Jumpa pers Pataka soal jagung di Jakarta, Kamis (8/11). (Foto: Infovet/Ridwan) |
Direktur Eksekutif, Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi (Pataka), Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah terkait rencana impor 100 ribu ton jagung tidak hanya dijadikan sebagai “pemadam kebakaran” atas kegelisahan peternak.
“Akan tetapi pemerintah harusnya bisa mempersiapkan cadangan jagung nasional yang dapat digunakan sewaktu-waktu jika diperlukan,” ujar Yeka dalam pertemuan bersama wartawan di Jakarta, Kamis (8/11).
Ia menilai keputusan impor tersebut merupakan langkah tepat, meskipun dinilai terlambat. Pasalnya impor membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sampai saat ini pun rekomendasi impor jagung tersebut belum keluar. Ia memprediksi jagung impor baru akan masuk akhir Januari atau awal Februari 2019 mendatang.
“Itu bisa berbarengan dengan panen raya jagung. Jika nanti jagung dalam negeri mencukupi, impor akan sia-sia,” katanya. Ia juga menyebut, keputusan impor yang mendadak berpotensi memengaruhi harga jagung.
Ia menjelaskan, berdasarkan data yg diperoleh dari Grain Report USDA 2013-2018, Indonesia yang telah mengklaim berhenti mengimpor jagung semenjak 2016 lalu tidak benar-benar secara total menyetop impor.
“Tidak benar kalau pemerintah tidak melakukan impor jagung periode 2017-November 2018, yang benar adalah penurunan impor jagung atau tepatnya pengendalian impor jagung, karena impor jagung masih ada,” ucapnya.
Kendati impor jagung menurun, justru Indonesia kian gencar mengimpor gandum. Dari data yang sama, impor gandum justru meningkat tajam kurun waktu 2016-2018. “Nah impor gandum kita justru meningkat, rata rata 296,5% peningkatannya tiap tahun. Satu sisi bisa dibilang penghematan (penurunan impor jagung), namun terjadi pemborosan dalam hal impor gandum,” terang dia.
Selain impor, Yeka juga meragukan pernyataan pemerintah soal surplus jagung yang mencapai 12,92 juta ton. “Surplus karena adanya luas panen jagung 2018 sekitar 5,3 juta hektar. Maka dengan asumsi 1 hektar memerlukan benih jagung rata-rata sebesar 20 kg, di 2018 ini diperlukan benih jagung sebanyak 106 ribu ton benih. Padahal kapasitas produksi benih nasional tidak pernah melebihi 60 ribu ton," jelasnya.
Ia juga menambahkan, “Saat ini masih ada impor jagung, misal di 2015, sekitar 3,2 juta ton, sering kali ada keluhan harga jagung dalam negeri anjlok. Kalau surplus sampai 10 juta ton saja, tidak terbayang bagaimana keluhan petani jagung, bisa-bisa mereka enggak mau tanam jagung di musim berikutnya karena harga jagung pasti anjlok tidak karuan,” tambah Yeka.
Yeka juga menyebut, jika jagung surplus tidak perlu ada impor gandum untuk pakan ternak. Nyatanya dari data Grain Report USDA 2013-2018, pasca ditutupnya impor jagung, pemerintah membuka keran impor gandum untuk pakan sebesar 3,1 juta ton periode 2018, meningkat dari tahun sebelumnya 2,8 juta ton (2017) dan 1,8 juta ton (2016).
Bukannya mendapat keuntungan dari menutup impor jagung, justru malah mendatangkan kerugian. Sebab, harga gandum impor saat ini berkisar Rp 4.800 per kg, sementara harga jagung impor hanya Rp 3.600 per kg. Selain itu, menurut beberapa praktisi perunggasan, pemberian gandum pada ternak unggas tidak terlalu baik untuk produktivitas maupun performa ternak dibanding dengan pemberian jagung.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Forum Peternak Layer Nasional, Ki Musbar, berpendapat, pemerintah terkesan tidak adil, baik dalam penyediaan maupun harga jagung untuk peternak.
“Jagung ini kan bahan pangan pokok yang diatur pemerintah, harusnya suplai selalu tersedia dan harga terjangkau masyarakat, karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kalau kita lihat polemik jagung selalu harganya di atas farm gate. Ini kemungkinan ada permainan segilintir kelompok yang tidak memikirkan kepentingan nasional,” kata Musbar.
Ia juga mengkhawatirkan jikalau rencana impor jagung 100 ribu ton tidak bisa terealisasi pada Desember tahun ini, kenaikan harga pakan hingga telur bisa dipastikan melambung tinggi.
“Ada indikasi kenaikan harga. Hari ini harga jagung sudah menyentuh 5 ribu rupiah dan diprediksi harga pakan akan meningkat hingga 3 ribu rupiah. Apabila impor jagung masuk diakhir Januari maka diprediksi harga telur akan ikut naik di farm gate sekitar 24 ribu rupiah, saat ini harga di farm gate 18 ribu rupiah di Jawa Timur yang merupakan sentra produksi telur,” pungkasnya. (RBS)
0 Comments:
Posting Komentar