Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini ASF | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

GRATIS E-book Tentang African Swine Fever dan Biosekuriti

Majalah Infovet pada bulan Maret ini menerbitan ulasan khusus mengenai African Swine Fever (ASF) dan Biosekuriti. Ulasan ini diterbitkan atas saran dari berbagai kalangan peternakan dan kesehatan hewan baik pelaku usaha maupun pemerintah dan stakeholder lainnya. Ulasan tentang ASF dibuat dalam sebuah edisi sisipan/suplemen yang diterbitkan bersamaan dengan majalah Infovet edisi Maret 2020.

Adapun sajian edisi sisipan ini meliputi antara lain :
  1. Mengenal Penyakit African Swine fever oleh Dr. Drh. Abdul Rahman , seorang medik veteriner ahli madya di Direktorat Kesehatan Hewan.
  2. Wabah ASF di Indonesia (redaksi)
  3. Pengendalian ASF dengan Biosekuriti, oleh Drh Ida Lestari dan Drh Yunita Widayati (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan)
  4. Pencegahan dan Pengendalian ASF (redaksi)
  5. Wabah ASF; Biosecurity Awaraness dan Pendampingan Stakeholder  (redaksi)
  6. Antisipasi Penyebaran ASF (redaksi)
Agar informasi penting ini dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya di bidang peternakan dan kesehatan hewan, maka redaksi sepakat untuk menerbitkan juga dalam bentuk edisi elektronik (e-book).

Bagi Anda yang sudah pernah mengisi form "Gratis UU Peternakan dan Kesehatan Hewan" di halaman utama web majalahinfovet,com, otomatis akan mendapat kiriman ebook tersebut. 

Untuk Anda yang belum pernah mengisi form, silakan isi form di bawah ini, dan sering cek email agar dapat mendownload ebook tersebut.


Nama Lengkap
Perusahaan/Lembaga
Kota/Kabupaten
Nomor Ponsel
Alamat E-Mail








KEMENTAN AJAK TOKOH MASYARAKAT BALI DAN NTT BANTU KENDALIKAN PENYAKIT BABI

Foto bersama Dirjen PKH dan para tokoh masyarakat. (Foto: Dok. Kementan)

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memandang penting peran tokoh masyarakat, agama, dan adat dalam memberikan dukungan untuk program pengendalian penyakit hewan. Hal tersebut disampaikan Dirjen PKH, I Ketut Diarmita saat berdiskusi dengan para tokoh yang hadir dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Penyakit Babi Wilayah Bali dan NTT, Jumat (06/3).

Menurutnya, selama ini pengendalian penyakit hewan lebih banyak mengandalkan aspek teknis saja, padahal aspek lain seperti sosial budaya dan dukungan politis tidak kalah pentingnya. Ketut kemudian mengambil contoh pentingnya pelibatan tokoh yang dipercaya oleh masyarakat dalam pengendalian penyakit hewan.

"Saya berharap para tokoh masyarakat, agama, dan adat yang hadir khususnya dari Bali dan NTT dapat mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang saat ini mengakibatkan kematian babi di Bali dan NTT," ungkapnya.

Ketut kemudian menjelaskan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, Ditjen PKH terus fokus dalam penanganan penyakit yang mengakibatkan kematian pada Babi. Kejadian tersebut berawal di Sumatera Utara pada akhir 2019, yang kemudian dinyatakan secara resmi sebagai wabah African Swine Fever (ASF).

ASF merupakan penyakit yang sudah lama ada, diawali di Afrika pada tahun 1920-an, penyakit ini menyebar ke Eropa dan akhirnya dalam beberapa tahun terakhir masuk ke dan menyebar di Asia.

"Penyakit ASF ini sangat menular, dan sampai saat ini belum ada obat atau vaksinnya. Sekali ASF masuk ke suatu wilayah, sulit untuk diberantasnya. Oleh karenanya, sejak China dinyatakan wabah pada akhir tahun 2018, sebenarnya Indonesia sudah mempersiapkan diri menghadapi masuknya penyakit ini," ujar Ketut.

Langkah-langkah yang telah dilakukan dari sejak wabah ASF terjadi di China, yakni membuat Surat Edaran kewaspadaan penyakit ASF, memberikan Bimtek dan Simulasi Penyakit ASF kepada petugas, melakukan sosialisasi secara langsung kepada petugas dan peternak, serta memberikan bahan sosialiasasi terkait ASF kepada dinas PKH di daerah.

"Kita juga telah siapkan bantuan desinfektan, sprayer, alat pelindung diri dan bahan pendukung lainnya, serta dana tambahan untuk pencegahan dan pengendalian ASF," tambah Ketut.

Ditjen PKH juga telah berkoordinasi dan meminta Karantina Pertanian untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap barang bawaan penumpang pesawat atau kapal laut dari luar negeri yang membawa produk segar dan olahan babi, serta meminta stakeholder lain melakukan pengawasan penggunaan sisa-sisa makanan sebagai pakan babi (swill feed).

Selain pengendalian penyakit, pemerintah juga memikirkan jalan untuk pemulihan ekonomi bagi peternak dan pekerja di peternakan tersebut.

Bagi peternak terdampak, telah diberikan bantuan penguburan atau pembakaran bangkai. Ketut juga memberikan alternatif bagi pekerja yang terdampak kemungkinan fasilitasi pemberian bantuan ternak selain babi sebagai sumber penghidupan.

"Saat ini kita akan coba fasilitasi dengan pihak bank agar ada kebijakan yang meringankan peternak terkait kredit, pemberian kredit dengan bunga murah bagi peternak yang mau memulai usaha kembali, dan fasilitasi asuransinya," ucapnya.

Perkembangan Kasus Kematian Babi

Ketut kemudian menyampaikan update tentang data kematian babi akibat ASF di Sumut yang saat ini mencapai 47.534 di 21 kabupaten/kota. Ia menegaskan bahwa tanpa adanya pengetatan dan pengawasan lalu lintas hewan yang baik serta penerapan biosekuriti, sangat sulit membendung penyakit ASF ini.

"Belajar dari Sumut, dimana partisipasi masyarakat dalam program itu sangat penting, kita harapkan peran dan sumbangsih para tokoh masyarakat, agama, dan adat untuk dapat membantu memberikan pemahaman pada masyarakat terkait hal ini," harapnya.

Lebih lanjut, Ketut juga menjelaskan tentang data kematian babi di NTT yang saat ini mencapai 3.299 di 6 kabupaten/kota. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium yang menunjukan hasil positif ASF di Kabupaten Belu, Ia menduga bahwa kasus kematian babi di kabupaten/kota lain di NTT juga disebabkan oleh penyakit yang sama.

Sementara itu di Bali angka kematian babi akibat penyakit yang disebut peternak sebagai Grubug Babi yang dinyatakan pemerintah sebagai suspek ASF telah mencapai 2.804 di 8 kabupaten/kota.

"Ke depan, kita coba tingkatkan terus upaya-upaya pengendalian yang kita lakukan. Dengan adanya dukungan para tokoh, harapannya kerja kita nantinya bisa lebih efektif menekan kasus," pungkasnya. (Rilis Kementan)

CEGAH ASF MELUAS, LALU LINTAS BABI DIPERKETAT

Pengawasan lalu lintas babi makin diperketat untuk mencegah penyebaran dan meluasnya ASF. (Foto: Humas PKH)

Kementerian Pertanian (Kementan) meminta daerah sentra produksi babi agar terus meningkatkan kewaspadaannya terhadap kemungkinan masuk dan menyebarnya penyakit African Swine Fever (ASF) dengan memperketat dan memperkuat pengawasan lalu lintas babi antar wilayah. 

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus untuk pengendalian dan penanggulangan ASF, mengingat berdampak besar bagi masyarakat peternak babi. 

I Ketut Diarmita

"Kami sangat serius menangani ini. Namun masyarakat juga harus terus mendukung pemerintah, misalnya melaporkan bila ada babi sakit. Jangan menjual apalagi membuang bangkai babi ke lingkungan," kata Ketut. 

Ia menegaskan, pentingnya kewaspadaan bagi daerah sentra produksi babi, mengingat ASF belum ada vaksin dan obatnya. Jadi satu-satunya cara adalah dengan memperketat pengawasan lalu lintas dan disiplin dalam menegakkan aturan biosekuriti, sehingga kasus tidak masuk dan menyebar.

"Peran petugas dinas dan karantina sangat penting dalam mengidentifikasi faktor risiko dan melakukan tindakan teknis guna mencegah ASF," ucapnya. 

Menurut Ketut, semua pihak harus saling membantu, mengingat penyebaran penyakit ini bisa dicegah melalui biosekuriti. Otoritas veteriner di masing-masing wilayah juga diminta memberi perhatian khusus. 

"Tidak mudah memang mengendalikan lalu lintas manusia, hewan dan barang dari daerah tertular ke bebas. Kami himbau masyarakat bersama pemerintah pusat dan daerah bisa mencegah ASF menyebar," tukasnya. 

Sebagai informasi, hingga 24 Februari 2020, jumlah daerah tertular ASF di Sumatra Utara mencapai 21 kabupaten/kota, dengan angka kematian sebanyak 47.330 ekor. Begitu juga di Bali,  kasus kematian akibat suspek ASF mencapai 1.735 ekor yang tersebar di 7 kabupaten/kota. (Rilis PKH/INF)

PEMDA BALI DAN KEMENTAN TANGANI KASUS KEMATIAN BABI DI BALI

Penerapan biosekuriti pada kandang ternak babi (Foto: Dok. Kementan)

Kasus kematian babi dalam satu bulan terakhir telah ditemukan pada beberapa lokasi peternakan di wilayah Kabupaten/Kota Denpasar, Badung, Tabanan, dan Gianyar. Sampai saat ini tercatat jumlah kematian babi total sebanyak 888 ekor.

Ida Bagus Wisnuardhana, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, menyebutkan peningkatan kasus kematian ini kemungkinan akibat masuknya agen penyakit baru dan didukung faktor lingkungan kandang yang kurang bersih/sehat.

"Penularan dapat terjadi melalui kontak antara babi sakit dengan babi sehat atau sumber lainnya seperti pakan, peralatan kandang, dan sarana lainnya," jelasnya pada acara Kampanye Daging Babi Aman Dikonsumsi, di Denpasar, Jumat (7/2/2020)

Wisnuardhana menduga kasus kematian babi di beberapa kabupaten/kota ini disebabkan oleh virus, dan hal ini telah menimbulkan kerugian ekonomi akibat bertambahnya kematian dan membuat peternak menjual babi secara tergesa-gesa dengan harga murah.

Berdasarkan hasil penelusuran ke lokasi kasus, babi yang mati menunjukkan tanda klinis seperti demam tinggi, kulit kemerahan terutama pada daun telinga, inkordinasi, dan pneumonia. Menurutnya ini merupakan kasus suspek ASF. Indikasi ini juga didukung hasil pengujian laboratorium BBVet Denpasar, namun untuk konfirmasi masih memerlukan pengujian dan diagnosa di laboratorium rujukan yg saat ini sedang dalam proses.

"Walaupun belum ada diagnosa definitif, namun langkah-langkah penanganan penyakit tetap dilakukan sesuai dengan standar. Semua ini dilakukan dengan dukungan dan koordinasi yang intensif bersama Kementan," tegasnya.

Adapun langkah-langkah strategis Pemda Bali dan Kementan untuk mencegah penyebaran penyakit adalah melalui pembentukan jejaring informasi dan respon cepat penanganan kasus, investigasi terhadap sumber penularan, pengambilan sampel babi untuk pemeriksaan laboratorium.

"Melalui komunikasi, informasi dan edukasi yang melibatkan desa adat, asosiasi peternak babi dan masyarakat peternak, kita ajak mereka untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan penyakit pada babi dengan menerapkan biosekuriti pada kandang," tambah Wisnuardhana. Ia juga menyampaikan bahwa telah dilakukan pengawasan terhadap tempat–tempat pemotongan babi, untuk memastikan kesesuaian tata cara pemotongan ternak dengan standar oprasional prosedur.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyambut gembira bahwa saat ini kasus kematian babi di daerah tertular sudah tidak ada lagi. Penurunan kasus kematian babi tersebut merupakan indikator keberhasilan strategi yang dilakukan. Hal tersebut dapat dicapai dengan dukungan peternak yang memberikan kontribusi besar dalam penerapan biosekuriti pada kandang ternaknya.

"Selain peternak, saya juga harapkan komitmen dan peran serta pedagang dalam menjaga biosekuriti pada saat pengambilan dan pengiriman ternak babi dari satu kandang ke kandang lainnya, sampai ke pasar dan/atau RPH Babi," tambahnya.

Dalam rangka mendukung pengendalian penyakit babi ini, Ditjen PKH telah memberikan bantuan berupa desinfektan sebanyak 20 kg dan 90 liter, alat pelindung diri (APD/PPE) sebanyak 50 unit, dan sprayer sebanyak 15 unit.

Lebih lanjut Fadjar menjelaskan bahwa dalam rangka memulihkan kepercayaan peternak dalam melakukan usahanya, serta memberikan kenyamanan dan ketentraman bathin masyarakat dalam mengkonsumsi daging babi, Pemerintah menjamin keamanan pangan konsumsi daging babi yang sehat, dan mendukung kegiatan kampanye serupa di wilayah lainnya. (Rilis Kementan)


ANTISIPASI PENYEBARAN PENYAKIT ASF, KEMENTAN LATIH PETUGAS 17 PROVINSI

Pelatihan petugas kesehatan hewan (Foto: Dok. Kementan)


Mengantisipasi kemungkinan penyebaran penyakit Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF), Kementan berikan pelatihan petugas kesehatan hewan dari 17 provinsi yang memiliki populasi babi tinggi dan mempunyai risiko terkena ASF.

"Setelah kasus ASF di Sumut merebak, kita perlu tingkatkan kewaspadaan dan kapasitas SDM untuk daerah-daerah lain, sehingga dapat dilakukan aksi pencegahan masuknya penyakit, serta deteksi, pelaporan, dan respon cepat apabila penyakitnya masuk," ujar I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan di Jakarta (23/01/2020).

Lebih lanjut, Ketut mengatakan bahwa Kementan telah memiliki Pedoman Kesiapsiagaan Darurat Veteriner Indonesia (Kiatvetindo) untuk ASF yang berisi langkah-langkah pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit. Di dalamnya terdapat empat tahapan pengendalian dan penanggulangan apabila terjadi kasus ASF yakni Tahap Investigasi, Tahap Siaga, Tahap Operasional, dan Tahap Pemulihan.

"Pedoman ini yang menjadi bahan dasar modul pelatihan Training of Master Trainers yang dilakukan," tambah Ketut.

Terkait kegiatan tersebut, Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengatakan bahwa ini adalah langkah yang dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian ASF di provinsi lain di Indonesia.

"Saat ini kita latih dulu petugas sebagai master trainer dari 17 provinsi, 8 balai veteriner, dan juga beberapa kabupaten. Harapannya mereka nanti dapat melatih lebih banyak petugas kesehatan hewan di wilayahnya masing-masing,” ujarnya.

Fadjar juga menjelaskan bahwa materi yang disiapkan mencakup pengenalan tugas dan fungsi petugas kesehatan hewan dalam pencegahan dan pengendalian ASF, pengetahuan dasar tentang ASF, manajemen penanganan kasus, pengambilan sampel, handling dan restrain babi, biosekuriti dan biosafety, disposal, sampai pada pelaporan dan public awareness. (Rilis Kementan)



INDONESIA SIAP KEMBANGKAN VAKSIN ASF

Rapat koordinasi tim pakar pengembangan vaksin ASF di Surabaya. (Foto: Humas PKH)

Sejak mewabahnya kasus African Swine Fever (ASF) akhir 2019 kemarin di wilayah Sumatera Utara, Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan langkah-langkah strategis untuk pencegahan dan pengendalian, salah satu langkah jangka panjang adalah pengembangan vaksin ASF. 

“Saat ini belum ada vaksin ASF yang efektif tersedia untuk pencegahan penyakit ini, sehingga saya minta 12 pakar kesehatan hewan Indonesia dari Universitas Udayana, Universitas Airlangga, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya dan Universitas Gadjah Mada Unibraw, serta unit teknis di Kementan untuk segera mengembangkan vaksin ASF,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementan, I Ketut Diarmita.

Dalam keterangan tertulisnya, Ketut mengungkapkan bahwa virus penyebab ASF ini sulit diatasi karena bisa tahan lama di dalam produk maupun lingkungan. Pelaksanaan strategi pengendalian dengan pengawasan lalu lintas, desinfeksi, disposal dan biosekuriti saat ini masih belum cukup menekan penyebaran ASF.

“Pengembangan vaksin ASF ini diharapkan akan memberikan solusi ke depan untuk pencegahan penyakit,” tambah Ketut. 

Sementara, Kepala Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Agung Suganda, yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Ditjen PKH, menyatakan kesiapannya untuk mengawal dan memfasilitasi pengembangan vaksin ASF. Hal itu disampaikan pada saat membuka Rapat Koordinasi Tim Pakar Pengembangan Vaksin ASF mewakili Dirjen PKH di Surabaya, Kamis (23/01/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Prof IGN Kade Mahardika, salah satu pakar dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, menyampaikan bahwa pembuatan vaksin ASF sangat kompleks, karena saat ini penelitian dasar mengenai itu belum mencukupi.

Ia menjelaskan, karakteristik biologis virus ASF sangat kompleks dengan genom yang besar dan setengah protein virusnya tidak diketahui fungsinya. Begitu pula dengan mekanisme perlindungan terhadap ASF yang belum banyak diketahui. 

Lebih lanjut dikatakan, kendala pengembangan vaksin ASF yang selama ini berjalan karena penelitian tentang virus hidup ASF dibatasi hanya di laboratorium dengan tingkat biosekuriti tinggi, kurangnya model hewan kecil yang tepat dan ekonomis untuk percobaan, serta beberapa kendala teknis lainnya. 

“Oleh karena itu, kami mengembangkan vaksin ASF berbasis teknologi DNA rekombinan pada prokariota dengan sistem chaperone kombinasi protein struktural dan non-struktural yang aman dan dapat diproduksi cepat. Prosesnya sudah kita laksanakan dan saat ini master seed sudah siap untuk dibuatkan prototipenya di Pusvetma,” ucap dia.

Menyambut hal itu, Agung Suganda langsung menyatakan kesiapannya untuk segera membuat prototipe vaksin ASF rekombinan tersebut. “Ini sesuai arahan Pak Menteri Pertanian dan Dirjen PKH, yang mengharapkan agar produksi vaksin segera dilakukan dan segera dapat digunakan untuk mencegah penyebaran ASF di Indonesia,” tukas Agus. (INF)

BELASAN BABI MATI MENDADAK DI KABUPATEN GIANYAR

Babi, salah satu komoditi peternakan andalan Pulau Dewata

Kejadian babi mati mendadak terjadi kembali, kali ini giliran Kabupaten Gianyar yang harus menerima kenyataan tersebut. Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Gianyar, tercatat 19 eokr babi mati mendadak. Babi yang mati mendadak tersebar di 4 lokasi. Untuk memastikan penyebab kematian, Distan Gianyar sedang meneliti sampel bangkai babi yang telah dikubur.
Menurut Kabid Kesehatan Hewan dan Kesmavet Distan Gianyar Drh Made Santi Arka Wijaya, sebaran babi mati terbanyak di Kecamatan Payangan. "Di Payangan ada 3 titik. Di Desa Klusa, Bukian,dan Ponggang Puhu. Satu titik lainnya di (Kecamatan) Sukawati di Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah," ujarnya.
Mengenai babi yang mati mendadak, pihaknya langsung terjun ke lokasi kandang. "Setelah dilakukan tindakan desinfeksi, kasus kematian mendadak tidak berlanjut, kami juga mengambil sampel untuk diperiksa di lab," jelas Santi. Kini sampel bangkai babi dibawa ke BBVet Denpasar. "Kami belum dapat kabar (hasil lab). Tapi kami sudah berkoordinasi dengan BBVet Denpasar untuk terkait sampel yang kami berikan kesana," bebernya.
Pihak Distan memperkirakan, wabah Babi mati ini tidak berkaitan dengan virus Afrian Swine Fever (ASF) alias demam babi Afrika. "Kalau dilihat dari angka kematian relatif rendah, kemungkinan bukan terserang ASF, tetapi nanti kita lihat saja hasil uji lab," tegasnya. Selain melakukan desinfeksi, pihaknya juga melakukan upaya memperketat biosekuriti.
"Kami akan lakukan sosialisasi pada daerah yang banyak mengalami kasus kematian mendadak dan yang masih aman, untuk sama-sama kita perketat lalu-lintas babi," kata Santi. Disamping itu, perlu pengawasan bersama terkait jual-beli babi. "Orang-orang yang berpotensi pembawa virus juga disosialisasikan," imbuhnya.
Santi menjelaskan, para pembeli atau tengkulak babi juga berpotensi membawa virus dari satu kandang ke kandang lain. "Kita sepakat di seluruh Bali untuk memperketat keluarnya babi dari daerah kasus. Sebab tukang juk (tukang tangkap) babi, tumpung atau bangsung dan lain-lain peralatannya itu berpotensi sekali sebagai penyebar," terangnya.
Diakui, Gianyar tumbuh berjamuran usaha kuliner babi guling. Maka dia berharap para pedagang maupun tukang juk ini memperhatikan kebersihan babi. "Peralatannya seperti tumpung, mobil angkut, tukang juk dan lainnya harus bersih," pungkasnya. (CR)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer