Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ayam Broiler | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMUTUS “LINGKARAN SIPUT” PERUNGGASAN

Bambang Suharno
Gejolak perunggasan nyaris tak kunjung berhenti, meskipun sudah  banyak upaya untuk mengatasinya. Bahkan sejak sebelum pandemi, peternak unggas khususnya peternak broiler nyaris belum sempat menikmati yang namanya laba usaha. Gejolak yang dihadapi peternak mandiri semakin besar. Jika pada era 90-an peternak berteriak karena rugi beberapa periode produksi, kini yang terjadi mereka mengalami kerugian lebih dari setahun, sehingga jumlah pelaku usaha mandiri/rakyat disinyalir semakin sedikit.

Kejadian ini sudah pernah diramalkan Dr Drh Soehadji (Dirjen Peternakan 1986-1994). Ia menyebut, masalah gejolak harga di perunggasan ini adalah masalah klasik yang berputar dan berulang yang digambarkan sebagai “lingkaran siput”. Dimulai dari harga melonjak karena kekurangan pasokan, disusul penambahan populasi oleh pelaku usaha, lalu terjadi kelebihan pasokan (oversupply) yang membuat harga jatuh. Selanjutnya dilakukan pengurangan investasi secara alami, yang kemudian menyebabkan harga naik lagi dan seterusnya berputar berulang-ulang, makin membesar dan membesar, seperti lingkaran siput.

Bisa kita bayangkan, pada 1990-an, populasi ayam sekitar 800 juta ekor, tahun ini diperkirakan lebih 3 miliar ekor. Gejolak akibat fluktuasi harga pastinya jauh lebih dashyat dibanding fluktuasi pada 1990-an. Apalagi jika kondisi harga jatuh berlangsung berbulan-bulan. Total kerugian yang diderita peternak dan perusahaan sarana produksi ternak mencapai puluhan triliun rupiah.

Siput dalam terminologi yang digunakan Soehadji bukan hanya bermakna gejolak yang semakin membesar, tapi juga sebagai singkatan dari “Selalu Itu Permasalahannya Untuk Tuduh-tuduhan.” Soehadji melihat permasalahan yang disampaikan peternak dan pihak lainnya dari tahun ke tahun itu-itu saja alias nyaris sama, antara lain perlunya perlindungan untuk peternak mandiri/rakyat, perbaikan tata niaga ayam, serta data perunggasan yang perlu diperbaiki agar akurat untuk mengambil keputusan.

Apa yang disampaikan Soehadji tentang “selalu itu permasalahannya” masih relevan hingga sekarang. Dalam siaran pers yang dirilis Sekretariat Bersama Asosiasi Perunggasan pada Maret 2023, disebutkan beberapa tuntutan yang diajukan antara lain perbaikan data perunggasan, keberpihakan pemerintah terhadap peternak mandiri/rakyat, serta perbaikan tata niaga perunggasan agar mereka bisa menjalankan usaha secara normal.

Bedanya dulu tuntutan lebih sering ditujukan ke Kementerian Pertanian (Kementan), kini karena banyak lembaga mengurus perunggasan, yang dituntut selain Kementan, juga Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Selain itu juga turut ditambah permintaan peternak ke Komnas HAM agar memanggil kementerian tersebut untuk menelusuri apakah ada pelanggaran HAM dalam kebijakan perunggasan.

Jika selama 30 tahun peternak menuntut hal yang sama, kita bisa menyimpulkan bahwa masalah yang sama belum dapat diatasi meskipun pemerintah sudah berganti pemimpin dan undang-undang juga sudah direvisi.

Memutus Lingkaran Siput
Pada negara yang pasarnya didominasi penjualan live bird (ayam hidup), campur tangan pemerintah sangat diperlukan. Hal ini karena produk peternakan mudah rusak. Kecepatan distribusi dan keseimbangan supply-demand menjadi faktor penting penentu untung dan rugi peternak. Oleh karena itu, perlu manajemen pasokan di hulu dan pengurangan penjualan ayam hidup di bagian hilir. Jika dua hal ini saja bisa dikelola dengan baik, setidaknya gejolak akan berkurang.

Integrator 100%
Perihal manajemen pasokan yang artinya mengatur jumlah impor GPS (Grand Parent Stock) agar sesuai perkembangan permintaan pasar, telah dibahas di berbagai forum. Ada yang pro terhadap pengaturan kuota, ada juga yang menuntut pembebasan kuota impor. Intinya mau dibebaskan atau dengan model kuota, tetap perlu ada mekanisme kontrol agar pasokan sesuai pergerakan permintaan. Selain itu perlu juga ada jaminan bahwa peternak mandiri selalu mendapatkan pasokan bibit sesuai kebutuhan.

Ada suara dari beberapa pihak agar integrator berhenti melakukan budi daya sehingga pasar ayam hidup menjadi hak peternak mandiri/rakyat. Secara umum pengertian integrator adalah usaha dari hulu (pembibitan) hingga hilir (pasca panen). Ini artinya integrator beserta grup kemitraannya mestinya tidak menjual ayam hidup. Kalau perusahaan yang disebut integrator masih menjual ayam hidup, maka perusahaan itu belum disebut integrator. Istilah ini menjadi salah kaprah. Jika integrator tidak boleh budi daya artinya mereka juga tidak bisa disebut integrator. Demikian juga yang saat ini disebut integrator, jika mayoritas ayamnya dijual dalam bentuk live bird, juga bisa disebut sebagai integrator “setengah matang.” Faktanya memang mereka sudah terlanjur disebut sebagai integrator.

Jika pemerintah mewajibkan perusahaan yang sekarang disebut integrator itu menjadi integrator 100%, maka penjualan ayam hidup otomatis hanya milik peternak mandiri/rakyat. Setidaknya dengan cara ini tidak ada “pertandingan tinju yang beda kelas di ring yang sama.”

Patut dicatat, dari 3 miliar ekor ayam yang diproduksi Indonesia, yang dijual sebagai ayam beku diperkirakan baru sekitar 20% saja. Ini membuktikan yang disebut integrator itu masih menjadi integrator semu, belum 100%.

Ekspor dan Kampanye Gizi
Selama ini program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi oversupply adalah dengan melakukan pemangkasan telur tetas, afkir dini PS (Parent Stock) dan upaya pemangkasan produksi yang lain. Sementara itu menjaga keseimbangan pasokan dalam negeri dengan melakukan ekspor belum secara nyata dilakukan. Ada program gerakan tiga kali ekspor oleh Kementan tapi fokusnya lebih ke peningkatan devisa negara, bukan stabilisasi harga.

Ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Perancis beberapa tahun lalu, tatkala oversupply produksi susu sapi akibat embargo ke Rusia, pemerintah setempat membeli susu milik peternak dan melakukan ekspor ke negara berkembang, baik sebagai bantuan kemanusian maupun aktivitas lainnya.

Sementara itu, pemerintah juga perlu memanfaatkan dana APBN untuk kampanye konsumsi ayam dan telur. Masih ada ruang untuk meningkatkan konsumsi ayam dan telur sebesar dua kali lipat dari sekarang, karena kita melihat konsumsi rokok masyarakat Indonesia sangat tinggi, sekitar 4.000 batang rokok/orang/tahun, sementara konsumsi ayam hanya 13 kg/kapita/tahun dan konsumsi telur hanya 150 butir/kapita/tahun. Jika konsumsi naik dua kali lipat saja, bisnis perunggasan akan menciptakan jutaan tenaga kerja baru sekaligus usaha perunggasan akan semakin bergairah.

Pada 2011 lalu Menteri Pertanian, Suswono, mencanangkan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) yang diinisiasi oleh 14 asosiasi perunggasan. Pencanangan ini sebagai upaya mempercepat peningkatkan konsumsi ayam dan telur. Sayangnya, kegiatan kampanye ayam dan telur ini dijalankan sendiri oleh para peternak dan asosiasi perunggasan. Belum ada dukungan nyata dari pemerintah untuk mendongkrak konsumsi ayam dan telur agar tidak terpaut jauh dengan konsumsi negara tetangga. Padahal Kementerian Perikanan dan Kelautan memiliki program gemar makan ikan (Gemarikan), dengan tim yang lengkap dari pemerintah pusat hingga daerah, sehingga konsumsi ikan secara nyata mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding konsumsi ayam dan telur.

Kemitraan, Jembatan Menuju Mandiri
Pola kemitraan sudah dikembangkan sejak era 80-an, tujuannya agar peternak kecil bermitra setelah semakin besar bisa berdiri sendiri. Ini tujuan ideal, yang ternyata dalam implementasi bisnis terjadi kebalikannya. Peternak mandiri yang tidak kuat akhirnya berhenti atau melanjutkan sebagai mitra perusahaan lain. Jika itu yang terus terjadi berarti pola kemitraan yang berkembang tidak sesuai tujuan awal dikembangkannya kemitraan, dan jumlah peternak mandiri semakin sedikit.

Program untuk menjadikan lebih banyak peternak tangguh dan mandiri layak kita gaungkan, agar peta bisnis perunggasan menjadi lebih sehat dan kondusif. Jika itu dilakukan, lingkaran siput sudah terputus dan tak ada lagi ungkapan “selalu itu permasalahannya untuk tuduh-tuduhan.” ***

Ditulis oleh: 
Bambang Suharno, GITA Consultant, Pengamat Peternakan

CATATAN AWAL TAHUN PERUNGGASAN 2023

Kondisi surplus daging ayam harus ada penyaluran yang tepat. (Foto: Shutterstock)

Bisnis perunggasan masih sangat menjanjikan, terlebih produk protein hewani salah satu penopang utama pembangunan SDM bangsa. Banyaknya tantangan yang tidak dapat diprediksi dan berubah cepat, juga ditambah kompetisi global mengharuskan untuk beradaptasi dalam situasi ini.

Pada peringatan Hari Gizi Nasional pada 25 Januari 2023 lalu pemerintah mengumumkan slogan “Cegah Stunting dengan Protein Hewani”. Perunggasan sangat berkontribusi besar sebagai penopang utama pembangunan SDM bangsa sekaligus berperan memberantas stunting.

Industri Broiler Meranggas
Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU ASEAN Eng, mengatakan industri broiler sedang meranggas, dimana fluktuasi harga sering menjadi persoalan. Ibarat pohon yang meranggas menggugurkan daunnya untuk beradaptasi dengan iklim.

Namun pertanyaannya mengapa unggas meranggas? Apakah karena kompetisi global dan produk impor dalam konteks ini pakan dan supporting lainnya. Atau bisa juga disebabkan kurangnya efisiensi pakan, mahalnya pakan, banyak kandang masih konvensional dan tata niaga belum ideal.

“Saya mengamati dan mencermati broiler sudah hampir satu dasawarsa persoalannya tidak bergeser dari fluktuasi harga jual live bird di kandang dan itu harganya rendah,” tutur Ali Agus pada webinar Indonesia Livestock Club 24, Minggu 19 Februari 2023.

Isu utama industri broiler adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

MEMURNIKAN AIR HUJAN AGAR DIGUNAKAN DI PETERNAKAN

Ayam juga memerlukan air minum yang berkualitas untuk menghasilkan protein hewani berupa daging. (Foto: Istimewa)

Setiap periode pemeliharaan ayam menggunakan cukup banyak air untuk minum maupun membersihkan kandang. Sering kali air yang digunakan adalah air tanah. Untuk wilayah dengan air berlimpah seperti Indonesia, hal itu tidak menjadi masalah.

Tapi bagaimana dengan daerah yang sulit mendapatkan air? Atau jika suatu saat ketersediaan air tanah di suatu daerah menipis? Berpaling pada sumber air yang berkelanjutan adalah solusi yang baik, yaitu air hujan. Melansir dari situs poultryworld.net, Kamis (26/1), berikut ulasannya.

Proyek Inovasi Penghematan Air
Experimental Poultry Centre (EPC) di Belgia telah mengarahkan fokus penelitiannya pada penggunaan air hujan sebagai air minum untuk ayam pedaging. Di bawah program pendanaan Eropa LIFE, EPC akan mendemonstrasikan tiga inovasi penghematan air yang berbeda selama periode lima tahun.

Di EPC konsorsium perusahaan, lembaga dan pemerintah daerah bekerja sama dalam skema LIFE Aclima. Proyek ini terdiri dari tiga bagian yaitu pemantauan konsumsi air selama pendinginan, pemurnian air hujan sehingga dapat digunakan sebagai air minum unggas, serta penggunaan air bersih secara sirkuler di kandang broiler melalui penggunaan pengolahan air secara biologis.

LIFE Aclima dimulai pada 1 Juli 2021 dan proyek akan berlangsung selama lima tahun, berakhir pada 1 Juli 2026. EPC adalah lembaga penelitian unggas terbesar di Belgia dan memiliki total 36.000 ayam petelur Isa Brown dan Dekalb White dan 42.000 ayam pedaging Ross 308, yang dibagi menjadi berbagai kelompok eksperimen dan di sistem perkandangan yang berbeda.

Peneliti EPC di Geel, Belgia, Peter Bleyen, menjelaskan bahwa tujuan LIFE Aclima adalah membuat sektor pertanian lebih tangguh dan fleksibel dalam penggunaan air. Bleyen terlibat dalam proyek ini bersama rekannya Neil van den Broeck.

Pendinginan Suhu di Kandang
Bagian pertama dari LIFE Aclima adalah tentang pendinginan suhu di kandang unggas. Bleyen mengatakan, “Kami telah memasang pad cooling dan cooling melalui atomisasi, yang dikenal sebagai spray cooling. Hanya spray cooling yang dipasang di kandang layer, sedangkan kedua sistem dipasang di kandang broiler.”

Penelitian sedang dilakukan antara lain untuk memantau penggunaan air dari dua sistem pendingin dan untuk memvisualisasikan aliran air yang berbeda di kandang unggas. Bleyen menambahkan, “Selain itu, dengan mendinginkan kandang Anda juga dapat memastikan bahwa unggas minum lebih sedikit, sehingga Anda juga membutuhkan lebih sedikit air minum berkualitas tinggi. Kami memasukkan ini ke dalam data pemantauan kami.”

Pemurnian Air Hujan
Tujuan penelitian kedua adalah untuk memverifikasi apakah air hujan dapat dimurnikan menjadi air minum untuk unggas. “Keuntungan besar dari air hujan adalah sifatnya yang berkelanjutan. Saat ini, air tanah adalah sumber air utama untuk peternakan unggas di Flanders. Cadangan air tanah di wilayah ini semakin menipis dan isi ulangnya melambat. Oleh karena itu, di Flanders bisnis pertanian baru wajib memasang penyimpanan air hujan, sehingga air hujan tersedia untuk berbagai aplikasi,” jelas Bleyen.

EPC memiliki 173 m3 penyimpanan air bawah tanah. Air hujan dari cekungan bawah tanah dimurnikan menggunakan teknik yang berbeda hingga memenuhi standar air minum untuk unggas.

Untuk dapat menjernihkan air hujan, EPC memasang dua sistem penjernihan air yaitu nano ultrafiltration (NUF) dan teknik penjernihan dengan berbagai langkah. Sistem NUF menggunakan filter dialisis ginjal yang sebelumnya digunakan di rumah sakit. Prinsip kerjanya seperti mesin cuci darah.

 “Berkelanjutannya lagi, karena filter ini masih bekerja dengan baik setelah digunakan. Filter menghilangkan 100% partikel yang lebih besar dari 0,03 mikron. Air hujan dipompa dari cekungan bawah tanah ke bejana penyangga berukuran 300 liter. Dari sana dipompa melalui filter NUF dan disimpan lagi di bejana penyangga lainnya,” ujarnya.

Teknik pemurnian lainnya terdiri dari proses filtrasi, UV treatment, disinfeksi, penyaringan pasir, penyaringan karbon, disinfeksi berikutnya dan terakhir UV treatment lainnya. Pengaturan eksperimental dengan dua metode pemurnian, kata Blayen, sudah mulai beroperasi.

“Pertama-tama kami akan melakukan uji coba dengan kedua teknik tersebut sebelum kami memberikan air hujan yang telah dimurnikan kepada ternak. Kami ingin mendapatkan hasil analisis yang memadai. Jika kami dapat menjamin kualitas air yang berkelanjutan, kami akan memulai uji coba yang sebenarnya tahun depan,” ucap dia.

Dalam uji coba yang sebenarnya, air hujan yang dimurnikan dan air ledeng akan digunakan sebagai air minum untuk unggas dengan efek kesehatan dan performa teknis yang dianalisis.

Air Adalah Isu global
Bleyen dan Neil mencatat bahwa kecukupan air dengan kualitas yang baik untuk semua jenis keperluan adalah masalah dunia, dengan penekanan pada kualitas air yang baik. Besi terlarut dan polusi dalam air tanah dan air permukaan tampaknya menjadi isu dunia.

Neil berkata, “Keunggulan air hujan adalah tidak mengandung mineral terlarut seperti magnesium, kalsium atau besi. Jika Anda dapat membersihkan air dari polutan dan patogen lain, Anda akan mendapatkan sumber air minum yang cocok untuk unggas.”

Tahun depan, air hujan murni akan dialirkan ke ayam petelur dan ayam pedaging EPC. Neil menjelaskan bahwa mereka akan mengevaluasi efisiensi dan kualitas hasil metode pemurnian.

Teknik pemurnian termurah juga akan diidentifikasi, tetapi para peneliti sadar bahwa peternak unggas pada akhirnya akan memutuskan metode mana yang paling hemat biaya.

Proyek LIFE Aclima juga memperhitungkan fakta bahwa penelitian ini mencakup dua kelompok hewan, ayam pedaging dan petelur. “Broiler sangat sensitif terhadap kontaminasi mikroba pada fase awal kehidupan mereka. Sebaliknya, siklus produksi ayam petelur dapat bertahan hingga sekitar 80 minggu yang membutuhkan aliran air minum yang lebih kontinu dan konstan,” kata Neil.

Para peneliti tidak mempertimbangkan hal ini secara khusus saat memilih teknik pemurnian untuk setiap kelompok hewan. Tetapi Bleyen mencatat bahwa mungkin metode pemurnian tertentu lebih cocok untuk kelompok hewan tertentu daripada yang lain.

Penggunaan Air Bersih Secara Sirkular
Area ketiga dari proyek LIFE Aclima di EPC adalah penggunaan air bersih secara sirkular dari kandang broiler. Untuk melakukan ini, air yang digunakan untuk membersihkan kandang dikumpulkan di reservoir bawah tanah.

“Kami masih bekerja untuk memasangnya dan memulainya, tetapi segera setelah pabrik pengolahan air biologis siap, kami dapat mulai memurnikan gelombang pertama air bersih,” ucap Bleyen.

EPC sedang mengerjakan ini bersama dengan perusahaan Belgia BelleAqua dari Wuustwezel. Setelah dibersihkan, air digunakan kembali untuk membersihkan kandang-kandang di EPC. Bagian dari proyek ini akan memakan waktu lima tahun dan waktu itu akan digunakan untuk mengoptimalkan semuanya. (NDV)

SUDAH SAATNYA PETERNAK MANDIRI BERTRANSFORMASI

Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. (Foto: Shutterstock)

Peternak broiler mandiri sering menghadapi berbagai permasalahan. Bagaimana caranya agar bisnis ayam pedaging bisa memberikan keuntungan yang layak dan stabil untuk mereka? Infovet mewawancara Nurul Ikhwan, peternak ayam asal Tasikmalaya, yang mempunyai ide-ide menarik untuk memperbaiki profit peternak mandiri.

Efisiensi Peternakan Mandiri, Memungkinkan?
“Efisiensi dari sisi biaya kadang kita tidak bisa mengendalikan misalnya ABK, upah, UMR. Harga yang menentukan pihak ketiga kecuali kita seperti perusahaan besar, dimana integrasi mereka sudah sempurna, sangat mampu untuk menekan itu semua,” kata Nurul Ikhwan yang kerap disapa Iwang ini.

Iwang mengatakan, solusi untuk peternak mandiri adalah dengan mengoptimalkan IP. Ada korelasi antara IP dengan FCR dan deplesi. Kuncinya adalah menekan FCR di angka 1,4, angka yang ideal dan masuk akal karena akan agak sulit jika menargetkan FCR di bawah 1,4.

Gangguan Eksternal
Peternak mandiri dihadapkan pada kemungkinan adanya gangguan eksternal. Misalnya pencurian, demo warga, binatang buas pemangsa, banjir dan lainnya. Menurut Iwang, hal tersebut bisa dicegah dengan cara sebelum membuka peternakan di sebuah kawasan dilakukan kajian keilmuan, peraturan dan sosial masyarakat.

Ada beberapa gangguan eksternal yang timbul jika tidak dilakukan kajian keilmuan. Seperti struktur lahan yang ternyata tidak cocok, transportasi sulit, termasuk daerah yang rawan banjir dan masih banyaknya binatang liar yang bisa mengganggu. “Setiap daerah mempunyai peraturan kawasan mana yang masuk area peternakan, perkebunan, pemukiman dan sebagainya,” kata Iwang.

“Ketika kita sudah memenuhi semua peraturan dan persyaratan di daerah tersebut dan sampai keluar izin, itu berarti sudah ditempuh analisis risikonya dari SKPD atau Satuan Kerja Perangkat Daerah.”

Kemudian perlu dilakukan juga kajian sosial masyarakat dengan melakukan pendekatan sebelum kandang mulai dibangun, atau bahkan sebelum tanah dibeli. Jelaskan dengan baik pada warga sekitar bagaimana dampak positif dan negatifnya dengan keberadaan peternakan untuk lingkungan mereka.

Perlu ada komitmen dengan warga tentang dampak positifnya. Bisa dengan memberikan kompensasi lingkungan, keterlibatan masyarakat sebagai tenaga kerja, sehingga sedikit banyak warga merasa ikut memiliki usaha peternakan.

Masalah eksternal tetap akan ada, namun jika pencegahannya sudah diterapkan dengan baik maka masalah yang akan datang tidak akan signifikan. Penyelesaiannya relatif mudah dan bisa didiskusikan dengan baik.

Pencatatan Keuangan
Pencatatan keuangan yang baik untuk sebuah usaha adalah hal yang wajib dilakukan. “Kami membangun sebuah usaha walaupun skalanya UMKM, pencatatan keuangan itu perlu. Solusinya merekrut yang paham accounting dan tax, serta kita pun harus mengerti tentang pembukuan meskipun tidak menguasai,” terang Iwang.

Menurutnya, jika diperlukan bisa juga memakai jasa konsultan, supaya bisa menentukan kebijakan dengan lebih baik. Untuk pencatatan bisa menggunakan Microsoft Excel yang sudah mencukupi untuk usaha peternakan mandiri.

Penyebab Penundaan Panen
Terkadang peternak terpaksa menunda panen. Iwang mengatakan, kebanyakan peternak mandiri menghasilkan dan menjual live bird. Ketika live bird dikeluarkan ke pasaran akan berlaku hukum pasar. Jika harga pasar tidak sesuai HPP, peternak bisa enggan dan menunda panen sehingga harus mengeluarkan cost tambahan.

“Kalau di atas HPP semua orang tidak akan menunda, karena pakan yang dimakan ayam ketika panen ditunda akan menambah biaya. Penundaan panen karena peternak menjualnya live bird, karena lebih gampang dijual, kalau harus memotong dulu di-add value itu perlu cost. Modal peternak terbatas, ketika besar dan kecil sama-sama keluar di situ terjadi ketidaksesuaian harga,” katanya.

Ketua Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat ini mencoba menawarkan solusi berupa skema bisnis dari bawah ke tengah. Yaitu dengan menyiapkan dulu pasarnya. Bisnis broiler adalah bisnis rantai pasok. Untuk mengurai permasalahan peternak ayam pedaging, maka peternak harus mampu menguasai rantai pasok.

Perusahaan besar sangat kuat secara finansial dan bisnisnya, karena sudah sempurna rantai pasoknya. Peternak sebelum menambah populasi seharusnya menyiapkan dulu pasarnya, jangan sampai menambah produksi per periode tapi pasarnya itu-itu saja.

Jika menguasai rantai pasok meskipun dalam skala kecil, penundaan panen bisa dihindari. Peternak bisa bergabung menjadi beberapa kelompok untuk membangun rantai pasok. Integrasinya bisa secara vertikal jika bergabung di perusahaan yang sama. Atau secara horizontal, contohnya ada peternak yang khusus pembibitan GPS, khusus pembibitan FS, khusus RPA, khusus olahan dan seterusnya, sehingga semua mendapatkan profit.

Skala integrasi tidak harus besar, farming integration secara mikro akan sangat membantu peternak. Karena itu lanjut Iwang, penting bagi peternak memiliki jaringan pertemanan dengan visi yang sama. Membangun jaringan tersebut tidak terlepas dari membangun kepercayaan, konsepnya adalah jujur, saling mendukung dan saling terbuka.

Prospek Konsumen yang Menguntungkan
“Pendapat saya ritel, hotel dan semacamnya akan bisa terganggu cash flow-nya. Saya lebih menyukai menguasai kawasan pemukiman konsumen ibu rumah tangga dan mereka tidak akan berhutang,” jelas dia.

Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. Paling tidak hilir atau end user dibentuk selama setahun, memang cukup lama merintisnya tetapi lebih aman secara cash flow bagi peternak. End user yang terbaik bagi peternak adalah yang membayar kontan tanpa tempo, contohnya ibu-ibu rumah tangga.

“Kalau bisa memotong sendiri, punya mini RPA, bisa dijadikan add value di situ. Misalnya harga ayam parting lebih mahal dari ayam utuh, harga ayam marinasi lebih mahal dari yang parting,” lanjut dia.

Jika customer ritel, peternak harus siap dengan pembayaran tempo dan akan melalui rantai pasok yang panjang. Peternak bisa berada pada putaran uang yang besar namun sebagiannya dihutang sehingga cash flow menjadi merah. Jika menjual selapis di atas end user, yaitu pengepul pun selain tempo juga bisa terjadi terlambat bayar atau bahkan gagal bayar.

Dengan memiliki mini RPA peternak sangat mungkin bisa menjual karkas eceran pada ibu-ibu rumah tangga di daerahnya. Karena harganya akan lebih murah dibanding pasar karena memotong rantai pasok. Dari sisi konsumen pun merasa lebih aman karena bisa melihat sendiri RPA tempat ayam dipotong.

“Seharusnya peternak ke arah sana. Cuma mungkin sudah terlanjur dengan pola yang lama dengan putaran-putaran cash flow merah terpaksa muter daripada ‘mati’. Mau tidak mau harus bertransformasi menjadi peternak yang memiliki visi ke depan, serta membuat role model bisnis dengan menyesuaikan pada kebutuhan konsumen plus penyesuaian dengan aturan yang ada,” tambah Iwang.

Lebih lanjut Iwang mengatakan, peternak bisa mendapatkan keuntungan lebih jika bisa menambah variasi dan nilai pada karkas yang dijualnya. Bisa dijual dalam bentuk fresh, frozen, berbumbu, bahkan dengan konsep farm to table, dimana peternak menjual produk yang langsung bisa dikonsumsi.

“Kita bisa menjiplak role model bisnis yang bagus, misalnya dari perusahaan besar tapi kita adaptasi dengan model yang mini. Jangan memperbanyak populasi tapi jualan live bird itu sudah ketinggalan zaman. Jangan lupa juga buka pasar ekspor, konsepnya mudah tapi pelaksanaannya sulit, tapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan,” pungkasnya. (NDV)

HERBAL BERKHASIAT, KAYA MANFAAT

Beberapa jenis tanaman obat yang telah banyak digunakan pada hewan. (Foto: Istimewa)

Sediaan herbal dan minyak esensial digadang-gadang sebagai sediaan alternatif pengobatan alami, aman dan berkhasiat. Namun begitu, perlu ditelusuri seberapa jauh sediaan tersebut dapat memberikan khasiat dan manfaat.

Banyak Khasiat, Minim Efek Samping
Sebagaimana sudah diketahui bahwa terdapat kurang lebih 9.000-an spesies tanaman memiliki khasiat sebagai obat yang dapat dimanfaatkan untuk ternak, khususnya unggas. Dari berbagai macam khasiat yang ada, sederhananya saja penggunaan sediaan herbal berupa jamu berkhasiat menambah nafsu makan, menurunkan angka kematian dan lain sebagainya.

Namun sebenarnya dalam level yang lebih mikro alias ditingkat molekular banyak manfaat yang didapat dari penggunaan sediaan herbal dan minyak esensial. Misalnya sebagai antiinflamasi, memperbaiki performa saluran pencernaan, memenuhi kebutuhan nutrisi, antibakteri, antivirus, anti-parasitik dan lainnya.

Kusno Waluyo, merupakan satu dari banyak peternak yang merasakan khasiat herbal pada ayam petelur. Dirinya mengaku sudah 13 tahun menambahkan suplementasi herbal di dalam ransum ayam petelurnya. Selama itu pula dirinya mengaku mendapat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (CR)

BAHAN HERBAL UNTUK KESEHATAN TERNAK

Pelarangan AGP dalam pakan mendorong banyak penelitian mencari alternatif penggantinya dalam pakan. (Foto: Dok. Infovet)

Pelarangan pemakaian Antibiotic Growth Promotor (AGP) dalam pakan mendorong banyak penelitian untuk mencari alternatif pengganti AGP dalam pakan. Berbagai bahan alternatif seperti probiotik, asam organik, enzim, minyak atsiri banyak dikembangkan termasuk senyawa herbal atau dikenal juga fitogenik. Penggunaan herbal untuk pengobatan manusia sudah banyak dikerjakan di Indonesia, juga negara lain seperti India atau China, malahan herbal digunakan sebagai pengobatan tradisionil (traditional medicine) secara turun-temurun.

Penggunaan herbal untuk ternak mulai berkembang di negara Eropa karena pelarangan AGP pada 2006, malahan sebelumnya ketika Denmark mulai melarang AGP pada 1996. Penelitian di Eropa mencoba menelusuri jenis-jenis tanaman yang sekiranya potensi untuk meningkatkan kesehatan hewan. Ribuan jenis tanaman ditelusuri untuk mencari bahan aktif yang dapat digunakan untuk pengganti AGP.

Jenis-jenis Herbal
Pengalaman membuat jamu untuk manusia berjalan cukup lama di Indonesia dan jamu sudah diproduksi oleh pabrik modern. Beberapa pabrikan jamu mengembangkan sayap usahanya memproduksi jamu untuk hewan, dengan bahan jamu yang juga diambil dari bahan jamu untuk manusia seperti Zingiberis officinale rhizome (jahe), Curcumaxanthorrhiza rhizome (temulawak) dan sebagainya.

Khasiat jamu hewan juga diklaim seperti pada manusia, diantaranya meningkatkan nafsu makan, memperbaiki daya tahan tubuh, bahkan membantu meredakan gejala penyakit tertentu. Ke”benar”an klaim bahan herbal untuk ternak membutuhkan penelitian lama, tidak mudah dan membutuhkan biaya mahal agar dapat dibuktikan secara ilmiah. Bahan baku herbal juga harus dikaitkan dengan bahan aktif yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh temulawak, ditemukan senyawa aktif yang disebut curcumin yang di klaim mempunyai fungsi kesehatan hati dan menambah nafsu makan. Persoalannya untuk jamu hewan adalah apa manfaat untuk manusia dapat langsung diterjemahkan juga untuk hewan? Hal ini membutuhkan penelitian ilmiah dengan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mengikuti perkembangan di Eropa yang telah menghasilkan berbagai produk herbal, baik bahan baku maupun hasil pemurnian lebih lanjut, penelitian mencari potensi bahan herbal di Indonesia juga mulai dilakukan, akan tetapi... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

MENJAJAL KHASIAT SEDIAAN HERBAL PADA TERNAK

Sediaan herbal dapat digunakan sebagai terapi kesehatan hewan ternak, termasuk ayam broiler. (Foto: Dok. Infovet)

Sejak zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai negara yang memanfaatkan tumbuhan (herbal) sebagai obat. Misalnya saja jamu, yang merupakan perpaduan berbagai jenis tanaman obat yang memiliki khasiat baik bagi tubuh. Kini herbal tidak hanya digunakan pada manusia, namun juga hewan ternak dengan berbagai macam pengembangan dan khasiat.

Ada sekitar 40.000 spesies tanaman di dunia dan sekitar 30.000 diantaranya ada di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sekitar 9.600-an spesies tanaman telah terbukti memiliki khasiat sebagai obat. Sedangkan 1.000-an diantaranya dimanfaatkan sebagai obat herbal tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, akibat pandemi COVID-19, masyarakat semakin peduli pada aspek kesehatan. Tren back to nature kian menjamur, dalam hal ini mengonsumsi obat-obatan herbal dan jamu demi menunjang kesehatan seperti sebuah keharusan.

Begitupun dengan hewan, kenyataannya sediaan herbal dapat digunakan sebagai terapi kesehatan hewan ternak maupun hewan peliharaan. Berdasarkan data yang dirilis Medion (2018), sebanyak 30,49% ayam petelur dan pedaging di Indonesia pernah menggunakan sediaan herbal.

Bukan Melulu Jamu
Jamu mungkin sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia. Penggunaannya juga tidak terbatas hanya pada manusia saja, tetapi juga pada hewan. Sering kali terdengar bahkan terlihat ketika ada kontes ternak, karapan sapi, atau event sejenisnya, pemilik hewan kerap memberikan jamu untuk ternaknya agar kondisinya lebih prima saat kontes.

Namun sebenarnya sedian herbal bukan melulu jamu. Menurut Product Management dari PT Medion, Apt Retnoningtyas SFarm, ada beberapa kategori sediaan berdasarkan pengelompokkannya, yakni… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer