteng adalah parasit seperti koksidiosis, ektoparasit, dan cacing.

“Beberapa penyakit ini sering terjadi di kandang internal kami. Walaupun biasanya berbagai obat dan penanganan juga telah diberikan, namun penyakit ini masih menjadi momok bagi para peternak, sehingga perlu adanya evaluasi dan perbaikan dari keseluruhan manajemen pemeliharaan. Selain itu, lakukan juga tindakan preventif seperti vaksinasi, sanitasi, biosekuriti, hingga istirahat kandang yang cukup,” ucap dia.

Program istirahat kandang masih sering diabaikan peternak dengan alasan efisiensi produksi. Biasanya mereka mengejar delapan kali siklus produksi dalam satu tahun, sehingga istirahat kandang sering ditinggalkan. Padahal, istirahat kandang menjadi program yang sangat berguna untuk memutus mata rantai kasus penyakit dalam kandang.

“Secara periodik, monitoring kesehatan dengan uji laboratorium juga diperlukan. Oleh karena itu perlu adanya edukasi ke peternak mengenai penyakit unggas beserta pencegahan dan penanganannya. Karena bagaimanapun, indikator kualitas SDM turut berpengaruh terhadap keberhasilan program kesehatan dalam kandang,” tegasnya.

“Terakhir, untuk menunjang program kesehatan perlu menggunakan teknologi tepat guna untuk mampu mendeteksi penyakit. Saat ini kami di BroilerX sedang mengembangkan teknologi yang bisa mendeteksi penyakit lebih dini, sehingga bisa dicegah dan tidak semakin parah.” (INF)

BRIN BERSAMA INFOVET GELAR WEBINAR RISNOV TERNAK #2

Webinar Risnov Ternak #2. (Foto-foto: Dok. Infovet)

“Peternak Ayam Petelur Mandiri: Harapan dan Tantangan” menjadi tema dalam webinar Risnov Ternak #2 yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Peternakan bersama Majalah Infovet, Kamis (21/3/2024).

Kegiatan tersebut bertujuan untuk berbagi informasi perkembangan riset dan inovasi bidang peternakan (risnov ternak), dengan menghadirkan narasumber di antaranya Hidayaturohman dari Jatinom Grup Blitar sekaligus Pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia. Kemudian Prof Dr Ir Arnold P. Sinurat MS (Pakar Nutrisi Unggas BRIN) dan Dr Ir Tike Sartika (Pemulia Ayam Lokal BRIN). Webinar dipandu oleh moderator Dr Hardi Julendra dari BRIN.

Para narasumber dan MC dari BRIN.

Webinar diikuti oleh 300 orang melalui zoom dan lebih dari 20 orang melalui kanal YouTube Majalah Infovet, terdiri dari kalangan peneliti, akademisi, industri pakan, obat hewan, peternak, pemerintah, serta stakeholder lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Acara diawali dengan sambutan kepala OR Pertanian dan Pangan BRIN, Dr Puji Lestari, dan Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Dr Tri Puji Priyatno.

Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Dr Tri Puji Priyatno.

Pada kesempatan tersebut, Hidayat yang membahas materi “Peternak Ayam Petelur Mandiri: Harapan dan Tantangan Menghadapi Gejolak Perunggasan” mengemukakan apa yang menjadi harapan peternak dalam menjalankan bisnisnya dan meningkatkan produktivitas ternak, salah satunya menyoal pakan seperti harga jagung dan bahan baku lainnya yang diharapkan bisa berimbang.

“Kalau jagung impor memang harganya murah, namun ongkos transportasinya cukup besar. Oleh karena itu, bahan pakan sumber energi lainnya seperti ketela, sorgum, dan sebagainya bisa dimanfaatkan,” katanya.

Pakan memang mempunyai kontribusi biaya tertinggi dalam usaha ayam petelur. Jumlah pakan/bahan pakan yang dibutuhkan terus meningkat menyebabkan harga pakan melambung. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peningkatan efisiensi. Hal itu seperti dikatakan oleh Prof Arnold.

Adapun strategi nutrisi yang ditawarkan olehnya untuk meningkatkan efisiensi (ekonomis dan teknis) di antaranya dengan menggunakan bahan pakan yang tersedia dan lebih ekonomis dengan menerapkan prinsip-prinsip formulasi pakan yang benar, menerapkan teknologi seperti penggunaan imbuhan pakan yang dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam bahan pakan, dapat menggunakan bahan pakan berserat seperti BIS lebih banyak dalam pakan.

Webinar Risnov Ternak #2.

“Kemudian dengan menggunakan salah satu produk hasil teknologi dalam negeri yang sudah dihasilkan adalah enzim BS4,” jelasnya. Enzim pemecah serat tersebut dihasilkan dengan membiakkan Eupenicilium javanicum pada substrat bungkil kelapa. Di isolasi dari biji sawit, dimaksudkan untuk meningkatkan kecernaan gizi produk ikutan industri sawit (solid, BIS).

Selain pakan, dalam meningkatkan jumlah produktivitas telur secara nasional, potensi ternak ayam lokal juga bisa dimanfaatkan. Seperti disampaikan Tike Sartika, ayam lokal dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bisa di branding sebagai telur omega tinggi, warna kuning telurnya juga lebih oranye sehingga termasuk dalam kategori pasar niche market. (INF)

Rekaman webinar dapat dilihat di YouTube Majalah Infovet berikut ini.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer