-->

AKAR GANGGUAN PRODUKSI TELUR

Peternak layer kini tengah berhadapan dengan ayam yang terus berpenampilan “gaya baru”. (Foto: Istimewa)

Oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Slogan 
more eggs less feed tampaknya sudah melekat dengan karakteristik umum ayam petelur/layer modern. Sadar atau tidak, sekarang para peternak layer tengah berhadapan dengan ayam yang terus berpenampilan “gaya baru”.

Keengganan mengikuti perubahan tata laksana pemeliharaan seiring dengan perkembangan genetik layer modern tersebut tentu akan memengaruhi penampilan (performance) akhir ayam yang dipelihara. Ujungnya, tak hanya menyebabkan keuntungan melayang, tetapi juga dapat menjadi faktor pencetus masalah baru yang kompleks dan terkesan misterius.

Gangguan produksi telur layer modern pada sindroma obesitas yang diikuti “yolk peritonitis” misalnya, adalah contoh paling representatif dan sering terjadi di lapangan.

Latar Belakang
Perkembangan genetik ayam petelur modern dalam lima dekade terakhir memang sangat spektakuler. Jika diikuti perbaikan tata laksana pemeliharaan yang sesuai, maka layer modern mampu menghasilkan paling tidak 220 butir telur pada era 1960, menjadi 500 butir telur selama 700 hari pada 2019 (Martin, 1960; Anderson, 2019).

Itu saja tidak cukup, bobot telurnya pun lebih besar, yang tadinya berkisar 56-62 gram/butir menjadi 60-68 gram/butir. Perbaikan penampilan fenotipe ini tentu menuntut kualitas pullet yang baik, dimana perkembangan bobot badan (pertumbuhan seimbang antara fleshing dan framing) serta keseragaman ayam selama masa pullet harus seiiring berkembang (Bain et al., 2016; Wang et al., 2017; Underwood et al., 2021).

Dasar Produksi Prima
Salah satu sifat ayam petelur modern yang sangat menonjol adalah progres pembentukan dasar konformasi tubuh yang seimbang (antara kerangka/framing dan perototan/fleshing) yang sangat dominan paling telat sampai ayam berumur enam minggu.

Itulah sebabnya pada saat layer modern berumur empat minggu, maka bobot badan harus mencapai bobot minimal berdasarkan standar strain yang ada dan dengan keseragaman yang harus di atas 80%. Melalui timbang bobot badan dan “grading” seratus persen pada umur empat minggu tersebut, maka peternak hanya mempunyai kurun waktu dua minggu untuk memperbaikinya, karena puncak pertumbuhan hiperplasia untuk organ-organ visceral terjadi antara 4-6 minggu.

Gangguan pertumbuhan pada fase ini berarti menghambat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (toe)

MEMBERANTAS GANGGUAN HAMA YANG MENGURAS KEUNTUNGAN

Peternakan layer rentan terhadap hama tikus. (Foto: Pixabay)

Hewan pengerat kecil yang satu ini sudah sangat familiar dalam aspek kehidupan manusia. Karena sifat alami dan potensinya dalam menyebabkan gangguan, hewan ini selalu menjadi musuh bagi manusia termasuk dalam peternakan unggas.

Tikus merupakan hewan yang kerap dijumpai di berbagai tempat, termasuk di peternakan ayam. Secara alamiah hewan pengerat ini memakan apa saja, seperti tumbuhan, hewan kecil, bahkan sesama tikus (kanibal).

Celakanya, tikus dapat mengonsumsi dan mengontaminasi pakan ternak dan hewan lain, bahkan pangan manusia. Keberadaan tikus di suatu peternakan akan memakan, merusak, dan menimbulkan kerugian mencapai sekitar $25 padi-padian tiap tahun (USDA 2012). Kemampuan beradaptasi dan ketangkasannya membuat hewan ini sulit dibasmi. Tikus mampu berjalan pada permukaan vertikal, berjalan di kabel, berenang, bahkan dengan mudah melompat dengan ketinggian hingga 30 cm dari suatu permukaan yang datar.

Unggul Hampir dalam Segala Hal
Tikus, celurut, maupun mencit sangat potensial dalam berkembang biak. Di bawah kondisi ideal, sepasang tikus bisa menghasilkan 20 juta ekor keturunan dalam waktu tiga tahun. Begitu juga dengan mencit dan celurut yang dapat bereproduksi lebih cepat. Satu ekor mencit atau celurut betina dewasa dapat melahirkan 5-10 kali dalam setahun, yang menghasilkan 5-6 ekor tiap kelahirannya. Masa buntingnya 19-21 hari. Tikus akan dewasa kelamin pada umur 6-10 minggu dan rata-rata tikus betina mampu hidup hingga sembilan bulan. Satu tikus betina bisa memproduksi 22 betina dalam satu tahun (berdasarkan perbandingan jantan dan betina = 50 : 50 keturunan) dimana akan dewasa pada tiga bulan setelah proses kelahiran.

Para perusak kecil ini memiliki penglihatan lemah namun tajam pada indra penciuman, indra perasa, dan indra pendengarannya. Tikus tidak menyukai area terbuka, mereka lebih menyukai kontak terhadap dinding atau objek lain. Tikus juga tidak akan pergi jauh dari sarangnya, maksimal jaraknya 45 m (tikus) dan 9 m (mencit dan celurut).

Selain itu, tikus juga sangat peka terhadap objek yang baru dan akan menghindarinya untuk beberapa hari. Sebaliknya, mencit dan celurut akan lebih cepat menerima objek baru. Hal ini menjadi penting saat akan mendesain perangkap atau umpan.

Mengapa Tikus Harus Dibasmi?
Layaknya hama seperti kutu, benalu, dan lainnya, tikus perlu dikendalikan. Selain menyebabkan gangguan secara ekonomis, juga mengganggu manusia secara psikologis. Menurut Sofwah (2007), beberapa kerugian yang dapat disebabkan oleh tikus di antaranya:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (CR)

NUTRISI YANG PRESISI SEPANJANG MUSIM

Penyediaan bahan baku yang berkualitas mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan tidak dirusak oleh keberadaan jamur yang mudah tumbuh di iklim tropis. (Foto: allaboutfeed.net)

Menyajikan pakan presisi sebagai inovasi yang signifikan dalam industri pakan akan mengubah cara dalam menyediakan pakan yang presisi dan bagaimana hal itu dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Sebab, hewan memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda setiap musim, misalnya hewan membutuhkan lebih banyak energi dan protein selama musim dingin.

Dengan mengoptimalkan asupan nutrisi, pakan presisi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, mengurangi biaya produksi, dan mengurangi dampak lingkungan. Sistem pemberian pakan yang menggunakan teknologi informasi untuk mengoptimalkan asupan nutrisi hewan, termasuk penggunaan teknologi seperti sensor, monitor, serta sistem pemberian pakan otomatis dapat mengukur dan menyesuaikan pakan berdasarkan kebutuhan hewan.

Berbagai tantangan dalam menyajikan pakan yang presisi merupakan hal yang perlu diperhitungkan matang-matang agar tidak menjadi bumerang dalam pelaksanaannya. Tantangan iklim/cuaca, dimana Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, maka tingkat kelembapan umumnya relatif mencapai 70-90% dan suhu yang relatif konstan. Standar suhu ruangan yang nyaman umumnya berkisar antara 20-24°C dan kelembapan ruangan yang ideal biasanya berada di antara 40-60%. Kelembapan udara jika melebihi 60%, dapat menyebabkan beberapa dampak negatif, seperti pertumbuhan jamur.

Penyediaan bahan baku yang berkualitas mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan tidak dirusak oleh keberadaan jamur yang mudah tumbuh di iklim tropis menjadi tantangan tersendiri. Ketersediaan bahan baku pakan yang masih tergantung impor juga memengaruhi komposisi formulasi pakan. Bahkan jika ada gejolak kurs Dollar dan Euro seperti saat ini, akan memengaruhi harga bahan baku yang berakibat harga pakan melambung. Sedangkan harga pronak tidak serta-merta naik secara signifikan, yang berujung komposisi dalam formulasi pakan akan berubah menyesuaikan harga yang kompetitif.

Ayam modern yang mempunyai potensi genetik tinggi, seperti pada broiler mempunyai karakteristik tumbuh lebih cepat dan nafsu makan tinggi, sedangkan pada layer mempunyai karakteristik bobot tubuh lebih ringan, dewasa kelamin lebih awal, konsumsi pakan lebih sedikit, dan produktivitas lebih tinggi.

Ayam modern mempunyai aktivitas metabolisme lebih tinggi, kebutuhan nutrien tinggi, dan lebih rentan stres. Dengan kondisi ayam modern yang mempunyai potensi genetik tinggi, perlu diupayakan dengan penyediaan pakan yang presisi.

Faktor-faktor penting untuk penyediaan pakan yang presisi antara lain adanya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom
Telp: 0812-8644-9471

MUSIM BERGANTI, NUTRISI HARUS TETAP PRESISI

Ilustrasi kandang ayam layer. (Foto: Dok. Mensana)

Efisiensi saat ini hampir menjadi bahasan di sebagian kalangan masyarakat, termasuk di budi daya perunggasan. Efisiensi menjadi sesuatu yang harus dicapai untuk memastikan profitabilitas usaha unggas yang dijalankan tercapai secara optimal.

Dalam budi daya unggas, efisiensi mengandung arti sebagai upaya untuk mencapai tingkat produktivitas tertinggi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, baik dari sisi input seperti pakan, tenaga kerja, dan lain-lain, maupun dari output seperti produksi daging ayam dan telur.

Saat ini aspek pakan menjadi titik fokus untuk dilakukan efisiensi, mengingat pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam budi daya unggas dan nutrisi pakan memegang peranan penting dalam produktivitas ternak. Oleh karena itu, sangat penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan nutrisi ternak dan nutrisi yang disediakan dalam pakan untuk dapat memaksimalkan keuntungan.

Pemberian pakan dengan nutrisi yang presisi merupakan praktik penyesuaian dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tidak berlebihan, dan tidak kekurangan. Untuk mengurangi kesenjangan antara kandungan nutrisi dalam pakan dengan nutrisi yang dibutuhkan ternak, maka perlu dilakukan formulasi pakan yang tepat dan sesuai.

Jika nutrisi yang diberikan berlebihan, nantinya akan terbuang dan tentu dapat membebani biaya pakan karena nutrisi yang dibuang tidak menjadi output produksi yang memiliki nilai jual. Selain itu, nutrisi yang berlebih juga dapat membebani metabolisme tubuh ternak, seperti ketika kandungan protein di pakan yang berlebih akan memicu proses deaminasi yang memerlukan energi dan memicu stres metabolisme, khususnya di wilayah panas karena dapat meningkatkan beban panas tubuh.

Nutrisi yang presisi merupakan dasar kesehatan, produktivitas, dan profitabilitas. Menurut Moss et al. (2021), dalam mengimplementasikan konsep nutrisi yang presisi, diperlukan pemenuhan tiga persyaratan utama yang meliputi karakteristik bahan baku pakan yang digunakan, ketepatan dalam menentukan kebutuhan nutrisi harian ternak dan manajemen yang ketat, serta cermat dalam pemenuhan dua persyaratan tersebut. Genetik, jenis kelamin, usia, dan kondisi lingkungan harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan persyaratan-persyaratan di atas.

Lingkungan terutama cuaca atau musim dapat memengaruhi kedua persyaratan dalam implementasi nutrisi yang presisi. Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa dengan iklim tropis yang mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Suhu harian di Indonesia dapat melebihi 35° C dengan fluktuasi antara 29-36° C dengan kelembapan 70-80% (Hery, 2010).

Pergantian musim ini menjadi tantangan dalam mempertahankan nutrisi agar tetap presisi. Musim yang berbeda dapat menghasilkan karakteristik bahan baku pakan yang berbeda, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Pemantauan kualitas bahan baku pakan pada musim yang berbeda sangat penting dilakukan untuk memastikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2025.

Ditulis oleh:
Wardiman SPt
Feed Formulator PT Mensana Aneka Satwa

PENYAKIT MAREK TIMBULKAN TUMOR PROGRESIF PADA AYAM

Serangan penyakit bentuk mata, menyebabkan iris berwarna kelabu dan terjadi kebutaan pada mata. (Foto: Istimewa)

Tumor tidak hanya ditemukan pada manusia maupun hewan ruminansia, tetapi ternyata tumor juga terjadi pada ayam. Sel-sel liar yang tidak dikehendaki bisa tumbuh progresif dan menyebar ke berbagai bagian tubuh ayam.

Infekasi virus bisa menjadi penyebabnya, salah satu penyakit pada ayam yang ditandai dengan kemunculan tumor di berbagai organ tubuh adalah penyakit Marek. Merupakan penyakit viral yang disebabkan virus herpes alfa, atau sering disebut dengan istilah MDV (Marek’s disease virus) atau GaHV-2 (Gallid alfa herpesvirus 2).

Nama Marek diambil sebagai penghormatan terhadap seorang dokter hewan, patologis dari Hungaria bernama Jozsef Marek yang pertama kali menemukan perubahan makropatologi yang menyebar cepat, berbentuk tumor yang progesif, dan bermetastasis cepat pada berbagai organ tubuh ayam yang sakit dan mati.

Bentuk Klinis Penyakit Marek
Ada enam bentukan klinis dari serangan penyakit Marek, bisa konsisten ditemukan satu bentuk atau campuran, di antaranya:

• Bentuk neural atau saraf akut
Unggas terserang mengalami kelumpuhan pada kaki, bisa hanya pada satu kaki atau kedua kakinya. Satu kaki ayam akan terlihat menyilang ke depan atau ke samping tubuhnya. Serangan terjadi pada saraf kaki menyebabkan saraf terinfiltrasi hebat oleh limfosit dan terjadi pembengkakan sarat kaki. Pada ayam yang belum pernah tervaksin, kematian bisa mencapai 80%. Ayam mengalami dehidrasi, kelaparan, kurus, dan diare, karena kesulitan berjalan untuk mencapai tempat pakan dan minum.

• Bentuk neuro limfomatosis atau bentuk visceral
Terjadi kelumpuhan pada beberapa fungsi organ sistem pencernaan. Bila serangan terjadi pada nervus vagus maka ayam akan kesulitan menelan makanan dan bisa ditemukan tembolok mengalami dilatasi. Tembolok terlihat melebar dan membesar. Serangan pada saraf perifer ayam menyebabkan limfoma, infiltrasi tumor pada kulit unggas dan otot. Tumor bisa ditemukan progesif pada organ dalam seperti hati, jantung, ginjal, dan paru. Akibat pertumbuhan tumor pada organ penting itu, maka fungsi vital organ akan terganggu dan kematian bisa terjadi pada ayam yang terserang Marek bentuk ini.

• Bentuk mata
Infiltrasi progresif limfosit terjadi pada iris mata, menyebabkan iris mata berwarna kelabu, ukuran iris mata menjadi tidak wajar, dan akan timbul kebutaan pada ayam. Akibat kebutaan, ayam akan kesulitan dalam mencapai tempat pakan dan minum, sehingga kekurangan nutrisi terjadi dan penurunan bobot badan secara drastis.

• Bentuk kulit
Bentuk ini... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2025.

Ditulis oleh: 
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Muda, Balai Veteriner Jayapura

GOTONG-ROYONG MENJAGA SALURAN CERNA AYAM YANG SEHAT

Performa produksi unggas sangat ditentukan kesehatan organ pencernaannya. (Foto: Istimewa)

Saluran cerna merupakan sistem tubuh yang berperan penting dalam performa unggas komersil. Saluran cerna terdiri dari paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela, usus kecil, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Makanan yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap dan menjadi nutrisi bagi peningkatan bobot tubuh dan perkembangan saluran reproduksi yang nantinya merupakan penghasil telur.

Performa produksi ke depan akan sangat ditentukan kesehatan oleh organ pencernaan tersebut. Oleh karena itu, gotong-royong untuk mengupayakan kesehatan saluran cerna penting untuk dilakukan.

Secara umum faktor yang dapat mengganggu kesehatan saluran cerna dapat dibedakan menjadi faktor infeksius dan non-infeksius.

Non-Infeksius
Faktor non-infeksius adalah faktor di luar agen penyakit yang dapat mengganggu kesehatan saluran cerna unggas. Umumnya faktor ini terkait erat dengan manajemen pemeliharaan, seperti:

• Kualitas pakan dan air: Kecukupan nutrisi akan membantu saluran pencernaan ayam mengalami perkembangan bobot dan ukuran yang baik. Bertambahnya jumlah vili usus dapat meningkatkan luas permukaan usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan dan ini baik untuk kesehatan ayam. Selain itu, kualitas air yang dikonsumsi juga berperan dalam menjaga kesehatan unggas. Air minum yang baik tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mengandung logam berat berbahaya (Pb, Hg, As, dan lainnya), pH berkisar 6,0-8,0 dan tidak mengandung bakteri patogen.

• Stres: Dapat memengaruhi kesehatan pencernaan unggas sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan dan feses berair. Banyak hal dapat menimbulkan stres pada unggas, seperti kandang terlalu padat, kadar amonia tinggi, cuaca ekstrem, pergantian pakan, transportasi, dan adanya infeksi penyakit. Selain itu, stres pada ayam dapat menyebabkan pelemahan sistem imun. Sistem imun berperan dalam mengenal, menghancurkan, dan menetralkan benda-benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan bagi tubuh.

Pencegahan utama untuk melindungi saluran cerna dari berbagai penyakit infeksius adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (SANBIO-MENSANA/ADV)

MENJAGA SALURAN PENCERNAAN TERNAK TETAP SEHAT

Ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Di tengah kondisi ketidakpastian harga bahan baku pakan seperti jagung, bungkil kedelai, dan produk bahan baku impor atau lokal lainnya berdampak terhadap fluktuasi dan peningkatan harga pakan di pasaran.

Hal tersebut didukung dengan Keputusan Badan Pangan Nasional yang secara resmi menetapkan harga pembelian pemerintah untuk jagung di tingkat petani sebesar Rp 5.500/kg, melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 18/2025. Ini merupakan tantangan bagi peternak dan nutrisionis dalam mencari alternatif sumber energi bahan baku pengganti jagung agar harga formulasi pakan masih terjangkau.

Michael H. Kogut dan Glenn Zhang, dalam bukunya berjudul “The Microbiomes of Humans, Animals, Plants, and the Environment” menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir, pakan yang dikonsumsi oleh hewan sangat memengaruhi kondisi mikrobiota usus, fisiologi, kekebalan tubuh, dan kesehatan saluran pencernaan.

Sementara itu, J. Pratt • J. Hromadkova • L. L. Guan dari Department of Agricultural, Food and Nutritional Science, University of Alberta, Edmonton, AB, Canada melakukan penelitian tentang “Mikrobiota Usus dan Gut Brain Axis pada Anak Sapi yang Baru Lahir” tentang jenis probiotik (psikobiotik) yang memengaruhi fungsi kognitif dan tumbuh kembang melalui sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), efek imun langsung, dan berbagai jalur saraf, hormonal, dan metabolik yang terkait dengan mikrobiota usus.

Evaluasi Faktor yang Pengaruhi Kesehatan Saluran Pencernaan
Presisi dalam pemilihan kualitas nutrisi pakan dan komposisi formulasi bahan baku pakan sangat penting untuk menunjang kesehatan saluran pencernaan. Pemilihan bahan baku pakan dapat dimulai dari menganalisis kandungan nutrisinya melalui analisis proksimat, saat ini sudah banyak tools pendukung seperti NIRs (Near-infrared spectroscopy) untuk melakukan analisis nutrisi bahan baku secara cepat.

Pemeriksaan antinutrisi pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

MEMBUAT PENCERNAAN BEKERJA OPTIMAL

Hindari ayam dari kondisi stres. (Sumber: Poultryworld.net)

Agar nutrisi yang terkandung di dalam pakan dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilaip pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius, atau bahkan kombinasi keduanya.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi Agustiyanto, peternak broiler kemitraan asal Rumpin Kabupaten Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP mulai diberlakukan dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin rumit karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem, sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat antidiare, namun bukannya sembuh malah diare berdarah gitu. Kemudian saya langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Supendi.

Saat itu ayamnya sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badan masih di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih dalam dan melakukan pembenahan, utamanya dalam manajemen pemeliharaan.

Membenahi Manajemen
Disampaikan oleh Nutrisionis CV Kawa Jaya Sakti, William Widjaya, bahwa pemikiran peternak harus diubah di zaman sekarang, utamanya soal pakan. Dengan kondisi seperti saat ini, banyak perusahaan pakan mencari alternatif pengganti AGP untuk membantu peternak dalam menjaga performa ayam di kandang.

“Mereka masih menganggap pakan merek A, B, dan lain sebagainya sudah enggak sebagus dulu. Padahal tiap formula berbeda, tinggal bagaimana peternaknya,” kata dia.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini AGP sudah dilarang penggunannya, berarti peternak harus mengupayakan peningkatan dari segi pemeliharaan, misal dengan menggunakan kandang sistem semi tertutup atau full tertutup (closed house).

Hal senada juga disampailan oleh Drh Agustin Polana, seorang praktisi perunggasan. “Pemerintah sudah mengesahkan bahwa AGP tidak boleh, sekarang ayo kita benahi yang lain. Pakan bukan satu-satunya yang memengaruhi performa saluran pencernaan, masih ada yang lainnya. Intinya, kita percayakan nutrisi pada yang ahli.”

Banyak Penyebabnya
Selain pakan, ada beberapa faktor lain yang wajib diperhatikan agar saluran pencernaan sehat dan bekerja secara optimal. Pertama, akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer