Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini penyakit ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMBEBASKAN PAKAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Jagung sebagai bahan baku pakan rentan tercemar mikotoksin. (Foto: Infovet/Ridwan)

Toksin, atau lazim disebut dengan mikotoksin dalam dunia peternakan. Permasalahan klasik yang kerap kali mengintai semua unit usaha yang bergerak di bidang perunggasan dari hulu maupun hilir.

Toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh makhluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan). 

Dalam industri pakan ternak seringkali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh cendawan/kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di negeri ini tetapi juga di seluruh dunia.

Mikotoksin selalu Menjadi Momok
Dalam dunia peternakan, setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi tokoh “protagonis”, ketujuhnya seringkali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel. Peternak pun dibuat kerepotan oleh ulah mereka. Adapun jenis toksin yang penting untuk diketahui diantaranya, Aflatoksin, Ochratoksin, Fumonisin, Zearalenon, Ergot Alkaloid, Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin dan T-2 Toksin.

Menurut Managing Director Biomin Indonesia, Drh Rochmiyati Setiarsih, masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas. “Banyak faktor yang memengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pengolahan jagung yang salah,” tutur wanita yang akrab disapa Yati tersebut.

Di Indonesia kebanyakan petani jagung hanya mengandalkan iklim dalam mengeringkan jagungnya, dengan bantuan sinar matahari/manual biasanya petani menjemur jagung hasil panennya. Mungkin ketika musim panas hasil pengeringan akan baik, namun pada musim basah (penghujan), sinar matahari tentu tidak bisa diandalkan. “Jika pengeringan tidak sempurna, kadar air dalam jagung akan tinggi, sehingga disukai oleh kapang. Lalu kapang akan berkembang di situ dan menghasilkan toksin,” katanya.

Masih masalah iklim menurut Yati, Indonesia yang beriklim tropis merupakan wadah alamiah bagi mikroba termasuk kapang dalam berkembang biak. “Penyimpanan juga harus diperhatikan, salah dalam menyimpan jagung artinya... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2019.

AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, seperti jagung dan kacang kedelai. (Foto: Dok. Infovet)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas, baik broiler maupun layer, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar.

Ancaman Tak Terlihat
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka (lembab). Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, seperti jagung dan kacang kedelai. Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai 50-60%, sedangkan kedelai bisa sampai 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi mikotoksin?

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan, baik produsen pakan maupun peternak. Menurut Poultry Health Division PT Kerta Mulya Saripakan, Drh Jumintarto, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Namun mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan.

Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain, misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata, juga kesuburan dan daya tetas telur yang menurun. “Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita tidak kepikiran seperti itu,” ujarnya.

Jumintarto juga menyarankan, agar setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya. “Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek ada apa di dalam jaringan atau pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” jelas dia.

Manajemen Risiko, Wajib Hukumnya
Apa yang pertama kali terpikirkan ketika dihadapkan dengan mikotoksin? Pasti adalah toksin binder. Toksin binder memang sudah lama digunakan dalam industri pakan ternak. Berbagai macam... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2019

MEWASPADAI PENYAKIT PERNAPASAN

Penting untuk memerhatikan kepadatan kandang, karena dapat menjadi pemicu penyakit pernapasan. (Sumber: Istimewa)

Bernapas merupakan Salah satu ciri dan kebutuhan makhluk hidup. Dalam dunia perunggasan, kebanyakan penyakit menyerang saluran pernapasan. Berhasil dalam mencegah dan menanggulangi penyakit pernapasan, selain meningkatkan kualitas hidup dari ternak unggas, tentunya juga menjadi kunci dalam menjaga produktivitas.

Kegiatan yang sehari-hari dilakukan oleh makhluk hidup secara sadar yakni bernapas. Sebagaimana diketahui, prinsip dari bernapas yakni melakukan pertukaran udara dari dalam tubuh. Bernapas bukan hanya kegiatan mengeluarkan karbondioksida dan mengirup oksigen, tetapi juga memiliki arti penting seperti membantu proses kekebalan primer dan memperlancar mekanisme pengaturan suhu tubuh. 

Pertahanan pada Saluran Pernapasan Unggas
Secara umum, saluran pernapasan unggas terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, paru-paru dan kantung udara. Saluran pernapasan bagian atas dimulai dari hidung, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Karena berhubungan langsung dengan dunia luar, di dalam rongga hidung dilengkapi dengan filter alami berupa silia/bulu getar yang berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel udara seperti debu bahkan mikroorganisme lainnya.

Begitu pula dengan trakea, sel-sel epitel yang ada pada trakea dilengkapi juga dengan bulu getar, namun tak bersilia. Sel-sel epitel tersebut akan menghasilkan mukus/lendir yang dapat menghancurkan berapa jenis mikroorganisme. Karena mukus tadi mengandung enzim proteolitik dan surfaktan. Yang tadi disebutkan oleh penulis di atas merupakan sistem pertahanan utama dalam saluran pernapasan unggas. Dapat dibayangkan apabila sistem pertahanan rusak akibat berbagai macam hal iritasi akibat kadar amonia yang tinggi, tentunya dapat memudahkan mikroorganisme patogen untuk masuk ke dalam saluran pernapasan ayam. Dari sinilah kemudian penyakit saluran pernapasan dimulai. 

Faktor Penyebab Penyakit Saluran Pernapasan
Siapakah yang paling sering disalahkan ketika terjadi wabah penyakit pernapasan di suatu peternakan? Pasti banyak orang akan menjawab... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2019.

MENJAGA SALURAN PERNAPASAN

Brooding sukses, pernapasan beres. (Istimewa)

Penyakit pada sistem pernapasan unggas bisa dibilang ngeri-ngeri sedap. Selain menunjukkan gejala klinis yang serupa dan kadang tidak spesifik, daya bunuhnya juga luar biasa. Jangan lupakan juga penyakit zoonotik seperti AI (Avian Influenza) yang juga menyerang sistem pernapasan.

Ayam modern memang banyak memiliki kelebihan, terutama dari segi performa produksi dan kecepatan pertumbuhan. Namun begitu, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ayam modern cenderung lebih mudah stres yang berdampak pada turunnya performa, bahkan berujung kematian.

Bicara saluran pernapasan, sistem ini merupakan sistem terbuka yang berhubungan langsung dengan dunia luar layaknya saluran pencernaan. Jadi, sistem pernapasan juga merupakan pintu masuk bagi agen-agen penyakit dari luar tubuh ayam. 

Kenyamanan Ayam
Fokus dalam menanggulangi dan mencegah penyakit pada saluran pernapasan utamanya adalah menciptakan supply kualitas udara yang baik dan berkelanjutan. Oleh karenanya, beberapa titik kritis harus diperhatikan agar sistem ventilasi di kandang maksimal dan membuat ayam nyaman di dalamnya.

Hal pertama yang perlu diperhatikan yakni konstruksi kandang. Kandang yang apik dengan kualitas udara yang baik akan membuat penghuninya bernapas dengan nyaman. Di masa kini, bisa dibilang kandang closed house adalah sebuah keniscayaan, namun karena berbagai macam alasan, mayoritas peternak Indonesia masih mengadopsi “madzhab” kandang terbuka (open house) dengan tipe postal maupun panggung. 

Kedua tipe kandang terbuka tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, namun begitu konstruksi kandang harus disesuaikan dengan keadaan lokasi dan modal yang dimiliki. Prinsip pembuatan kandang adalah kuat/kokoh, murah dan dapat memberikan kenyamanan pada ayam. Kekuatan kandang harus diperhitungkan dalam pembuatan kandang karena berkenaan dengan keselamatan ayam dan pekerja kandang. Oleh karena itu, konstruksi kandang tidak boleh sembrono dan “setengah-setengah”.

Kandang harus kuat terhadap terpaan angin dan mampu menahan beban ayam. Untuk itu, perlu diperhatikan konstruksinya agar kokoh dan tidak mudah ambruk. Disamping kuat, pembangunan kadang diusahakan murah, tetapi bukan murahan. Artinya, membangun kandang hendaknya menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat tanpa mengurangi kekuatan kandang.

Sales Representative PT Big Dutchman Indonesia, Arfiyan Sudarjat, mengatakan, memang perubahan iklim dan cuaca sekarang sangat ekstrem, apalagi di negara-negara tropis seperti Indonesia, keadaan ini akan menyebabkan ayam menjadi stres, karenanya closed house menjadi sebuah solusi dalam menjaga kualitas udara dalam kandang.

“Kenyataannya memang seperti itu, namun karena faktor biaya (utamanya) orang jadi enggan bikin closed house, padahal closed house adalah investasi yang menjanjikan dan dapat digunakan jangka panjang. Kalau murah atau mahalnya itu tergantung peternak mau yang sederhana atau yang kompleks,” kata Arfiyan.

Ia tidak menyalahkan mindset masyarakat dan peternak yang masih menganut sistem kandang terbuka, tetapi lebih menyarankan kepada mereka agar lebih ketat dalam manajemen pemeliharaan, utamanya biosekuriti, selain juga memperhatikan... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi Juni 2019.

PERSOALAN SEKAM DAN PENYAKIT PERNAPASAN AYAM, INI SOLUSINYA

Sekam yang diolah dengan baik dapat dimanfaatkan berulang kali, khususnya untuk kandang closed house. (Foto: Dok. Infovet)

Sekam lantai kandang pada ayam broiler, merupakan upaya untuk menjaga kesehatan dan mendongkrak produktivitas. Oleh karena itu, situasi dan kondisi yang kotor dan mengandung aneka gas buang yang berasal dari kotoran (feses), tumpahan pakan yang bercampur dengan air, harus semaksimal mungkin bisa ditekan.

Untuk meminimalisir hal tersebut pada kenyataannya memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut konsultan perunggasan, Dhanang Purwantoro, feses cenderung terkumpul dan menumpuk, yang pada akhirnya menimbulkan persoalan.

“Hal itulah yang menyebabkan ayam rentan menderita gangguan kesehatan, terutama penyakit pernapasan,” katanya kepada Infovet saat ditemui pada suatu acara pertemuan peternak broiler closed house di Malang, April lalu.

Dhanang menjelaskan, persoalan sekam pada ayam potong saat ini semakin serius dan harus segera dicarikan solusinya. Apalagi sekarang harga sekam semakin mahal dan kadang sulit didapat. Belum lagi ongkos bongkar dan pembuangan pasca panennya. Untuk itu, kata dia, diupayakan mengelola sekam menjadi lebih baik dan sehat, khususnya kandang closed house.

Sebab, sekam yang kotor merupakan sumber utama agen penyakit untuk berkembang biak dan menyebar, selain menyebabkan bau tak sedap dan mencemari lingkungan sekitar kandang. Lebih lanjut, ada beberapa jenis gas yang muncul dan bersifat destruktif terhadap kesehatan ayam, seperti amonia (NH3), asam sulfida (H2S) dan jenis gas lainnya, serta aneka mikroorganisme patogen.

“Gas buang itu semakin meningkat volumenya seiring dengan bertambahnya umur ayam. Ini menjadi pemantik awal terdegradasinya stamina ayam. Apabila peternak lalai dan membiarkan lantai sekam kotor, muncul potensi aneka gangguan kesehatan dan berbagai sergapan penyakit,” jelasnya.

“Berbeda jika peternak mau mengelola dan mengolah sekam dengan baik, umumnya ayam akan tumbuh sehat dan performanya relatif lebih baik.”

Mengolah Sekam
Mengolah dan mengelola sekam kini menjadi tren yang tengah dikembangkan tim Agrikencana Perkasa Klaten, Jawa Tengah. Dari beberapa keluhan peternak, dilakukan kajian mendalam mengenai pengolahan sekam. Hasilnya terbukti sekam dapat digunakan lebih dari 10 kali periode pemeliharaan ayam.

Menurut Dhanang, peternak hanya perlu melakukan penyemprotan pada lantai sekam menggunakan probiotik yang berisi mikroorganisme tertentu. Hal itu dilakukan sejak chick in, masa pemeliharaan, hingga pasca panen. Maksud dari pengolahan sekam tersebut membantu... (iyo)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Juni 2019.

TRIK JITU TANGANI SERANGAN PENYAKIT BAKTERIAL

Desinfektan celup kaki, contoh sederhana penerapan biosekuriti. (Sumber: viv.net)

Dalam dunia mikroorganisme, bakteri merupakan salah satu yang paling sering dibicarakan. Terutama bakteri yang bersifat patogen. Celakanya, dalam dunia peternakan khususnya unggas, bakteri-bakteri patogen kerap kali menjadi biang permasalahan.

Menjaga kesehatan ternak demi menuai performa yang produktif wajib hukumnya. Terlebih lagi dalam perunggasan, selain penyakit non-infeksius, penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri sering kali terdengar mewabah. Kadang wabah dari infeksi bakteri yang terjadi di suatu peternakan ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Oleh karenanya dibutuhkan trik-trik jitu dalam menanganinya. 

Karena Bakteri jadi Merugi
Kesuksesan mengontrol bakteri patogen, menghindari kontaminasi, mencegah multifikasi dan menyebabkan penyakit, menurut Ensminger (2004) adalah salah satu kunci sukses dalam menjaga performa dan produksi ternak. Namun, tidak semua peternak mampu melakukan hal tersebut. Cerita datang dari Marzuki, peternak asal Tanah Tinggi, Tangerang. Pernah ia mengalami kerugian akibat wabah penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease) kompleks beberapa tahun lalu.

Awal mula menjadi peternak broiler, ia mengira bahwa memelihara ayam mudah, hanya tinggal memberi pakan dan menunggu saja, walaupun kenyataannya tidak. Dirinya baru mengetahui bahwa ayamnya terserang Colibacillosis ketika ada staf technical service suatu perusahaan obat mendatangi kandangnya.

“Saya enggak tahu-menahu awalnya, yang saya tahu penyakit ayam kalau enggak tetelo atau flu burung,” kata Marzuki. Ia kemudian secara perlahan mempelajari mengenai manajemen pemeliharaan yang baik dan benar dari berbagai sumber. Ketika diserang Colibacillosis, kerugian ekonomi yang diderita Marzuki mencapai 50% dari total ayamnya.

Menurut Product Manager PT Sanbe Farma, Drh Dewi Nawang Palupi, infeksi bakteri sangat berbahaya dan merugikan. Ia menegaskan, penyakit bakterial seperti Colibacillosis ditentukan oleh manajemen kebersihan kandang. Terlebih jika manajemen kebersihan kandang buruk dan tidak menerapkan sanitasi dalam kandang dan air minum.

“Kematian sekitar 1-2%, dan bisa berlangsung lama bila tidak ditangani dengan baik. Jika terjadi di minggu pertama masa pemeliharaan ,kematian bisa mencapai 10-15%. Saya menduga jika kematian sampai 50% ada campur tangan penyakit lain (komplikasi),” jelas Dewi.

Kendati demikian, Dewi juga menjelaskan bahwa Colibacillosis seseungguhnya bukan penyakit yang serta-merta menyerang begitu saja. Kemungkinan jika ada kandang yang terserang Colibacillosis itu hanya dampak sampingan saja. “E. Coli itu bakteri komensal di usus dan organ pencernaan, jadi kalau tiba-tiba berubah jadi patogen pasti karena... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi Mei 2019

PROBIOTIK SEBAGAI PENCEGAH PENYAKIT BAKTERIAL

Dengan aplikasi probiotik secara terprogram dan pengontrolan tindakan biosekuriti yang ketat dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk mencegah sergapan penyakit bakterial. (Sumber: alibaba.com)

Pasca regulasi pelarangan antibiotik pemacu pertumbuhan di dalam Pakan (AGP), harus diakui bahwa persoalan yang masih meliputi adalah performa ayam yang menjadi kurang optimal, baik aspek pertumbuhan yang jauh dari seharusnya bahkan ada potensi kecenderungan kekerdilan, hasil program vaksinasi yang kurang optimal serta konversi pakan yang buruk.

Menurut Drh Rully Susetyawan, selaku pengelola produksi dan penanggung jawab perusahaan produksi ayam PT Januputro, mengungkapkan hal itu kepada Infovet. 

Ketika ditanya mengenai solusi terhadap persoalan tersebut, ia menjelaskan, sebenarnya problem kurang optimalnya pertumbuhan diduga karena tidak optimalnya hasil program vaksinasi. Sehingga memungkinkan infeksi sub-klinis yang disebabkan oleh agen penyakit viral yang juga berakibat pada sergapan agen penyakit bakterial.

“Potensi kekerdilan dan pertumbuan yang lambat bukan diakibatkan oleh kualitas pakan yang kurang baik, namun lebih disebabkan karena infeksi virus sub-klinis yang diperparah dengan infeksi sekunder dari agen penyakit bakterial,” ujar Rully.

Ia pun menyarankan pengaplikasian probiotik untuk mencegah agen penyakit bakterial, sebagai upaya menekan kerugian yang jauh lebih besar. Memang setelah dicermati secara seksama dalam beberapa periode pemeliharaan, terbukti hasilnya cukup baik. Meskipun upaya untuk membuat kekebalan terhadap sergapan penyakit bakterial tidak begitu maksimal.

“Memang untuk kekebalan hanya vaksinasi caranya. Meski demikian, dengan aplikasi probiotik secara terprogram dan pengontrolan tindakan biosekuriti yang ketat dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk menangani sergapan penyakit bakterial,” ungkap dia.

Selain itu, melalui program pemberian probiotik, lanjut Rully, memberikan dampak cukup baik terhadap lingkungan dan efisiensi pakan. “Kandungan amonia di dalam kotoran ayam menjadi jauh sangat rendah. Sehingga mampu membuat ayam tumbuh lebih baik dan infeksi saluran pernapasan sangat berkurang. Selain itu, konversi pakan semakin baik dan efeknya pertumbuhan optimal,” jelasnya.

Perlu diingat, bahwa pilihan aplikasi program probiotik sebagai upaya alternatif pengganti AGP... (iyo)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2019.

AYAM KAMPUNG KEBAL FLU BURUNG?

Ayam Kampung masih diminati masyarakat. (Istimewa)

Ayam kampung atau ayam buras yang kini populer disebut ayam lokal memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Ayam kampung juga identik dengan pemeliharaan non-intensif. Dikala wabah AI (Avian Influenza) melanda, bagaimana seharusnya memelihara ayam kampung? Benarkah mereka kebal terhadap serangan AI?

Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas yang tinggi, termasuk di sektor ayam asli (native chicken). Nataamijaya (2000) mencatat, terdapat 32 galur ayam lokal asli yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi ayam pedaging, petelur, petarung dan ayam hias. Dibalik segala pesonanya, ada satu hal yang menjadi sorotan, yakni mengenai kekebalan alami terhadap AI yang dimiliki oleh ayam lokal. Di sini penulis mencoba menggali hal tersebut untuk membuka cakrawala masyarakat terhadap ayam lokal.

Tahan AI, Mitos atau Fakta?
Sudah menjadi hal yang umum bahwa masyarakat Indonesia khusunya di pedesaan banyak memelihara ayam kampung sebagai hewan pemeliharaan. Pemeliharaan biasanya dengan sistem non-intensif (diumbar tanpa diberi makan), maupun semi intensif (dikandangkan seadanya, diumbar dan diberi makan). Selain minim perawatan, alasan yang biasanya terlontar dari masyarakat adalah tahan penyakit.

Berdasarkan pengalaman dari beberapa rekan-rekan peternak ayam kampung, memang perawatan terutama program medis yang diberikan bisa dibilang minim. Jika yang lain sibuk dengan program kesehatan ayam broiler dan layer berupa vaksin, suplementasi dan sebagainya, ayam kampung justru sebaliknya. Mereka cukup diumbar, diberi makan dan dipanen telur maupun dagingnya.

Meskipun produktivitasnya rendah, ayam lokal memiliki keunggulan tersendiri. Maeda et al. (2006), menyatakan bahwa 63% ayam lokal Indonesia tahan terhadap virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) atau flu burung, karena memiliki frekuensi gen antivirus Mx+ yang lebih tinggi. Secara genetik, ketahanan terhadap virus, termasuk virus ND (Newcastle Disease), salah satunya dikontrol oleh gen Mx.

Berdasarkan data dari Gen Bank dengan nomor akses DQ788615, berada di kromosom 1 dan bekerja mentranskripsi protein Mx yang berfungsi sebagai promotor ketahanan terhadap infeksi virus. Gen Mx dilaporkan dapat digunakan sebagai penciri genetik untuk sifat ketahanan tubuh ayam terhadap infeksi virus, seperti virus AI dan ND.

Hasil penelitian Maeda tersebutlah yang menjadi rujukan bahwa sebagian besar (63%) ayam lokal Indonesia... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2019.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer