 |
Kupas tuntas masalah ASF bersama para ahli dalam webinar |
Rabu 12 Agustus 2020 Asosiasi
Monogastrik Indonesia (AMI), United State Soybean Export Council (USSEC)
bekerkolaborasi dengan GITA organizer melaksanakan seminar mengenai penyakit
African Swine Fever (ASF) via daring.
Sebanyak lebih dari 150 orang
peserta hadir dalam pertemuan tersebut. Selain seminar juga diadakan Musyawarah
Nasional AMI.
Membuka sambutan perwakilan USSEC
Ibnu Eddy Wiyono mengatakan bahwa ada 3 hal yang difokuskan oleh USSEC di
Indonesia yakni utilisasi soybean
pada sektor peternakan, manusia dan akuatik. Ia juga meminta maaf jika USSEC
jarang terlibat dalam peternakan babi di Indonesia, hal ini karena memang di
Indonesia populasi babinya tidak sebanyak Vietnam dan Negara lainnya di Asia
Tenggara. Tetapi bukan berarti USSEC
tidak peduli dengan sektor peternakan babi di Indonesia.
Di waktu yang sama Ketua Umum AMI
Sauland Sinaga dalam sambutannya merasa senang dapat mengadakan acara ini.
Menurut dia, sektor peternakan babi Indonesia harus bisa mengcover ASF dan
mencegah penularannya lebih jauh lagi.
“Oleh karena restocking dan mencegah ASF lebih jauh itu penting, maka harus
segera diupayakan,” tuturnya. Ia juga menyoroti kecukupan protein Indonesia
yang masih rendah, dan babi bagi konsumennya tentu dapat menjadi solusi permasalahan
stunting akibat rendahnya konsumsi
protein hewani di Indonesia.
Presentasi pertama yakni dari Dr
Angel Manabat yang berasal dari Filipina yang juga merupakan ahli babi. Dalam
presentasinya Dr Angel memaparkan mengenai tips dan trik dalam mencegah ASF
melalui biosekuriti. Beliau juga menganjurkan agar setiap peternakan yang
terjangkit ASF agar melakukan istirahat kandang yang cukup dan mengaplikasikan
biosekuriti yang sangat ketat, karena ASF ini sangat cepat menyebar dan
mematikan. Selain itu Angel juga banyak menjabarkan mengenai cara – cara restocking yang tepat apabila hendak
memulai kembali beternak.
Presentasi kedua yakni dari Drh
Paulus Mbolo Maranata dari PT Indotirta Suaka tentang penerapan biosekuriti
yang baik dan benar di peternakan babi dalam mencegah ASF. Ia berbagi
pengalamannya dalam mencegah penyakit – penyakit pada babi seperti Hog Cholera.
“Penyakit babi seperti Hog
cholera saja misalnya ini sangat mematikan, jika tidak segera dilakukan
pencegahan bisa tutup Pulau Bulan itu. Oleh karenanya biosekrutii dan vaksinasi
diiringi manajemen pemeliharaan harus baik,” tutur Paulus.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa timing dan ketepatan vaksinasi sangat
berguna dalam program kesehatan. Dan menurutnya data keberadaan penyakit harus
tepat, ini tentunya dibutuhkan kerjasama yang kompak dengan dinas dinas terkait
dan stakeholder lain.
Paulus juga menerangkan masalah swell feeding, menurutnya swell feeding ini juga menjadi kunci
masuknya penyakit ke dalam peternakan utamanya peternakan rakyat. Selain itu
biosekuriti di peternakan rakyat juga harus dapat membatasi mobilisasi manusia,
terutama pembeli babi dimana mereka biasanya masuk dan berpindah dari kandang
satu ke kandang lain, dari peternakan satu ke peternakan lain, tentunya mereka
berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit pada babi.
“memberi makanan sisa ini bahaya,
makanya harus diperhatikan. Kalau tidak bisa berhenti swell feeding minimal harus treatment
makanan sisanya ini, entah direbus, atau diapakan. Orang – orang juga harus
bisa mengontrol diri agar tidak keluar masuk sembarangan. Bahkan dokter
hewannya aja bisa lho membawa penyakit ke peternakan babi,” tutur Paulus.
Sesi diskusi dan tanya jawab juga
berlangsung sangat interaktif, selain dapat bertanya langsung para peserta
seminar juga dapat bertanya melalui gawai secara tertulis yang nantinya
dibacakan oleh moderator. Bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut
yakni Prof Budi Tangendjaja. Setelah seminar berakhir, sesi dilanjutkan dengan
diskusi internal oleh para anggota AMI. (CR)