Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Free AGP | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Pelarangan AGP dan Penguatan Profesi Dokter Hewan



Dalam sebuah  pertemuan dengan pengurus ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia), Rabu 31 januari 2018, Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD  yang didampingi Kasubdit Pengawasan Obat Hewan (POH) Drh. Ni Made Ria Isriyanthi PhD, menyatakan, bahwa dengan resep dokter hewan, antikoksidia golongan ionophore dapat dipakai lebih dari tujuh hari. Pernyataan ini sangat penting bagi dunia peternakan dan kesehatan hewan, karena sejak berlakunya pelarangan AGP awal Januari 2018 ini, banyak informasi simpang-siur di lapangan mengenai bagaimana teknis penggunaan antikoksidia golongan ionophore maupun non-ionophore.

Mengambil referensi peraturan di dunia kesehatan manusia, Dirkeswan  mengatakan, antibiotik untuk pengobatan manusia  aturannya hanya boleh dipakai  selama lima hari. Namun seorang dokter dengan tanggung jawab profesinya bisa membuat resep penggunaan antibiotik sampai sebulan bahkan bisa sampai setahun, misalnya untuk pasien yang terserang TBC.

Begitupun dengan peraturan yang berlaku di dunia kesehatan hewan. Permentan No. 14/2017 pasal 17 menyebutkan bahwa dalam hal untuk keperluan terapi, antibiotik dapat dicampur dalam pakan dengan dosis terapi dan lama pemakaiannya paling lama tujuh hari.  “Dalam hal ini seorang dokter hewan, dengan kewenangan dan tanggung jawabnya, dapat menulis resep penggunaan antikosidia golongan ionophore lebih dari tujuh hari dan golongan non-ionophore lebih dari 21 hari,” ujarnya.

Pernyataan ini menegaskan, lahirnya Permentan No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, sekaligus merupakan salah satu upaya penguatan profesi dokter hewan. Hal ini mestinya didukung oleh semua pihak. Permentan 14/2017 tersebut melarang penggunaan antibiotika sebagai imbuhan pakan, namun penggunaan antibiotika sebagai terapi, termasuk terapi melalui pakan, diperbolehkan dengan beberapa syarat, antara lain harus dengan resep dokter hewan.

Siapa dokter hewan yang boleh menulis resep? Dirkeswan mengatakan, semua dokter hewan prinsipnya boleh membuat resep karena mereka telah disumpah sebagai dokter hewan. Namun ia menyatakan dalam waktu dekat akan ada pengaturan lebih lanjut mengenai bagaimana mekanismenya. Misalkan apakah satu resep itu ditulis untuk satu flok kandang, satu kawasan area peternakan atau bagaimana. Akan diatur juga apakah nantinya dokter hewan tersebut harus memiliki izin praktek khusus. Sambil menunggu peraturan lebih lanjut itu, maka dokter hewan manapun boleh menulis resep mengenai penggunaan antibiotik untuk terapi.

Diakui oleh Dirkeswan, sebagai sebuah peraturan baru, Permentan No. 14/2017 belum mengatur semua aspek yang terkait pelarangan AGP. Namun pada prinsipnya pemerintah sama sekali tidak bermaksud untuk mempersulit dunia usaha peternakan dan kesehatan hewan. Peraturan ini dibuat dengan niat baik untuk meningkatkan kualitas peternakan nasional. Pelarangan AGP pada tahap awal tentu tampak seperti merugikan, namun dalam jangka panjang akan membuat usaha menjadi lebih sehat. Hal ini karena jika AGP digunakan terus-menerus maka akan terjadi resistensi antibiotika, sehingga dalam jangka panjang biaya pengobatan akan justru menjadi lebih mahal.

Dirkeswan menyadari banyak informasi yang berkembang di media umum yang membuat masyarakat resah. Sebuah media online memberitakan bahwa akibat pelarangan AGP produksi telur di Jawa Timur turun hingga 60%.

Hal ini sama sekali tidak benar. AGP selama ini digunakan sebagai pemacu pertumbuhan, yang dapat membantu meningkatkan produksi unggas sekitar 3-5%. Dengan dilarangnya penggunaan AGP maka kemungkinan penurunan produksi unggas hanya sekitar 3-5%. “AGP bukanlah obat untuk pengobatan penyakit, sehingga tidak ada hubungannya pelarangan AGP dengan peningkatan kejadian penyakit di peternakan,” kata Dirkeswan.

Melihat kasus tersebut, Dirkeswan mengatakan, sosialisasi mengenai pelarangan AGP dan implementasinya, akan terus dilakukan dan ditingkatkan oleh pemerintah. Ia mengharapkan agar ASOHI, Majalah Infovet, serta kalangan profesi dokter hewan ikut membantu sosialisasi ini agar peternak mendapatkan informasi yang tepat.

Selama Januari 2018 ada beberapa pertanyaan yang masuk ke Redaksi Majalah Infovet, antara lain bagaimana mekanisme pembuatan resep untuk peternak oleh dokter hewan? Apakah pakan yang mengandung antibiotika sebagai terapi harus didaftarkan dengan NPP (Nomor Pendaftaran Pakan) yang berbeda dengan pakan yang tanpa antibiotika? Bagaimana jika penambahan antibiotika itu berupa produk customized yang berdasarkan pesanan peternak atau perusahaan tertentu, apakah juga perlu didaftarkan? bagaimana dengan pelabelan pakan setelah berlakunya Permentan No. 14/2017? Pertanyaan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana teknis pengawasannya, baik oleh pengawas obat hewan maupun pengawas mutu pakan (wastukan)?

Pertanyaan-pertanyaan itu menunjukkan, sebenarnya pelaku usaha memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pelaksanaan Permentan No. 14/2017. Diharapkan pemerintah dapat menjelaskan lebih gamblang beberapa pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Langkah ASOHI bersama Ditkeswan menyelenggarakan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) bulan Desember 2017 dan dilanjutkan angkatan berikutnya pada Februari 2018 merupakan salah satu upaya ASOHI untuk membantu pemerintah dalam melakukan sosialisasi tentang Permentan No. 14/2017 beserta dampaknya. Banyaknya animo dokter hewan di perusahaan obat hewan dan perusahaan pakan untuk ikut pelatihan, juga menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap pelaksanaan permentan tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa Permentan No. 14/2017 juga membuat peran dokter hewan sebagai penanggung jawab teknis obat hewan, baik di perusahaan obat hewan maupun pakan juga semakin penting. Dokter hewan yang menjadi penanggung jawab teknis obat hewan harus paham betul tugas dan tanggung jawab mereka, serta memahami masalah-masalah peraturan perundang-undangan, masalah teknis dan penguatan profesi. ***

Editorial Majalah Infovet Edisi 283 Februari 2018

Tak Cukup Hanya Biosekuritas & Vaksinasi


Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

((Dalam era pasca pakan tanpa AGP (non-Antibiotic Growth Promotor feed), strategi jitu untuk membentuk daya tahan flok ayam (flock immunity) sangatlah penting, baik terhadap tantangan penyakit viral, bakterial dan/atau parasiter.  Walaupun prinsip-prinsip biosekuritas seoptimal mungkin sudah diterapkan (well-implemented) dan program vaksinasi sudah dirancang sebaik mungkin (well-designed), namun ledakan kasus-kasus infeksius lapangan masih saja terus terjadi. Mengapa? Dalam koridor epidemiologis, penulis mencoba menelisik dan memaparkan beberapa sisi kunci yang juga harus dipertimbangkan kolega praktisi lapangan, agar daya tahan flok ayam yang diharapkan memang benar-benar teruji.))

Vaksinasi untuk Populasi
Aplikasi program vaksinasi dalam industri perunggasan modern sebenarnya merupakan tindakan yang bersifat massal. Oleh sebab itu, respon terhadap program vaksinasi yang diberikan juga sangat tergantung pada faktor-faktor yang ada dalam populasi tersebut. Beberapa faktor penting yang sangat menentukan variasi respon imunitas flok, yaitu:
a) Kekebalan pasif dari induk (MDA = Maternal Derived Antibody).
b) Asupan nutrisi (Nutrient Intake).
c) Faktor stress eksternal atau faktor imunosupresi.
d) Kondisi patogen lapangan (Total Inokulum).
e) Teknologi sediaan dan aplikasi vaksin yang digunakan.

Maternal Derived Antibody (MDA)
Pada ayam, MDA dapat ditemukan dalam bentuk antibodi terlarut dari fraksi IgA dan atau IgM dalam albumin telur serta IgY (=IgG) dalam kuning telur (T. Van den Berg, 2014).  Hanya saja, baik dari sisi titer (aspek kuantitas) maupun efektivitasnya (aspek kualitatif) dalam melindungi progeni (anak ayam) di awal kehidupannya terhadap serangan patogen lapangan, justru peranan IgY jauh lebih penting dibandingkan dengan IgA atau IgM.

Dari penelitian imunologi molekuler diketahui bahwa MDA dalam sistem sirkulasi darah embrio dapat dideteksi pertama kali secara signifikan rata-rata pada hari ke-12 masa inkubasi di dalam mesin pengeram (setter) dan mencapai puncaknya pada umur 1-2 hari pasca menetas (post-hatching). Ini berarti, penyerapan sisa kuning telur (egg yolk) pada awal masa brooder menjadi sangat penting, tidak saja asupan nutrisi awal terpenuhi tetapi juga penyerapan MDA akan menjadi optimal.

Ketika menelisik kegagalan pembentukan daya tahan flok di lapangan, maka salah satu hal penting yang juga perlu dicermati, yaitu status keberadaan titer antibodi induk alias MDA (aspek kuantitas) dan keseragaman titer MDA (aspek kualitas) saat memberikan vaksinasi awal pada suatu flok ayam. Ada beberapa argumentasi teknis mengenai hal ini, yaitu: .... (toe)

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi 285 April 2018.

Selain Vaksinasi dan Biosekuriti di Pekan Pertama Paska AGP Free


Tantangan industri perunggasan semakin terasa dalam 1-2 bulan terakhir. Tidak hanya total deplesi (penyusutan) di pekan pertama, namun diikuti oleh tidak optimalnya pertumbuhan ayam pada minggu-minggu berikutnya, seperti mundurnya umur produktif ayam sampai lambatnya pertambahan berat badan harian (ADG/Avereage Daily Gain). Bahkan kian tingginya nilai konversi pakan dibandingkan dengan jumlah daging atau telur yang didapatkan dalam proses pemeliharaan ayam. Bahkan beberapa fakta terakhir dijumpai semakin rentannya kesehatan ayam pada masa-masa pertumbuhan sampai ayam dipanen. Tidak hanya kasus yang disebabkan oleh agen infeksius baik bakterial dan virus, namun juga oleh beberapa kasus penyakit metabolik yang akhir-akhir ini semakin mengemuka.

Padahal semua upaya rasa-rasanya sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Dari persiapan kandang, sanitasi dan disinfeksi pun sudah dilakukan sedemikian rupa untuk meminimalkan total kuman dan keganasannya sebelum memulai siklus pemeliharaan yang baru. Semua langkah dan tindakan yang dilakukan benar-benar sudah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari SOP (Standard Operating Procedure) yang diberlakukan oleh perusahaan. Dari pengecekan formulir check list yang terlampir pun, tidak ada yang terlewatkan dan semua telah dilakukan dengan baik, tepat waktu dan benar-benar sesuai pelaksanannya. Biosekuriti juga dilakukan secara ketat, tidak hanya mensanitasi dan mendisinfeksi semua sarana dan prasarana kandang, termasuk kandang dan area di dalamnya juga membatasi lalu lalang kendaraan transportas, operator dan sebagainya. Bahkan sudah dilakukan evaluasi dan tindakan yang menyeluruh terhadap pengendalian hewan carrier (kutu, tikus, kucing, musang dan sebagainya).

Lebih jauh dari itu, ayam pun sejak dari hatchery (rumah tetas) sudah dilakukan vaksinasi. Tidak hanya untuk virus ND (New Castle Desease) bahkan sudah lengkap dilakukan vaksinasi terhadap virus IB (Infectiuos Bronchitis) dan IBD (Infectiuos Bursal Desease). Hal tersebut penting dilakukan agar antibodi (zat kebal) yang terbentuk atau dihasilkan mampu melindungi ayam dari serangan virus-virus yang berbahaya tersebut sebelum ayam terpapar oleh virus yang berasal dari lingkungan. 

Pekan Pertama Pondasi Tumbuh-kembang Ayam
Dalam pemeliharaan ayam broiler agar performanya optimal, pekan pertama saat masih dalam pemeliharaan dengan penghangat brooder harus benar-benar prima. Selisih berat timbangan di minggu pertama sebesar 10 gram saja akan berdampak panjang pada saat ayam berumur 35 hari. Ross (2002) dalam penelitiannya mendapati selisih berat timbangan broiler saat usia 35 hari itu bisa berbeda hingga 50-70 gram. Maka ibarat bangunan, pondasi menjadi faktor pertimbangan utama agar bangunan tersebut mampu bertahan dari berbagai goncangan dalam waktu yang lama. Demikian juga karakter broiler modern. Lebih rinci lagi, tatalaksana manajemen brooding menjadi suatu hal yang tidak boleh gagal. Kegagalan pada masa brooding tidak akan terkompensasi pada masa-masa pemeliharaan selanjutnya pada minggu-minggu berikutnya. Sehingga peternak mau tidak mau harus mengevaluasi bahkan sejak persiapan chick in, penerimaan DOC dan bahkan pada saat 24 jam pertama...



Drh Eko Prasetio,
Private Commercial Broiler Farm Consultant


Baca selengkapnya di Majalah Infovet edisi 285 April 2018.

Roadshow Seminar PT Biomin Indonesia di Tiga Kota

Dari kiri: Dr Neil Gannon, Dr Hilde Van Meirhaeghe
dan Dr Justin Tan saat sesi tanya-jawab.
PT Biomin Indonesia bekerjasama dengan PT Romindo Primavetcom kembali mengadakan roadshow seminar tentang bagaimana meningkatkan kesehatan saluran pencernaan di era bebas AGP saat ini. Seminar berlangsung selama tiga hari berturut-turut di tiga kota besar, yakni Surabaya, Jakarta dan Medan, mulai 10-12 April 2018.

Menurut Managing Director PT Biomin Indonesia, Yatie Setiarsih, penyelenggaraan seminar ini merupakan yang ketiga kalinya dilaksanakan, dengan mengangkat tema Improving Gut Performance in AGP free Animal Production. “Kali ini kita bahas mengenai bagaimana meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang handal dibidangnya,” kata Yatie saat menyambut peserta seminar di Jakarta, Rabu (11/4).

Menyambung sambutan Yatie, Kepala Cabang PT Romindo Primavetcom, Indryasnowo Priowasono, turut menyampaikan, topik yang disajikan dalam seminar kali ini sangat menarik. “Kami berharap dari seminar ini peserta mendapat pemahaman yang lebih jelas dengan solusi yang tepat dan lengkap dari Biomin dan Romindo. Karena itu juga yang merupakan komitmen kami untuk mengedepankan complete customer solutions,” ujarnya.

Usai mendengar sambutan, kegiatan yang dimulai sejak pagi ini langsung memasuki pemaparan materi yang dipandu oleh Simon Ginting selaku moderator. Sebagai presentasi pembuka menampilkan Dr Hilde Van Meirhaeghe, Poultry Consultant for Vetwork, Academic Adviser Faculty of Veterinary Medicine, University of Ghent, yang juga President of the Belgian Hatcheries Association, mengenai antimikrobial resisten pada industri unggas dan peran performa kesehatan usus.

Dilanjutkan dengan presentasi dari Dr Justin Tan selaku Regional Sales and Marketing Director, Biomin Asia, soal peran sinbiotik sebagai pemacu kesehatan usus dan penyampaian materi oleh Dr Neil Gannon, Regional Product Manager, Gut Performance, Biomin Asia, tentang solusi dari Biomin untuk produksi unggas yang bebas AGP.

Foto bersama usai acara.
Usai pemaparan ketiga narasumber, seminar setengah hari ini juga diisi dengan sesi tanya jawab antara pembicara dan peserta yang berjalan sangat dinamis. Antusiasme peserta juga terlihat saat mengikuti kegiatan kuis berhadiah yang menjadi penutup rangkaian seminar di Jakarta. (RBS)

Menjaga Kesehatan dan Performance Sistem Pencernaan Ayam Tanpa Antibiotik

Diperlukan perhatian sungguh-sungguh dalam memilih dan menggunakan feed additive atau kombinasi beberapa feed additive yang akan ditambahkan ke dalam sediaan pakan, untuk menjaga kesehatan dan mengoptimalkan performance sistem pencernaan.

Menyikapi adanya tuntutan dan isu global berkenaan dengan Anti Microbial Resistance (AMR), serta tuntutan masyarakat konsumen terhadap produk pangan asal hewani yang aman dan sehat, maka Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian mulai awal 2018, efektif menerapkan peraturan larangan pemakaian AGP (Antibiotic Growth Promoter) melalui pakan ternak dan himbuan untuk mengurangi pemakaian antibiotik untuk tujuan pencegahan yang diberikan melalui cara oral/campur dalam air minum untuk hewan ternak, termasuk ayam.

Berkenaan dengan semakin meningkatnya kejadian resistensi kuman patogen terhadap antibiotik pada manusia, maka pemakaian antibiotik sebagai growth promoter sudah dilarang di negara maju, seperti di Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, serta sekarang sudah dilarang juga di Indonesia dan diikuti oleh beberapa Negara kawasan Asia Tenggara lainnya.

Beberapa perusahaan obat hewan baik di dalam maupun luar negeri sudah dan terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan produk inovatif yang bisa digunakan menggantikan antibiotik, baik sebagai growth promoter maupun untuk mencegah infeksi kuman yang bersifat patogen.

Beberapa jenis produk non-antibiotik dengan kandungan kombinasi beberapa jenis essential oil dan asam organik yang bekerja saling menguatkan, sangat efektif dan aman digunakan sebagai pengganti antibiotik, baik digunakan sebagai pengganti AGP maupun digunakan untuk program pencegahan menggantikan pemakaian antibiotik yang sebelumnya sering diberikan lewat air minum.

Fungsi dan Struktur Saluran Pencernaan pada Ayam
Sistem pencernaan pada ayam dimulai dari paruh dan berakhir pada anus (cloaca). Organ yang terkait dengan sistem pencernaan meliputi, oesophagus, tembolok (crop), proventriculus, gizzard, duodenum, usus kecil (small intestine), sepasang caecum dan usus besar. Organ vital lain yang terkait dengan sistem pencernaan adalah hati dan pankreas.



Dengan beberapa pengecualian (keberadaan dari tembolok, gizzard, proventriculus, usus pendek dan cloaca), anatomi saluran pencernaan dan fisiologi dari unggas adalah serupa dengan hewan mamalia. Oleh karena adaptasi untuk bisa terbang pada bangsa unggas, maka ukuran saluran pencernaannya relatif kecil, karena berhubungan dengan berat tubuhnya. Namun demikian, kondisi ini dikompensasi oleh vascularisasi yang lebih tinggi (kaya pembuluh darah), tingkat ekskresi lambung yang lebih tinggi, waktu henti pakan dalam usus yang sangat singkat, dan kadar keasaman yang lebih rendah pada saluran pencernaannya dibandingkan dengan hewan mamalia.

Bangsa unggas juga memiliki jumlah vili usus yang lebih banyak dan "turn over epithelial rate" = regenerasi sel epithel yang tinggi (48 sampai 96 jam), dan respon yang sangat cepat terhadap adanya radang (kurang dari 12 jam, dibandingkan 3-4 hari pada jenis mamalia), yang membuat bangsa unggas lebih peka terhadap gangguan fungsi saluran pencernaan dalam kapasitas menyerap nutrisi pakan dibanding dengan mamalia.


Transit time and pH in poultry Gastro Intestinal Tract (GIT)
GIT Segment
Transit Time (Min)
pH
Crop
50
5.5
Proventriculus/gizzard
90
2.5-3.5
Duodenum
5-8
5-6
Jejunum
20-30
6.5-7.0
Ileum
50-70
7.0-7.5
Colon
25
8.0
Source: R. Gauthier(2002)

Adapun fungsi utama sistem pencernaan pada unggas adalah mulai dari memecah komponen bahan pakan yang dikonsumsinya secara mekanikal dan kimiawi menjadi komponen dasar (basic components) oleh crop dan gizzard (dicerna bila ada bantuan enzim eksogen, seperti: pectinase, sellulase, xylananse, mananase, dsb). Selanjutnya pada usus halus komponen dasar dari pakan dicerna (dengan bantuan enzim endogen: lipase, amilase dan protase yang dihasilkan oleh pankreas) dan selanjutnya nutrisi pakan diserap (absorption) oleh vili-vili usus dengan sel absortif-nya yang sehat. Hati selanjuntnya punya tugas untuk memetabolisme dan men-sintesa nutrisi yang sudah diserap oleh vili-vili usus yang masuk dibawa oleh darah ke hati.

Beberapa Paramater yang dapat Digunakan untuk Menilai Saluran Pencernaan Ayam Berfungsi Baik: 

1. Kecernaan dan penyerapan nutrisi pakan yang baik.
2. Sangat rendahnya nilai nutrisi pakan yang terbuang menjadi kotoran.
3. Bau sangat minim dari kotoran yang dihasilkan.
4. Sangat rendah bahkan hampir tidak ada ayam yang nampak sakit atau mati.
5. Feed Convertion Ratio sangat baik (sesuai standar).

Efek Pemakaian Antibiotik pada Industri Peternakan
Beberapa problem yang ditimbulkan akibat kesalahan pemakaian antibiotik sebagai growth promoter dan program pencegahan infeksi mikroorganisme patogen pada ayam:

 Memicu terjadinya resistensi kuman oportunis/patogen.
• Memicu terjadinya “super infeksi” oleh mikroorganisme lain yang ada dalam saluran pencernaan yang tidak sensitif terhadap AGP/antibiotika yang dipakai tersebut.
• Menekan populasi  “benefecial microflora” dalam saluran pencernaan.
• Menyebabkan gangguan fungsi hati dan ginjal.

• Memicu terjadinya kerusakan dan penurunan fungsi dinding usus.

Dasar dan Mekanisme Terjadinya Problem Pencernaan karena Kesalahan Pemakaian Antibiotik


Created diagram by Wayan Wiryawan, 2012

Menjaga Kesehatan dan Performance Sistem Pencernaan Tanpa Antibiotik 

Kondisi sehat dan performance optimum dari sistem pencernaan dapat digambarkan sebagai keadaan utuh dari struktur dan fungsinya, atau sederhananya kondisi maksimal dari fungsi sistem pencernaan dalam memecah, mencerna dan menyerap (fungsi saluran pencernaan, mulai dari crop, gizzard dan usus), serta melakukan memetabolisme dan men-sintesa (fungsi hati) terhadap nutrisi pakan yang dikonsumsi oleh ayam.

Berkenaan dengan fungsi mencerna komponen nutrisi oleh saluran pencernaan, tidak terlepas juga dari peran pankreas (posisinya menempel pada duodenum) dalam menghasilkan enzim endogen (amilase, lipase dan protease) yang bekerja pada duodenum dan juga menghasilkan hormon, seperti Insulin, Somatostatin dan Glucagon yang bekerja di dalam darah.

Untuk menjaga kesehatan dan performance sistem pencernaan ayam, disamping wajib bagi peternak menerapkan good farming praktis, menyediakan serta memberikan pakan dengan kandungan nutrisi lengkap dan seimbang satu sama lainnya, serta yang tidak kalah pentingnya pakan yang dikonsumsi mudah dicerna oleh ayam.

Untuk mencegah infeksi kuman entero-patogen yang secara normal ada dalam saluran pencernaan dan juga menjaga kesehatan saluran pencernaan, semaksimal mungkin hindari pemakaian antibiotik, baik sebagai growth promoter maupun untuk program kesehatan. Sebagai penggantinya dapat digunakan produk alternatif yang justru lebih aman dan tetap efektif dapat mencegah terjadinya gangguan sistem pencernaan akibat infeksi kuman entero-patogen, seperti menggunakan produk dengan kandungan kombinasi antara essential oils dan asam organik, probiotik + prebiotik dan juga natural anti-coccidia.

Beberapa Jenis dan Pilihan Feed Additive serta Produk Non-Antibiotik untuk Menjaga Kesehatan dan Performance Sistem Pencernaan Ayam
Beberapa jenis feed additive yang dicampurkan dalam sediaan pakan dapat membantu menjaga kesehatan dan performance sistem pencernaan, baik secara langsung maupun tidak langsung mencegah gangguan infeksi mikroorganisme patogen dan kelainan sistem pencernaan karena toksikosis. Berikut jenis feed additive dan produk non-antibiotik yang dapat digunakan untuk mencegah mikroorganisme patogen:

a. Natural anti-coccidial, pasca dilarangnya pemakaian beberapa jenis anti-coccidia, beberapa perusahaan obat hewan sudah mulai mengembangkan penelitian untuk menghasilkan produk alternatif pengganti antibiotik tertentu yang selama digunakan sebagai anti-coccidia. Beberapa produk natural anti-coccidia mengandung kombinasi beberapa jenis essential oil, seperti mengandung extract garlic dalam bentuk PTS dan PTSO kombinasi dengan Carvacrol (dari Oregano) dan Cinnamone, seperti Phytmax Cox.
b. Probiotik (Direct-fed microbials), probiotik adalah sediaan produk mengadung mikroorganisme hidup dengan efek yang menguntungkan terhadap host (induk semangnya) dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora yang ada dalam saluran pencernaan. Mikroflora dalam usus dapat terganggu oleh beberapa keadaan, seperti karena pemakaian antibiotik atau jenis obat lainnya, stress yang berlebihan, infeksi agen penyakit, atau karena paparan racun (yang bersumber dari pakan), yang dapat mengkondisikan kuman patogen berkembang dan menyebabkan infeksi serta kerusakan pada saluran pencernaan. Probiotik dapat membantu mencegah bakteri patogen yang menyebabkan ganguan pada saluran pencernaan dan probiotik dapat membantu manjaga keseimbangan mikroflora yang menguntungkan bagi host-nya.
c. Prebiotik, adalah non-digestible food ingredients (readily fermentable sugars), bermanfaat dan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap hewan dengan cara menstimulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas bakteri yang bersifat menguntungkan yang terdapat dalam colon/caecum dan meningkatkan kesehatan hewan host-nya. Kebanyakan potensial prebiotik adalah karbohidrat, diantaranya oligosakarida. Beberapa jenis prebiotik yang digunakan diataranya, Fructo Oligo Saccharides (FOS), Xylo Oligo Saccharides (XOS), Mannan Oligo Saccharides (MOS) dan Galacto Oligo Saccharides (GOS).
d. Organic acid, mempunyai efek strong acidifier, seperti Fumaric Acid, Malic Acid, Formic Acid dll, memainkan peranan cukup penting untuk membantu menurunkan pH saluran pencernaan dan menjaga pH saluran pencernaan bagian atas di bawah 6.0, sehingga secara tidak langsung dapat menekan kolonisasi dari kuman entero-patogen, seperti E.coli, Salmonella, Pseudomonas dan Clostridium, serta membantu meningkatkan populasi mikroflora yang bersifat menguntungkan yang ada dalam saluran pencernaan, sehingga dapat membantu kesehatan saluran pecernaan. Beberapa sediaan produk mengandung organic acids yang sudah tersedia di pasaran saat ini seperti, Hydrocap AA, Acitec A – GR, serta Acitec Liquid.
Penambahan setiap hari sediaan asam organik bentuk “short chain fatty acid”, seperti asam butyrat dalam bentuk sediaan matrix khusus untuk unggas yang dicampurkan dalam sediaan pakan dapat membantu meningkatkan perkembangan sel-sel epithelial, memperbaiki secara cepat sel-sel epithel yang rusak, meningkatkan panjang dari vili-vili usus, sehingga meningkatkan kapasitas penyerapan nutrisi pakan oleh dinding usus dan juga bermanfat untuk menekan dan mengontrol populasi Salmonella, E.coli, Pseudomonas dan entero-patogen lain dalam saluran pencernaan. Beberapa sediaan produk mengandung asam butyrat dengan matrix dan posisioning pemakaian produknya berbeda sesuai spesies dan umur ternak yang ada di pasaran saat ini seperti, Butytec Plus (calcium butyrate) dan BPS Plus (double buffer sodium butyrate).
e. Essential oils, produk hasil ektraksi bahan herbal yang dibuat dalam bentuk sediaan produk phytogenic, di mana pemberiannya dapat melalui pakan atau air minum. Sediaan produknya bisa tunggal atau gabungan dari beberapa jenis essential oils. Kerja dari essential oils di samping efektif sebagai selektif anti-mikrobial, juga berfungsi sebagai anti-inflamasi dan immunostimulan, serta beberapa jenis essential oils dapat juga sebagai anti-parasit (khususnya anti-coccidia) dan anti-mold (candida dan aspergillus). Beberapa sediaan produk essential oils yang di pasaran saat ini seperti, Garlicon, Licorol, Phytmax, Hydrocap AA dan Acitec A & C-GR.
f. Enzim, penambahan enzim dalam sediaan pakan atau melalui air minum dapat membantu ayam meningkatkan kapasitas nilai kecernaan nutrisi yang terkadung dalam sediaan pakannya. Pemberian pakan dengan kandungan “high viscosity cereal grains” pada ayam dapat memicu meningkatnya populasi kuman patogen yang ada dalam saluran pencernaan, khususnya usus kecil (ileum). Penambahan sediaan enzim yang ditujukan untuk memecah NSP yang ada dalam sediaan pakan, dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, efesiensi pakan, meningkatkan kualitas kotoran dan memungkinkan pemakaian bahan baku pakan yang biayanya lebih murah. Beberapa sediaan produk enzim yang sudah tersedia di pasaran saat ini seperti, Enerzyme Plus dan Enerzyme Pro-700.
g. Toxin Absorbent/Toxin Binder, dicampurkan dalam sediaan pakan untuk membantu penerapan racun yang dihasilkan oleh jamur. Mikotoksin merupakan bahaya tersembunyi yang dapat menyebabkan kelainan pada sistem pencernaan, sistem immunitas sehingga dapat menyebabkan immunosupresi, gangguan kesehatan, serta gangguan pertumbuhan dan produksi pada ayam. Beberapa sediaan produk anti-mikotoksin/toxin absorbent yang sudah tersedia di pasaran saat ini seperti, Fusion Mbx, Fusion Dyad, Fusion Os dan Ecofiltrum.

Kesimpulan
Saluran pencernaan pada dasarnya secara terus menerus mengalami pemaparan berbagai jenis materi asing yang dapat menggangu fungsi maksimalnya dalam mencerna dan menyerap nutrisi pakan. Rendahnya tingkat biosekuriti dan lemahnya praktek manajemen yang diterapkan oleh peternak di lapangan, menyebabkan tingginya tantangan kuman atau mikroorganisme penyebab penyakit, serta toksin yang dapat mencemari pakan. Bakteri aerob dan anaerob, racun yang diproduksi oleh jamur (mikotoksin), parasit (protozoa) seperti coccidia sangat sulit dihilangkan dari lingkungan peternakan.

Adanya tuntutan global berkenaan dengan isu AMR, di mana belakangan ini makin meningkatnya kasus resistensi kuman patogen terhadap antibiotik pada manusia, serta adanya tuntutan masyarakat konsumen terhadap produk pangan asal hewani yang aman dan sehat, bebas dari residu antibiotik dan cemaran mikroorganisme patogen yang juga resisten terhadap antibiotik, membuat pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian memberlakukan larangan keras pemakaian apapun jenis antibiotik sebagai growth promoter dan juga pemakaian antibiotik digunakan untuk program pencegahan. Antibiotik hanya diijinkan digunakan untuk keperluan pengobatan dan harus di bawah pengawasan dokter hewan yang kompeten.

Kementerian Pertanian mendorong pelaku usaha dibidang kesehatan hewan untuk memproduksi dan menyediakan produk alternatif sebagai pengganti antibiotik yang dapat digunakan sebagai growth promoter maupun untuk tujuan pencegahan terhadap infeksi mikroorganisme patogen yang bersifat infeksius dan beberapa perusahaan obat hewan di Indonesia saat ini sudah ada yang mampu menyediakan produk alternatif pengganti antibiotik tersebut.

Diperlukan perhatian sungguh-sungguh dalam memilih dan menggunakan feed additive atau kombinasi beberapa feed additive yang akan ditambahkan ke dalam sediaan pakan, untuk menjaga kesehatan dan mengoptimalkan performance sistem pencernaan itu sendiri.


Drh Wayan Wiryawan
PT Farma Sevaka Nusantara

INFOVET-MSD ADAKAN SEMINAR PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBAGAI TERAPI MELALUI PAKAN




Tangerang – INFOVET. Menggandeng Majalah Infovet, PT MSD Animal Health memfasilitasi stakeholder peternakan untuk bertemu dengan pembuat kebijakan dalam Seminar ‘Permentan No 14 Tahun 2017 dan Implementasinya dalam Penggunaan Antibiotik di dalam Pakan’.

Sebanyak 80 peserta  memenuhi undangan seminar yang berlangsung Senin (19/2/2017) di Hotel Mercure, Alam Sutera, Tangerang.   

Drh Hartalina Karo Karo selaku Managing Director PT MSD Animal Health mengatakan kegiatan seminar ini dapat terlaksana karena banyaknya permintaan dari customer.

“Sebuah kehormatan bagi kami dapat mengundang para stakeholder dan pembicara diantaranya  Prof Dr Ir Budi Tangendjaja MSc, M Appl dan Kasubdit Pengawasan Obat Hewan Drh Ni Made Isriyanthi PhD,” tuturnya.




Diharapkan usai seminar, peserta banyak membawa pulang tambahan ilmu serta mengurangi kerisauan usai diterbitkannya Permentan No 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, ungkap Drh Hartalina. Pada Permentan tersebut tercantum pelarangan antibiotika imbuhan pakan atau yang dikenal dengan AGP. (ndv)   

PINSAR INDONESIA DAN ELANCO GELAR SEMINAR PAKAN BEBAS AGP

Pemukulan gong oleh Dirkeswan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa,
sebagai simbolis penyelenggaraan seminar Pinsar Indonesia
dan PT Elanco Animal Health Indonesia.
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia bekerjasama dengan PT Elanco Animal Health Indonesia menyelenggarakan seminar teknis dengan tema “Antimicrobial Usage for Free AGP Era 2018”. Bertempat di Hotel Santika Seminyak Bali, Jumat, 9 Februari 2018, seminar ini memfasilitasi pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, dalam rangka sosialisasi pelaksanaan Permentan No. 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Permentan ini diantaranya mengatur pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotor) dalam pakan ternak. Sosialisasi melalui seminar ini dirasa sangat penting bagi peternak agar penyesuaian manajemen pemeliharaan dapat segera dilakukan.

Seminar yang berlangsung sukses dari sisi jumlah peserta ini dihadiri oleh tiga pembicara yakni, Ketua Umum Pinsar Indonesia Singgih Januratmoko mewakili peternak, Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa dan akademisi Prof Drh Agus Setiyono dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Menurut Fadjar, regulasi ini merupakan peraturan implementasi dari Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun 2009, khususnya pasal 22 ayat 5, pasal 49 ayat 2 dan pasal 51 ayat 4. “Pada prinsipnya, peraturan ini bertujuan untuk menghasilkan produk unggas atau ternak yang lebih aman dari sisi residu antibiotik dalam produk unggas. Pasalnya, gejala meningkatnya Antibiotic Microbial Resistence (AMR) yang dilaporkan WHO menunjukkan sudah dalam kondisi kritis dan segera ditangani. WHO memprediksi pada tahun 2050 nanti, AMR akan menjadi faktor penyebab kematian manusia nomor satu di dunia,” ujar Fadjar.

Sementara itu Prof Agus Setiyono, memaparkan, penting dan strategisnya peran dokter hewan dalam pelaksanaan di lapangan dari Permentan tersebut. Dokter hewan berdasarkan PP No. 3 Tahun 2017 memiliki kewenangan atau otoritas dalam menentukan dan pengawasan penggunaan antibiotik pada hewan. Untuk itu, beliau mendorong dan mengusulkan dibentuknya otoritas veteriner di perusahaan, kelompok peternak dan koperasi yang berhubungan langsung dengan proses pemeliharaan atau produksi ternak. Otoritas veteriner ini bisa menjembatani antara unit usaha peternakan dan dokter hewan pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan.

Ketua Umum Pinsar Indonesia Singgih Januratmoko, menuturkan, bahwa seminar ini dilaksanakan sebagai wujud bahwa Pinsar Indonesia mendukung pelaksanaan Permentan No. 14 Tahun 2017, demi produk unggas yang baik dan masa depan kesehatan masyarakat yang lebih baik.

“Kita menyadari bahwa selama ini yang menjadi kendala utama ekspor unggas Indonesia adalah kandungan residu antibiotik yang belum memenuhi kriteria negara tujuan. Untuk itu, mudah-mudahan ke depan produk unggas nasional bisa lebih mudah untuk diekspor, dan kami berharap, dengan seminar ini peternak bisa lebih siap dalam pemeliharaan ayamnya tanpa menggunakan antibiotik dalam pakan. Memang tidak mudah, tetapi mau tidak mau, suka tidak suka, harus dilakukan untuk masa depan yang lebih baik,” pungkas Singgih. (HD)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer